Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferdinand Inno Luminta
"Latar Belakang: Karsinoma sel sebasea adalah keganasan yang cukup sering ditemukan pada populasi Asia dan bersifat agresif dengan tingkat rekurensi lokal dan metastasis jauh yang tinggi. Peningkatan ekspresi pulasan imunohistokimia (IHK) tumor suppressor gene p53 dan Ki-67 sebagai penanda aktifitas proliferasi pada tumor kepala dan leher menunjukkan adanya korelasi antara aktivitas proliferasi dengan buruknya prognosis.
Tujuan: Menilai ekspresi p53 dan Ki-67 pada karsinoma sel sebasea yang dihubungkan dengan faktor prognostik klinis dan histopatologi pada karsinoma sel sebasea yaitu ukuran tumor, keterlibatan kelenjar getah bening (KGB), metastasis jauh, diferensiasi, penyebaran pagetoid, dan invasi perineural.
Metode: Pulasan IHK menggunakan antibodi p53 dan Ki-67 dilakukan pada jaringan karsinoma sel sebasea di blok parafin yang berasal dari data rekam medis sejak Juni 2017 – Juni 2022 di RSCM. Penilaian ekspresi dilakukan pada nukleus dengan metode manual dan semi-kuantitatif pada 1 lapang pandang dengan minimal jumlah sel sebanyak 500 sel dari hasil foto dan diproses ke dalam peranti lunak Qupath. Hasil penilaian selanjutnya di cek silang dengan data klinis pasien yang sudah dicatat di tabel induk dan kemudian dianalisa secara statistik untuk mengetahui hubungan keduanya.
Hasil: Total 34 pasien dengan ketersediaan blok parafin dianalisa berdasarkan data klinis dan ekspresi p53 dan Ki-67. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara kategori ekspresi p53 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi (p>0.05). Ekspresi p53 pada hasil penelitian menunjukkan proporsi faktor prognosis buruk lebih banyak ditemukan pada ekspresi tinggi yaitu adanya metastasis, invasi perineural, dan penyebaran pagetoid. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara kategori ekspresi Ki-67 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi (p>0.05). Ekspresi Ki-67 pada penelitian ini menunjukkan proporsi faktor prognosis buruk lebih banyak ditemukan pada ekspresi tinggi yaitu ukuran tumor yang lebih besar, metastasis, diferensiasi buruk, dan invasi perineural.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara ekspresi Ki-67 dan p53 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi buruk pada karsinoma sel sebasea. Terdapat proporsi sampel dengan ekspresi Ki-67 tinggi yang lebih banyak dan nilai tengah yang lebih tinggi pada faktor prognosis ukuran tumor, metastasis, berdiferensiasi buruk, serta invasi perineural, meskipun hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda dan secara statistik tidak bermakna. Pada pulasan p53 terdapat perbedaan yang cukup besar dalam hal proporsi pulasan dengan ekspresi tinggi serta nilai tengah yang lebih tinggi pada faktor prognosis ukuran tumor.

Sebaceous cell carcinoma is a relatively common malignancy in the Asian population, characterized by aggressive behavior with high rates of local recurrence and distant metastasis. Increased expression of immunohistochemical marker such as tumor suppressor gene p53 and Ki-67, a proliferation marker, in head and neck tumors suggests a correlation between proliferation activity and poor prognosis.
Objective: This study aims to evaluate the expression of p53 and Ki-67 in sebaceous cell carcinoma and its association with clinical and histopathological prognostic factors, including tumor size, lymph node involvement, distant metastasis, cell differentiation, pagetoid spread, and perineural invasion.
Methods: Immunohistochemical staining using p53 and Ki-67 antibodies was performed on paraffin-embedded sebaceous cell carcinoma tissues obtained from medical records between June 2017 and June 2022 at RSCM. Expression assessment was conducted on nuclei using manual and semi-quantitative methods on 500 cells per field processed with Qupath software. The results were cross-checked with patients' clinical data recorded in a master table and statistically analyzed to determine their relationship.
Results: A total of 34 patients were analyzed based on clinical data and p53 and Ki-67 expression. There was no statistically significant association between p53 expression and clinical and histopathological prognostic factors (p>0.05). However, high p53 expression was associated with a higher proportion of poor prognostic factors, such as metastasis, perineural invasion, and pagetoid spread. Similarly, there was no statistically significant association between Ki-67 expression categories and clinical and histopathological prognostic factors (p>0.05). High Ki-67 expression was more frequently observed in cases with larger tumor size, metastasis, poor differentiation, and perineural invasion.
Conclusion: This study found no significant statistical association between Ki-67 and p53 expression with poor prognostic factors in sebaceous cell carcinoma. Nonetheless, a higher proportion of samples with high Ki-67 expression and higher median values were observed in cases with bigger tumor size, metastasis, poor differentiation, and perineural invasion, although these differences were not statistically significant. For p53 expression, significant differences were found in terms of proportion and median values concerning tumor size prognostic factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
R. Pansyleksono
"Dari 428 kasus yang didiagnosa di FKUI/RSCM sejak tahun 1985 hingga tahun 1993, diperoleh 38 kasus KSB yang mengalami residif. Sedangkan yang representetif dan dapat diteliti dari kasus yang residif hanya 30 kasus dengan jenis pertumbuhan sebagai berikut yaitu Nodular Infiltratif (5 kasus), Infiltratif Sklerosing (9 kasus), InfiItratif Non Sklerosing (14 kasus) dan Multilokal. (2 kasus). Dalam penelitian ini digunakan teknik pulasan Perak Kolloidal untuk melihat gambaran morfologik dan menghitung jumlah butir Nukleolar Organizer Region (NOR). Jumlah absolut NOR per inti memberikan gambaran distribusi yang berlainan pada setiap kasus. Jumlah rata-rata AgNOR oleh dua pemeriksa secara terpisah adalah NI 8.02 (SD 1.36)v IS 8.39 (SD 1.73), INS 9.36 (SD 1.78), dan MF 9.91 (SD 2.02>. Analisa statistik data dengan menggunakan test Studant, memberikan hasil tidak berbeda bermakna antara pemeriksa I dan pemeriksa II, juga jumlah rata-rata AgNOR dapat menunjukkan nilai yang bermakna untuk timbulnya residif. Nilai AgNOR pada NI berbeda bermakna dengan INS maupun MF, juga nilai AgNOR pada IS bermakna makna dengan INS maupun MF. Sedangkan antara NI dengan IS, juga antara INS dengan MF tidak terdapat perbedaan yang bermakna untuk timbulnya residif. Peneliti menyimpulkan bahwa pada penelitian kuantitatif AgNOR secara retrospektif dapat memberikan informasi yang memungkinkan digunakan petunjuk adanya asidif pada beberapa jenis pertumbuhan KSB sehingga dapat membantu dalam menentukan prognosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Prasetyo
"Protein sel merupakan makromolekul yang terdiri dari satu atau beberapa polipeptida yang tersusun dari rangkaian asam amino yang saling berikatan. Terdapat perbedaan profil protein antara sel normal dengan sel kanker.
Tujuan : Melihat ekspresi protein pada KSSRM dan mukosa mulut normal.
Metode : Sel galur HSC-3 dan HSC-4 dikultur hingga confluent. Sel skuamosa mukosa normal diambil dari jaringan gingiva pasien odontektomi. Semua sampel dilakukan prosedur ekstraksi protein, Bradford protein assay, dan SDS PAGE.
Hasil : KSSRM mengekspresikan protein dengan level cukup tinggi pada berat molekul 31-78 kDa. Namun, pada mukosa normal, kebanyakan mengekspresikan protein pada berat molekul antara 39 - 172 kDa.
Kesimpulan : Terdapat perbedaan ekspresi protein pada sel galur KSSRM dibandingkan dengan mukosa mulut normal.

Cells Proteins are macro molecules consist of one or several polypeptides which formed from amine acid chain that bound one another. There is a different of protein profile between normal and cancer cells.
Objective : To observe the protein expression in OSCC and normal oral mucous.
Method : Cell lines HSC-3 and HSC-4 were cultured until confluent. Normal squamous mucosa was taken from gingival tissues patient who had odontectomy procedure. Protein extraction, Bradford protein assay, and SDS PAGE procedure were performed for all samples.
Results : Oral squamous cells carcinoma expressed rather high level of protein which have molecular weight of 31-78 kDa compared to normal gingival which express protein molecular weight ranging between 39 - 172 kDa.
Conclusion : There are different protein expression between oral squamous cells carcinoma and normal oral mucous."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Kusuma Astuti
"Latar Belakang: p73, homolog p53, diketahui memiliki kemampuan serupa dalam menekan pertumbuhan tumor. Protein p73 diekspresikan dalam berbagai level pada sel kanker dan jaringan normal yang berbeda. Belum diketahui bagaimana pola ekspresi protein p73 pada KSSRM dan pada jaringan mukosa mulut normal.
Tujuan: Mengetahui profil protein p73 pada KSSRM tipe mutant p53 dan jaringan mukosa mulut normal berdasarkan berat molekul protein.
Metode: Ekstrak protein dari HSC-3 dan HSC-4 serta jaringan mukosa normal dianalisa dengan teknik SDS PAGE untuk mendeteksi protein p73 berdasarkan
berat molekulnya.
Hasil:. pita protein p73 pada HSC-3 lebih tebal daripada HSC- 4. Terdapat variasi profil protein p73 pada mukosa mulut normal dengan pita protein tebal (8/17) dan sedang (5/17).
Simpulan: Terdapat perbedaan profil protein p73 antara HSC-3 dan HSC-4 berkaitan dengan tingkat protein p53 dan SNP pada kodon 72. Kebanyakan sampel jaringan mukosa memperlihatkan ketebalan pita protein p73 yang cukup tinggi.

Backround: p73, the homolog of p53, has a similar ability in tumor suppression. p73 protein expressed at a different level in various cancer cells and normal tissues. Profile of p73 protein in mutant p53 OSCC cell line and normal human oral mucosa have not been known.
Objectives: To observe p73 protein profile in mutant p53 OSCC cell lines and normal human oral mucosa.
Methods: The extracted protein of HSC-3 and HSC-4 cell lines and normal mucosal tissues were analyzed with SDS PAGE to detect p73 protein based on the molecular weight.
Results:. The band of p73 protein in HSC-3 shows a higher density compared to its density of HSC-4. A thick p73 protein band was shown on 8/17 of normal mucosal tissues while medium level of p73 protein band was shown on 5/17.
Conclusion: The protein profile between HSC-3 and HSC-4 were different related with p53 protein and SNP on codon 72 of each samples. Most of mucosal tissues shows a quite high density of p73 protein bands.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Irawati
"ABSTRAK Karsinoma sel skuamosa kepala leher (KSSKL) menempati peringkat ke-6  kanker tersering di seluruh dunia.  Perkembangan  dalam  hal  terapi yang menggunakan  beragam modalitas untuk mengontrol  lokal dan  regional masih belum dapat meningkatkan angka survival lima tahun yang hanya sekitar 50% selama tiga dekade terakhir.  Metastasis jauh  menjadi penyebab utama  morbiditas dan  mortalitas pada KSSKL.  Sebagian besar pasien dengan metastasis jauh tidak terdeteksi secara klinis dan  radiologi.  Hingga saat ini sistem staging dan radiologi konvensional tidak mampu mendeteksi metastasis sejak dini . Mikrometastasis  merupakan proses awal dari suatu makrometastasis, sehingga sel tumor yang bersirkulasi dianggap sebagai silent predictor. Deteksi  CTC dianggap sebagai metode yang inovatif, sensitif, dan spesifik untuk dapat memprediksi kemungkinan terjadinya metastasis pada pasien-pasien  KSSKL. Penelitian ini menggunakan 90 sampel darah pasien penderita KSSKL stadium I-IV yang berobat di poli Bedah Onkologi dan THT RSUPNCM  pada periode Januari hingga Desember 2018.  Sampel darah  sebanyak 8 ml dikirim ke Laboratorium Patologi Klinik FKUI/RSUPNCM untuk dianalisa jumlah CTC -nya dengan  menggunakan flow cytometry, penanda epitel EpCAM dan CK19 serta penanda lekosit CD45. Analisa statistik dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya asosiasi antara status klinikohistopatologi pasien KSSKL dengan deteksi CTC. Flow cytometry mampu  mendeteksi CTC positif sebanyak 28 dari 90 sampel darah (31.1%). Dari analisa bivariat dan multivariat, tidak didapatkan adanya asosiasi yang bermakna antara status klinikohistopatologi pasien KSSKL dengan deteksi CTC (p>0.05).    Pasien dengan stadium lanjut  memiliki kecenderungan 4.192 kali untuk mendapatkan CTC positif dibandingkan dengan stadium awal. Begitu pula pasien  yang memiliki sublokasi  tumor di daerah  faring  dan  laring   memiliki  kecenderungan 2.634 kali  untuk mendapatkan CTC positif bila dibandingkan dengan sublokasi anatomi bibir, rongga mulut, hidung dan sinus paranasal. Flow cytometry mampu mendeteksi CTC pada KSSKL dengan presentase 31.1%  bila menggunakan dua penanda epitel. Tidak terdapat asosiasi yang bermakna antara status klinikohistopatologi pasien KSSKL dengan deteksi CTC. Diperlukan studi lanjutan untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas serta mengkonfirmasi dapat tidaknya CTC dipakai sebagai prediktor dan prognostikator di bidang KSSKL.
ABSTRACT
HNSCC is the sixth most common cancer worldwide. The therapy of choice for newly diagnosed patients consists of combined modality treatment for locoregional control. Despite of improvement in treatment, for all stages combined, the 5-year survival rate is approximately 50% and this rate has not changed significantly in the last 3 decades. As distant metastases develop, the chance for cure becomes low and survival decreases. Tumor metastasis is an important contributor to mortality in cancer patients. Mostly distant metastases are not seen by clinical examination and/ or conventional imaging. To date, TNM staging  system and  the existing image technology are not sufficient to detect tumor metastasis in early stages. The concept of the development of metastasis involves a tumor cell that dissociates from the primary tumor (micrometastasis) and circulates within lymphatic or vascular channels. The true utility of a circulating tumor cell (CTC) is that it acts as a silent predictor of metastatic disease. Detection of CTCs serves as an innovative, sensitive and specific marker and providing early and definitive evidence of metastatic disease. In this study, peripheral blood samples from 90 patients with SCCHN stage I-IV from Surgical Oncology and ENT OPD were taken. CTCs were quantified using flow cytometry of anti-EpCAM, CK19 and CD45. Their detection was correlated with clinicohistopathologic characteristics. CTCs were identified in 28 (31.1%) patients at any time point with a mean + standard deviation of  0.9 + 3.2 CTCs. In bivariate and  multivariate analysis, we observed no significant correlation between the presence of CTCs and clinicohistopathologic characteristics (p>0.05). However the odds for the patients with advanced stages to have positive CTCs  is 4.192 times higher than early stage. Moreover, patients with pharynx and larynx cancer have the odds 2.634 times higher than those with lips, oral cavity and paranasal sinuses cancer. The rate of CTCs detection in HNSCC by flow cytometry was 31.1%. Detection of CTCs does not correlate with any clinicohistopathological characteristics. Further studies is needed to increase the sensitivity and specificity  and  also to confirm the potential of CTC to serve as a predictor and prognosticator in patients with HNSCC.
"
[Depok, Depok, Depok]: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesian Journal of Dentistry 2006; Edisi Khusus KPPIKG XIV:239-242
Oral squamous cell carcinorna ( OSCC ) is the most common malignant tumor of the oral cavity, and its account for 80-90% of all malignancies in oral cavity. The aim of this study was to detemine the presence
of p53 mutations and to associate these mutations with the histopathological type of OSCC such as well differentiated and poorly differentiated. Analitycal observational comparative study by cross sectional design was used. Forty untreated well and poorly differentiated OSCC biopsy sample and normal tissue biopsy material taken from 16 normal patients were analyzed for the presence of mutation in the conserved region of the p53 gene especially in exon 5 by polymerase chain reaction-single strand conformation polymorphism (PCR-SSCP). The results of this study showed that p53 gene mutations were detected in exon 5; 11/40 (27,5%) with heterozygous mutation 9/11 (81,8%). The incidence in exon 5 of p53 gene mutation was significantly accociated with well differentiated 2/20 (l0%) and poorly diferentiated 9/20 (45%) OSCC(P=0,013). This study concludes that 1) mutation in exon 5 of p53 gene occured frequently in OSCC; 2) exon 5 of the p53 gene could be one of the the specific targets for histopathological grade of OSCC; 3) mutation in exon 5 of p53 gene could be important prognostic factor in OSCC."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, 2006
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yitro A.C. Wilar
"Latar belakang: Trikloroetilen merupakan bahan kimia yang masih digunakan di industri sampai dengan saat ini. Pajanan terhadap trikloroetilen dipercaya dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Tujuan dari laporan kasus berbasis bukti ini adalah untuk memberi bukti adanya risiko terjadinya karsinoma ginjal pada pekerja dengan pajanan trikloroetilen.
Metode: Pencarian literature dilakukan melalui Pubmed dan Google Scholar dengan kriteria inklusi jenis literature adalah RCT dan ulasan sistematis, kelompok yang diteliti adalah pekerja dengan pajanan trikoloetilen dari pekerjaan. Artikel yang ditemukan kemudian dievaluasi kritis dengan menggunakan kriteria The Oxford Center for Evidence-based Medicine.
Hasil: Berdasarkan kriteria pencarian ditemukan tiga artikel yaitu artikel meta-analisis yang telah diproses secara sistematik dan kuantitatif oleh Scott, et al. yang menyatakan bahwa adanya hubungan sebab-akibat yang kuat antara pajanan trikloroetilen dengan terjadinya karsinoma ginjal dengan ringaksan risiko relatif (RRm) dari 15 studi adalah 1.27 (95% CI: 1.13-1.43). Artikel yang kedua merupakan studi kohort retrospektif yang dilakukan oleh Henschler, et al. menemukan bahwa terjadi peningkatan risiko karsinoma ginjal akibat pajanan trikloroetilen dibandingkan dengan kelompok kontrol maupun pada populasi umum dengan rasio insiden terstandarisasi sebesar 7.97 (95% CI: 2.59-18.59). Artikel yang terakhir merupakan suatu studi kasus-kontrol yang dilakukan di Perancis (Arve Valley) oleh Charbotel, et al. yang menemukan bahwa merokok meningkatkan risiko terjadinya karsinoma ginjal pada pekerja yang terpajan trikloroetilen dengan OR 3.27 (95% CI:1.48-7.19).
Kesimpulan dan saran: Pajanan trikloroetilen dapat menyebabkan terjadinya karsinoma ginjal yang risikonya dipengaruhi oleh dosis pajanan serta faktor risiko lainnya seperti merokok. Pengendalian risiko perlu dilakukan secara berkesinambungan untuk industri yang menggunakan trikloroetilen dalam proses produksinya.
Background: Trichloroethylene is a chemical that is still used in the industry today. Exposure to trichlorethylene is believed to cause various health problems. The purpose of this evidence-based case report is to provide evidence of the risk of kidney carcinoma in workers with trichlorethylene exposure.
Method: Literature searches carried out through Pubmed and Google Scholar with literature type inclusion criteria were RCTs and systematic reviews, the groups studied were workers with tricholoethylene exposure from work. Articles found are then critically evaluated using the Oxford Center for Evidence-based Medicine criteria.
Results: Based on the search criteria found three articles, namely article meta-analysis that has been processed systematically and quantitatively by Scott, et al. which states that there is a strong causal relationship between exposure to trichlorethylene and the occurrence of renal carcinoma with a relative risk (RRm) of 15 studies is 1.27 (95% CI: 1.13-1.43). The second article is a retrospective cohort study conducted by Henschler, et al. found that there was an increased risk of renal carcinoma due to trichlorethylene exposure compared to the control group and in the general population with a standardized incidence ratio of 7.97 (95% CI: 2.59-18.59). The last article is a case-control study conducted in France (Arve Valley) by Charbotel, et al. who found that smoking increased the risk of kidney carcinoma in workers exposed to trichlorethylene at OR 3.27 (95% CI: 1.48-7.19).
Conclusions and recommendations: Trichloroethylene exposure can cause kidney carcinoma, the risk of which is affected by exposure doses and other risk factors such as smoking. Risk control needs to be carried out continuously for industries that use trichlorethylene in their production processes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abduh Firdaus
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Birril Qudsi
"belakang: Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSSRM) adalah salah satu kanker yang paling umum dijumpai dengan angka survival 52.0% yang tidak meningkat secara bermakna walaupun tatalaksana kanker ini terus berkembang. Cornulin merupakan protein spesifik untuk sel skuamosa yang penting dalam diferensiasi epitel. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rendahnya ekspresi cornulin berhubungan dengan gambaran klinikopatologi dan survival yang lebih buruk dibandingkan dengan ekspresi tinggi. Oleh karena sifatnya yang spesifik dan belum ada penelitian mengenai ekspresi cornulin sebagai faktor prognosis di Indonesia, maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan antara ekspresi cornulin dan survival pada pasien dengan KSSRM.
Tujuan: Mengetahui potensi cornulin sebagai penanda biologis survival pada pasien dengan KSSRM.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif yang dilakukan dari periode Juni 2021 sampai dengan Mei 2022. Populasi penelitian ini merupakan pasien dengan diagnosis KSSRM yang ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologis dan menjalani terapi di Divisi Bedah Onkologi Departemen Ilmu Bedah RSCM periode Januari 2015 – Mei 2020. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk mengetahui ekspresi cornulin dan skor imunihistokimia ditentukan menggunakan immunoreactive score (IRS). Skor IRS < 6 berarti ekspresi rendah dan ≥ 6 berarti ekspresi tinggi. Analisis statistik univariat, bivariat, dan survival dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS.
Hasil: Cornulin tidak memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan survival pada pasien dengan KSSRM. T, N, dan stadium memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan survival pada pasien dengan KSSRM dengan nilai p masing-masing adalah 0.001, 0.040, dan 0.001. T dan N memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan ekspresi cornulin pada pasien dengan KSSRM, dengan nilai p masing-masing adalah 0.034 dan 0.030.
Kesimpulan:Cornulin sebagai protein penanda biologis KSSM tidak dapat menjadi prediktor dari survival pasien dengan KSSM.

Background: Oral squamous cell carcinoma (OSCC) is one of the most common cancers with a 52.0% survival rate which does not increase significantly even though the management of this cancer continues to develop. Cornulin is a specific protein for squamous cells that is important in epithelial differentiation. Previous studies have shown that low cornulin expression is associated with worse clinicopathological features and survival compared to high cornulin expression. Due to its specific nature and no research on cornulin expression as a prognostic factor has been done in Indonesia, the author is interested in knowing the relationship between cornulin expression and survival in patients with OSCC.
Objective: To determine the potential of cornulin as a biological marker for survival in patients with OSCC.
Methods: This study used a retrospective cohort study design that was conducted from June 2021 to May 2022. The population of this study were patients with OSCC diagnosis confirmed by histopathological examination and undergoing therapy at the Division of Surgical Oncology, Department of Surgery, RSCM for the period January 2015-May 2020. Immunohistochemical examination was performed to determine the expression of cornulin and the immunohistochemical score was calculated using the immunoreactive score (IRS). IRS score < 6 means low cornulin expression and ≥ 6 means high cornulin expression. Univariate, bivariate, and survival statistical analyses were performed using SPSS software.
Results: Cornulin did not have a statistically significant relationship with survival in patients with OSCC. T, N, and stage had a statistically significant relationship with survival in patients with SCC with p values ​​of 0.001, 0.040, and 0.001, respectively. T and N had a statistically significant relationship with cornulin expression in patients with OSCC, with p-values ​​of 0.034 and 0.030, respectively.
Conclusion: Cornulin as a biological marker protein of OSCC cannot be a predictor of the survival of patients with OSCC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanny
"Latar belakang Kanker rongga mulut dan mulut (termasuk karsinoma sel skuamosa rongga mulut/KSSRM) secara kolektif tetap menjadi kanker paling umum ke-16 di dunia. Karena kecenderungan stadium lanjut selama diagnosis, kelangsungan hidup pasien KSSRM sangat buruk. Tumor infiltrated lymphocytes (TILs) yang diekspresikan diperkirakan mempengaruhi kelangsungan hidup pasien KSSRM, termasuk CD8 + dan TIL lainnya. Tujuan Untuk menentukan ekspresi CD8+ dan TILs dalam sel KSSRM dan hubungannya dengan overall survival (OS) dan progression-free survival (PFS) pasien KSSRM. Metode Penelitian ini merupakan analisis kelangsungan hidup dengan menggunakan desain kohort retrospektif pada pasien KSSRM yang datang ke Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangunkusumo, Indonesia, dari Januari 2017 hingga Desember 2021. Kriteria inklusi penelitian adalah pasien KSSRM dengan diagnosis histopatologi, sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien dengan data yang tidak lengkap atau tidak tersedianya sampel. Ekspresi CD8+ dan TIL diukur melalui perhitungan manual pada program Image J® pada pewarnaan imunohistokimia. OS dan PFS dianalisis menggunakan grafik Kaplan-Meier dan analisis cox-regression. Hasil Sebanyak 42 subjek dilibatkan dalam penelitian ini. Rata-rata OS adalah 10,83+1,268 bulan, sedangkan rata-rata PFS adalah 9,74+1,229 bulan. OS 2 tahun adalah 21,4%, sedangkan PFS adalah 19%. Ekspresi CD8+ yang lebih tinggi terkait dengan OS dan PFS yang lebih baik, sedangkan ekspresi TIL yang lebih tinggi terkait dengan PFS yang lebih baik. Kesimpulan. Ekspresi CD8+ dan TIL yang lebih tinggi dalam sel kanker terkait dengan kesintasan yang lebih baik pada pasien KSSRM.

Background Oral cavity and mouth cancer (including oral cavity squamous cell carcinoma (OCSCC) collectively remain the 16th most prevalent cancer in the world. Due to the tendency of advanced stage during diagnosis, the survival of OCSCC patients is abysmal. The connection of OCSCC and expressed tumor infiltrated lymphocytes (TILs) is thought to affect the survivability of the OCSCC patients, including CD8+ and other TILs. Aim To determine the expression of CD8+ and TILs in OCSCC cells and their relationship with overall survival (OS) and progression-free survival (PFS) of OCSCC patients. Methods This study is a survival analysis using retrospective cohort design on OCSCC patients who came to Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Indonesia, from January 2017 to December 2021. The inclusion criterion of the study was OCSCC patients with histopathological diagnosis, while the exclusion criteria were patients with incomplete data or unavailability of the samples. The expression of CD8+ and TILs were measured by manual counting of cells using ImageJ® on immunohistochemistry staining. The OS and PFS were analyzed using Kaplan-Meier graph and cox-regression analysis. Result A total of 42 subjects were included in this study. The average OS was 10.83+1.268 months, while the average PFS was 9.74+1.229 months. The 2-years OS was 21.4%, while PFS was 19%. Higher CD8+ expression was related to better OS and PFS, while higher expressed TILs was related to better PFS. Conclusion Higher CD8+ and TILs expressions in cancer cells are related to better survivability in OCSCC patients. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>