Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Guntur Tjora
"Setiap perusahaan akan berusaha mencapai tingkat produktivitas yang setinggi-tingginya dalam kelangsungan operasionalnya. Untuk menunjang tujuan dimaksud, maka peranan kesehatan pekerja menjadi hal yang amat strategis. Sehubungan dengan hal tersebut maka pemulihan kelelahan pekerja dipandang sangat penting untuk dapat dikelola secara baik.
Penelitian ini berupaya mengungkap kontribusi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap sindroma kelelahan kronik ( Chronic Fatigue Syndrome) dan mengkaji sejauh mana efek terapi relaksasi napas lambat dalam pemulihannya.
Metode penelitian ini adalah studi eksperimen pre dan post, yang dilaksanakan di Kantor pusat PT AT di Jakarta periode Juli - September 2003 dengan melibatkan 45 (empat puluh lima) pekerja pria yang di wawancara dan mengisi kuesioner, serta mereview rekam medis yang ada di Poliklinik perusahaan. Diagnosis sindrom kelelahan kronik didasarkan atas kriteria mayor dan minor ( versi Central Disease Control).
Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Intervensi berupa relaksasi napas lambat selama 4 ( empat ) minggu dengan frekuensi tiga kali 5 sampai 10 menit setiap hari, secara mandiri dan dimonitor dua kali seminggu oleh peneliti selama 20 menit. Sebelum dan sesudah relaksasi dilakukan penghitungan skor kelelahan (versi Fatigue Severity Scale )
Hasil ; Penelitian ini menemukan bahwa responden berusia rata-rata 34.38 ±7.88 tahun, masa kerja rata-rata 7.27 ± 3.82 tahun, IMT 20.3 ± 2.7 , pendidikan umumnya setingkat SLTA ( 51.1 %) serta 37.8 % responden mempunyai gaya hidup baik. Rerata skor kelelahan preintervensi 35.80 ± 2.78 dan post-intervensi 28.73 ± 2.70.
Analisis statistik menunjukkan bahwa terapi relaksasi napas lambat berpengaruh bermakna terhadap skor kelelahan ( paired l-lest analysis) p-value < 0.001 ( 0.000 ). Selanjutnya didapatkan bahwa semua faktor variabel independen ( umur, masa kerja, pendidikan, status gizi dan gaya hidup ) tak berpengaruh bermakna terhadap skor kelelahan kronik dengan p-value > 0.05.

Every company attempts to reach the highest productivity rate in its operation, and for such intended purpose, the role of workers' health becomes something very strategic. In relation to the above, recovery of workers ' fatigue is deemed important to be properly managed
This research is intended to reveal the contribution of a number of factors that influence fatigue (Chronic Fatigue Syndrome) and study of how far the effect of long breath relaxation therapy is in its recovery.
This research method is an experiment study ( before and after design) performed at the central Office of PT Antam Tbk in Jakarta for the period of July - September 2003 by involving 45 (forty-five) interviewed male workers and they filled in questionnaires before and after the relaxation. Fatigue Severity Scoring, review on the medical records existing in the company's Policlinic, diagnosis on chronic fatigue syndrome based on major and minor criteria (CDC version) and sampling were conducted on a simple random sampling basis. Intervention in the form of long breath relaxation for 4 (four) weeks with the frequency of 3 times 5 minutes every day was monitored 2 times a week
Result: This research revealed that the respondents have the average age of 34.38 ± 7.88 years, average employment term of 7.27 ± 3.82 years, BMI of 20.3 ± 2.7 and generally education of Senior High School (SLTA) level, where 37.8% of the respondents have good life style, with the average pre-intervention score of 35.80 ±2.78 and post-intervention score of 28.73 2'2. 70.
Statistic analysis shows that long breath relaxation therapy brings significant influence to the fatigue score (paired t-test analysis), namely p-value < 0.001 (0.000), .
Subsequently, it was found out that all independent variable factor (age, employment term, education, Body Mass Index and life style) no significant influence to the chronic fatigue syndrome with namely p-value > 0.05."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trise Kurniasari
"Latar Belakang: Performans dan kesehatan pekerja terpajan panas bergantung pada tiga aspek, yaitu heat strain, status hidrasi dan penyakit yang berhubungan dengan panas.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan prevalensi kelelahan kronik pada pekerja dengan pajanan tekanan panas ge;30°C dan pajanan panas
......Background.The performance and health of heat exposed workers depends on three aspects, namely heat strain, hydration status and heat related disease. The purpose of this study was to examine the differences in the prevalence of chronic fatigue in workers with exposure to heat pressure ge 30°C and heat exposure "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resa Boga Anasto
"Latar Belakang-CIS20R sebagai salah satu kuisioner untuk menilai kelelahan kronis, telah tervalidasi dan memiliki nilai reliabilitas yang baik di Belanda, Polandia dan Portugal. Untuk CIS20R versi bahasa Indonesia diharapkan memiliki validitas dan reliabilitas yang adekuat yang dinilai melalui penelitian ini.
Metode - Menilai vadilitas kuisioner CIS20R digunakan metode analisa faktor (factor analysts) dengan nilai Kaiser Meyer Olkin (KMO) dan Uji Bartlett yang kemudian ditambahkan pengujian mengenai variance dan jumlah dimensi (faktor atau matriks). Untuk reliabilitas dilakukan dengan pengukuran nilai alpha cronbach
Hasil - Hasil uji KMO didapatkan nilai koefesien korelasi (r) sebesar 0,803 sedangkan signifikansi yang didaptkan dari uji Bartlett lebih kecil dari 0,001 (p<0,001), semua variabel pertanyaan memiliki kemaknaan di atas 0,03. Hasil rotasi dari faktor (dimensi) menghasilkan 6 buah faktor (dimensi). Sedangkan untuk nilai alpha cronbach didapatkan sebesar 45%.
Simpulan - Dari nilai korelasi dan signifikansi yang dihasilkan melalui metode analisa faktor disimpulkan bahwa kuisioner CIS20R berbahasa Indonesia adalah valid (sedangkan reliabilitas dari kuisioner ini masih rendah (45%). Diperlukan penambahan variabel pertanyaan dari CIS20R berbahasa Indonesia agar dapat digunakan sebagai instrument untuk menilai kelelahan kronis
......Background–CIS20R is a questionnaire to measure chronic fatigue. This instrument was validated in Dutch, Poland and Portugal and the purpose of this study is to measure the validation and reliability of CIS20R in bahasa.
Method – to validity of CIS20R in Indonesia language version used a factor analyst method with Kaiser Meyer Olkin (KMO) test, Bartlett test, scope of variances and rotation factors (or dimension) measurement. To evaluate the reliability of this questionnaire used an alpha cronbach test.
Result – coefficient correlation (r) in KMO test was 0,803 and significance (p) in Bartlett test was less than 0,001 (p < 0,001). Factor analisys suggested to build this questionnaire in 6 (six) factors (dimensions) with their own variables. Alpha cronbach test was 45%.
Conclusion – Based on factor analyst method, CIS20R in Indonesia version is a valid measurement of chronic fatigue. In the other hand, based on alpha cronbach score, CIS20R in Indonesia version is not a reliable measurement of chronic fatigue. Need a further revision of CIS20R in Indonesia version to get this questionnaire valid and reliable as chronic fatigue measurement."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meivita
"Latar belakang dan tujuan: Tekanan panas merupakan masalah penting dalam industri manufaktur. Paparan tems menerus akan menyebabkan kelelahan. Kelelahan kerja berkepanjangan yang berlangslmg minimal enam bulan tanpa pemulihan yang optimal, akan menyebabkan kelelahan kronis, da.n selanjutnya akan mengakibatkan penurunan kernampuan kelja dan produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tekanan panas dan kelelahan kronis Serta faktor-faktor lain yang berhubungan pada peke1ja bagian produksi di perusahaan pemintalan benang PT "X" Karawang.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan metode acak sederhana secara manual. Data dikumpulkan melaiui kucsioncr rncngcnai lcaraktcristik pekcija dan masa kclja, kucsioncr kclclahan (SSRT dari IFRC), pengukuran tinggi dan berat badan, dan penilaian Indeks Suhu Bala dan Basah untuk mengukur tekanan panas, serla pengukuran intensitas bising dengan sommd level meter oleh dinas kesehatan.
Hasil: Prevalensi kelelahan kronis pada pekelja di bagian produksi adalah 68,8%. Prevalensi kelelahan kronis di bagian dengan tekanan panas Iebih dari 30°C sebesar 84,0%, dan tekanan panas kurang atau sama dengan 30°C sebesar 4O,9%. Tekanan panas Iebih dari 30°C, masa kerja lcbih dari lima tahun, usia lcbih dari 30 tahun dan IMT tidak normal merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan tcljadinya kclelahan kronis. Tckanan panas Iebih dari 30°C mcningkatkan resiko kelelahan kronis 40,28 kali lipat (Adj OR 40,28, 95% CI: 7,42;2l8,5, p = 0,000). Masa kerja Iebih dari 5 tahun meningkatkan risiko kelelahan kronis 7,6 kali lipat (Adj OR 7,64, 95% CI: l,59;36,68, p >= 0,011). Usia Iebih dari 30 tahun meningkatkan risiko kelelahan kronis 6,7 kali lipat (Adj OR 6,69, 95% CI:1,37;32,54, p = 0,0l9). IMT tidak normal meningkatkan risiko kelelahan kronis 4,5 kali lipat (Adj OR 4,45, CI: l,3l;I5,l8, p = 0,01 7).
Kesimpulan: Prevalensi kelclahan kronis pada pekezjaan di bagian produksi adalah 68,8% dan Iebih banyak terjadi pada pekerja terpajan panas Iebih dari 30°C Tekanan panas Iebih dari 30°C, masa kerja lebih dari lima tahun, usia Iebih dari 30 tahun dan [MT tidak normal didapat berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis.
......Background and Aim: Heat stress is an important problem in manufacturing industry. Continues exposure can cause fatigue. Long lasting fatigue for minimally six months without optimal recovery will produce chronic fatigue. Which at the end will decrease working capability and productivity. This study aim to assess the relation between heat stress and others related factors with chronic fatigue in production workers at yarn manufacture "X" Karawang.
Methods: A cross sectional study was used. Sample was selected by manual simple random method. Data were collected through questionnaire that covered workers characteristics and working variables , fatigue questionnaire (SSRT trom IFRC), measurement of body height and weight, and Wet Bulb Globe Temperature Index for measuring heat stress, and noise level mesurement with Sound Level Meter by Local Health Office.
Result: The prevalence of chronic fatigue in production worker was 68.8%. The prevalence of chronic fatigue in area with heat stress >30°C was 84.0%, while in areas with heat stress S30 C it was 40.9%. Heat stress >3o°c, working period >5 years, age >30 years old and abnormal BMI were risk factors to chronic fatigue. Heat stress >30°C increases chronic fatigue risk by 40,28 times (Adj OR 40,28, 95% CI: 7,42;218,5, p = 0,000). Working period >5 years increases risk by 7,6 time (Adj OR 7,64, 95% CI: l,59;36,68, p = 0,011). Age >30 years old increases risk by 6,7 times (Adj OR 6,69, 95% CI: l,37;32,54, p = 0,019). Abnormal BM] increases risk by 4,5 times (Adj OR 4,4S, CI: 1,31;l5,l8, p = 0,017).
Conclusion: The overall chronic fatigue prevalence was 68.8%. Heat stress >30°C, Working period >5 years, age >30 years old and abnormal BMI were related with chronic fatigue."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29203
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Stoff, Jesse A.
New York: Harper Perennial, 1992
616.925 STO c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jackson, Alastair
New South Wales: Allen & Unwin , 2000
616.047 8 JAC u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Ronny Hartono
"Pendahuluan: Pekerja angkat angkut di pelabuhan masih sangat dibutuhkan. alat bantu angkat angkut barang, seperti forklift, troli sudah tersedia, namun masih dibutuhkan mengangkat barang secara manual, dari kapal ke darat. Pekerjaan angkat angkut dapat menimbulkan kelelahan kronis, baik akibat kerja fisik maupun akibat monotoni kerja. Kelelahan dapat menurunkan produktifitas serta membahayakan lingkungan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kelelahan kronis dengan jenis pekerjaan angkat angkut pada pekerja bongkar muat kapal laut
Metode Penelitian: Desain penelitian adalah cross sectional dengan analisis komparatif kelelahan kronis pada pekerja bongkar muat tanpa alat bantu dan menggunakan alat bantu. Sampel dipilih secara consecutive sampling didapat 31 pekerja angkat angkut tanpa alat bantu dan 31 pekerja dengan alat bantu. Penelitian ini mengunakan kuesioner OFER versi Indonesia untuk mengetahui apakah pekerja mengalami kelelahan kronis atau tidak dan intershift recovery pekerja baik atau buruk. Variabel yang diteliti adalah: jenis pekerjaan angkat angkut, usia, status gizi/IMT, masa kerja, lama kerja, dan pemulihan antar shift/intershift recovery. Analisis statistik menggunakan SPSS versi 20.0.
Hasil Penelitian: Proporsi kelelahan kronis yang dialami oleh pekerja angkat angkut bongkar muat kapal laut tanpa alat bantu sebesar 90,3%, sedangkan pada pekerja angkat angkut dengan alat bantu sebesar 22,6% . Intershift Recovery yang tidak baik berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis, dengan OR 65,43. Sedangkan variabel usia, status gizi, masa kerja dan lama kerja tidak ditemukan hubungan yang bermakna.
Kesimpulan: Kelelahan kronis banyak dialami oleh pekerja angkat angkut bongkar muat kapal laut tanpa alat bantu dengan proporsi sebesar 90,3%. Intershift recovery yang tidak baik paling berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis. Usia, status gizi, masa kerja dan lama kerja tidak berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis. Diperlukan waktu istirahat yang cukup antar shift untuk mengurangi kelelahan kronik.
......Introduction: Lifting workers in ports are still needed. Even though some lifting equipment is already available, such as forklift and trolley, manual lifting is still needed, especially from ship to land. Lifting and hauling, manually or with tools, can cause chronic fatigue, due to the heavy physical work and work monotony. Fatigue can reduce productivity and endanger the work environment. This study aims to determine the relationship between chronic fatigue and the type of lifting work in loading and unloading workers.
Methods: This research used a cross-sectional design with comparative analysis between loading/unloading workers with and without assistive equipment. The sample was selected by consecutive sampling, resulting in 31 workers who lifted without tools and 31 workers with tools. This research used the Indonesian version of the OFER questionnaire to determine whether workers experience chronic fatigue or not and whether the intershift recovery of workers is good or bad. The variables researched were types of work, age, nutritional status/BMI, years and hours of work and intershift recovery. Statistical analysis using SPSS version 20.0.
Results: The proportion of chronic fatigue experienced by workers loading and unloading ships without assistive equipment is equal to 90,3%, while the workers loading and unloading with tools is 22,6% . Poor intershift recovery is associated with chronic fatigue, with an OR of 65.43. No significant association was found between variables of age, BMI, hours of work, period of work and chronic fatigue.
Conclusion: Chronic fatigue is experienced by 90.3% of loading and unloading workers who did not use equipment Poor inter-shift recovery is most associated with chronic fatigue. Age, nutritional status, years, and hours of work are not associated with chronic fatigue. Sufficient rest time between shifts is needed to reduce chronic fatigue."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Surya Septiawan
"Latar Belakang. Kelelahan kerja merupakan keluhan yang sering dijumpai pada pekerja. Kondisi fisik dan mental pekerja yang mengalami kelelahan berdampak negatif kepada pekerja itu sendiri dan hasil pekerjannya. Kombinasi multivitamin dengan kandungan vitamin B efektif mengatasi kelelahan fisik dan memperbaiki mood serta kemampuan kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplemen multivitamin B1, B6, dan B12 terhadap kelelahan kerja. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan sampel sebesar 60 masing-masing 30 sampel untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Seluruh subjek diukur kelelahannya secara subjektif dengan kuisioner checklist individual strenght sebelum dan sesudah pemberian suplementasi tablet kombinasi vitamin B1, B6, dan B12 selama 7 hari. Data yang diperoleh dianilisis dengan uji statistik untuk melihat perbedaan nilai tengah kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil. Rata-rata skor checklist individual strenght kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah pemberian suplemen multivitamin B1, B6, dan B12 selama 7 hari adalah 64,10 dan 77,30. Terdapat perbedaan rata-rata skor kuisioner checklist individual strenght p=0,001 . Kesimpulan dan saran. Terdapat pengaruh suplementasi multivitaim B1, B6, dan B12 terhadap kelelahan kerja.
Introduction. Work fatigue is the common complaints found among workers. The physical and mental condition of worker suffered from fatigue would negatively impact the worker and his performance. The combination of multivitamin containing vitamin B was known to be effective in treating physical fatigue and improving mood and cognitive ability. This study aimed to investigate the effect of multivitamin B1, B6, and B12 supplementation to work fatigue. Method. This was a quasi experimental study on 60 samples of each 30 samples on intervention and control groups. Fatigue was measured by checklist individual strength questionnaire at pre and post supplementation of multivitamin B1, B6, and B12 for 7 days, and then independent T test was used to compare the mean difference of intervention and control groups. Results. After 7 days of supplementation, the mean score of the checklist individual strength at intervention and control groups were significantly difference p 0,001 at 64.10 4.78 and 77.30 4.61, respectively. Conclusion and recommendation. The supplementation of multivitamin B1, B6, dan B12 was found to have effect on work fatigue. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chichester: John Wiley and Sons, 1991
616.74 POS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yunifianti
"Tenaga kesehatan berperan penting dalam penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Alat pelindung diri (APD) diperlukan saat mereka bekerja. Waktu kerja maksimal penggunaan APD adalah enam jam, dan harus digunakan sesuai dengan risiko di lokasi kerja. Sayangnya, dalam praktiknya, APD sering digunakan lebih dari enam jam. Selain itu, bahan gaun terbuat dari bahan yang tidak dapat menyerap keringat. Para tenaga kesehatan juga mengenakan masker berlapis-lapis. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan kelelahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur prevalensi kelelahan kronis dan faktor APD yang dapat mempengaruhi kelelahan kronis. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan oleh Program Studi Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kami menggunakan skala penilaian kelelahan untuk memperkirakan prevalensi kelelahan kronis. Kami menemukan bahwa prevalensi kelelahan kronis di antara petugas kesehatan sangat tinggi (82,8%). Namun, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara tingkat APD, bahan gaun, jenis masker dan kelelahan kronis (p>0,05). Namun demikian, terdapat hubungan yang signifikan antara masker ganda (masker tidak/ya) dengan kelelahan kronis (p <0,05). Penelitian lebih lanjut untuk memasukkan pengukuran yang lebih objektif dalam penggunaan APD harus dilakukan di masa depan.
......Healthcare workers play a crucial role in the management of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). When working, personal protective equipment (PPE) is required. The maximum working time while wearing PPE is six hours, and it should be worn in accordance with the risk at the work site. Unfortunately, in practice, PPE is frequently worn for longer than six hours. In addition, the gown is made from nonabsorbent materials. Layered masks are also worn by the healthcare workers. These factors may result in fatigue. This study aims to determine the prevalence of chronic fatigue and PPE factors that may contribute to it. This study was conducted using a cross-sectional design with secondary data gathered by the Master of Occupational Medicine Program, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia. We used the Fatigue Assessment Scale (FAS) to measure chronic fatigue. We found a very high prevalence of chronic fatigue among healthcare workers (82.8 percent). However, there was no significant correlation between the level of PPE, gown material, mask type and chronic fatigue (p > 0.05). Nevertheless, there was a significant relationship between double mask (no/yes mask) and chronic fatigue (p < 0.05). Future research should incorporate more objective measurement for the use of PPE."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>