Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Dwi Hartanti
"Latar Belakang : Peningkatan prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) yang terus menerus mengakibatkan peningkatan beban penyakit kronik secara global sebanyak 1,5 % ditahun 2020. Manajemen diri pada pasien PGK sangat diperlukan untuk mencegah prevalensi dan perburukan PGK. Perbedaan persepsi, cara pandang, keyakinan dan budaya pasien dapat mengakibatkan perbedaan kemampuan dan kepatuhan pasien dalam melakukan perawatan diri sesuai dengan manajemen PGK. Manajemen diri pasien PGK yang sesuai dengan budaya pasien diperlukan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan serta kepatuhan pasien PGK dalam melakukan perawatan diri terhadap penyakitnya. Tujuan : Melakukan pengembangan model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap perawatan diri dan fungsi ginjal pasien PGK stadium 1-3. Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain research and development melalui tiga tahapan penelitian. Penelitian tahap pertama dengan kualitatif melibatkan 15 pasien PGK stadium 1-3, 10 orang keluarga pasien PGK stadium 1-3 dan 3 orang tokoh masyarakat. Penelitian tahap kedua pengembangan model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa dengan pendekatan diendangi sedulur dan nrimo ing pandum yang melibatkan tiga pakar. Tahap ketiga penelitian dengan kuantitatif melibatkan 119 pasien PGK stadium 1-3 yang terbagi menjadi 60 pasien pada kelompok intervensi dan 59 pasien pada kelompok kontrol. Hasil : Teridentifikasi lima tema yang menjadi dasar pengembangan model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa yang dilengkapi dengan satu buku meodel dan empat modul sebagai perangkat model. Hasil analisis model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa berpengaruh meningkatkan perawatan diri dan perbaikan fungsi ginjal pasien PGK secara signifikan (p value ≤ 0,05). Simpulan : model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa efektif meningkatkan perawatan diri dan fungsi ginjal pada pasien PGK stadium 1-3. Saran : Model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa dapat diadopsi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PGK stadium 1-3 melalui peningkatan perawatan diri dan fungsi ginjal pasien PGK stadium 1-3.

Background: The continuous increase in the prevalence of chronic kidney disease (CKD) has led to a global rise in the burden of chronic diseases by 1.5% in 2020. Self-management of CKD patients is essential to prevent the prevalence and worsening of CKD. Differences in perceptions, perspectives, beliefs, and cultures among patients can result in varying abilities and adherence to self-care under CKD management. A self-management model that aligns with the patient's culture is needed to improve understanding, belief, capability, and adherence to self-care among CKD patients. Objectives: To develop the SEDULUR self-management model based on Javanese culture and to evaluate its effect on self-care and kidney function in CKD patients stages 1-3. Methodology: This study used a research and development design through three research phases. The first phase involved qualitative research with 15 CKD patients in stages 1-3, 10 family members of CKD patients in stages 1-3, and 3 community leaders. The second phase involved the development of the SEDULUR self-management model based on Javanese culture using the "diendangi sedulur" and "nrimo ing pandum" approaches with three experts. The third phase involved quantitative research with 119 CKD patients in stages 1-3, divided into 60 patients in the intervention group and 59 in the control group. Results: Five themes were identified as the basis for the development of the SEDULUR self-management model based on Javanese culture, which is equipped with one model book and four modules as model tools. The results of the analysis of the SEDULUR self-management model based on Javanese culture have a significant effect on improving self-care and improving kidney function in PGK patients (p value ≤ 0.05). Conclusion: The SEDULUR self-management model based on Javanese culture effectively enhances self-care and kidney function in CKD patients stages 1-3. Recommendation: The SEDULUR self-management model based on Javanese culture can be adopted to improve the quality of life of CKD patients in stages 1-3 by enhancing self-care and kidney function."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Dwi Hartanti
"Latar Belakang : Peningkatan prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) yang terus menerus mengakibatkan peningkatan beban penyakit kronik secara global sebanyak 1,5 % ditahun 2020. Manajemen diri pada pasien PGK sangat diperlukan untuk mencegah prevalensi dan perburukan PGK. Perbedaan persepsi, cara pandang, keyakinan dan budaya pasien dapat mengakibatkan perbedaan kemampuan dan kepatuhan pasien dalam melakukan perawatan diri sesuai dengan manajemen PGK. Manajemen diri pasien PGK yang sesuai dengan budaya pasien diperlukan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan serta kepatuhan pasien PGK dalam melakukan perawatan diri terhadap penyakitnya. Tujuan : Melakukan pengembangan model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap perawatan diri dan fungsi ginjal pasien PGK stadium 1-3. Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain research and development melalui tiga tahapan penelitian. Penelitian tahap pertama dengan kualitatif melibatkan 15 pasien PGK stadium 1-3, 10 orang keluarga pasien PGK stadium 1-3 dan 3 orang tokoh masyarakat. Penelitian tahap kedua pengembangan model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa dengan pendekatan diendangi sedulur dan nrimo ing pandum yang melibatkan tiga pakar. Tahap ketiga penelitian dengan kuantitatif melibatkan 119 pasien PGK stadium 1-3 yang terbagi menjadi 60 pasien pada kelompok intervensi dan 59 pasien pada kelompok kontrol. Hasil : Teridentifikasi lima tema yang menjadi dasar pengembangan model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa yang dilengkapi dengan satu buku meodel dan empat modul sebagai perangkat model. Hasil analisis model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa berpengaruh meningkatkan perawatan diri dan perbaikan fungsi ginjal pasien PGK secara signifikan (p value ≤ 0,05). Simpulan : model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa efektif meningkatkan perawatan diri dan fungsi ginjal pada pasien PGK stadium 1-3. Saran : Model manajemen diri SEDULUR berbasis budaya Jawa dapat diadopsi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PGK stadium 1-3 melalui peningkatan perawatan diri dan fungsi ginjal pasien PGK stadium 1-3.

Background: The continuous increase in the prevalence of chronic kidney disease (CKD) has led to a global rise in the burden of chronic diseases by 1.5% in 2020. Self-management of CKD patients is essential to prevent the prevalence and worsening of CKD. Differences in perceptions, perspectives, beliefs, and cultures among patients can result in varying abilities and adherence to self-care under CKD management. A self-management model that aligns with the patient's culture is needed to improve understanding, belief, capability, and adherence to self-care among CKD patients. Objectives: To develop the SEDULUR self-management model based on Javanese culture and to evaluate its effect on self-care and kidney function in CKD patients stages 1-3. Methodology: This study used a research and development design through three research phases. The first phase involved qualitative research with 15 CKD patients in stages 1-3, 10 family members of CKD patients in stages 1-3, and 3 community leaders. The second phase involved the development of the SEDULUR self-management model based on Javanese culture using the "diendangi sedulur" and "nrimo ing pandum" approaches with three experts. The third phase involved quantitative research with 119 CKD patients in stages 1-3, divided into 60 patients in the intervention group and 59 in the control group. Results: Five themes were identified as the basis for the development of the SEDULUR self-management model based on Javanese culture, which is equipped with one model book and four modules as model tools. The results of the analysis of the SEDULUR self-management model based on Javanese culture have a significant effect on improving self-care and improving kidney function in PGK patients (p value ≤ 0.05). Conclusion: The SEDULUR self-management model based on Javanese culture effectively enhances self-care and kidney function in CKD patients stages 1-3. Recommendation: The SEDULUR self-management model based on Javanese culture can be adopted to improve the quality of life of CKD patients in stages 1-3 by enhancing self-care and kidney function."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tities Anggraeni Indra
"Latar Belakang : Disbiosis mikrobiota usus yang terjadi pada pasien PGK-HD ditandai dengan peningkatan bakteri proteolitik dan penurunan bakteri sakarolitik. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar toksin uremikum seperti indoxyl sulfate (IS) yang merupakan hasil metabolisme asam amino tryptophan dan penurunan Short Chain Fatty Acid (SCFA). Selain itu disbiosis usus juga menyebabkan konstipasi yang sering dialami pasien PGK HD. Konstipasi yang berkepanjangan akan menurunkan kualitas hidup pasien. IS tidak bisa diekskresikan melalui proses hemodialisis karena 90% terikat dengan albumin. Akumulasi IS pada pasien PGK-HD menjadi salah satu faktor risiko non-tradisional yang meningkatkan risiko kardiovaskular pada pasien PGK-HD. Salah satu cara memperbaiki disbiosis mikrobiota usus pada pasien PGK-HD melalui pemberian sinbiotik.
Tujuan : Mengetahui peranan pemberian sinbiotik terhadap kadar IS, konstipasi dan kualitas hidup akibat konstipasi pada pasien hemodialisis kronik
Metode : Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda dengan plasebo yang dilakukan di unit hemodialisis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Agustus -Desember 2020. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi lalu dirandom kedalam dua kelompok yaitu kelompok sinbiotik yang mendapatkan kapsul yang berisi Bifidobacterium longum, Lactobacillus acidophilus (5x109 CFU) dan Fructooligosaccharides (FOS) 60 mg sedangkan kelompok plasebo mendapatkan kapsul yang berisikan saccharum lactis. Kedua kelompok mendapatkan 2 kapsul/hari selama masa observasi 60 hari. Konstipasi dinilai menggunakan kuesioner PAC-SYM dan kualitas hidup akibat konstipasi menggunakan kuesioner PAC-QOL. Kadar toksin indoxyl sulfate, PAC-SYM dan PAC-QOL dinilai di awal dan akhir penelitian. Analisis gizi menggunakan food recall-24 hours juga dinilai diawal dan akhir penelitian.
Hasil : Dari 100 pasien, 60 pasien memenuhi kriteria inklusi dan diacak ke kelompok sinbiotik (n=30) dan plasebo (n=30). Tidak ada perbedaan bermakna pada karakteristik awal kedua kelompok. Pada kelompok sinbiotik didapatkan medium kadar IS sebelum dan sesudah adalah 26,98 (22,78-34,77) mg/L dan 27,94 (23,25-34,05) mg/L sedangkan pada kelompok plasebo adalah 20,95 (17,25-27,07) mg/L dan 22,88 (18,20-29,38) mg/L. Hasil analisis menggunakan uji analisis bivariat Mann Whitney menunjukan tidak ada perbedaan bermakna selisih penurunan kadar IS pada kedua kelompok pasca pemberian sinbiotik bila dibandingkan dengan plasebo (p=0,438). Studi ini juga mendapatkan adanya perbaikan pada gejala konstipasi (p=0,006) dan kualitas hidup akibat konstipasi (p=0,001) pada kelompok sinbiotik bila dibandingkan dengan kelompok plasebo.
Simpulan Suplementasi sinbiotik dapat, memperbaiki gejala konstipasi dan kualitas hidup akibat konstipasi pada pasien hemodialisis kronik meskipun belum dapat membuktikan manfaatnya dalam menurunkan kadar toksin indoxyl sulfate

Background Gut dysbiosis that occurs in hemodialysis patients is characterized by an increase in proteolytic bacteria and a decrease in saccharolytic bacteria. This condition causes an increase in uremic toxin levels such as indoxyl sulfate which is the result of tryptophan amino acid metabolism and decrease in Short Chain Fatty Acid (SCFA). In addition, gut dysbiosis can also aggravate the symptoms of constipation that are often experienced by hemodialysis patients. Prolonged constipation will reduce the patient’s quality of life. Indoxyl sulfate cannot be excreted through the hemodialysis because 90% is bound to albumin. The accumulation of indoxyl sulfate in hemodialysis patient is one of the non-traditional risk factors that increase the risk of cardiovascular events in CKD. One way to improve gut dysbiosis in hemodialysis patients is through the administration of synbiotics
Objective Knowing the role of synbiotics administration on indoxyl sulfate level, constipation and quality of life due to constipation in chronic hemodialysis patients.
Methods This was a randomized double blind placebo controlled trial conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital from August 2020 to December 2020. Subjects with inclusion criteria and gave informed consent were randomized into two groups: synbiotics group which given Bifidobacterium longum, Lactobacillus acidophilus (5x109 CFU) and fructooligosaccharide (FOS) 60 mg meanwhile placebo group received capsule containing saccharum lactis. Both group received two capsules/day during 8 weeks observation. Constipation symptoms was assessed using the PAC-SYM questionnaire and quality of life due to constipation using the PAC-QOL questionnaire. Indoxyl sulfate, PAC-SYM and PAC-QOL were assessed at the start and end of the study. Food intake data during study were taken twice at the beginning and end of the study using 24-hours food recall.
Results From 100 patients, 60 fulfilled inclusion criteria and randomized into synbiotics (n=30) and placebo groups (n=30). At baseline characteristics, there were no significant difference between synbiotics and placebo group. In the synbiotics groups, the median level of indoxyl sulfate before and after were 26,98 (22,78-34,77) mg/L and 27,94 (23,25-34,05) mg/L while in the placebo group were 20,95(17,25-27,07) mg/L and 22,88 (18,20-29,38) mg/L.The result of the analysis using Mann Whitney test showed that there was no significant difference in the level of indoxyl sulfate in the two groups after giving synbiotics (p=0,438). This study also found improvement in constipation symptoms (p=0,006) and quality of life due to constipation (p=0,01) in the synbiotics groups when compared to placebo groups.
Conclusion Synbiotics supplementation can not reduce level of indoxyl sulfate but can improve symptoms of constipation and quality of life due to constipation in chronic hemodialysis patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tities Anggraeni Indra
"Latar Belakang : Disbiosis mikrobiota usus yang terjadi pada pasien PGK-HD ditandai dengan peningkatan bakteri proteolitik dan penurunan bakteri sakarolitik. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar toksin uremikum seperti indoxyl sulfate (IS) yang merupakan hasil metabolisme asam amino tryptophan dan penurunan Short Chain Fatty Acid (SCFA). Selain itu disbiosis usus juga menyebabkan konstipasi yang sering dialami pasien PGK HD. Konstipasi yang berkepanjangan akan menurunkan kualitas hidup pasien. IS tidak bisa diekskresikan melalui proses hemodialisis karena 90% terikat dengan albumin. Akumulasi IS pada pasien PGK-HD menjadi salah satu faktor risiko non-tradisional yang meningkatkan risiko kardiovaskular pada pasien PGK-HD. Salah satu cara memperbaiki disbiosis mikrobiota usus pada pasien PGK-HD melalui pemberian sinbiotik.
Tujuan : Mengetahui peranan pemberian sinbiotik terhadap kadar IS, konstipasi dan kualitas hidup akibat konstipasi pada pasien hemodialisis kronik
Metode : Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda dengan plasebo yang dilakukan di unit hemodialisis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Agustus -Desember 2020. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi lalu dirandom kedalam dua kelompok yaitu kelompok sinbiotik yang mendapatkan kapsul yang berisi Bifidobacterium longum, Lactobacillus acidophilus (5x109 CFU) dan Fructooligosaccharides (FOS) 60 mg sedangkan kelompok plasebo mendapatkan kapsul yang berisikan saccharum lactis. Kedua kelompok mendapatkan 2 kapsul/hari selama masa observasi 60 hari. Konstipasi dinilai menggunakan kuesioner PAC-SYM dan kualitas hidup akibat konstipasi menggunakan kuesioner PAC-QOL. Kadar toksin indoxyl sulfate, PAC-SYM dan PAC-QOL dinilai di awal dan akhir penelitian. Analisis gizi menggunakan food recall-24 hours juga dinilai diawal dan akhir penelitian.
Hasil : Dari 100 pasien, 60 pasien memenuhi kriteria inklusi dan diacak ke kelompok sinbiotik (n=30) dan plasebo (n=30). Tidak ada perbedaan bermakna pada karakteristik awal kedua kelompok. Pada kelompok sinbiotik didapatkan medium kadar IS sebelum dan sesudah adalah 26,98 (22,78-34,77) mg/L dan 27,94 (23,25-34,05) mg/L sedangkan pada kelompok plasebo adalah 20,95 (17,25-27,07) mg/L dan 22,88 (18,20-29,38) mg/L. Hasil analisis menggunakan uji analisis bivariat Mann Whitney menunjukan tidak ada perbedaan bermakna selisih penurunan kadar IS pada kedua kelompok pasca pemberian sinbiotik bila dibandingkan dengan plasebo (p=0,438). Studi ini juga mendapatkan adanya perbaikan pada gejala konstipasi (p=0,006) dan kualitas hidup akibat konstipasi (p=0,001) pada kelompok sinbiotik bila dibandingkan dengan kelompok plasebo.
Simpulan Suplementasi sinbiotik dapat, memperbaiki gejala konstipasi dan kualitas hidup akibat konstipasi pada pasien hemodialisis kronik meskipun belum dapat membuktikan manfaatnya dalam menurunkan kadar toksin indoxyl sulfate

Background Gut dysbiosis that occurs in hemodialysis patients is characterized by an increase in proteolytic bacteria and a decrease in saccharolytic bacteria. This condition causes an increase in uremic toxin levels such as indoxyl sulfate which is the result of tryptophan amino acid metabolism and decrease in Short Chain Fatty Acid (SCFA). In addition, gut dysbiosis can also aggravate the symptoms of constipation that are often experienced by hemodialysis patients. Prolonged constipation will reduce the patient’s quality of life. Indoxyl sulfate cannot be excreted through the hemodialysis because 90% is bound to albumin. The accumulation of indoxyl sulfate in hemodialysis patient is one of the non-traditional risk factors that increase the risk of cardiovascular events in CKD. One way to improve gut dysbiosis in hemodialysis patients is through the administration of synbiotics
Objective Knowing the role of synbiotics administration on indoxyl sulfate level, constipation and quality of life due to constipation in chronic hemodialysis patients.
Methods This was a randomized double blind placebo controlled trial conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital from August 2020 to December 2020. Subjects with inclusion criteria and gave informed consent were randomized into two groups: synbiotics group which given Bifidobacterium longum, Lactobacillus acidophilus (5x109 CFU) and fructooligosaccharide (FOS) 60 mg meanwhile placebo group received capsule containing saccharum lactis. Both group received two capsules/day during 8 weeks observation. Constipation symptoms was assessed using the PAC-SYM questionnaire and quality of life due to constipation using the PAC-QOL questionnaire. Indoxyl sulfate, PAC-SYM and PAC-QOL were assessed at the start and end of the study. Food intake data during study were taken twice at the beginning and end of the study using 24-hours food recall.
Results From 100 patients, 60 fulfilled inclusion criteria and randomized into synbiotics (n=30) and placebo groups (n=30). At baseline characteristics, there were no significant difference between synbiotics and placebo group. In the synbiotics groups, the median level of indoxyl sulfate before and after were 26,98 (22,78-34,77) mg/L and 27,94 (23,25-34,05) mg/L while in the placebo group were 20,95(17,25-27,07) mg/L and 22,88 (18,20-29,38) mg/L.The result of the analysis using Mann Whitney test showed that there was no significant difference in the level of indoxyl sulfate in the two groups after giving synbiotics (p=0,438). This study also found improvement in constipation symptoms (p=0,006) and quality of life due to constipation (p=0,01) in the synbiotics groups when compared to placebo groups.
Conclusion Synbiotics supplementation can not reduce level of indoxyl sulfate but can improve symptoms of constipation and quality of life due to constipation in chronic hemodialysis patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library