Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Udeng Daman P.
Abstrak :
ABSTRAK Penyakit diare di DI{I Jakarta khususnya wilayah Kodya Jakarta Barat masih merupakan masalah utama kesehatan, proporsi penderita diare dirawat di RS cenderung meningkat, lebih dari 50% penderita adalah balita, paling tidak mereka yang dirawat adalah penderita diare dengan dehidrasi. Perawatan penderita diare di Rumah Sakit akan meningkatkan beban biaya perawatan keluarga. Studi ini berrnaksud mengetahui hubungan antara penatalaksanaan kasus balita diare dirumah dengan kejadian diare dan dehidrasi berat dan mengetahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi hubungan tersebut. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kasus-kontrol dengan variabel terikat adalah keadaan balita (umur 7 hari - 60 bulan) yang dehidrasi berat, dan variabel babas adalah faktor penatalaksanaan kasus balita diare dirumah dan variabel kontrol adalah karakteristik keluarga dan keadaan balita diare. Kasus adalah Balita (umur 7 had-60 bulan) yang berobat ke Rumah Sakit dan di diagnosa diare dengan dehidrasi berat dan kontrol adalah balita diare yang berobat ke Puskesmas di wilayah Jakarta Barat yang sewilayah kecamatan dengan kasus dan di padankan menurut kelompok umur kasus dan di diagnosa sebagai diare tidak dehidrasi berat. Pengambilan data dengan kuesioner dengan resonden adalah ibu penderita. Total sampel terkumpul 189 balita (65 kasus dan124 kontrol). Hasil analisis stratifikasi menegunakan analisis regressi logistik multivariat mengontrol faktor lain yang di perkirakan berpengaruh menunjukan bahwa balita diare yang mendapat jenis cairan rehidrasi oral tidak lengkap (sederhana) kemungkinan mendapat dehidrasi berat adalah 4,33 kali (95% CI 0,78-23,97) dibandingkan balita diare yang mendapat jenis CRO lebih lengkap, balita diare yang diberi CRO dalam waktu terlambat mempunyai kemungkinan dehidrasi berat 7,89 kali (95% CI 2,01-31,00) dibandingkan dengan balita diare mendapat CRO lebih awal, balita diare yang diberi makan waktu diare dengan jumlah kurang mempunyai kemungkinan mendapat dehidrasi berat 5,24 (95% CI 1,55 - 17,67) dibandingkan dengan balita diare yang mendapat makanan dalam jumlah yang sama dengan waktu sehat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jenis CRO tidak lengkap/sederhana, peberian CRO yang terlambat, pemberian makanan dalam jumlah yang kurang akan meningkatkan risiko untuk terjadinya dehidrasi berat pada balita yang menderita diare.
ABSTRACT Diarrhea remains the most prominent health problem in Special Area of Jakarta (DKI Jakarta) especially in West Jakarta Municipality. The proportion of hospitalized cases tend to increase, more than 50 % of there were children under 5 year old, many of them were hospitalized due to dehydration. Cost for their medical care in caned the burden of their family. This study is intended to investigate the relation of the diarrhea cases. Under 5 year old managed at home with the severity of dehydration, and to study factors which influenced the existing relation. Design at this study is case - control with the characteristics of children under 5 year old (age range from 7 days to 60 months) with severe dehydration as the dependent variable. Case management at home was the independent variable, while the characteristics of the family and the condition of diarrhea were designated as control variable. Case were children under 5 year old (age range from 7 days to 60 months) who were diagnosed at their admission as diarrhea with severe dehydration, and controls were are children under 5 year old who visited the health center (Puskesmas) with diarrhea without dehydration in West Jakarta Municipality who live in the same sub-district (kecamatan) with the cases, and matched to the age. Data and information were gathered with a standard questioner and collected for 189 children under 5 year old, consisting of 65 cases and 124 controls. Analysis included control for another factors which may influenced. By employing stratified analysis and multivariate logistic regressions. For cases who get simple oral dehydration fluid, the risk to have severe dehydration was 4.3 times than there who get complete oral dehydration fluid therapy (CRT), with 95 % CI: 0.78 - 23.97. Cases who got ORT late in the process of disease had higher risk (7.9 times) than there who were given ORT immediately, (95% CI : ,2.01 - 31.00), Cases who were continuously but insufficiently fed during diarrhea tended to have the risk as high as 5.24 (95 % CI : 1.56 -17.67), than those who had sufficient food. The study concluded that diarrhea children under 5 years old who were given simple or incomplete ORT, or delayed or insufficiently fed tends to have higher risk to become severe dehydration.
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Prasetyo Soenggoro
Abstrak :
ABSTRAK
Hemiplegi akut pada bayi dan anak sudah lama dikenal dan sering pula disebut sebagai Acute Infantile hemiplegia - Hemiplegi infantil akut (HIA) (Ford & Schaffer,1927). Kelainan ini merupakan manifestasi gangguan pada susunan saraf pusat yang mengalami edem, iskemi, nekrosis dan akhirnya atrofi.

Penelitian dilakukan secara retrospektif oleh karena diduga kelainan ini tidak sering terjadi. Selanjutnya dilakukan studi prospektif untuk memeriksa gejala sisa kelumpuhan.
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Foulsham, 1993
R 618.92 COM
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Barita
Abstrak :
Masalah kesehatan anak di dunia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu masalah kesehatan anak yang terdapat di negara maju dan masalah yang sering terjadi di negara yang sedang berkembang. Pola penyakit yang sering terjadi di negara sedang berkembang umumnya berupa penyakit infeksi, infestasi parasit, dan penyaldt kurang gizi. Di negara berkembang, penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Penyakit infeksi dan status gizi seseorang mempunyai hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi, demikian juga tuberkulosis (TB). Tuberkulosis adalah salah satu penyakit infeksi kronik yang masih merupakan masalah kesehatan di dunia termasuk di Indonesia. Di Amerika Serikat, berkurangnya penderita penyakit TB sangat nyata pada tahun 1980, tetapi insidensnya kembali meningkat dan diikuti dengan meningkatnya resistensi terhadap obat-obat anti TB. Hampir di setiap negara mempunyai peraturan untuk mengendalikan penyakit tuberkulosis, tidak hanya melalui perundang-undangan atau pengembangan dalam terapi yang efektif, tetapi juga dalam memperbaiki kondisi tempat tinggal. Strategi pelayanan kesehatan masyarakat tergantung dari besarnya faktor-faktor penyebab epidemi seperti kemiskinan, tunawisma, penyalahgunaan obat, penurunan prasarana pelayanan kesehatan, dan epidemi human immunodeficiency virus (HIV), yang memberikan peran dalam peningkatan insidens penyakit TB. Menurut laporan WHO tahun 1991, Indonesia adalah salah satu dari 16 negara yang kemajuannya lambat dalam penanganan penyakit TB. Angka kesakitan penderita TB paru di Indonesia dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1996 cenderung menurun. Angka kesembuhan ini secara program belum mencapai target yang ditetapkan. Dengan strategi DOTS (directly observed treatment short-course), diharapkan dapat menghasilkan kepatuhan berobat, sehingga target angka kesembuhan dapat dicapai minimal 85%. Di Indonesia terdapat 4 masalah utama kurang gizi, yaitu kurang energi protein (KEP), defisiensi vitamin A, defisiensi zat besi, defisiensi yodium. Berbagai upaya untuk mengatasi masalah gizi telah dilakukan oleh pemerintah antara lain melalui Program Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), pemberian kapsul vitamin A untuk anak 1-4 tahun, distribusi kapsul yodium untuk penduduk pada daerah rawan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), pemberian tablet Fe untuk ibu hamil dart upaya lain yang berhubungan dengan peningkatan produksi pangan dan pendapatan masyarakat. Pada dasarnya upaya tersebut dilakukan secara terpadu antar sektor. Dari hasil pemantauan status gizi tahun 1994 dari tahun 1995, DKI Jakarta mengalami peningkatan prevalensi KEP Nyata dan Total, yang masing-masing 3,6% menjadi 5,3% dan 20,8% menjadi 25,8%. Keberhasilan dalam penanggulangan penyakit TB, diharapkan menjadi salah satu faktor yang berperan dalam mengatasi masalah malnutrisi di Indonesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T 21255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hockenberry, Marilyn J.
Abstrak :
System requirements: Windows 2000, XP, Vista; Intel Pentium III processor (or equivalent) /​ 750 MHz or greater (may be sluggish with processor speeds below 800 MHz) ; 256 MB or more of installed RAM ; 16X or faster CD-ROM drive ; At least an 800 x 600 pixels screen resolution ; Highest color quality (32-bit) System requirements: MAC OS 10.3 or higher; 666 MHz PowerPC or greater (may be sluggish with processor speeds below 750 MHz) ; 256 MB or more of installed RAM ; 16x or faster CD-ROM drive ; 800 x 600 monitor or larger ; Millions of Colors display recommended
St. Louis, MO: Mosby ; Elsevier, 2013
618.92 HOC w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
London: Churchill, 1971
618.92 GAI r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Geneva: World Health Organization, 1980
362.198 2 PRE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rr Irma Roosyana Lestyowati
Abstrak :
Latar Belakang: Instruksi penggunaan reagen PPD RT 23 2 TU yang dibuat oleh Statens Serum Institut Denmark yang menyatakan bahwa reagen PPD tidak boleh disimpan dan digunakan kembali setelah dibuka lebih dari 24 sampai 48 jam sulit untuk dipatuhi karena harga satu vial reagen yang mahal dan jumlah pasien yang tidak selalu ada untuk dilakukan tes tuberkulin. Tujuan: Untuk melihat apakah penggunaan reagen PPD RT 23 yang vialnya sudah dibuka lebih dari 24 jam mempengaruhi hasil tes tuberkulin dan aman digunakan. Metode: Studi potong lintang, non-inferiority study bulan Juni hingga bulan November 2017 pada 150 subjek. Dua tes tuberkulin dilakukan secara bersamaan pada tiap lengan pasien anak tersangka TB, satu tes tuberkulin menggunakan reagen yang vialnya dibuka <24 jam (kontrol) dan tes tuberkulin yang lainnya menggunakan reagen yang sudah dibuka 1 minggu (kelompok studi pertama) atau 1 bulan (kelompok studi kedua). Diameter indurasi masing-masing lengan diukur setelah 72 jam. Hasil: Jumlah subjek pada kelompok studi pertama sebanyak 64 anak, dengan rata-rata diameter indurasi 3,14 mm (SD 6,409) dan 3,41 mm (SD 6,732) untuk kontrol (p=0,364). Jumlah subjek pada kelompok studi kedua sebanyak 86 anak, dengan rata-rata diameter indurasi 3,33 mm (SD 5,491) pada perlakuan dan 3,41 mm (5,555) pada kontrol (p=0,559). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada jumlah subjek dengan hasil tes tuberkulin positif (diameter indurasi ≥10 mm) dan tidak ada perbedaan selisih diameter yang bermakna (p=0,000). Tidak didapatkan efek samping maupun tanda infeksi pada lokasi tempat penyuntikan. Simpulan: Reagen PPD RT 23 2 TU tidak berkurang efektivitasnya walaupun sudah dibuka 1 minggu dan 1 bulan dan aman untuk digunakan.
Background: Recommendations that purified protein derivative (PPD) RT-23 tuberculin should not be kept and used more than 24 to 48 hours after opening are rarely complied with because of the high price of a vial PPD tuberculin and there are not always patients to administer the test to. Objective: To examine whether keeping opened vials of PPD RT-23 tuberculin for longer than 24 hours could affect the results of the test and safe. Methods: A cross-sectional study, non-inferiority study was conducted during June to November 2017 at 150 subjects. Two tuberculin tests were simultaneously administered one in each forearm, to pediatric patient with suspect tuberculosis, one test using a recently opened vial of tuberculin (control) and the other using tuberculin that had been opened a week before (first phase of study tuberculin) or a month before (second phase of study tuberculin) then we measure diameter of the induration of each forearm after 72 hours. Results: Total subject 64 patients in the first group (tuberculin opened 1 week), the mean (SD) diameter of the induration was 3.14 (6.409) mm and 3.41 (6.732) mm for the control (P=.3). Total subject 86 patients in the second group (tuberculin opened 1 month), the mean diameter of the induration was 3.33 (5.491) mm and 3.41 (5.555) mm for the control (P=.5). There were no differences between the number of positive tests (diameter of induration ≥10 mm) found and there were no significant differences of the difference of diameter of induration between the study tuberculin and control (P=.0). No adverse reaction and none sign of infection on the site of injection.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58958
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
USA: The population council, 1984
613.043 2 CHI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>