Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Besse Sarmila
Abstrak :
Latar belakang. Displasia bronkopulmonal (DBP) adalah penyakit multifaktorial kronis akibat inflamasi baik prenatal maupun postnatal. Hal ini akan menyebakan komplikasi jangka panjang dalam hal pernapasan, kardiovaskuler, dan neurodevelopmental. Azitromisin sebagai agen antiinflamasi diharapkan dapat mencegah kejadian DBP. Metode. Uji klinis acak terkontrol tidak tersamar dilakukan selama Juni 2021-April 2022 di unit Neonatologi RSCM Jakarta pada 114 subjek dengan usia gestasi 25 minggu-31 minggu 6 hari yang mengalami distress napas. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan randomisasi dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok uji/perlakuan dan kelompok kontrol, masing masing sebanyak 57 subjek. Kelompok uji akan mendapatkan azitromisin dalam usia <24 jam selama 14 hari dengan dosis 10 mg/kgbb/intravena selama 7 hari kemudian dilanjutkan 5 mg/kgbb/intravena selama 7 hari. Pasian akan dipantau sampai dengan usia gestasi 36 minggu untuk melihat outcome primer berupa DBP, dan outcome sekunder berupa IVH, PVL, EKN, lama penggunaan O2, durasi penggunaan ventilator mekanik, lama pencapaian full enteral feeding, serta mortalitas pada kedua kelompok. Diagnosis DBP ditegakkan berdasarkan NICHD 2019. Hasil. Angka kejadian DBP secara umum adalah 34.8%. Angka kejadian DBP pada bayi extremely preterm adalah 58.3%, sedangkan pada bayi very preterm adalah 31%. Kejadian DBP lebih banyak pada kelompok kontrol (63% vs 38%) dengan RR 0.611(0.417-0.896). Durasi penggunaan ventilator mekanik lebih pendek pada kelompok yang mendapatkan azitromisin (5.22 vs 12.75,p 0.025). Lamanya pencapaian full enteral feeding lebih pendek pada kelompok uji/perlakuan (13.38 vs 17.14 hari, p 0.04). Angka kejadian EKN lebih rendah pada kelompok uji/perlakuan (19% vs 40%, nilai p 0.014). Mortalitas lebih rendah pada kelompok uji/perlakuan (25% vs 46% , nilai p 0.019) RR 1.660 (95% CI 1.043-2.642). Kesimpulan. Azitromisin dapat menurunkan angka kejadian DBP, mempercepat pencapaian full enteral feeding, menurunkan mortalitas pada bayi prematur. ......Background. Bronchopulmonary dysplasia (BPD) is a chronic multifactorial disease caused by inflammation both prenatal and postnatal. This will lead a long-term complications of respiratory, cardiovascular, and neurodevelopmental. Azithromycin as an antiinflammatory agent is expected to prevent BPD. Methods. A randomized controlled clinical trial, unblinded was conducted during June 2021-April 2022 at the Neonatology unit of RSCM Jakarta on 114 subjects with a gestational age of 25 weeks-31 weeks 6 days who experienced respiratory distress. Patients who met the inclusion and exclusion criteria were randomized and divided into two groups, the intervention group and the control group, each group with 57 subjects. The intervention group will receive azithromycin at the age of <24 hours for 14 days at a dose of 10 mg/kg/intravenous for 7 days then followed by 5 mg/kg/intravenous for 7 days. Patients will be monitored up to 36 weeks' gestation to see the primary outcome in the form of BPD, and secondary outcomes in the form of IVH, PVL, EKN, duration of O2 used, duration of mechanical ventilator used, duration of achieving full enteral feeding, and mortality in both groups. BPD diagnosed based on NICHD 2019. Results. The incidence of BPD in general is 34.8%. The incidence of BPD in extremely preterm infants is 58.3%, while in very preterm infants it is 31%. The incidence of BPD was more in the control group (63% vs 38%) with an RR 0.611(0.417-0.896). The duration of ventilator mechanic used was shorter in the intervention group (5.22 vs 12.75, p 0.025). The duration of achieving full enteral feeding was shorter in the intervention group (13.38 vs 17.14 days, p 0.04). The incidence of NEC was lower in the intervention group (19% vs 40%, p-value 0.014). Mortality was lower in the intervention group (25% vs 46%, p 0.019) RR 1.660 (95% CI 1.043-2.642). Conclusion. Azithromycin can reduce the incidence of BPD, accelerate the achievement of full enteral feeding, reduce mortality in premature infants
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Sulistyo Hadi
Abstrak :
Displasia bronkopulmonal merupakan salah satu komplikasi dari kelahiran prematur. Faktor risiko DBP pada bayi sangat prematur yaitu kecil masa kehamilan, korioamnionitis, pajanan oksigen FiO2 > 30%, duktus arteriosus persisten hemodinamik signifikan, sepsis neonatorum awitan lambat, volutrauma, surfaktan tidak diberikan, kafein tidak diberikan, dan tidak mendapatkan ASI. Data prevalens DBP yang dipublikasi pada tahun 2015 yaitu 42,8% dan kesintasan bayi sangat prematur di RSCM pada tahun 2020 yaitu 54,17%. Oleh karena itu, studi prevalens dan mempelajari faktor risiko DBP pada bayi sangat prematur yang lahir di RSCM perlu dilakukan. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan subyek bayi usia gestasi £32 minggu yang lahir di RSCM. Sebanyak 211 subyek memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian yaitu prevalens DBP 34,6% (DBP ringan 19%, DBP sedang 8,5%, dan DBP berat 7,1%). Analisis multivariat menunjukkan faktor risiko yang berhubungan dengan DBP yaitu SNAL (aOR 4,455 IK 95% 1,932-10,270; p= <0,001), pajanan volume tidal >5 mL/kg (aOR 3,059 IK 95% 1,491-6,273; p 0,002), asupan ASI predominan (aOR 0,348 IK 95% 0,150-0,808; p 0,014), dan asupan susu formula predominan (aOR 0,280 IK 95% 0,123-0,634; p 0,002). Kesimpulan: Bayi sangat prematur yang mengalami SNAL, pajanan volum tidal >5 mL/kg berisiko mengalami DBP. Namun, asupan asi predominan dan susu formula predominan menurunkan risiko DBP. ......Bronchopulmonary dysplasia is one of the complications of preterm birth. The risk factors for bronchopulmonary dysplasia in very premature infants were small gestational age, chorioamnionitis, oxygen exposure to FiO2 > 30%, hemodynamically significant persistent ductus arteriosus, late-onset neonatal sepsis, volutrauma, no surfactant, no caffeine, and no breastfeeding. Published data of prevalence of DBP in 2015 is 42.8% and the survival data for very premature babies at the CMH in 2020 is 54.17%. Therefore, it is necessary to study the prevalence and study of risk factors for bronchopulmonary dysplasia in very preterm infants born in CMH. This study is a cross-sectional study with 32 weeks gestational age infants born at CMH. A total of 211 subjects met the inclusion and exclusion criteria. The results of the study were the prevalence of DBP 34.6% (mild DBP 19%, moderate DBP 8.5%, and severe DBP 7.1%). Multivariate analysis showed the risk factors associated with DBP were late onset neonatal sepsis (aOR 4,455 CI 95% 1,932-10,270; p= <0,001), tidal volume exposure >5 mL/kg (aOR 3,059 CI 95% 1,491-6,273; p 0,002), human milk predominant (aOR 0,348 CI 95% 0,150-0,808; p 0,014), and formula milk predominant (aOR 0,280 CI 95% 0,123-0,634; p 0,002). Conclusion: In a very premature infants who have SNAL, tidal volume exposure >5 mL/kg are at risk for DBP. However, the predominant human milk intake and predominant formula milk intake decreased the risk of DBP.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
R. Adhi Teguh Perma Iskandar
Abstrak :
Manuver rekrutmen paru (MRP) adalah strategi mencegah kerusakan paru saat bayi menggunakan ventilator mekanis (VM). Dengan meningkatkan tekanan akhir ekspirasi (TAE) secara bertahap, MRP membuka alveolus, menurunkan kebutuhan oksigen hirup (FiO2) sekaligus meningkatkan ambilan oksigen paru. Hingga kini, belum cukup bukti ilmiah terkait pengaruh MRP menggunakan VM terhadap luaran bayi prematur. Penelitian ini adalah uji klinis tidak tersamar, dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo dan RSIA Bunda Menteng, bertujuan mencari hubungan MRP dengan kejadian DBP dan atau kematian, curah jantung, cedera alveolus-endotel, penurunan diameter duktus arteriosus (DA), dan mikrosirkulasi kulit. Penelitian berlangsung Maret 2021–April 2022. Subjek penelitian adalah bayi prematur 24–32 minggu yang menggunakan ventilator mekanis saat usia < 48 jam. Protein surfaktan-D (SP-D) diukur menggunakan metode ELISA, mikropartikel endotel (CD-31+/CD-42–) menggunakan flowsitometri, curah jantung dan diameter DA menggunakan ekokardiografi, TcCO2–PaCO2, TcO2/PaO2 menggunakan monitor gas darah transkutan dan gas darah arteri, strong ion difference (SID) menggunakan elektrolit darah arteri. Pada usia koreksi 36 minggu, tidak terdapat perbedaan bermakna kejadian DBP atau kematian antara kelompok MRP dan tanpa MRP 38 (69,09%) vs. 43 (78,18%), p = 0,216. Pada 72 jam pasca-penggunaan VM, tidak didapati perbedaan kadar SP-D, CD 31+, Diameter DA, curah jantung, TcCO2 gap dan SID antara kelompok MRP dan tanpa MRP . Terdapat perbedaan bermakna TcO2 indeks 1,00 (1,00; 1,02) vs. 1,00 (0,99; 1,00), p = 0,009* antara kelompok MRP dibanding tanpa MRP. Pada bayi penyintas, MRP mempercepat waktu untuk mencapai FiO2 ter-rendah 60,0 (54,00; 75,00) vs. 435,00 (375,00; 495,00) menit, p < 0,0001 dan lama penggunaan alat bantu napas 25,0 (19,00; 37,00) vs. 36,83 (SB 19,11) hari, p = 0,044. Simpulan, MRP bayi prematur tidak terbukti mengurangi kejadian DBP dan atau kematian pada usia 36 minggu. Tidak ada perbedaan cedera alveolar-endotel, curah jantung kiri-kanan, dan diameter DA pada usia 72 jam. Tindakan MRP meningkatkan mikrosirkulasi. Pada kelompok penyintas, MRP mempersingkat waktu mencapai FiO2 terendah dan penggunaan alat bantu napas. ......Lung recruitment maneuver (LRM) is a strategy during mechanical ventilation which aim to open collapsed alveolus in order to increased oxygenation. This maneuver could be done by application of a stepwise increments of positive end expiratory pressure (PEEP) until lowest FiO2 (< 30%) is achieved. There is still lack of evidence regarding relationship between LRM and neonatal outcome. This study aimed to evaluate effectivity of LRM in order to reduce chronic lung disease and it’s influence to neonatal hemodynamic as well. This was unblinded randomized clinical trial which aimed to investigate relationship between LRM and neonatal death, bronchopulmonary dysplasia (BPD), cardiac output, reduction of ductus arteriosus (DA) diameter, skin microcirculations and alveolar-endotel injury. The study was conducted on March 2021 until April 2022 in Cipto Mangunkusumo and Bunda Menteng Hospital. Plasma surfactant protein-D (SP-D) was measured with ELISA, Microparticel endotel (CD-31+) with flowcytometri, left and right cardiac output (LVO and RVO) and DA diameter were measured by echocardiography, TcCO2–PaCO2, tcO2/PaO2 were measured form arterial blood gas and transcutaneous monitor and strong ion difference (SID) from plasma electrolyte. At 36 weeks follow up, there ware no significant difference of incident of DBP and/or death between MRP vs. without MRP groups 38 (69.09%) vs. 43 (78.18%), p = 0.216 (CI 95% 0.141–0.295). There were no difference between MRP and without MRP group at 72 hours, regarding : plasma SP-D, microparticle endotel, cardiac output, DA diameter, tcCO2 gap and SID. At. 72 hours, tcO2 index was better in MRP compared to control group 1.00 (1.00; 1.02) vs. 1.00 (0.99; 1.00), p = 0.009. There were no significant difference regarding other neonatal morbidity between the two group. Among survival subject, LRM reduced time to achieved lowest FiO2 60.00 (54.00; 75.00) vs. 435.00 (375.00; 495.00) hours, p < 0.0001 and length of respiratoy support 25.0 (19.00; 37.00) vs. 36.83 (SD 19.11) days, p=0.044. Conclusion When applied to 24–32 weeks preterm baby with invasive mechanical ventilation, LRM could not reduced DBP or death at 36 weeks of age. There was no any difference at 72 hours regarding alveolar and endothelial injury, left and right cardiac output and diameter DA. LRM was associated with better microcirculation. Among the survivor, LRM reduced high oxygen concentration exposure time and length of respiratory support.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Harry Adoe
Abstrak :
Latar belakang. Continuous positive airway pressure (CPAP) dan nasal intermittent positive ventilation (NIPPV) mengurangi intubasi dan ventilasi mekanik pada neonatus dengan gawat napas. Masih sedikit penelitian yang membandingkannya pada neonatus cukup bulan maupun kurang bulan. Tujuan. Mengetahui kejadian intubasi, lama dukungan ventilasi non invasif dan pemakaian oksigen, bronchopulmonary dysplasia (BPD), dan kematian antara CPAP dan NIPPV pada neonatus dengan gawat napas. Metode. Studi kohort retrospektif dilakukan terhadap neonatus dengan gawat napas, usia gestasi 28-40 minggu, lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi pada periode Januari 2013 - Juni 2015. Pengambilan subyek penelitian secara konsekutif, memenuhi kriteria inklusi, dan menggunakan bantuan napas dengan CPAP atau NIPPV, masing-masing 50 subjek. Hasil. Neonatus dengan gawat napas menggunakan CPAP maupun NIPPV disebabkan karena respiratory distress syndrome , transient tachypnea of the newborn, pneumonia neonatal. Rerata usia gestasi dan berat lahir pada kelompok CPAP (34±3,11 minggu, 2018±659 gr) dan NIPPV [34 (28-40) minggu, 2050 (900-3900) gr]. Kejadian intubasi dan kematian berkurang, rerata hari dukungan ventilasi non infasif maupun pemakaian oksigen lebih lama pada NIPPV dibandingkan CPAP. Simpulan. NIPPV mengurangi kejadian intubasi dan kematian pada neonatus dengan gawat napas dibandingkan CPAP. ......Background. Continuous positive airway pressure (CPAP) and nasal intermittent positive ventilation (NIPPV) reduce intubation and mechanical ventilation. Still limited studies compare to CPAP and NIPPV in term and preterm infant with respiratory distress. Purpose. To determine CPAP and NIPPV to the event of intubation, duration non-invasive ventilation and oxygen support, bronchopulmonary dysplasia, and death in neonate. Methods. Retrospective cohort study was conducted to newborn with gestational age 28-40 weeks were born at General Hospital of Bekasi City, January 2013 - June 2015. Consecutive subjects and met inclusion criteria for CPAP and NIPPV group, each one 50 subjects. Results. CPAP and NIPPV were support to neonate with respiratory distress due to respiratory distress syndrome, transient tachypnea of the newborn, and pneumonia. Mean gestational age and birth weight in CPAP group (34 ± 3.11 weeks, 2018 ± 659 gr) and NIPPV [34 (28-40) weeks, 2050 (900-3900) g]. Raduce rate of intubation and death, duration of non-invasive ventilation and oxygen support longer to NIPPV than CPAP in neonate. Conclusion. NIPPV reduce intubation and mortality rate comparison to CPAP in neonate
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library