Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Ismiadi
Abstrak :
Penelitian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Tempat Penitipan Anak mengacu pada konsep bagaimana mempengaruhi pembentukan sikap didalam mengambil keputusan untuk memanfaatkan TPA. Dari aspek individu yang mempengaruhi pembentukan sikap meliputi 2 aspek utama yaitu : Aspek Demografis, tercakup dalam faktor demografis, meliputi income, umur, gender, kelas sosial, family life cycle, pendidikan, pekerjaan, agama dan latar belakang etnis. Kerangka Evan dan Barman dalam Susilo, 2001 : 32). Aspek Sosiografis Pada dasarnya perilaku membeli, yang dipengaruhi aspek demografis individu mempertimbangkan usage rate dan benefits desired atau perilaku konsumen didasarkan pada keuntungan fungsional (functional benefit) dan keuntungan emosional (emotional benefit), Hal yang pertama lebih condong pada pemenuhan kebutuhan/need, sedang hal yang kedua adalah pemuasan akan keinginan/want. Disamping itu, menurut Evan/Berman dalam Susilo, 2001, konsumen dipengaruhi oleh profit sosialnya. Disamping kedua aspek tersebut aspek lingkungan (James F. Angel, Roger D. Blackwell, Paul W. Miniard, 1994) dan bauran komunikasi (Kotler, 2000) dapat mempengaruhi pembentukan sikap dalam mengambil keputusan. Penulis melakukan Penelitian tentang perilaku keputusan orang tua dalam menitipkan anaknya di TPA ini dilakukan dengan penelitian kuantitatif yang bersifat ekspanatif dengan melakukan wawancara melalui kuesioner pada sampel dari orang tua yang memanfaatkan TPA di Jakarta sebanyak 60 responden. Untuk melengkapi data yang kuantitatif, penelitian ini juga melakukan penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam terhadap 6 pengasuh TPA di DKI Jakarta yaitu TPA. TPA Taman Mini, TPA Tunas Jaya, TPA Sasana Bina Balita "Mitra", TPA Harapan Ibu, TPA Pertiwi, dan TPA Tat Twan Asi. Model hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan tempat penitipan anak di DKI Jakarta menunjukkan hubungan antara variabel independen aspek demografis, aspek sosiografis, aspek lingkungan dan bauran komunikasi dengan pemanfaatan TPA terlihat bahwa aspek demografis mempunyai hubungan pemanfaatan TPA dengan nilai R sebesar 0,551 dengan kekuatan yang sedang dan nilai signifikansi 0,000, aspek sosiografis mempunyai tidak mempunyai hubungan dengan pemanfaatan TPA dengan nilai R sebesar 0,011 yang berarti sangat lemah dengan signifikansi 0,935, aspek lingkungan tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemanfaatan TPA dengan mempunyai nilai R sebesar 0,040 yang berarti sangat lemah dengan signifikansi 0,764, dan communication mix mempunyai hubungan dengan pemanfaatan TPA dengan nilai R sebesar 0,254 dengan kekuatan yang lemah dan nilai signifikansi 0,050. TPA di DKI Jakarta yang memiliki potensi untuk berkembang hal ini dapat dilakukan mengingat banyak anak yang masih membutuhkan pengasuhan di saat ibu bekerja baik di TPA perumahan seperti TPA Taman Mini, TPA Kantor seperti TPA Sasana Bina Balita Mitra, TPA Harapan lbu, TPA Tat Twan Asi, TPA Pertiwi_ Dalam penyelenggaraannya perlu diperhatikan pada sumber daya apa yang tersedia di TPA itu sendiri, dan berusaha untuk menyediakan sumber daya yang dirasakan perlu seperti tenaga pengasuh yang mengerti atau berlatar belakang pendidikan yang berhubungan dengan sosial anak berupa bimbingan, mengajarkan sopan santun terhadap anak. Perlunya pemerintah dalam hal ini Departemen Sosial beserta jajarannya di tingkat pusat hingga tingkat daerah untuk membantu mengembangkan pemberdayaan masyarakat untuk mengoptimalkan potensi dari TPA ini sebagai salah satu alternatif dalam membantu pengasuhan anak mengingat makin banyak ibu rumah tangga yang bekerja baik untuk membantu mencari nafkah keluarga maupun yang bekerja untuk karir.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12315
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mamosey, Welly E.
Abstrak :
Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi negara sedang berkembang termasuk Indonesia adalah masalah kesehatan pada golongan anak bawah lima tahun (balita). Pada golongan anak balita ini angka kematian dan kesakitan masih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kesehatan masih rendah. Di negara-negara maju atau industri angka kematian bayi (0-1 tahun) rata-rata 5/1000/tahun, sedangkan di negara-negara sedang berkembang rata-rata 50/1000/tahun (Morley, 1879:1). Di Indonesia khususnya, pada tahun 1983 angka kematian bayi masih sekitar 90,3/1000/tahun (Depkes RI, 1987: 30), sedangkan angka kematian anak balita (1-5 tahun) masih sekitar 40/1000/tahun (Ditjen P2MPLP Depkes RI, 1984:20). Pada tahun 2000 ditargetkan angka kematian bayi dapat ditekan menjadi 40/1000/tahun, dan angka kematian balita menjadi 20/1000/tahun (SKN Depkes RI, 1982:19). Jumlah angka kematian yang masih tinggi tersebut di atas tidak merata disetiap daerah di Indonesia. Di propinsi Jawa Barat pada tahun 1980 angka kematian bayi 129/1000/tahun, di propinsi Sulawesi Utara 83/1000/tahun. Daerah yang paling tinggi angka kematian bayi adalah propinsi NTB yaitu 187/1000/tahun, sedangkan yang paling rendah adalah Yogyakarta (Adhyatma, 1986 ; Munir, 1986:5). Tingginya angka kematian bayi dan balita tersebut terutama disebabkan oleh tingginya prevalensi penyakit diare, infeksi saluran pernapasan (ISP), penyakit menular dan gangguan gizi (Munir, 1986:5 ; Morley, 1979:1). Dari jenis penyakit di atas, penyebab angka kematian paling tinggi adalah penyakit diare, kurang lebih 25 % (Morley, 1979:203). Khususnya angka kesakitan penyakit diare yaitu 200-400/1000/ tahun. Angka kesakitan penyakit diare tersebut bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia sekarang ini, maka rata-rata dalam setahun dapat ditemukan kurang lebih 40 juta kejadian penyakit diare/tahun. Dari 40 juta penderita diare ini, yang, meninggal kurang lebih 350.000/tahun jen P2MPLP Depkes RI, 1984:21). Untuk penyakit campak, diperkirakan 90 % dari semua anak pernah terserang. Angka kematian yang disebabkan penyakit campak ini kurang lebih 4,7 % dari jumlah bayi dan balita yang ada (Morley, 1979: 254), sedangkan penyakit malnutrisi menunjukkan bahwa kurang lebih 25 % dari semua kelahiran bayi, berat badannya di bawah 2,5 kg, sehingga menyebabkan tingginya angka kematian perinatal dan neonatal (Morley, 1979:190). Untuk menanggulangi masalah kesehatan tersebut di atas beberapa program telah diterapkan seperti pembangunan sarana kesehatan (puskesmas, klinik, rumah sakit), penyediaan obat-obatan, tenaga medis (dokter, bidan, paramedik) dan lain-lain. Dari program-program tersebut masih banyak yang belum mencapai sasaran yang diharapkan karena adanya berbagai hambatan. Hambatan atau kegagalan tersebut sebagaimana yang dikemukakan Foster karena dalam perencanaan dan pelaksanaan program kurang memperhatikan dengan saksama karateristik-karateristik sosial, budaya dan psikologis dari kelompok yang menjadi sasaran atau recipient (Kalangie, 1987: 207). Hal ini menunjukkan bahwa faktor sosial budaya masyarakat perlu diperhatikan dalam penyusunan dan pelaksanaan program. Namun demikian bukan berarti bahwa bagi pelaksana program (provider) tidak terdapat masalah, seperti juga yang dikemukakan oleh Foster dalam kutipan tersebut di atas. Dalam inovasi kesehatan banyak kesulitan yang dihadapi terutama pada masyarakat tradisional. Pada masyarakat ini, sistem medis tradisional telah lama tertanam dalam kognisi mereka sehingga sulit menerima sistem medis baru (modern). Penerimaan dan perubahan unsur-unsur sistem medis baru dapat terjadi secara perlahan-lahan dan memerlukan waktu yang relatif lama melalui program komunikasi terencana.
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Herdianti
Abstrak :
Perkawinan campuran yang dilaksanakan di Indonesia akan sah apabila mengikuti aturan dalam Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta ketentuan-ketentuan dalam peraturan pelaksanaanya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bagaimana status/kedudukan anak yang dilahirkan dalam perkawinan campuran berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Akibat hukum apa yang akan terjadi pada anak yang lahir dari perkawinan campuran apabila hubungan kedua orang tuanya berakhir dengan perceraian. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Jenis data yang digunakan data sekunder. Metode analisis penelitian adalah metode kualitatif sehingga menghasilkan data yang evaluatif analisis. Sahnya suatu perkawinan akan mengakibatkan anak yang lahir dalam atau sebagai akibat dari perkawinan tersebut juga menjadi anak yang sah. Perceraian pada perkawinan campuran yang dilaksanakan menurut Undang-Undang Perkawinan, mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan serta ketentuan-ketentuan dalam peraturan pelaksanaannya. Akibat perceraian pada perkawinan campuran, selain menyangkut masalah hubungan terhadap istri/suami dan harta bersama, juga menyangkut masalah pengasuhan anak, di mana hukum anak yang dilahirkan dari atau dalam perkawinan campuran akan mengikuti hukum kewarganegaraan ayahnya. Akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian pada kedua orang tua tidak mengakibatkan berakhirnya kekuasaan orang tua tapi menimbulkan pengasuhan terhadap anak. Pengaturan dan penerapan di bidang perkawinan khususnya masalah pengasuhan anak apabila terjadi perceraian pada perkawinan campuran harus dibuat lebih sempurna lagi yang tidak memberatkan pihak ibu apabila hak pengasuhannya berada di tangan ibu. Pengetahuan para penegak hukum di lembaga-lembaga peradilan khususnya peradilan agama harus lebih ditingkatkan lagi sehingga para hakim dapat menciptakan temuan hukum yang dalam penerapannya tidak akan mendapatkan kesulitan apabila terjadi perkawinan antara mereka yang berbeda kewarganegaraan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16326
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Saidah
Abstrak :
Mortalitas anak dengan sepsis masih tinggi dengan penyebab yang belum banyak diketahui patofisiologinya. Kerusakan lapisan glikokaliks pada permukaan endotel pembuluh darah dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang mengakibatkan syok sepsis dan disfungsi organ pada pasien sepsis. Peningkatan kadar syndecan-1 dalam darah merupakan salah satu penanda kerusakan lapisan glikokaliks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar syndecan-1 dengan disfungsi organ yang dinilai dengan skor PELOD-2 dan mortalitas 28 hari pada pasien anak dengan sepsis. Hubungan kadar syndecan-1 dengan skor PELOD-2 merupakan studi potong lintang, sementara hubungan syndecan-1 dengan mortalitas merupakan studi prospektif. Penelitian dilakukan pada 55 anak berusia 1 bulan-<18 tahun dengan sepsis yang dirawat di RSCM pada bulan Maret-Agustus 2019 dengan cara consecutive sampling. Evaluasi syndecan-1 dan skor PELOD-2 dilakukan pada hari pertama dan kelima setelah diagnosis sepsis. Pasien diikuti selama 28 hari untuk evaluasi mortalitas. Didapatkan peningkatan syndecan-1 pada seluruh pasien sepsisdengan peningkatan yang lebih tinggi pada pasien dengan syok sepsis (p=0,01). Terdapat korelasi positifantara kadar syndecan-1 dengan skor PELOD-2 pada 24 jam pertama setelah diagnosis sepsis dengan koefisien korelasi 0,32 (p=0,01). Terdapat korelasi positif antara perubahan kadar syndecan-1 dengan perubahan skor PELOD-2 dengan koefisien korelasi 0,469 (p=0,002). Tidak didapatkan hubungan antara kadar syndecan-1 dengan skor PELOD-2 pada hari kelima (p=0,6). Peningkatan kadar syndecan-1 didapatkan tidak berhubungan dengan mortalitas 28 hari (p=0,49).Nilai titik potongsyndecan-1 ≥688 ng/mLpada hari pertama dapat memprediksi skor PELOD-2 ≥8 dengan AUC 73,8%, sensitivitas 67%, spesifisitas 77%, NDP 44,4%, dan NDN 89,2% (p=0,012). ......Sepsis still contributes significantly to morbidity and mortality inpediatric patients. Disruption of glycocalyx layer on vascular endothelium has been described as one of the main pathophysiological events that leads to increased vascular permeability, contributing to organ failure and septic shock. The role of glycocalyx disruption in pediatric sepsis has not been widely studied. Increased syndecan level in blood marks disruption of glycocalyx integrity. This study was aimed to analyze the correlation ofserum syndecan-1 with organ dysfunction assessed by PELOD-2 score, and to evaluate its association with mortality in pediatric sepsis. Correlation of syndecan-1 and PELOD-2 score was a cross sectional study, while association of syndecan-1 with mortality was a prospective study. The study was conducted in pediatric intensive care unit, emergency unit, and pediatric ward of Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, on March-August 2019. The subjects were 55 patients aged 1-month to 18-year-old with sepsis that fulfilled the inclusion criteria consecutively. Serum syndecan-1 level and PELOD-2 score were evaluated on day 1 and 5 after diagnosis of sepsis. Survival was assessed after 28 days. There was increased level of syndecan-1 in all subjects, with significantly higher level found in patients with septic shock (p=0,01). There was positive correlation of syndecan-1 with PELOD-2 score in the first 24 hours after diagnosis of sepsis with correlation coefficient of 0.32 (p=0.01). Changes in syndecan-1 level within 5 days positively correlated with changes of PELOD-2 score with correlation coefficient of 0.469 (p=0.002). Syndecan-1 level and PELOD-2 score on day 5 was not significantly correlated (p=0.6). There was no association of increased syndecan-1 level with mortality in 28 days (p=0.49). Cut-off point of syndecan-1 ≥688 ng/mL in the first 24 hours can predictsignificant organ dysfunction (PELOD-2 score of ≥8) with AUC of 73.8%, sensitivity 67%,specificity 77%, positive predictive value 44.4%, and negative predictive value 89.2% (p=0.012).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardeanissa Dian Pramesthi
Abstrak :
Penelitian ini membahas kualitas pelayanan pengasuhan dalam program Family-Like Care di LKSA Peduli Anak dari disiplin ilmu Kesejahteraan Sosial. Penelitian ini dilatarbelakangi dari hasil penelitian pada tahun 2007 dimana ditemukan kebanyakan panti sosial asuhan anak atau lembaga pengasuhan anak sejenis di Indonesia lebih berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan akses pendidikan kepada anak daripada sebagai sebagai lembaga alternatif pengasuhan anak oleh orang tua atau keluarganya. Setting panti telah dikritisi karena kurangnya bukti akan kemampuan dalam menyediakan pelayanan yang berkualitas yang mana dapat memberikan dampak yang positif kepada anak-anak dan remaja. Penting bagi lembaga pengasuhan alternatif yang seringkali dihadapkan dengan tekanan pertanggungjawaban atau akuntabilitas untuk menilai kualitas pelayanannya. Diketahui LKSA Peduli Anak hingga saat ini sedang berada dalam tahap pengajuan sertifikat akreditasi karena masa berlakunya telah habis sejak tahun 2020. Oleh karena itu, hingga saat ini belum diketahui bagaimana kualitas pelayanan pengasuhan LKSA Peduli Anak semenjak mengubah pelayanan pengasuhannya yang sebelumnya dengan model shelter menjadi model berbasis family-like care, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah sudah sesuai dengan standar yang berlaku. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur, observasi, dan wawancara. Penelitian berlangsung dari bulan September 2021 sampai Mei 2022. Hasil penelitian ini menggambarkan kualitas pelayanan pengasuhan dalam program Family-Like Care yang mana dikaji menggunakan Standar Pelayanan Berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor: 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Berdasarkan hasil temuan, LKSA Peduli Anak telah berupaya memenuhi seluruh indikator yang tertera pada Standar Pelayanan Berbasis LKSA, yaitu indikator pelayanan pengasuhan yang diterima anak sesuai dengan setting LKSA; indikator peran sebagai pengganti orang tua yang diperankan oleh Ibu Asuh dan Konselor; indikator martabat anak yang didukung dengan adanya kode etik untuk staf; indikator perlindungan anak yang ditopang dengan adanya Kebijakan Perlindungan Anak di LKSA dan pedoman perilaku untuk pengasuh; indikator perkembangan anak yang didukung dengan kehadiran mentor untuk anak-anak, dan kesesuaian tanggung jawab yang diemban anak-anak; indikator identitas anak yang mana dokumennya sudah berusaha dilengkapi sejak klien pertama kali diterima di LKSA; indikator penjalinan relasi anak yang unggul dengan kelekatan antara anak dengan Ibu Asuhnya; indikator partisipasi anak, dimana anak didukung menyampaikan pendapat pilihan hidup dan pilihan sehari-hari mereka; Indikator makanan dan pakaian yang sudah sangat memadai; indikator akses kesehatan yang mana didukung dengan adanya klinik Peduli Anak, dan akses pendidikan yang ditunjang dengan adanya Sekolah Peduli Anak; indikator pengaturan waktu anak yang diakomodasikan dengan keseimbangan waktu anak-anak untuk bersekolah, bermain, dan beristirahat sesuai umur mereka; dan indikator aturan, disiplin, dan sanksi yang sudah sesuai dengan standar tanpa ada unsur kekerasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LKSA Peduli Anak telah memenuhi hampir semua indikator dalam standar, namun hanya dua poin dari indikator saja yang tidak sesuai, yaitu adanya pembatasan komunikasi antara anak asuh dengan keluarga, dan review menu dan kebutuhan nutrisi yang tidak dilakukan oleh ahli di bidang kesehatan sebanyak enam bulan sekali. Selain daripada itu LKSA unggul dan sudah sangat sesuai dalam semua indikator dalam standar yang menunjukan pelayanan pengasuhannya sudah berjalan dengan sangat baik. ......This study discusses the quality of care services in the Family-Like Care program at LKSA Peduli Anak from the discipline of Social Welfare. Orphanage settings have been criticized for lack of evidence of their ability to provide quality care which can have a positive impact on children and youth. It is known that LKSA Peduli Anak is currently in the stage of submitting an accreditation certificate because the validity period has expired since 2020. Therefore, until now it is not known how the quality of care services for LKSA, which raises the question of whether it is in accordance with applicable standards. This study uses a qualitative approach with a descriptive type of research. Data collection methods used are literature study, observation, and interviews. The study took place from September 2021 to May 2022. The results of this study describe the quality of care services in the Family-Like Care program which is assessed using Child Welfare Institution-Based Service Standards based on the Minister of Social Affairs Regulation Number: 30/HUK/2011 concerning National Child Care Standards For LKSA. Based on the findings, LKSA Peduli Anak has attempted to fulfill all the indicators listed in the LKSA-Based Service Standards, namely indicators of care services received by children in accordance with LKSA settings; indicators of the role as a substitute for parents played by Foster Mothers and Counselors; indicators of child dignity supported by the existence of a code of ethics for staff; child protection indicators supported by the Child Protection Policy in LKSA and behavioral guidelines for caregivers; indicators of child development that are supported by the presence of mentors for children, and the appropriateness of the responsibilities that are carried out by children; an indicator of the child's identity where the documents have been completed since the client was first admitted to the LKSA; indicators of child relations fulfilled with the attachment between children and their foster mothers; indicators of children's participation, where children are supported to express their opinions about life choices and their daily choices; Indicators of food and clothing that are already very adequate; indicators of access to health which are supported by the existence of a clinic, and access to education which is supported by the existence of Sekolah Peduli Anak; indicators of children's timing that are accommodated with a balance of children's time for school, play, and rest; and indicators of rules, discipline, and sanctions that are in accordance with standards without any elements of violence. The results showed that LKSA Cares for Children had met almost all indicators in the standard, but only two points of the indicators were not appropriate, the limitation of communication between foster children and their families, and menu reviews and nutritional needs that were not carried out by health experts once every six months. Apart from that, LKSA is very appropriate in all indicators in the standard which shows that the care services have been running very well.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandry Oktaviyanti
Abstrak :
Angka Kematian Balita di Indonesia tahun 2015 diharapkan 23 per 1000 Kelahiran Hidup. Penyebab kematian balita di Indonesia antara lain diare sebesar 25,2% dan pneumonia sebesar 15,5%. Untuk menurunkan angka kematian akibat pneumonia dikembangkan MTBS. Peran petugas terutama paramedis sangat penting dalam MTBS. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang MTBS pada paramedis di Kota Palangka Raya tahun 2012. Telah dilakukan pengumpulan data dengan metode survei pada bulan Mei-Juni 2012 pada 76 responden paramedis dan didapat ternyata hanya bidan sebanyak 2,8% dan perawat 10% yang memiliki pengetahuan yang lengkap tentang MTBS. Hal ini memberikan gambaran bahwa tingkat pengetahuan paramedis tentang MTBS sangat minim. Dari 36,8% paramedis yang pernah dilatih, inipun tingkat pengetahuan yang lengkap hanya 27,8%. Perlu peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku pada paramedis di Kota Palangka Raya sehingga tingkat pengetahuan meningkat dan ada respon terhadap sikap tentang MTBS dengan perilaku yang lebih baik. Five mortality rate in Indonesia is expected by 2015 23 per 1000 live births. Causes of infant mortality in Indonesia, among others, diarrhea and pneumonia by 25.2% at 15.5%. To reduce mortality due to pneumonia developed IMCI. The role of paramedical personnel is very important especially in IMCI. Research purposes to know the description of the level of knowledge, attitudes and behaviors of IMCI in Palangkaraya City paramedic in 2012. Have been carried out by the method of data collection survey in May-June 2012 in 76 respondents was obtained paramedics and midwives just as much as 2.8% and 10% of nurses who have a complete knowledge of IMCI. This suggests that the level of knowledge of the paramedics on IMCI was minimal. 36.8% of the paramedics who had been trained, even this level of knowledge that only 27.8% complete. Need to increase the knowledge, attitudes and behavior at paramedics in the city of Palangkaraya thus increasing the level of knowledge and there is a response to the attitude of IMCI with better behavior.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kuntari D. Ludiro
Abstrak :
ABSTRAK
Pada hakekatnya setiap orang mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang sama, apakah is seorang pria atau wanita. Terutama dalam masyarakat modern dewasa ini, dimana wanita justru dituntut untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan, yang merupakan salah satu azas pemerataan sebagaimana dituju dalam Pelita III. Mendapat kesempatan untuk mewujudkan potensi-potensinya secara optimal sekarang ini merupakan kebutuhan dari tidak sedikit wanita Indonesia, juga dari mereka yang telah berumah tangga.

Namun meskipun ibu bekerja, perlu dipahami bahwa bagaimanapun hubungan antara orang-tua dan anak sangat penting artinya bagi perkembangan kepribadian anak. Sebab orang tuanyalah yang merupakan orang-orang pertama yang dikenal oleh anak. Melalui orang-tualah ia mendapatkan kesan-kesan pertama tentang dunia luar. Banyak yang bisa dilakukan oleh ibu terutama untuk merangsang perkembangan intelektual anak sebelum mereka masuk sekolah. Sejak permulaan abad ke 20 teori-teori psikologi menekankan pentingnya lima tahun pertama dari kehidupan manusia bagi perkembangan kepribadiannya. Dasar-dasar pembentukan kepribadian ditentukan oleh apa yang dialami serta dihayati dalam 5-6 tahun pertama ini. Yang masih kurang disadari ialah bahwa lima tahun pertama ini juga sangat penting dan menentukan perkembangan mental seorang anak dan betapa pentingnya peranan ibu dalam periode usia ini. Motivasi bekerjanya seorang wanita atau ibu rumah tangga memang beragam, tetapi apapun motivasinya akan berpengaruh terhadap anak balitanya.

Penelitian ini bertolak pula dari keinginan kami untuk mengetahui beberapa hal penting sehubungan dengan bekerjanya wanita yang telah berkeluarga yakni; bagaimana pola kerja ibu (dalam hal ini karyawati dan staf pengajar wanita Universitas Indonesia), pola interaksi ibu dan anak balitanya, serta masalah pengasuhan anak oleh ibu maupun pengasuh anak. Selain itu, karena dalam beberapa tahun terakhir ini mulai di kenal pula bentuk bantuan untuk ibu-ibu bekerja berupa Tempat Penitipan Anak, maka penelitian ini juga ingin mengungkapkan pendapat/pandangan responden tentang kemungkinan adanya alternatif tersebut. Metodologi penelitian yang dipergunakan bersifat Deskriptif, dengan mengambil responden karyawati serta staf pengajar FISIP, Psikologi dun Rktorat UI.

Responden penelitian ini terlihat mempunyai keterikatan emosional yang besar dengan anak-anak balitanya, menyadari pentingnya peranan mereka yang dominan terhadap pengasuhan anak balitanya serta pentingnya pengasuh pengganti selama ibu bekerja. Penelitian ini juga mengungkapkan interaksi yang terjadi antara ibu dengan anak balitanya disela-sela kesibukannya bekerja. Ternyata bahwa interaksi yang terjadi cukup intensif, serta mencakup kebutuhan sehari-hari anak balitanya. Tempat Penitipan Anak di tempat bekerja tampaknya juga merupakan alternatif yang mulai dirasakan kebutuhannya, meskipun masih ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut.
Depok: Universitas Indonesia, 1990
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ismet Syaefullah
Abstrak :
TPA Harapan Ibu adalah organisasi pelayanan sosial yang didirikan Departemen Sosial dengan tujuan menutup kesenjangan kebutuhan anak balita akan asuhan, perawatan dan pendidikan selama ditinggal ibu bekerja. Dengan adanya TPA Harapan Ibu, diharapkan pegawai Departemen Sosial maupun ibu-ibu yang bekerja di lingkungan Kantor Departemen Sosial dan masyarakat sekitar yang memiliki anak balita dapat bekerja dengan tenang karena anak -anak mereka memperoleh perawatan dan pengasuhan yang memadai dari TPA. Pelaksanaan operasional pelayanan TPA Harapan Ibu didukung oleh Departemen Sosial melalui bantuan Menteri Sosial dan subsidi proyek dari Direktorat Keluarga Anak dan Lanjut Usia Departemen Sosial. Sedangkan pembinaan pengelolaan maupun pelayanan anak di TPA Harapan Ibu dilakukan oleh Unit Dharma Wanita Departemen Sosial. Terjadinya likuidasi Departemen Sosial pada tahun 1999 mengakibatkan hilangnya bantuan atau subsidi dari Departemen Sosial. Namun dengan kondisi tersebut TPA Harapan Ibu tetap bertahan. Bertahannya TPA Harapan Ibu dalam situasi sulit sampai saat ini merupakan upaya manajemen TPA dalam mempertahankan komitmennya untuk tetap memberikan pelayanan kepada anak dalam situasi apa pun juga. Tanggung jawab dan dedikasi tersebut dikarenakan rasa kecintaan pada anak didik meski pada hakekatnya karir mereka tidak berkembang. Berdasarkan masalah-masalah tersebut di atas maka penelitian ini ingin mendeskripsikan tentang upaya manajemen TPA Harapan Ibu dalam mengatasi kondisi tidak diperolehnya subsidi dari Departemen Sosial, serta kondisi pelayanan TPA Harapan Ibu saat ini akibat tidak diperolehnya lagi subsidi. Untuk mengetahui hal tersebut di atas maka dilakukan penelitian deskriptif terhadap upaya manajemen TPA dan kondisi pelayanan yang ada kemudian dilakukan analisa secara kualitatif. Dari hasil penelitian seperti direkomendasikan bahwa, upaya yang perlu dilakukan manajemen TPA Harapan Ibu untuk tetap bertahan adalah dengan melakukan pengorganisasian untuk mencapai organisasi yang solid dan fungsional, melakukan efisiensi dan efektivitas pelayanan, kepemimpinan yang akomodatif, penciptaan suasana yang kondusif di TPA dan melakukan penyesuaian pembiayaan operasional pelayanan TPA. Sedangkan kondisi pelayanan anak akibat tidak diperolehnya lagi subsidi mengalami penurunan-penurunan, seperti tidak adanya lagi pemeriksaan kesehatan anak oleh dokter secara berkala, tidak diberikannya lagi susu dan vitamin bagi anak, terbatasnya peralatan permainan edukatif bagi anak, dan pakaian seragam anak yang kurang layak. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk tetap bertahan dan terus meningkatkan pelayanannya maka manajemen TPA perlu meningkatkan upayanya. Manajemen TPA Harapan Ibu harus mulai merancang suatu perencanaan strategis untuk mengantisipasi berbagai masalah yang akan datang dan merancang perencanaan untuk pengembangan pelayanan. Selain hal tersebut di atas TPA Harapan Ibu perlu mempersiapkan pola swadana dengan melakukan berbagai aktivitas penggalangan dana seperti, mencari donatur atau sponsor untuk membantu biaya pelayanan anak melalui pola kerjasama saling menguntungkan kedua belah pihak. Namun penelitian ini belum dapat mengungkap tentang mengapa begitu dominannya Dharma Wanita dalam menentukan kebijakan manajemen TPA. Sedangkan di sisi lain kontribusinya bagi peningkatan pelayanan tidak nampak. Untuk itu Departemen Sosial sebagai "pemilik" TPA seharusnya dapat mengembalikan pembinaan TPA ke Direktorat Teknis di bawahnya, sehingga pembinaan terhadap TPA konsisten dan selanjutnya dapat memberi memberi manfaat lebih bagi masyarakat.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7891
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Harjanto Setiawan
Abstrak :
Penelitian ini adalah penelitian terapan (action research) yang menurut penjabarannya termasuk penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti terlibat langsung sebagai pengurus Rumah Singgah Setia Kawan II. Penelitian ini merupakan suatu siklus yang terdiri dari tiga tahap yaitu: tahap "melihat", termasuk didalamnya mengumpulkan informasi relevan dan menggambarkan situasi. Tahap kedua adalah tahap "berpikir" yang didalamnya memenelusuri dan menganalisis serta menginterpretasikan dan menjelaskan. Sedangkan tahapan ketiga adalah tahap "bertindak", yang didalamnya perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Penelitian ini dilakukan di wilayah dampingan Rumah Singgah Setia Kawan II (RSSK II) yaitu Kampung Pedongkelan, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur. Wilayah tersebut letaknya kurang lebih 10 kilometer dari Rumah Singgah Setia Kawan II. Adapun Rumah Singgah Setia Kawan II terietak di Jl. Puskesmas No. 45, Rt.05/Rw.06, Kelurahan Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah RSSK II secara praktis berusaha mengembangkan program penanganan anak jalanan melalui pendekatan Community Based. Komunitas yang dikembangkan adalah tempat dimana anak jalanan berasal. Penelitian ini dimulal dari bulan April 2000 sampai dengan bulan Juli 2001. Waktu penelitian terhitung dari bulan April 2000 dengan alasan peneliti terlibat mengembangkan program di RSSK II pada bulan tersebut. Rumah Singgah Setia Kawan II adalah salah satu alternatif penanganan masalah anak jalanan yang kini telah berkembang pesat di Indonesia. Dalam menangani masalah anak jalanan Rumah Singgah Setia Kawan II menggunakan tiga pendekatan yaitu penanganan anak jalanan berbasis jalanan (Street Based), penanganan anak terpusat (Center Based), dan pendekatan komunitas (Community Based). Permasalahan di Rumah Singgah Setia Kawan II muncul ketika pekerja sosial melakukan pendampingan di jalanan (Street Based) yaitu sulitnya untuk mengembalikan anak kepada keluarganya. Setelah ditelusuri sampai keluarganya, ternyata keluarga dan lingkungan masyarakatnya juga bermasalah. Melihat kondisi tersebut maka Rumah Singgah Setia Kawan II berusaha untuk mengembangkan penanganan anak jalanan melalui pendekatan Community Based. Dalam prakteknya RSSK II lebih banyak menerapkan pendekatan Street Based dan Center Based padahal pendekatan Community Based tidak kalah pentingnya dibanding pendekatan yang lain karena masing-masing pendekatan mempunyai kelemahan dan kelebihan. Pendekatan Community Based yaitu penanganan terhadap keluarga dan masyarakat asal anak jalanan. Intervensi ini dilakukan karena orang tua dan masyarakat adalah salah satu penyebab anak turun ke jalan dan komponen inilah yang berpengaruh membentuk kepribadian anak. Dari permasalahan yang ada di wilayah Kampung Pedongkelan, maka intervensi yang dipilih adalah program peningkatan pendapatan keluarga (Income Generating) melalui pengembangan ekonomi (Economic Development). Pengembangan ekonomi tersebut melalui pemberian modal usaha bergulir (Revolving Fund). Dengan pendapatan keluarga meningkat diharapkan akan dapat memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga akan berdampak pada pemenuhan kebutuhan anaknya juga meningkat. Dengan kebutuhan anaknya terpenuhi maka anaknya tidak turun ke jalan lagi. Berdasarkan hasil assesment, dirumuskan bahwa program yang tepat dijalankan adalah "Peningkatan Pendapatan Keluarga di Kampung Pedongkelan Melalui Pemberian Modal Usaha Bergulir". Program tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat mengembangkan perekonomian mereka dan menghindarkan mereka meminjam uang kepada seorang rentenir yang bunganya sangat tinggi. Pada siklus kedua dalam penelitian terapan ini, Program yang akan dilaksanakan adalah "Pengembangan kelompok dan pembentukan lembaga koperasi" sebagai kelanjutan program "Pemberian Modal Usaha Bergulir di Kampung Pedongkelan, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur DKI Jakarta". Pengembangan kelompok yang dimaksud adalah menambah kelompok sasaran baru dan penguatan kelompok yang ada dengan memberikan modal usaha bagi kelompok baru dan penambahan modal usaha bagi kelompok lama. Selajutnya penelitian ini menyimpulkan dan merekomendasikan mengenai program-program yang telah dijalankan. Rekomendasi didasarkan pada permasalahan yang ada kepada pihak yang terkait dengan pelaksanaan program yaitu kepada masyarakat setempat dan kepada pengurus Rumah Singgah Setia Kawan II.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7890
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Puspasari
Abstrak :
Tesis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada anak-anak balita, para orang tua dan pembina balita di Sasana Bina Balita Mitra Bulog Jakarta. Penelitian memfokuskan pada permasalahan bahwa anak balita yang dititipkan di TPA karena kedua orang tuanya bekerja akan mengalami pola pengasuhan di dua institusi yang berbeda, yaitu TPA dan keluarga. Karena itu, penting untuk diketahui bagaimana pola pengasuhan yang diberikan di dalam Taman Penitipan Anak, di dalam keluarga, persamaan dan perbedaannya serta pelayanan profesional yang diberikan kepada anak balita di dalam Taman Penitipan Anak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Data diperoleh melalui tehnik wawancara mendalam (in-depth interview), observasi dan studi dokumentasi. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling (penarikan sampling secara sengaja), dimana informan dipilih berdasarkan informasi yang dibutuhkan. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola pengasuhan yang diberikan di dalam TPA, di dalam keluarga, persamaan dan perbedaannya serta pelayanan profesional yang diberikan di dalam Taman Penitipan Anak. Informan dalam penelitian ini adalah para pembina balita dan beberapa orang tua dari: anak balita. Pembina balita, dengan pertimbangan karena selama anak dititipkan di TPA, pembina balita-lah yang bertuga mengasuh, merawat, mendidik dan menjaga anak-anak balita sampai orang tua menjemputnya. Orang tua dengan pertimbangan, bahwa orang tua sebagai agen sosialisasi yang utama memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengasuhan yang diberikan pada anak balita di dalam Taman Penitipan Anak dan keluarga, tidaklah selalu seragam. Di dalam TPA, pola pengasuhan yang diberikan adalah cenderung lebih autoritatif. Sedangkan di dalam keluarga, pola pengasuhan yang diberikan sangat bervariasi, ada yang otoriter, permisif, autoritatif dan gabungan. Oleh karena itu, dalam mengoptimalkan pola pengasuhan yang diberikan pada anak-anak balita dan menyelaraskan pola pengasuhan di dalam TPA dan di dalam keluarga, hendaknya perlu ditingkatkan pengetahuan para orang tua tentang pola pengasuhan anak balita, peningkatan pengetahuan dan keterampilan para pembina balita, peningkatan kerjasama antara orang tua dengan para pembina balita, dan tim ahli di TPA. Dengan pembenahan ini, diharapkan bahwa pola pengasuhan yang diberikan di dalam TPA akan selaras dengan yang diberikan di dalam keluarga sehingga tumbuh kembang anak balita akan menjadi optimal.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>