Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hukma Shabiyya Rizki
"Latar belakang: Candida glabrata merupakan salah satu penyebab kandidiasis non-albicans dengan prevalensi yang terus meningkat, utamanya pada pasien imunosupresi. Peningkatan resistensi C. glabrata terhadap golongan azol dan nistatin mendorong pencarian pengobatan alternatif. Daun mangkokan (Polyscias scutellaria Fosberg) mengandung zat dengan aktivitas antifungal.
Tujuan: Mengetahui aktivitas antifungal ekstrak n-heksana daun mangkokan terhadap pertumbuhan Candida glabrata.
Metode: Pada metode difusi cakram dan dilusi terdapat lima kelompok uji dengan konsentrasi ekstrak n-heksana mangkokan 800, 1600, 3200, 6400, 12800 ppm dan kelompok kontrol yang diukur diameter zona hambat pada metode difusi cakram dan nilai Optical Density (OD) pada metode dilusi.
Hasil: Pada metode difusi cakram, semua kelompok termasuk kategori resisten (< 20 mm) dengan nilai tertinggi pada konsentrasi 1600 ppm (4,33 ± 0,58 mm). Pada metode dilusi, nilai terendah OD kelompok uji pada konsentrasi 12800 ppm (0,334933±0,00340 AU). Terdapat tren peningkatan aktivitas antifungal yang sejalan dengan peningkatan konsentrasi namun sebaran data tidak normal. Terdapat signifikansi antarkelompok pada metode dilusi (p = 0,025) sedangkan tidak signifikan pada metode difusi cakram (p = 0.553).
Simpulan: Ekstrak n-heksana daun mangkokan memiliki KHM 12800 ppm untuk menghambat pertumbuhan C.glabrata dengan KHM metode difusi cakram 1600 ppm dan metode dilusi 12800 ppm.

Introduction: C.glabrata is non-albicans candidiasis with increasing prevalence and its resistance towards azoles and nistatin, commonly seen in immunocompromised patients. Polyscias scutellaria Fosberg leaves contain substances with antifungal properties.
Aim: To evaluate the antinfungal activity of P. scutellaria leaves n-hexana extract against C. glabrata.
Methods: In-vitro tests (disc diffusion and dilution test) use five treatment group with P. scutellaria concentration of 800, 1600, 3200, 6400, 12800 ppm and control groups, done in triplo. Disc diffution test is measured with inhibition zone diameter and dilution test with optical density (OD).
Result: Disc diffusion test results on all groups shown to be resistance (inhibition zone <20 mm) and the highest inhibition zone in 1600 ppm group (4,33 ± 0,58 mm). Dilution test with the lowest OD value is 12800 ppm group (0,334933±0,00340 AU). A trend of increased antifungal activity with increased concentration is seen, although both tests do not have normal distribution (p<0.05). Disc diffusion test (p = 0.553) showed no significance between groups, while dilution test (p = 0.553) showed otherwise.
Conclusion: Leaf n-hexana extract of P. scutellaria can effectively inhibit C.glabrata (MIC 12800 ppm) with MIC value of disc diffusion test and dilution test 1600 ppm and 12800 ppm, respectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Hanny Chairunissa
"Kandidiasis merupakan infeksi jamur yang sering terjadi pada manusia, terutama pada penderita imunokompromais. Kandisiasis yang disebabkan oleh C. albicans merupakan infeksi jamur dengan tingkat insiden yang tinggi. Salah satu masalah dalam terapi kandidiasis adalah meningkatnya resistensi pada agen antijamur, seperti flukonazol, yang disebabkan oleh penggunaan obat antijamur yang berlebih dan tidak tepat. Fakta ini mendorong penelitian dan pengembangan agen antikandida baru yang efektif dan aman. Penggunaan tanaman dan molekul bioaktifnya dalam pengobatan kandidiasis dapat menjadi solusi resistensi agen antijamur. Beluntas (Pluchea indica (L.) Less) dan kenanga tanduk Artabotrys hexapetalus (L.f) Bhandari) merupakan tanaman yang tersebar luas di Indonesia. Kandungan senyawa aktif dalam daun beluntas dan kenanga tanduk berpotensi memiliki aktivitas antikandida terhadap Candida albicans. Karenanya, peninjauan literatur ini akan membahas potensi aktivitas antikandida terhadap Candida albicans dari ekstrak daun beluntas dan kenanga tanduk. Selain itu, peninjauan literatur ini juga membahas Candida albicans dan infeksi yang disebabkannya, agen antijamur yang sudah tersedia beserta mekanisme resistensinya, serta beberapa metode yang dapat digunakan untuk menguji potensi aktivitas antikandida.

Candidiasis is a fungal infection that often occurs in people with immunocompromised condition. Candida albicans is the most prevalent species that cause candidiasis. Frequent and improper use of available antifungal drugs cause the resistance development in this fungal species against antifungal drugs, such as fluconazole. This fact encourages research and development of new antifungal drugs that are effective and safe. The use of plants and their bioactive molecules in the treatment of candidiasis can be a solution for antifungal agent resistance. Beluntas (Pluchea indica (L.) Less) and kenanga tanduk Artabotrys hexapetalus (L.f) Bhandari) are plants that spread abundantly in Indonesia. Considering the chemicals content in its leaves, beluntas and kenanga tanduk have promising potential activity against Candida albicans. Thus, this review discuss the possible potential anticandidal activity of extracts from beluntas (Pluchea indica (L.) Less) and kenanga tanduk (Artabotrys hexapetalus (L.f) Bhandari) leaves. In addition, this review briefly discuss Candida albicans and the infection caused by it, antifungal agents that already available and their resistance mechanisms, as well as several methods that can be used to test the potential anticandidal activity."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardi Ardian
"Latar Belakang: Mortalitas pasien dengan kandidiasis invasif cukup tinggi berkisar 30 ndash; 70. Perbedaan angka mortalitas pada tiap tiap studi erat kaitannya dengan desain penelitian dan sampel penelitian. Data tentang profil dan faktor faktor yang berhubungan dengan mortalitas pada pasien sakit kritis dengan kandidiasis invasif yang ada di Indonesia belum ada.
Tujuan: Memberikan informasi profil kandidiasis invasif pada pasien sakit kritis beserta faktor faktor yang berpengaruh terhadap mortalitas sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas tata laksana pasien sakit kritis dengan kandidiasis invasif.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional, mengumpulkan data dari rekam medis pada seratus dua pasien sakit kritis dengan diagnosa kandidiasis invasif. Pasien kandidiasis invasif adalah pasien dengan hasil kultur darah dan atau kultur cairan tubuh normal steril positif jamur spesies Candida. Data yang dikumpulkan meliputi data usia, spesies jamur candida penyebab infeksi, faktor risiko kandidiasis invasif, serta faktor faktor yang diduga berpengaruh terhadap mortalitas yaitu ada tidaknya kondisi sepsis, nilai APACHE, ada tidaknya kondisi gagal nafas, ada tidaknya gagal ginjal, waktu pemberian terapi antijamur, Charlson Index, dan tempat perawatan ICU atau Non ICU. Uji analisa bivariat dengan uji chi square dilakukan terhadap masing masing faktor yang diduga dengan mortalitas, yang dilanjutkan dengan uji multivariat regresi logistik untuk menilai faktor yang paling berhubungan terhadap mortalitas 30 hari.
Hasil: Dari 102 sampel penelitian didapatkan laki laki 52,9 dan perempuan 47,1. Median usia 53 th. angka mortalitas 68,6. Spesies candida penyebab terbanyak adalah Candida Tropicalis 34,3 dan Candida Parapsilosis 29,4. Faktor risiko kandidiasis invasif terkait dengan penyakit dasar adalah sepsis 78,9. keganasan 42,15. diabetes melitus 29,4. sedangkan terkait terapi atau tata laksana yang diberikan adalah penggunaan antibiotik spektrum luas 99. kateter vena sentral 77,5. serta pemberian nutrisi parenteral 70,6. Dari uji multivariat regresi logistik diperoleh data faktor yang paling berpengaruh terhadap mortalitas 30 hari adalah sepsis berat. 0,001, OR 7,7, IK95 2,4 ndash; 24,6. Charlson Index ge;. p 0,022, OR 3,5, IK95 1,2 ndash; 10,2. dan gagal nafas. 0,066, OR 2,7, IK95 0,9 ndash; 8,0.
Simpulan: Pada pasien sakit kritis dengan kandidiasis invasif yang dirawat di RSCM laki laki lebih banyak dari perempuan, dengan median usia 53 tahun, dengan angka mortalitas 68,6. Spesies candida terbanyak penyebab infeksi adalah Candida Tropicalis dan Candida Parapsilosis. Faktor risiko kandidiasis invasif terkait penyakit dasar adalah sepsis, sedangkan terkait tata laksana perawatan yang terbanyak adalah penggunaan antibiotik spektrum luas. Sedangkan faktor faktor yang berhubungan dengan mortalitas 30 hari adalah kondisi sepsis berat, dan Charlson index ge;3.

Background: Mortality rate candidiasis invasive is still high, approximately 30 70. Every study has. variety mortality rate depend on study design and sample. There is no data in Indonesia about profile and mortality factors analysis in critically ill patients with candidiasis invasive.
Objectives: To give information about candidiasis invasive profile and to evaluate some factors relate to 30 days mortality in critically ill patients with candidiasis invasive in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Method: The Study design was Cross Sectional. We studied 102 hospitalized critically ill patients with candidiasis invasive. The demographic, clinical and laboratory data, the risk factors for candidiasis invasive and the outcome of each patient in 30 days were recorded. An analysis bivariate with chi square or Fisher's test was carried out to analyse some factors such as age 60 years old, severe sepsis, APACHE score 20, respiratory failure, renal failure, delayed antifungal treatment 72 hours after positive culture, Charlson index score, and ICU or Non ICU patients. The logistic regression of multivariate analysis was carried out to identify the most influence of all mortality factors.
Result; Among 102 identified sample, the majority was male 52.9. the median age was 53 years old and the mortality rate was 68,6. Laboratory candida findings came from blood sample candidemia 98,03. liquor cerebrospinal 1,5 and retina exudat 1,5. The most common candida species was Candida Non Albicans especially Candida Tropicalis 34,3 and Candida Parapsilosis 34,3. The risk factors for Candidiasis invasive from this study, relate to underlying disease were sepsis 78,9. malignancy 42,15. diabetes mellitus 29,4 and relate to therapy or treatment were the usage of broad spectrum antibiotic 99. catheter vena central 77,5. and parenteral nutrition 70,6. The result from multivariate analysis, severe sepsis. 0,001, OR 7,7, IK95 2,4 ndash 24,7. Charlson Index ge. p 0,022, OR 3,5, IK95 1,2 ndash 10,2. and respiratory failure. 0,066, OR 2,7 IK95 0,9 ndash 8,0 were independently asscociated with mortality.
Conclusion: Critically ill patients with candidiasis invasive in Cipto Mangunkusumo hospital, male was predominan than female, median age was 53 years old, and mortality rate was 68,6. The two most species candida caused infection were Candida Tropicalis and Candida Parapsilosis. The most risk factors of candidiasis invasive from underlying disease was sepsis and the one from the treatment was the usage of broad spectrum antibiotic. Severe sepsis, and Charlson index ge. were associated with. 30 day mortality in critically ill patients with candidiasis invasive.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiani Guntari Mahadewi
"Peningkatan resistensi jamur terhadap obat antijamur yang tersedia dipasaran mengurangi efektivitas treatment untuk Candidiasis. Propolis mengandung berbagai senyawa dengan sifat antijamur Candida albicans, namun kandungan setiap jenisnya sangat beragam. Sebagai sampel digunakan propolis asal Sulawesi berjenis halus diambil dari dalam sarang , kasar diambil dari luar sarang dan mix gabungan keduanya . Molekul penanda anti C. albicans merupakan senyawa penanda untuk menyeleksi propolis dengan kemampuan mengatasi Candidiasis. Langkah awal adalah melakukan pengujian kadar senyawa flavonoid, fenolik dan alkaloid dengan menggunakan metode spektrometri UV -Vis. Didapati bahwa setiap sampel tidak selalu unggul pada setiap zat, sehingga propolis tidak dapat langsung diseleksi. Selanjutnya propolis diseleksi dengan uji aktivitas antijamur dengan metode difusi well. Propolis mix memiliki keunggulan sementara propolis halus dan kasar memiliki kemapuan yang sama. Kemudian dilakukan pengujian LC-MS, terdapat beberapa senyawa antijamur pada propolis mix yaitu tetralin, thymol, p-coumaric acid, caffeic acid, curcumene, guaizulene, dan mandelic acid. Senyawa guaizulene hanya terdapat pada propolis kasar, sementara senyawa caffeic acid dan mandelic acid hanya terdapat pada propolis halus. Terjadi sinergisitas propolis kasar dan halus yang terlihat pada propolis mix. Senyawa penanda yang terdapat pada semua sampel yang menandakan kemampuan anti C. albicans adalah senyawa tetralin, thymol, p-coumaric acid, dan curcumene.

The increase in fungal resistance against antifungal drugs available in the market will reduce the effectiveness of treatment for Candidiasis. Propolis contains various compounds with antifungal properties Candida albicans, but the content of each type is very diverse. The sample used is Sulawesi propolis type smooth taken from inside the nest , rough taken from outside the hive and mix a combination of both . Anti C. albicans molecule marker, is a marker compound for selecting propolis with the ability to overcome Candidiasis. The initial step is to test the levels of flavonoids, phenolics, and alkaloids by using UV Vis spectrometry method. It was found that each sample is not always superior to any substance, so propolis cannot be directly selected. Furthermore, propolis selected by antifungal activity test with well diffusion method. Propolis mix has advantage while propolis smooth and rough have the same capability. LC MS test, there are several antifungal compounds in propolis mix, namely tetralin, thymol, p coumaric acid, caffeic acid, curcumene, guaizulene, and mandelic acid. Guaiazulene compounds are found only in rough propolis, while caffeic acid and mandelic acid compounds are present only in smooth propolis. A rough and smooth propolis synergy occurs in the propolis mix. The marking compound present in all samples showing the anti C. albicans capability was tetralin, thymol, p coumaric acid, and curcumene compounds.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68357
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library