Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satrio Adie Wicaksono
"ABSTRAK
Maraknya aksi unjuk rasa yang terjadi selama Pilgub DKI Jakarta terfokus pada proses hukum kasus yang menjerat salah satu calon Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama BTP . Selama proses penyelidikan dan penyidikan kasus BTP, Polri dihadapkan pada tekanan publik yang dipengaruhi oleh pemberitaan media massa. Aksi unjuk rasa yang terjadi dilakukan oleh kelompok pendukung dan penentang BTP dengan mengusung tuntutan yang saling bertolak belakang. Kelompok pendukung menuntut penghentian perkara dan penangguhan penahanan BTP sedangkan kelompok penentang BTP menuntut agar proses hukum dipercepat dan dilakukan penahanan terhadap BTP oleh penyidik. Dari proses hukum yang sudah selesai dilaksanakan, terlihat bahwa penyidik tidak menghentikan perkara dan tidak melakukan penahanan terhadap BTP. Langkah tersebut menandakan bahwa penyidik menempatkan tekanan publik sebagai salah satu pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Hal itu dimaknai sebagai respon penyidik terhadap tekanan publik selama proses penyelidikan dan penyidikan Kasus BTP. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi literatur. Analisa dilakukan dengan menggunakan teori agenda setting untuk melihat bentuk-bentuk tekanan publik selama proses hukum kasus BTP dan teori pengambilan keputusan untuk membahas respon penyidik terhadap tekanan publik yang muncul dalam dalam penyelidikan dan penyidikan Kasus BTP.

ABSTRACT
A large number of civil unrest during Jakarta rsquo s Governor Election 2017 was focused in legal process of incumbent candidate, Ir. Basuki Tjahja Purnama BTP . During the investigation process of BTP case, INP was exposed by public pressures which influenced by mass media coverage. The civil unrests were did by the supporters and the opponents of BTP whose brought different and contradictive demands into police duty. The supporters demanded to stop the legal process and to delay the BTP's arrest. In other side, the opponents demanded to accelerate the law process and to arrest BTP. At the legal process of BTP, it shown that the investigator didn't stop the case and didn't arrest BTP. It implies that the investigator used public pressure as their consideration in their decision making process. It was also interpreted as an investigator's response to public pressure during the investigation and investigation process of the BTP case. This research is a qualitative with collecting data techniques through observation, interview, and study literature. The analysis was conducted using the agenda setting theory to look at the forms of public pressure during the legal process of the BTP case and the decision making theory to explain the investigator's response to public pressure which arise in the investigation's of the BTP Case."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septa Dinata. AS
"The Ahoks blasphemy case-inspired rally taking place in Jakartas national monument so-called the Aksi 212 (212 Mass Action) or in broader sense the Aksi Bela Islam (the Action of Defending Islam) on December 2, 2016 has greatly encouraged intellectual inquiries into the future of Islam and politics in Indonesia. Its unprecedented repertoire and huge number of participants invited academic inquiries to uncover its impact and the things lying behind these phenomena. This study in particular occasion attempts to shed shining light to the meaning-making aspect of the action by deploying social movement theory. This study argues that collective identity construction played central role in Islamists success in mobilization of Muslims miscellaneous groups to mount vehement opposition against the state. This research takes into account of the facts of exceptional diversities of Indonesian Islam that bears heavy identity workload to the action. The importance of collective identity rested on the fact that the claim to representation of the whole Islam carries on the power of religious authorities. Its heavy identity workload, by extension, rendered tough processes through delicate negotiation and then was subject to compromise. This study found that the keys to these processes were the development of the sameness and differences both in internal and external context. The work on the sameness and differences was overlapping, simultaneous and crosscutting with internal and external context that actively shaped the processes. On the one hand, the work on the sameness was done to internally consolidate the diverse factions of Islam and at the same time to externally bridge their common platform and denominator with the outsiders. On the other hand, the work on the difference was done to externally draw clear boundaries between Islam and non-Islam. Moreover, the difference was important for the activists to build the image of their diverse backgrounds. This study in particular is conducted to both to fill the lack of the previous studies concern on the identity aspect of the action and in broader sense to enrich the attempts to characterize Islamic Activism that is overgeneralized. This research employs qualitative method with in-depth interview, documentation, observation, and secondary data to this end.

Masa aksi kasus penistaan agama Ahok yang terjadi di bilangan Monumen Nasional Jakarta yang disebut Aksi 212 atau dalam julukan yang lebih umum Aksi Bela Islam pada 2 Desember 2016 mendorong penyelidikan intelektual tentang masa depan Islam dan politik di Indonesia. Pola lakunya yang belum pernah terjadi sebelumnya dan jumlah pesertanya yang sangat besar mengundang pertanyaan akademis untuk mengungkap dampaknya dan hal-hal yang ada di balik fenomena tersebut. Studi ini secara khusus mencoba untuk menggali aspek pemaknaan (meaning-making) dari aksi tersebut dengan menggunakan pendekatan teori gerakan sosial. Studi ini berpendapat bahwa konstruksi identitas kolektif memainkan peran sentral dalam keberhasilan para aktivis gerakan tersebut dalam memobilisasi kelompok masa Muslim yang beragam untuk melancarkan oposisi keras mereka terhadap negara. Penelitian ini mempertimbangkan fakta-fakta latar belakang keragaman luar biasa Islam Indonesia yang membuat konstruksi identitas menjadi berat dalam aksi tersebut. Pentingnya identitas kolektif bertumpu pada kenyataan bahwa klaim atas representasi seluruh Islam memberikan kuasa berupa otoritas keagamaan. Beban kerja identitasnya yang berat, lebih lanjut, menghasilkan proses yang sulit melalui negosiasi yang alot dan kompromistis. Studi ini menemukan bahwa kunci dari proses ini adalah pengembangan kesamaan dan perbedaan baik dalam konteks internal maupun eksternal. Kerja-kerja membangun kesamaan dan perbedaan berlangsung secara tumpang tindih, simultan dan beririsan dengan konteks internal dan eksternal yang secara aktif ikut mempertajam proses tersebut. Di satu sisi, kerja membangun kesamaan ini dilakukan untuk secara internal mengkonsolidasikan faksi-faksi Islam yang beragam dan pada saat yang sama untuk menjembatani platform bersama mereka dengan pihak luar. Di sisi lain, kerja-kerja menegaskan perbedaan dilakukan untuk menegaskan batas-batas yang jelas antara Islam dan non-Islam. Selain itu, perbedaan itu penting bagi para aktivis untuk membangun citra latar belakang mereka yang beragam. Studi ini khususnya dilakukan untuk memperkaya studi sebelumnya yang tidak memiliki perhatian pada aspek identitas dan dalam konteks yang lebih luas untuk memperkaya upaya untuk membangun karakter Aktivisme Islam yang kesimpulannya masih belum didukung oleh data yang mumpuni. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam, dokumentasi, observasi, dan data sekunder untuk tujuan ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53387
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avisena Ilma Rachmasari
"ABSTRAK
Sejak Reformasi 1998 hingga tahun 2017, jumlah kasus penodaan agama yang terjadi di Indonesia meningkattajam dari 9 kasus menjadi lebih dari 88 kasus. Dalam kasus-kasus tersebut Pasal 156a KUHP menjadi pasalyang sering digunakan baik dalam amar putusan hakim. Skripsi ini membahas sejarah dan perkembangan delikpenodaan agama dalam hukum pidana di Indonesia yang diatur dalam Pasal 156a KUHP dan Undang-UndangNo. 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Permasalahan yangkerap muncul dalam penerapan Pasal 156a KUHP di pengadilan adalah mengenai tidak jelasnya tolak ukurperbuatan sebagai dasar terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana penodaan agama. Untuk menganalisis masalahtersebut, dilakukan penelitian normatif dengan berfokus pada analisis peraturan perundang-perundangan pidana,pendapat ahli hukum, dan putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan adanya kesimpangsiuran terkaitmodel penanganan kasus penodaan agama di Indonesia. Selain itu, terdapat perbedaan dalam pemaknaan Pasal156a KUHP di kalangan akademisi maupun praktisi yang memaknai konstruksi pasal ini sebagai gabungan unsurtindak pidana yang bersifat kumulatif dan yang memaknainya secara alternatif. Dalam praktiknya di pengadilan,hakim cenderung menerapkan Pasal 156a KUHP dengan konstruksi huruf a dan huruf b dalam pasal tersebutsecara alternatif namun tanpa pertimbangan hukum yang memadai. Kata Kunci: penodaan agama, penistaan, pasal 156a KUHP, analisis putusan, hukumpidana

ABSTRACT
The number of blasphemy cases have increased significantly from only 9 cases in the New Order 1967 1998 tomore than 88 cases in the post Reformation era. Those cases have brought people to jail using article 156a ofIndonesian Criminal Code KUHP . This thesis discusses the history and the development of blasphemy lawwhich is regulated in the article 156a of the Indonesian Criminal Code and Law No. 1 PNPS of 1965 onPrevention of Misuse and or Blasphemy. The implementation of the law has brought problems related to theunclear criteria to elucidate the elements of the blasphemous acts. To analyze the problem, the author conducteda normative research focusing on the analysis of the criminal provision, jurists opinion, and a number of courtdecisions. This research shows that there is an inconsistency to handle blasphemy cases in Indonesia. There aretwo dominant views among the academics as well as the practitioners in defining blasphemy as it is stipulated inthe article of 156a Indonesian Criminal Code. The first view believes that the construction of the article is ldquo adouble offence rdquo double opzet in which all its elements should be proven while the other side interprets the aand b elements in the article alternatively. This thesis concludes that the judges tend to apply article 156a byinterpreting the a and b elements in the article alternatively without some adequate legal arguments. Keywords blasphemy defamation of religion article 156a Indonesia rsquo s Criminal Code verdict analysis criminal law. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dacey, Austin, 1972-
New York: Continuum, 2012
364.188 DAC f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Fajar
"ABSTRAK
Isu penistaan agama yang ilakukan oleh petahana Gubernur DKI Jakarta, Basuki Ahok Tjahaja Purnama menjelang Pilkada DKI Jakarta di tahun 2017 sempat menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat Indonesia. Perdebatan tersebut ramai terjadi di media sosial, menunjukkan adanya kontestasi pro dan kontra terkait penetapan Ahok sebagai penista agama di ranah pidana. Kontestasi wacana di media sosial tersebut terus berlangsung sehingga menyebabkan polarisasi yang berpotensi menyebabkan terjadinya perpecahan di masyarakat. Dari kajian-kajian sebelumnya, diketahui bahwa terjadinya kontestasi dapat disebabkan oleh ekspresi kebangkitan identitas kepentingan pragmatis elit politik serta perkembangan media baru. Namun, studi-studi tersebut cenderung membahas kontestasi secara parsial dan tidak melihat adanya keberagaman aktor serta kepentingan yang melatarbelakanginya. Maka, dalam menjelaskan kontestasi wacana penistaan agama di media sosial, tulisan ini berargumen bahwa kontestasi wacana penistaan agama di media sosial disebabkan oleh adanya isu identitas yang di bingkai melalui media sosial dengan tujuan untuk memobilisasi pemilih dalam pemilihan. Pihak-pihak yang berkontestasi dalam pemilihan menggunakan strategi pembingkaian framing dengan memanfaatkan aktor-aktor di media sosial relawan, buzzer dan juga selebritis mikro sehingga menyebabkan terjadinya aktivitas saling membingkai di media sosial.

ABSTRACT
The issue of religious blasphemy carried out by DKI Jakarta Governor, Basuki 39 Ahok 39 Tjahaja Purnama before elections of DKI Jakarta in 2017 had become a heated debate among the people of Indonesia. The debate is rife in social media, indicating the existence of pros and contras contestation related to Ahok 39s determination as a religious blasphemy defendant in the criminal realm. Contestation of discourse in social media continues to cause polarization that has the potential to cause division in society. From previous studies, it is known that the occurrence of contestation can be caused by the expression of identity resurgence the pragmatic interests of the political elite as well as the development of new media. However, these studies tend to discuss partial cause and do not see any diversity of actors and the underlying interests. Thus, in this paper argues that the discourse contestation of religious blasphemy in social media is caused by the issue of identity that is framed through social media with the aim to mobilize voters in the election. Election winning parties use framing strategies by utilizing actors in social media volunteers, buzzers and micro celebrities, leading to framing activities in social media. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frederik Agnar Widjaja
"Isu mengenai penodaan agama menjadi salah satu topik yang menjadi perbincangan akhir-akhir ini. Tidak adanya suatu kesepahaman mengenai apa yang dimaksud dengan penodaan menyebabkan para hakim dan umat beragama dapat dengan leluasa mengartikan penodaan. Padahal, penjelasan Pasal 156A KUHP telah memberikan suatu penjelasan objektif mengenai niat seseorang dalam melakukan tindak pidana. Pada praktiknya, luasnya arti penodaan agama ini dapat digunakan untuk menuntut orang-orang yang salah dalam melakukan ritual keagamaan dengan alasan menodai agama tersebut. Salah satu contohnya dalam skripsi ini adalah pencemaran hosti, yang mana diimani sebagai kehadiran tubuh Yesus menurut ajaran Gereja Katolik. Sepanjang tahun 2012-2019, terdapat enam kasus pencemaran hosti, yang hampir semua dilakukan oleh umat Kristen Protestan, termasuk pula Katolik sendiri, hingga berujung pada tindak pidana. Kesemua kasus terkait pencemaran hosti terjadi di satu satunya provinsi mayoritas Katolik di Indonesia, Nusa Tenggara Timur. Ketidaktahuan para terdakwa tentang ajaran Katolik mengenai hosti menjadi alasan pembelaan diri mereka. Meskipun demikian, hakim berpendapat bahwa memasuki rumah ibadah agama lain selain agamanya sendiri haruslah dilihat sebagai bentuk pengetahuan terhadap ajaran dan norma yang haruslah ditaati.
......Blasphemy issues have been a hot topic to discuss recently. The absence of a clear understanding on blasphemy causes judges and religious communities to freely interpret it. However, Article 156A of the Criminal Code on blasphemy law gives an objective explanation which requires a personal intention to commit the crime. The wide interpretation of this article is also aimed to prosecute people who are falsely carrying out religious rituals by the reason of disrespecting the religion. One example which is highlighted in this thesis is desecration towards sacred host (communion bread), which is believed as the presence of body of Jesus according to the Catholic Church. During 2012-2019, there were six cases of host desecration, in this regards, were conducted by perpetrators who have Protestant, and also Catholic itself, as their religious backgrounds, which eventually resulted as crimes. All cases related to the host desecration occurred in the only Catholic-majority province in Indonesia, East Nusa Tenggara. The lack of knowledge about the Catholic values of host has been the main defending arguments. Nevertheless, judges concluded that entering a house of worship of another religion should be seen as awareness of different religious teaching and values which require respect."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenwick, Stewart
"Summary:
Based on author's thesis (doctoral - University of Melbourne, Melbourne Law School, 2015) issued under title: Is Rawlsian libreralism compatible with Islam?: a case study of post-Soeharto Indonesia."
Abingdon, Oxon ; New York, NY : New York, NY : Routledge, 2017
342.598 FEN b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library