Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1992
R 333.95 IND
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Ubaid Isna Yudhistira
"Dinamika keanekaragaman hayati seringkali dikaitkan dengan perubahan lingkungan, termasuk kedalaman perairan, produktivitas, sifat sedimen, ketersediaan oksigen, morfologi, serta gangguan fisik lainnya. WPPNRI 573 adalah salah satu dari 11 wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia yang memiliki karakteristik geografis dan oseanografis yang unik. Isu yang berkembang pada WPPNRI 573 antara lain eksploitasi berlebih, degradasi habitat, pencemaran dan penangkapan tidak ramah lingkungan, serta masuknya spesies invansif yang terjadi karena kurangnya wawasan dan perhatian pemerintah, serta kurangnya sumberdaya manusia dalam hal pengelolaan. Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan informasi terkait resiko ancaman kepunahan keanekaragaman hayati serta variasi morfologi yang mempengaruhinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial dan spasio-temporal dengan Red List Index sebagai model penilaian distribusi wilayah resiko keanekaragaman hayati. Sampel data keanekaragaman hayati dikumpulkan dari GBIF.org dalam rentang tahun 1989-2023. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa resiko terhadap ancaman kepunahan kehati di wilayah WPPNRI 573 cenderung rendah. Spesies lebih dominan berdistribusi secara mengelompok pada zona epipelagik dan semakin terdistribusi secara menyebar pada zona laut yang semakin dalam. Morfologi berpengaruh signifikan dalam level moderat terhadap distribusi keanekaragaman pada kategori nilai resiko ancaman yang sama. Kedalaman memiliki pengaruh yang paling besar, diikuti dengan lereng. Sedangkan orientasi, kelengkungan, dan kekasaran tidak memiliki pengaruh yang signifikan.

The biodiversity dynamics are often associated with environmental changes, including water depth, productivity, sediment characteristics, oxygen availability, geomorphology, and other physical disturbances. WPPNRI 573 is one of 11 fisheries management areas in Indonesia that has unique geographical and oceanographic characteristics. Issues that occurred in WPPNRI 573 include overexploitation, habitat degradation, pollution, and non-eco-friendly fishing, as well as the entry of invasive species that occur due to lack of government insight and attention, and also lack of human resources in terms of management. This study aims to present information about the risk of biodiversity extinction threats and geomorphological variations that affect it. The method used is spatial and spatial-temporal analysis with Red List Index as a model for assessing the distribution of biodiversity risk areas. Samples of biodiversity data were collected from GBIF.org between 1989 and 2023. The results revealed that the risk of biodiversity extinction in the WPPNRI 573 area tends to be low of biodiversity extinction risk status. Species are predominantly distributed in clusters in the epipelagic zone, and also dispersed in deeper marine zones. Geomorphology has a significant moderate effect on the distribution of diversity in the same threat risk value category. Depth has the most influence, followed by a slope. While aspect, curvature, and ruggedness do not have a significant effect."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Bappenas , 2003
639.9 STR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Bappenas , 2003
639.9 STR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Bappenas, 2003
639.9 STR
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Stone, David
Singapore: Archipelago Press, 1997
R 508.598 STO b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Suparto Wijoyo
"On biodiversity and environmental management in Indonesia."
Surabaya : Airlangga University Press, 2012
577.598 SUP k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muller, Kal
Jayapura: Kerjasama UniversNegeri Papua [dan] Dinas Pendidikan dan Pengajaran, Provinsi Papua, 2005
333.951 6 MUL kt
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Salemba Empat, 2014
577.095 98 ECO t (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Namrata Biligeri Anirudh
"Epoch Antroposen didefinisikan oleh kehilangan keanekaragaman hayati yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat aktivitas manusia, yang menyebabkan kepunahan spesies, penurunan populasi, dan degradasi ekosistem. Meskipun deforestasi diakui secara luas sebagai ancaman besar, konsep defaunasi—kehilangan spesies dan populasi hewan—masih kurang dihargai meskipun dampaknya yang mendalam terhadap dinamika ekologi global. Masalah ini, yang diperburuk oleh perkembangan teknologi dan populasi, mengurangi kapasitas regeneratif alami hutan, mengganggu fungsi ekosistem dan kesejahteraan manusia. Lanskap Rungan-Kahayan di Kalimantan Tengah, Indonesia, menggambarkan tantangan-tantangan ini. Dengan luas sekitar 4.700 km², lanskap ini merupakan blok hutan terbesar di provinsi tersebut yang tidak dilindungi, dengan hanya 8% yang mendapat perlindungan minimal di bawah Skema Kehutanan Sosial Indonesia. Wilayah ini terancam oleh deforestasi, degradasi habitat, penebangan hutan, pertanian, dan pertambangan. Meskipun ada penetapan hutan dalam rencana tata ruang pemerintah, konversi lahan yang cepat dan aktivitas yang tidak diizinkan, seperti pertambangan skala kecil artisanal, terus berlangsung. Inisiatif-inisiatif terbaru, termasuk pendirian Hutan Pendidikan dan Penelitian Mungku Baru serta skema kehutanan sosial, telah memulai studi tentang komposisi floristik dan satwa liar di daerah ini serta memberikan perlindungan pada beberapa blok hutan. Namun, penelitian komprehensif tentang dampak tekanan antropogenik terhadap keanekaragaman hayati di seluruh lanskap ini masih terbatas. Kehutanan sosial bertujuan untuk mengintegrasikan masyarakat lokal dalam upaya konservasi tetapi saat ini hanya mencakup sebagian kecil wilayah yang terfragmentasi. Penelitian ini mengadopsi pendekatan multidisipliner, menggabungkan faktor antropogenik ekologi dan sosial untuk mengevaluasi lanskap secara holistik. Dengan mengurai mosaik habitat karakteristik dan hutan heath tropis dataran rendah yang menyimpan spesies unik dan terancam serta menilai dampak antropogenik dan ekologis terhadap mamalia, kami bertujuan untuk memahami interaksi antara faktor sosial-ekonomi dan biofisik yang membentuk hasil konservasi. Pendekatan terintegrasi ini sangat penting untuk merumuskan strategi untuk melindungi lanskap Rungan-Kahayan, melestarikan keanekaragaman hayatinya, dan memastikan layanan ekosistem yang berkelanjutan untuk regenerasi hutan dan kesejahteraan manusia.

The Anthropocene epoch is defined by unprecedented biodiversity loss caused by human activities, leading to species extirpation, population declines, and ecosystem degradation. While deforestation is widely recognised as a major threat, the concept of defaunation—the loss of animal species and populations—remains underappreciated despite its profound impact on global ecological dynamics. This issue, compounded by technological and population expansion, diminishes natural regenerative capacity of forests, disrupting ecosystem functions and human well-being. The Rungan-Kahayan landscape in Central Kalimantan, Indonesia, highlights these challenges. Spanning approximately 4,700 km², it represents the province’s largest unprotected forest block, with only 8% receiving minimal protection under Indonesia’s Social Forestry Scheme. This area is threatened by deforestation, habitat degradation, logging, agriculture, and mining. Despite forest designations in government spatial plans, rapid land-use conversions and unpermitted activities, such as artisanal small-scale mining, persist. Recent initiatives, including the establishment of the Mungku Baru Education and Research Forest and the social forestry scheme, have initiated studies on the region’s floristic composition and wildlife and offer protection to several forest blocks. However, comprehensive research into the effects of anthropogenic pressures on biodiversity across this landscape remains sparse. Social forestry aims to integrate local communities into conservation efforts but currently covers only a small, fragmented portion of the landscape. This research adopts a multidisciplinary approach, combining ecological and social anthropogenic factors to evaluate the landscape holistically. By deconstructing the characteristic habitat-mosaic and lowland tropical heath forests harbouring unique and threatened species and assessing anthropogenic and ecological impacts on mammals, we aim to understand the interplay of socio-economic and biophysical factors shaping conservation outcomes. This integrated approach is essential for informing strategies to protect the Rungan-Kahayan landscape, preserve its biodiversity, and ensure sustainable ecosystem services for forest regeneration and human well-being."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>