Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Airen Meleagrina Regia
Abstrak :
Masyarakat etnis Tionghoa merupakan salah satu masyarakat etnis terbesar di Indonesia. Msyarakat etnis Tionghoa membangun sebuah pemukiman yang berada di Jakarta, yaitu kawasan Glodok. Kawasan Glodok selain dikenal sebagai pemukiman masyarakat etnis Tionghoa, kawasan ini juga dikenal sebagai pusat perdagangan terbesar di Jakarta. Dengan keberagaman kebudayaan di masyarakat etnis Tionghoa mempengaruhi kepada pembentukan pola persebaran pemukiman masyarakat etnis Tionghoa di kawasan Glodok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa persebaran pemukiman masyarakat etnis Tionghoa dan faktor-faktor yang mempengaruhi bentang budaya masyarakat etnis Tionghoa di kawasan Glodok, Jakarta. Metode yang digunakan adalah menganalisis temuan secara kualitatif dengan melakukan wawancara dengan macam tokoh masyarakat dan pejabat publik di kawasan Glodok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola persebaran permukiman etnis Tionghoa di kawasan Glodok memiliki ciri yaitu persebaran dengan bentuk rumah toko (Ruko) dan pesebaran masyarakat etnis Tionghoa di kawasan Glodok saat ini adalah menyebar dan mengikuti jalan dan pusat perdagangan. Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi bentang budaya di kawasan Glodok adalah mata pencaharian, kesenian, bahasa, religi dan adat.
......The Chinese ethnic community is one of the largest ethnic communities in Indonesia Indonesia. The Chinese ethnic community built a settlement in Jakarta, namely in Glodok. The purpose of This study is to analyze the distribution of settlements of the Chinese ethnic community and the factors that influence the cultural landscape of the ethnic Chinese community in Glodok, Jakarta. To analyze the findings qualitatively, the method is used by conducting interviews with various community leaders and public officials in the Glodok region. The results showed that the distribution pattern of ethnic Chinese settlements in Glodok that has a characteristic of a residence in the form of a shophouse the distribution of the Chinese ethnic community in the Glodok area is spreading and following the trade center. While the factors that influence the cultural landscape in the Glodok area are livelihood, arts, languages, religion and custom.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Marlina Ulfah Rukoyah
Abstrak :
Jurnal ini meneliti tentang upacara Pattidana yang dilakukan oleh masyarakat Cina yang beragama Buddha di Indonesia. Upacara Pattidana dalam agama Buddha dapat dilakukan kapan saja, namun di Indonesia upacara Pattidana dilakukan dua kali dalam setahun, yakni berdekatan dengan Cheng Beng dan Ullambana. Di Indonesia upacara Pattidana dilakukan mendekati Cheng Beng dan Ullambana karena berdasarkan hasil penelitian penulis hal tersebut dipengaruhi tradisi Cina, hal inilah yang menjadi fokus penulisan jurnal ini. Melalui studi pustaka, jurnal ini akan menjabarkan pengaruh tradisi Cina dan memaparkan makna sesajian pada upacara Pattidana yang telah mendapat pengaruh dari tradisi Cina.
......
This journal examines the Pattidana ceremony conducted by Chinese Buddhist communities in Indonesia. The Pattidana ceremony in Buddhism can be carried out any time. But in Indonesia, the Pattidana ceremony is held twice a year, around the time of Cheng Beng and Ullambana. In Indonesia, the Pattidana ceremony is done approaching Cheng Beng and Ullambana because based on the author rsquo;s research, the ceremony is influenced by Chinese tradition. This is the focus in writing this journal. Through literature study, this paper will describe the influence of Chinese culture on Pattidana and explain the meaning of its offerings that have gained Chinese cultural influences.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Michael Gabrielle Febriansyah
Abstrak :
Masyarakat Cina dipercaya telah melakukan migrasi sejak abad ke-1 Masehi ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Pulau Jawa. Kedatangan para imigran Cina ke Nusantara menyebabkan terbentuknya suatu kebudayaan baru dalam masyarakat, antara kelompok etnis Cina dengan penduduk lokal. Di Batavia, para imigran Cina yang kebanyakan menghuni perkampungan kawasan Tangerang, kemudian membentuk komunitas yang dikenal dengan nama “Cina Benteng”. Komunitas ini merupakan hasil akulturasi melalui perkawinan antara para imigran etnis Cina dengan penduduk lokal dari etnis Betawi. Salah satu yang menjadi penanda khas masyarakat Cina Benteng adalah Rumah Kawin, sebuah tempat pernikahan yang terus dilestarikan hingga saat ini. Dengan objek penelitian yaitu Rumah Kawin Melati, penelitian ini akan menggunakan metode studi lapangan dan wawancara terhadap beberapa responden keturunan etnis Cina di kawasan Tangerang untuk mengetahui tanggapan mereka terkait eksistensi dari Rumah Kawin.
......The Chinese community is believed to have migrated since the 1st century AD to all corners of the world, including Java. The arrival of Chinese immigrants to the Nusantara led to the formation of a new culture in society, between the Chinese ethnic group and the local population. In Batavia, Chinese immigrants who mostly lived in the Tangerang area then formed a community known as "Benteng Chinese". This community is the result of acculturation through marriage between ethnic Chinese immigrants and local residents of the Betawi ethnicity. One of the distinctive markers of the Benteng Chinese community is the Rumah Kawin, a wedding venue that has been preserved to this day. With the object of research, namely Rumah Kawin Melati, this research will use the method of field study and interviews with several respondents of Chinese ethnic descent in the Tangerang area to find out their responses regarding the existence of Rumah Kawin.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Putri Dewi Lestari
Abstrak :
ABSTRAK
Hubungan percintaan antara laki-laki Belanda dan perempuan pribumi telah lama menjadi tema cerita dalam karya sastra. Di masa kolonial sejumlah penulis Peranakan Cina telah melakukannya. Salah seorang di antaranya adalah Juvenile Kuo. Ia menulis Harta yang Terpendem yang berkisah tentang hubungan percintaan seorang perempuan pribumi dengan laki-laki Belanda. Novel ini terbit di Batavia pada 1928. Di dalamnya terkandung kisah yang menunjukkan bagaimana perempuan pribumi di masa lalu dapat menjalin hubungan asmara dengan laki-laki Belanda. Penelitian ini mengkaji hubungan perempuan pribumi dengan laki-laki berkebangsaan Belanda yang dilukiskan dalam novel Harta yang Terpendem. Kajian dilakukan dengan pendekatan kritis, terutama untuk menunjukkan bagaimana relasi kuasa dilukiskan di dalam novel tersebut. Dari kajian yang dilakukan penulis diperoleh kesimpulan bahwa perempuan pribumi yang menjalin hubungan cinta dengan laki-laki Eropa dilukiskan sebagai pribadi yang lemah dan tidak berdaya, berada dalam subordinasi laki-laki yang cenderung menindas. Ia cenderung menerima apa pun keputusan laki-laki asing yang menjadi pasangannya sekalipun keputusan itu merugikan dirinya. Sebaliknya, laki-laki asing Eropa digambarkan sebagai pribadi yang lebih superior dan berkuasa daripada perempuan pribumi.
ABSTRACT
The romantic relationship between Dutch men and indigenous women has long since become a theme in literature. In the era of colonialism, writers of Chinese descent had incorporated such theme in their literary works. One example is Juvenile Kuo, who wrote Harta yang Terpendem, which tells the love story between an indigenous woman and a dutch man. The novel was published in Batavia in 1928. The book shows how indigenous women in the past engaged themsleves in an affair with Dutch men. This study examines the romantic relationship between indigenous women and Dutch men as illustrated in Harta yang Terpendem. This study is conducted using a critical approach so as to reveal how power relations are portrayed in the novel. This study concludes that indigenous women engaged in romantic relationship with European men are depicted as weak and powerless individuals who submit to the subordination and oppression of women to men. The women do not deny any decision made by their men significant others. On the contrary, the European men are portrayed as superior and powerful individuals compare to the indigenous women.
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library