Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hilyatun Nishlah
"Profesi tukang cukur asli Garut menjadi mata pencaharian utama bagi Kampung Peundeuy, Desa Banyuresmi, Kabupaten Garut, karena dinilai berhasil memberikan kesejahteraan finansial dan meningkatkan status sosial warga. Keberhasilan ini mendorong banyak warga meninggalkan pekerjaan sebelumnya dan memilih menjadi tukang cukur di kota dan Jawa Barat. Pergeseran mata pencaharian ini semakin intensi sejak tahun 2000-an hingga akhirnya warga mengklaim Kampung Peundeuy sebagai salah satu kampung tukang cukur di Banyuresmi, Kabupaten Garut, dan disebut sebagai bentuk etnopreneurship oleh Imadudin (2011). Kemudian, profesi ini serta keahlian cukur diklaim sebagai tradisi kampung yang harus diwariskan. Selain itu, profesi tukang cukur juga menyebabkan beragam perubahan pada Kampung Peundeuy, dari mata pencaharian, identitas kultural, dan kehidupan sosial warga kampung. Untuk mengetahui lebih dalam hubungan profesi tukang cukur dan transformasi kampung, penelitian ini akan menganalisis; 1).Bagaimana transformasi identitas kultural Kampung Peundeuy terjadi dalam hubungannya dengan praktik etnopreneurship di kampung itu? 2).Bagaimana bentuk-bentuk artikulasi identitas warga Kampung Peundeuy dalam merespon transformasi yang terjadi di kampung mereka ? Untuk menganalisis dua pertanyaan penelitian tersebut, peneliti menggunakan beberapa pemikiran terdahulu seperti Effendi (2002) dan Aldrich & Waldinger (1990) yang mengkaji etnopreneurship, Mingxing, Chao, Dadao, Yumen, Shasha (2019) yang menjelaskan karakteristik semi-urbanisasi, Mc Gee (2001 & 2008) yang memaparkan tentang fenomena ‘desakota’ dan Hall (1985) yang menerangkan tentang artikulasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menerapkan proses etnografi untuk mengumpulkan data. Teknik yang digunakan peneliti dimulai dengan studi literatur, observasi partisipasi, kemudian observasi non partisipasi hingga wawancara. Hasil penelitian yang merujuk pada pemikiran Effendi (2002) dan Aldrich & Waldinger (1990) menemukan bahwa profesi tukang cukur asli Garut merupakan bentuk etnopreneurship yang unik dan khas, karena profesi tukang cukur asli mengidentifikasikan kemiripan dan perbedaan dari karakteristik etnopreneurship yang dijabarkan dua penelitian di atas. Perubahan tidak terjadi secara alamiah, melainkan merupakan dampak dari praktik semi-urbanisasi ketika warga beralih profesi menjadi tukang cukur di kota besar. Semi urbanisasi yang dijelaskan Mingxing, Chao, Dadao, Yumen, Shasha (2019) mendorong terjadinya fenomena ‘desakota’ atau ‘kotadesasi’ (Mc Gee, 2008) yang menggambarkan karakteristik kekotaan masuk ke Kampung Peundeuy. Perubahan ini mengakibatkan beragam artikulasi respon warga dari klaim tradisi atas keahlian dan profesi tukang cukur, berdirinya sekolah tukang cukur, hinggga perihal pemaknaan dan penggunaan nama ASGAR dalam usaha cukur warga Kampung Peundeuy. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan bisa menjadi tradisi dan menyebabkan transformasi bagi suatu kelompok masyarakat, melalui campur tangan warganya. Penggunaan etnisitas pada suatu bentuk pekerjaan akan mendorong pekerjaan ini semakin dikenal dan diakui oleh masyarakat, sehingga akan membuat pekerjaan ini tetap bertahan dan seiring memberikan keuntungan kepada para pelakunya, bahkan menjadi kebanggaan tersendiri untuk mereka.

Being professional barbers known as ASLI GARUT (ASGAR meaning originally from Garut) has been the main livelihood source for the male majority in Kampung Peundeuy of Banyuresmi Village. The profession is considered successful in providing financial welfare and improving residents‟ social status that many of the Kampung‟s resident left. Their previous jobs and became barbers in Jakarta and other big cities in West Java. This profession shift has intensified since the 2000s until the residents finally claimed Kampung Peundeuy as one of the barber villages in Banyuresmi, Garut Regency and known as one of etnopreneurship by Imadudin (2011). As the Kampung of barbers, the residents felt the need to to preserve and, pass on the shaving and hairdressing skills to their relative and children. With this, what was once a profession, now has been considered the Kampung‟s tradition. Besides, the barber profession has various changes in Kampung Peundeuy, from their livelihoods, cultural identity, to their social life. Therefore, to find out more the relationship between barber as a profession and Kampung transformation, the research examined, 1). How the etnopreneuship practice drove the cultural identity transformation of the Kampung; 2) How the identity articulation of the Kampung Peundeuy villagers in response to the transformation on the Kampung;. To research incorporated Effendi (2002) and Aldrich&Waldinger (1990), who studied etnopreneuship, Mingxing, Chao, Dadao, Yumen, Shasha (2019), who examine semi-urbanization, Mc Gee (2001 & 2008), who describe “desakota” phenomenon, and Hall (1985), who preceded the articulation. This study used qualitative method by applying an ethnographic method, non-participatory observation, and interview to collect data. The study result of The study result of Effendi (2002) and Aldrich & Waldinger (1990) is barber profession ASGAR has unique entopreneurship because this profession identification the similarities and differences of characteristics etnopreneurship, which is examined by the researchers. Changer does not occur naturally, but is the impact of semi-urbanization when resident switch professions to become barber in big cities. Semi-urbanization Mingxing, Chao, Dadao, Yumen, Shasha (2019) encourages the phenomenon of „desakota‟ („villageurban‟)(Mc Gee, 2008), which describes the influence of urban lifestyle Kampung Peundeuy. This changer effected various villagers response articulation, from tradition claimed this profession and shaving and hairdressing skills, establishment of a shaving school, to meaning and use the ASGAR on shaving business of Kampung Peundeuy villagers. Thus, it can be concluded that influence of the barber profession in the transformasi of Kampung Peundeuy could occur due to the strong encouragement of its resident, both in inheriting the expertise of hair cutting and the profession. Ethnicity on a profession will increasingly known and be approved by other villager or citizen, that will keep this profession survive and provide benefits to the actors, even being villagers pride.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Hadianti Putri
"Menurut data dari Euromonitor, saat ini bisnis perawatan tubuh pria memiliki peluang bisnis yang sangat tinggi, namun pertumbuhan channel distribution untuk non-retail channel yaitu salon nilai pertumbuhannya konsisten dari tahun 2013 hingga tahun 2018, yaitu sebesar 0.1%. Barbershop merupakan salah satu channel distribusi perawatan tubuh pria. Pada studi ini analisis kebutuhan konsumen terpenting dalam penggunaan jasa barbershop dianalisis berdasarkan tiga faktor customer equity, yang terdiri dari value, brand, dan relationship. Hasil analisis ketiga faktor yang menurut konsumen penting tersebut nantinya akan dibandingkan dengan penilaian performa yang diberikan Good Willie Barber Shop (GWBS) kepada pelanggannya berdasarkan penilaian subjektif dari pemiliknya. Hasil analisis perbandingan ketiga faktor tersebut nantinya akan dianalisis dengan menggunakan Analisis IPA; hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai dasar perbaikan layanan yang diberikan GWBS. Selain Analisis IPA, pendekatan lain yang digunakan untuk menganalisis keadaan GWBS antara lain model bisnis kanvas, analisis SWOT, analisis internal dan eksternal, semua analisis ini dilakukan untuk menemukan masalah dan kekurangan dari GWBS, sehingga dapat dilakukan perbaikan. Studi ini dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif berdasarkan wawancara dengan pemilik, observasi lingkungan bisnis dan pelanggan. Hasil analisis menunjukan bahwa GWBS perlu melakukan perbaikan pada value equity, untuk menentuka perbaikan yang tepat maka studi ini menggunakan analisis kualitas layanan untuk meninjau kebutuhan aktual dari pelanggan GWBS. Selain itu, hasil dari observasi kualitas layanan ini akan digunakan untuk membandingkan posisi jasa yang diberikan GWBS pada customer value hierarchy, sehingga dapat ditentukan perbaikan yang perlu dilakukan salah satunya adalah dengan melakukan remodelling bisnis model.

Nowadays men's grooming has an immense business opportunity based on Euromonitor data‟s, but the growth of channel distribution of men‟s grooming from 2013 to 2018 is only 0.1%. Barbershop is one of the channel distributions on men‟s grooming industry. This study analyzes the needs of barbershop customer from three-factor of customer equity, value, brand, and relationship and compares the services provided by the Good Willie barbershop. The result of the comparison analyzed by IPA analysis; the result used as one of deliberation to improve Good Willie barbershop. Beside IPA analysis, business model canvas, SWOT analysis, internal and external analysis used as a method to find the problem and make an improvement at good willie barbershop. This study conducted by qualitative and quantitative methods based on owner interview, business, and customer observation. The result of the analyze, good willie barbershop needs improvement in value equity, to get the exact improvement this study used service quality to scan the actual needs of good willie barbershop customers. Moreover, the result of service quality observation used to compare good willie barbershop position in
customer value hierarchy and determine which value needs to improve, one of the improvement GWBS needs is remodelling model business.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library