Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Try Wartono
"Studi tentang Sektor Informal Perkotaan yang membahas mengenai masalah kemiskinan pada kelompok masyarakat strata bawah, termasuk sektor informal, telah banyak dilakukan. Studi tentang kemiskinan, sektor informal, dan sejenisnya yang dilakukan secara komprehensif baru berhasil mengidentifikasikan permasalahan secara umum, sehingga sangatlah sulit untuk mendapatkan suatu kebijakan yang cocok untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada.
Kemiskinan sangat beragam, begitu pula dengan sektor informal yang sangat luas cakupannya. Sehingga perlu dilakukan studi dengan subyek yang lebih khusus dengan kelompok-kelompok yang lebih kecil, agar permasalahan yang lebih spesifik (unique) dapat terindentifikasi dan mempermudah pengambil kebijakan untuk merman jalan keluar dengan kebijakan yang tepat sasaran.
Keterbatasan dan kesenjangan akses atas sumber pembiayaan dalam bentuk kredit dan jasa keuangan lainnya bagi masyarakat bawah dan pelaku usaha informal (financial exclusion), dipandang sebagai faktor dominan yang menyebabkan usaha dan tingkat perekonomian mereka sulit berkembang. Usaha microbanking dengan model "Grameen Bank" sebagai sebuah konsep kebijakan yang bertujuan menghilangkan kesenjangan, telah terbukti sukses di Bangladesh dan dapat dijadikan contoh untuk diterapkan di Indonesia sebagai sebuah bentuk kebijakan pembangunan atau intervensi dalam memerangi kemiskinan (poverty reduction).
Pedagang Keliling yang merupakan kelompok kecil dan begitu juga dan beraganmya masyarakat sektor informal, menurut pengamatan penulis cukup homogen dan banyak dijumpai di berbagai kawasan perkotaan. Berdasarkan hal inilah, penulis mengambil pedagang keliling sebagai subyek penelitian yang dikaitkan dengan Konsep Usaha Microbanking sebagai instrumen pemberdayaan yang menjadi topik pembahasan dalam tesis ini. Selain itu, bila hasil uji-coba pemberdayaan (pilotting) terhadap pedagang keliling ini berhasil, kebijakan pemebrdayaan yang sama dapat dilakukan di daerah-daerah lainnya.
Untuk mempermudah penjabaran profil, potensi dan kendala subyek penelitian - agar dapat digunakan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan untuk mendapatkan instrumen pemberdayaan yang sesuai - penulis memilih menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik pengamatan, wawancara terhadap 50 pedagangan keliling sebagai responden dan wawancara mendalam dengan 9 informan terpilih (pedagang keliling, aparat pemerintah, dan tokoh masyarakat seternpat).
Data sekunder yang relevan diperoleh dari dokumen desa, literatur, dan berbagai jenis laporan yang khususnya berkaitan dengan konsep dan aplikasi usaha microbanking, Kombinasi data kuantitatif dan kualitatif digunakan dengan harapan dapat mempertajam analisis dan diperoleh interpretasi yang sahib dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Pamulang Barat merupakan daerah yang kondusif dan potensial oleh pendatang untuk berdagang. Fasilitas dan sarana yang dibutuhkan cukup tersedia dengan harga yang terjangkau oleh para pedagang keliling. Banyaknya komplek-komplek perumahan dan permukiman memberikan peluang pasar yang sangat besar bagi usaha mereka. Aparat desa dan penduduk asli di perkampungan pun dapat menerima mereka dengan baik. Perbedaan etnis, adat, dan budaya tidak menjadi halangan bagi pedagang keliling untuk berinteraksi sosial. Intensitas interaksi antara pedagang keliling dan masyarakat sekitarnya telah memungkinkan terbentuknya sebuah sinergi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Modal yang dibutuhkan oleh pedagang keliling relatif tidak besar dan untuk kekurangan dana dan pemodalan selama ini diperoleh dari kredit atau sumber pembiayaan rentenir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi adanya hambatan dalam pembiayaan bagi pedagang keliling tidak sepenuhnya benar. Yang sebetulnya terjadi adalah tidak adanya komunikasi, informasi, dan kebijakan pemerintah yang memberikan akses bagi mereka untuk bisa mendapatkan sumber dana dan pembiayaan yang berasal dari sektor keuangan formal. Padahal, 90% responden mengharapkan kredit perbankan dapat menggantikan posisi rentenir karena selama ini mereka harus membayar bunga yang tinggi.
Temuan lain adalah bahwa secara individu pedagang keliling cukup layak secara ekonomi maupun sosial untuk memdapatkan kredit, apalagi bila kemudian digabungkan menjadi beberapa kelompok berskala kecil ataupun besar (organisasi), yang membuat tingkat kepercayaan pihak perbankan yang telah menerapkan kosep microbanking menjadi lebih tinggi. Namun sangat disayangkan, sampai dengan sekarang ini belum ada organisasi yang dapat bertahan, sehingga secara teori banyaknya kelompok dan jenis pedagang keliling di lokasi tertentu, belum dapat disebut sebagai suatu komunitas.
Konsep microbanking yang bertujuan untuk memformalkan sistem keuangan di kalangan bawah belum diminati oleh lembaga perbankan yang ada, terbukti lebih dari 11 kantor cabang yang ada di Desa Pamulang Barat tidak satupun menyalurkan kredit. Mereka hanya berfungsi untuk menghimpun dana dan sebagai kasir bagi para penabung.
Sebuah catatan bagi lembaga perbankan khususnya adalah harus lebih proaktif untuk menjemput bola. Hancurnya nasabah besar adalah momentum yang sangat tepat untuk beralih pada nasabah mikro. Memang tidak mudah karena perlu ada kemauan dan perubahan cara kerja. Selain itu, spirit untuk melayani segmen mikro adalah kombinasi dari praktek rentenir, pegadaian dan perbankan itu sendiri. sehingga akan muncul gaya pelayanan yang baru (street-banker). Proses pemilihan dan pengelolaan nasabah yang balk akan dapat menekan resiko bisnis dan dapat menghapus keraguan untuk masuk dan melayani segmen mikro.
Bagi Pemerintah sebagai regulator hendaknya menyusun rambu-rambu untuk melindungi kepentingan nasabah maupun mengurangi resiko yang mungkin di alami oleh lembaga keuangan yang berkecimpung dalam usaha microbanking. Regulasi sangat diperlukan baik sebagai acuan bisnis, maupun sebagai acuan untuk supervisi kelembagaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T9821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahman Nidi Burhan
"Kemiskinan merupakan masalah nasional yang tidak hanya dapat diselesaikan oleh pemerintah tetapi menjadi tanggungjawab bersama baik pemerintah, swasta, lembaga profesi, perguruan tinggi maupun masyarakat itu sendiri. Permasalahan kemiskinan tersebut jika tidak diwaspadai serta dilakukan upaya dan langkah konkrit untuk menanggulanginya Akan membawa akibat yang buruk seperti menurunkan kualitas sumber daya manusia, timbulnya kecemburuan sosial, pengangguran, kerentanan, kriminalitas dan berbagai dampak negatif lainnya.
Metode Grameen Bank merupakan program penyaluran kredit mikro yang ditujukan bagi golongan masyarakat miskin di pedesaan. Sejak diluncurkan pertama kali di Bangladesh, telah banyak memberikan dampak positif bagi pemanfaatnya, sehingga mengundang banyak negara untuk mengadopsi program ini termasuk Indonesia. Saat ini upaya penanggulangan kemiskinan telah banyak dilakukan baik oleh lembaga yang dibentuk pemerintah maupun swasta dengan cara memberikan pelayanan dalam bentuk bantuan kredit kepada golongan masyarakat miskin khususnya di pedesaan. Sebagai lembaga keuangan mikro, BPR Parasahabat dalam kegiatannya menerapkan metode Grameen Bank dalam menyalurkan bantuan kredit modal usaha kepada masyarakat kecil dan sektor informal. Atas dasar hal tersebut penelilian ini memfokuskan permasalahan pada tiga hal yaitu ; (a) bagaimana penerapan metode Grameen Bank sebagai upaya penanggulangan kemiskinan, (b) manfast apa saja yang dirasakan masyarakat yang menerima metode Grameen Bank, dan (c) Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan metode Grameen Bank.
Penelilian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, wawancara dilakukan secara mendalam terhadap informan penelitian yang terdiri dari pihak pengurus BPR Parasahabat sebagai pelaksana program, masyarakat sebagai peserta program, dan tokoh masyarakat setempat. Selairi itu untuk leblh memperkuat informasi yang didapatkan dilakukan juga pengamatan terhadap proses pelaksanaan metode Grameen Bank di lapangan dan studi terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan topik penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Grameen Bank yang diterapkan oleh BPR Parasahabat sebagai upaya penanggulangan kemiskinan, memiliki berbagai kelemahan karena ; 1) belum sepenuhnya menyentuh kelompok masyarakat miskin, sebab tidak semua warga masyarakat miskin di desa Cibarusah dapat mengakses bantuan program kredit tersebut 2) pelaksanaan kegiatan metode Grameen Bank oleh BPR Parasahabat cenderung lebih bernuansa ekonomi, karena dalam menyalurkan kreditnya lebih didasarkan atas pertimbangan bisnis (keuntungan) dan pada ketermanfaatan dana oleh warga masyarakat miskin. 3) pemanfaatan program cenderung tidak menyebar luas kepada warga masyarakat miskin yang belum mendapatkan pinjaman karena pengguliran dana lebih diprioritaskan kepada peminjam lama yang dinilai lancar pengembaliannya, sehingga semakin mengekslusitkan kelompok tertentu untuk mendapatkan pinjaman yang lebih besar lagi pada tahap pinjaman berikutnya 4) sebagai lembaga yang menerapkan metode Grameen Bank BPR Parasahabat hanya berfungsi sebagai penyalur dana semata, karena demi keberlangsungan lembaga BPR cenderung lebih memilih golongan mampu dalam menyalurkan pinjamannya, sebab memberikan pinjaman kepada golongan miskin dianggap memiliki resiko kemacetan yang jauh lebih besar.
Disamping berbagai kelemahan di atas, penerapan metode Grameen Bank oleh BPR Parasahabat di desa Cibarusah juga telah mampu memberikan manfaat bagi masyarakat, baik manfaat secara ekonomi yakni adanya peningkatan usaha dan pendapatan anggota, maupun manfaat bagi kehidupan sosial masyarakat seperti adanya perubahan sikap para anggota khususnya dalam bentuk sotidarifas antar sesama dan munculnya kebiasaan menabung dikalangan anggota. Berbagai kendala juga muncul dan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan program Grameen Bank yaitu kendala yang berupa adanya kredit macet, aturan/ketentuan yang ketat, keterbatasan sumber daya manusia dan kendala yang bersumber dari faktor lingkungan.
Agar metode Grameen Bank yang diterapkan BPR Parasahabat dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin di pedesaan, maka penelilian ini merekomendasikan ; (a) perlu adanya reorientasi program Grameen Bank agar semua golongan masyarakat miskin dapat mengakses program bantuan kredit tersebut (b) Pelaksana metode Grameen Bank BPR Parasahabat perlu melakukan pembinaan secara intensif terhadap anggota baik pembinaan di bidang pengembangan sumber daya manusia maupun pengembangan usaha, karena pemberian pinjaman modal tidak akan berarti banyak jika tidak diikuti oleh pembinaan yang efektif. (c) Pimpinan BPR Parasahabat perlu mengadakan pendidikan/pelatihan terhadap para petugas/pelaksana metode Grameen Bank khususnya mengenai sistem pembinaan yang seharusnya diterapkan, sehingga para petugas benar-benar menguasai materi pembinaan yang dapat diberikan kepada para anggota, (d) sebagai lembaga pelaksana metode Grameen Bank BPR Parasahabat diharapkan mampu menjalin hubungan yang saling menguntungkan antara masyarakat, pemerintah dan dunia usaha khususnya dalam upaya penanggulagan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juari
"Penelitian yang berjudul Implikasi Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Pinjaman Luar Negeri Terhadap Commitment Fee dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya: Studi Kasus Proyek Pinjaman Luar Negeri dari Asian Development Bank dan World Bank bertujuan untuk melacak sejauh mana keterlambatan pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri menjadi penyebab besarnya jumlah commitment fee.
Metoda analisis yang digunakan adalah dengan analisis kualitatif dalam bentuk paparan untuk mengetahui implikasi keterlambatan pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri terhadap besarnya jumlah commitment fee. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah commitment fee, dalam bentuk data cross section.
Sebagai sample penelitian adalah berbagai pinjaman dari Asian Development Bank dan World Bank yang sudah selesai pelaksanaannya sekitar tahun 2002. Data commitment fee diperoleh dari Direktorat Urusan Luar Negeri Bank Indonesia sementara data lainnya yang terkait dengan pelaksanaan pinjaman diperoleh dari Laporan Kinerja Pelaksanaan Proyek Pinjaman Luar Negeri-Bappenas yang juga dilakukan verivikasl dengan data dari Asian Development Bank dan World Bank.
Keterlambatan pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri mempunyai lmplikasi terhadap meningkatnya jumlah commitment fee, balk pinjaman dari Asian Development Bank yang relatif bersifat liner maupun pinjaman dari World Bank yang ralatif cenderung bersifat ekponennsial. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kebijakan masing-masing lender dalam penetuan dasar penghitungan commitment fee.
Fungsi commitment fee dipengaruhi oleh besarnya pinjaman (Pin), besarnya pencairan pinjaman saat perpanjangan (Disext), dan variabel dummy berupa lender (LD), dengan daya penjelas sebesar 62,5%. Sedangkan 37,5% sisanya yang tidal( dapat dijelaskan, kemungkinan disebabkan oleh penggunaan data statis sehingga tidak menampung dinamika data antar waktu, dan adanya variabel-variabel yang mempunyai hubungan positif dengan besarnya jumlah commitment fee, namun tidak siknifikan.
Berdasarkan hasil peneltian tersebut di atas, diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan data cross section dan data time series atau data panel agar dapat menemukan model yang lebih bagus. Terkait dengan rekomendasi kebijakan, berdasarkan hasil analisa yang didasarkan oleh cara penghitungan beban commitment fee disarankan untuk mengoptimalkan pemanfaatan pagu/kuota pinjaman dari ADB dibandingkan dengan WB. Atau dengan kata lain melakukan pengalihan pinjaman baru dari WB kepada ADB."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Septrina S. Duha
"Pada umumnya perjanjian kredit bank yang dipakai adalah perjanjian standar atau perjanjian baku yang klausula-klausulanya telah disusun sebelumnya oleh bank, demikian pula dalam hal pemberian fasilitas kredit modal kerja oleh Bank Mandiri. Dengan demikian maka nasabah sebagai calon debitur hanya mempunyai pilihan antara menerima atau menolak klausula-klausula perjanjian baku tersebut. Penelitian ini bermaksud membahas masalah penggunaan klausula baku terhadap perubahan suku bunga kredit modal kerja di Bank Mandiri ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta bermaksud membahas petaksanaan eksekusi terhadap obyek jaminan dihubungkan dengan penggunaan klausula baku dalam hal pemberian fasilitas kredit modal kerja oleh Bank Mandiri.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif karena data yang diperoleh bersumber dari peraturan perundang-undangan di bidang perbankan dan buku-buku referensi yang berhubungan dengan itu serta didukung wawancara dengan informan.
Data yang didapat diolah guna perumusan simpulan dari penelitian ini, sehingga penelitian ini akan berbentuk evaluatif analitis. Penggunaan klausula baku terhadap perubahan suku bunga kredit modal kerja di Bank Mandiri mengacu pada tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia sehingga tidak bertentangan dengan asas itikad balk dan kepatutan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jika bank memenuhi larangan penggunaan klausula baku sebagaimana ditentukan dalam pasal 18 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) hal ini akan merugikan bank. Apabila debitur wanprestasi, besarnya jumlah hutang debitur adalah sesuai yang tertera pada pembukuan bank dan bank berhak mengeksekusi jaminan-jaminan ini dengan menjualnya melalui pelelangan umum atau melalui penjualan di bawah tangan. Harga jual obyek jaminan ditentukan oleh Bank Mandiri. Penggunaan klausula baku oleh bank dirasakan tidak seimbang dan menempatkan bank pada posisi yang kuat. Namun demikian dari penelitian ini kita dapat mengetahui posisi masing-masing pihak sebelum dan sesudah kredit dicairkan oleh bank."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusmaedi
"Perkembangan ekonomi saat ini disertai meningkatnya penyaluran dana dalam bentuk pemberian fasilitas kredit. Ukuran bagi kreditor menjaga kepentingannya ketika menyalurkan kredit adalah sejauh mana penguasaan jaminan (hak kebendaan) yang diserahkan debitor. Dalam konteks inilah kita membicarakan jaminan fidusia sebagaimana didefinisikan Pasal 1 butir 2 UU Nomor 42/1999. Ketentuan dalam UU Nomor 42/1999 yang tadinya diharapkan dapat memberikan perlindungan, dalam implementasi praktisnya dirasakan tidak berbeda dengan lembaga jaminan fidusia sebelum diatur dengan undang-undang. Pembebanan di bawah tangan, tidak dilakukan pendaftaran dan bentuk pembebanan lain yang tidak diatur oleh UU masih dijumpai dalam praktik sehari-hari. Berkaitan pengecualian prinsip droit de suite benda persediaan, dapat dikritisi jika mengingat benda persediaan terdiri yang satuannya tidak dilengkapi bukti kepemilikan dan yang dilengkapi bukti kepemilikan. Dapatkah pengecualian prinsip droit de suite Pasal 20 UU Nomor 42/1999 berlaku untuk semua jenis benda persediaan?, Mengapa terjadi praktik pembebanan tidak sesuai ketentuan UU Nomor 42/1999? Penelitian kepustakaan dilakukan bersifat yuridis normatif.
Untuk menjawab pokok permasalahan, penelitian lebih bersifat eksplanatoris dengan bentuk evaluatif mengarah pada problem finding. Pengecualian prinsip droit de suite berlaku bagi semua agunan yang dinyatakan sebagai benda persediaan. UU tidak mendefinisikan benda apa saja termasuk kategori benda persediaan. Bentuk pembebanan fidusia tidak sesuai UU terjadi karena kreditor merasa kepentingannya terlindungi dengan pemblokiran bukti kepemilikan dan tandatangan kuitansi kosong oleh pemilik jaminan. Karena UU tidak mengatur secara tegas dan tidak antisipatif terhadap kebutuhan praktis maka masih ditemukan akta pembebanan tidak didaftar dan bentuk surat kuasa memberikan jaminan fidusia. UU seharusnya memberi definisi benda apa saja termasuk benda persediaan, diatur hubungan antara instansi yang menangani bukti kepemilikan suatu benda (seperti Kepolisian) dengan Kantor Pendaftaran Fidusia, hendaknya UU lebih tegas menentukan batas waktu pendaftaran dan kemungkinan pengaturan bentuk Surat Kuasa Membebankan Jaminan Fidusia, meniru SKMHT pada lembaga Hak Tanggungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Erydani
"Banyak perusahaan pelayaran ataupun perusahaan yang bukan bergerak dalam bidang pelayaran membutuhkan kapal laut untuk menunjang kegiatan operasionalnya. Salah satu cara pengadaan kapal laut adalah dengan mengajukan permohonan kredit kepada bank dengan memberikan jaminan bagi pelunasan hutang yaitu berupa kapal laut tersebut. Dalam hal ini maka akan diuraikan mengenai penjaminan kapal laut dalam suatu perjanjian kredit. Sebagai studi kasus adalah di Bank Mandiri yang dalam hal ini bertindak sebagai Kreditur dan PT. X yang dalam hal ini adalah- sebagai Debitur. Pokok permasalahan dalam pembahasan ini adalah apakah lembaga jaminan yang tepat apabila kapal laut akan dijadikan sebagai jaminan hutang dalam suatu perjanjian kredit, Bagaimana proses penjaminan kapal laut dalam suatu perjanjian kredit di Bank Mandiri dan Bagaimana pelaksanaan pelaksanaan sita eksekusi terhadap kapal laut yang telah dijadikan sebagai jaminan dalam pelunasan suatu hutang di PT. BANK MANDIRI (Persero) Tbk. apabila Debitur wanprestasi.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis dan wawancara. Dari pokok permasalahan yang diambil dalam penulisan ini maka Penulis mengambil kesimpulan bahwa kapal laut merupakan benda tidak bergerak sehingga jaminan yang dapat dibebankan terhadap kapal laut tersebut adalah hipotik. Bank Mandiri dapat memasang hipotik terhadap kapal laut tersebut berdasarkan akta Surat Kuasa Memasang Hipotik yang ditandatangani di hadapan Notaris antara Bank Mandiri selaku pihak yang menerima kuasa dengan PT. X selaku pihak yang memberi kuasa. Pembebanan hipotik harus didaftarkan dalam buku pendaftaran hipotik kapal oleh pegawai pendaftaran kapal. Pelaksanaan sita eksekusi apabila Debitur wanprestasi diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara karena Bank Mandiri merupakan bank milik negara yang ditetapkan apabila Debitur wanprestasi maka secara hukum wewenang penguasaan atas hak tagih dan pelaksanaan sita eksekusi akan dialihkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara tanpa melalui pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Imelda
"Perekonomian bangsa dan negara Indonesia pada pertengahan tahun 1997 mengalami krisis. Krisis tersebut juga melanda kawasan regional Asia Tenggara, hal ini berdampak besar terhadap kehidupan perekonomian Indonesia. Dunia internasional menaruh simpati dengan kondisi Indonesia pada saat itu. Langkah nyata pun dilaksanakan, organisasi yang bernama International Monetery Fund(IMF), memberikan pinjaman dengan berbagai persyaratan. Diantaranya harus ada penyempurnaan Peraturan Perundangundangan di bidang Kepailitan. Hingga Tahun 1998 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tentang Kepailitan yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 yang dianggap masih banyak kekurangannya sehingga diubah lagi melalui Undang Undang No. 37 Tahun 2004 yang mengatur lebih rinci ketentuan Kepailitan dan secara komprehensif mengatur mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran uang yang merupakan suatu terobosan baru di bidang hukum. Permohonan Pernyataan Pailit harus diajukan melalui Pengadilan Niaga. Permohonan Pernyataan Pailit dalam kasus ini diajukan oleh salah satu kreditur dari PT Garuda Indonesia yaitu PT Magnus Indonesia. Tetapi Permohonan Pernyataan Pailit tersebut ditolak oleh Majelis Hakim karena tidak terpenuhinya syarat bagi debitur untuk dinyatakan pailit. Hal ini disebabkan karena, kreditur selaku Pemohon Pailit tidak dapat membuktikan bahwa debitur mempunyai 2(dua) kreditur atau lebih dan mempunyai tagihan yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sardi
"Sektor perbankan dewasa ini merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan yang strategis dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Dalam pemberian kredit Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap kepribadian, kemampuan, modal, kondisi ekonomi serta Jaminan Debitur. Notaris/PPAT merupakan salah satu Pejabat umum yang berhubungan langsung dengan perbankan. Notaris/PPAT dituntut untuk dapat bertindak secara profesional sesuai dengan keahliannya. Ketika seorang Notaris/PPAT mendapatkan order dari suatu Bank, untuk membuat suatu akta atau perbuatan hukum lainnya yang merupakan kewenangannya, sebatas apakah tanggung jawab seorang Notaris/PPAT dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan surat order tersebut. Dapatkah seorang Notaris/PPAT dipersalahkan sehingga harus mengganti kerugian ketika dia lalai melaksanakan tugas yang diberikannya, dan sebatas apa kelalaian tersebut sehinga dia harus memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Berdasarkan latar belakang hal tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis ini pertama mengapa pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan harus diawali dengan Perjanjian Kredit, khususnya dalam prakteknya di PT. Bank BNI (Persero), Tbk dan kedua Bagaimana apabila Notaris/PPAT serta pihak Bank lalai membuat APHT berdasaran SKMHT dalam kasus debitur Bank BNI (Persero), Tbk. Dalam penulisan Tesis ini metodenya adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat Yuridis Normatif. Alat pengumpulan datanya studi dokumen, dengan wawancara kepada nara sumber atau informan. Metode analisisnya bersifat kwalitatif, sehingga basil penelitiannya Evaluatif Analitis. Akta Pemberian Hak Tanggungan harus didahului oleh perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menyebabkan adanya utang, tidak ada APHT tanpa adanya utang yang dijamin. Kelahiran, peralihan, eksekusi dan hapusnya Hak Tanggungan ditentukan oleh adanya dan hapusnya piutang kreditur yang dijamin. Notaris/PPAT adalah Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik. Dalam menjalankan jabatan dia harus bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan masyarakat yang dilayani, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Bilamana dalam menjalankan jabatannya Notaris/PPAT terbukti telah melakukan kelalaian atau kekhilafan dan mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, maka atas kerugian tersebut dia harus memberikan ganti rugi. Notaris mempunyai tanggung jawab baik secara moral maupun secara hukum. Bagi pihak Bank kelalaian atau kekhilafan merupakan suatu resiko yang akan ditanggung, jika mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan jabatannya. Notaris/PPAT dan Bank merupakan patner atau mitra kerja, oleh karena itu keduanya dituntut dapat menciptakan hubungan yang baik dan harmonis."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davy Tasman
"Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) oleh Pemerintah, maka perlindungan terhadap konsumen di Indonesia telah memasuki babak baru, akan tetapi maksud pemerintah yang baik ini ternyata masih menemukan banyak kendala yang membuat walaupun Undang-Undang ini sudah lebih dari 5 tahun berlaku tapi masih belum terlalu nyata pengaruhnya khususnya dalam dunia perbankan di Indonesia. Maka kami melalui penelitian kepustakaan yang didukung oleh wawancara, dan dengan tipologi penelitian eksplanatoris, telah secara khusus meneliti mengenai Perjanjian Kredit di dunia Perbankan di Indonesia. Beberapa pokok permasalahan yang kami temukan adalah dengan dilarangnya dicantumkannya beberapa klausula baku dalam Perjanjian Kredit oleh UUPK justru akan menimbulkan problem baru bagi bank untuk melindungi dan mengamankan dana masyarakat yang dikelolanya dan disalurkan melalui kredit tersebut. Selain itu juga masih ada ketentuan dalam Undang-Undang tersebut yang belum jelas dan masih terdapat kekurangannya yang menimbulkan kebingungan di kalangan perbankan dan masyarakat. Sehingga kami berkesisnpulan larangan pencantuman klausula baku yang ditetapkan oleh UUPE tersebut tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan. Seharusnva untuk beberapa klausula bukannya dilarang, melainkan harus dibatasi saja dengan syarat tertentu dan hanya untuk keadaan tertentu saja. Dengan demikian Bank tetap dapat melindungi dana masyarakat yang dikelolanya, sebaliknya pihak debitur sebagai konsumen juga tidak dirugikan. Sedangkan untuk ketentuan dalam UUPK yang belum jelas ataupun masih terdapat kelemahan tentunya masih perlu diperbaiki supaya dapat berfungsi lebih baik dan tidak menimbulkan masalah Baru. Sehingga Undang-Undang Perlindungan Konsumen masih perlu direvisi atau ditinjau kembali untuk menghilangkan segala kelemahan atau kekurangan yang masih ada."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aggi Nauval
"Praktek perbankan di Jepang memakai standar internasional namun tetap menjadikan warna budaya sebagal faktor yang memberikan keunikan dan juga berdampak pada penambahan nilal (value added) untuk pihak - pihak yang berkepentingan, yaitu pemilik saham, organisasi dan karyawan serta nasabah.
Adanya nilai pengambilan keputusan majemen Jepang yang dilakukan melalui pola nemawashi dan rin-gi, menjadikan pengambilan keputusan ini khas budaya Jepang.
Keterkaitan dua pola ini sangatlah dekat dimana pola nemawashi membicarakan secara informal dilanjutkan secara sistematis dengan mengelola dan menjadikan pola hubungan untuk mempertahankan relasi yang harmonis dan pola rin-gi adalah pengambilan keputusan secara tertulis dan kolektif yang melibatkan hampir semua jajaran dalam organisasi bisnis terkait.
Cara-cara yang digunakan oleh perbankan Jepang untuk implementasi kegiatan nemawasi dan rin-gi adalah komponen pola analisa perbankan internasional yaltu 5C, yaitu Character (karakter), Capacity (kapasitas), Cash (kas), Collateral (Jaminan) dan Condition (kondisi) yang telah dikondisikan dengan nuansa bisnis Jepang."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>