Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gina Marisa
"Fenomena mengenai kasus bunuh diri yang dilakukan anak-anak di Kabupaten Gunungkidul sudah bergaung sejak tahun 2005. Faktor kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah nampaknya salah satu penyebab. Berdasarkan kasus bunuh diri tersebut, maka yang menjadi pertanyaan penulis adalah apakah penyebab terjadinya kasus bunuh diri anak-anak di Gunungkidul dan sejauh mana konsep cognitive map yang berkembang pada diri anak dapat menjelaskan fenomena tersebut. Dari hasil penelusuran data melalui internet dapat disimpulkan bahwa terdapat asosiasi antara kasus-kasus bunuh diri yang sudah terjadi sebelumnya yang dilakukan oleh orang dewasa dengan kasus bunuh diri yang dilakukan anak-anak. Hal ini sekaligus mengklarifikasi adanya keterkaitan antara kasus bunuh diri sebelumnya dengan cognitive map yang berkembang pada anak-anak bahwa, jika ada masalah solusinya adalah melakukan bunuh diri.

Phenomenon of suicidal case done by children in Gunungkidul Regency has been heard since 2005. Poverty and low level of education seem to be the cause. Based on those suicidal cases, I questioned the reason why those children committed suicide in Gunungkidul Regency and how far is the cognitive map concept developed inside those children could explain the phenomenon. Through internet data research, it is concluded that there are connections between previous suicide cases done by adults and suicide cases done by children. This also clarifies the connection between previous suicide cases with cognitive map that developed inside those children, that if a problem occurred, suicide is the solution.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dermawan Indranto
"ABSTRAK
Skripsi ini berisi tentang kajian mengenai apakah arsitektur masih berperan dalam proses wayfinding oleh pengemudi transportasi online dan sejauh apa peran arsitektur dalam proses wayfinding oleh pengemudi transportasi online. Pendekatan studi kasus dilakukan dengan cara mengalami langsung dan mengamati proses wayfinding yang dilakukan oleh pengemudi transportasi online. Dan juga menganalisis perbandingan penggunaan cognitive maps dan GPS navigasi dalam memecahkan masalah wayfinding task oleh pengemudi transportasi online. Dari analisis studi kasus didapatkan bahwa dalam pengoperasiannya, pengemudi transportasi online lebih sering mendapatkan wayfinding task pada familiar environment. Dan dalam familiar environment, cognitive maps lebih banyak digunakan dibandingkan dengan GPS navigasi sebagai solusi pemecah masalah dalam proses wayfinding. Pernyataan ini membuktikan, bahwa arsitektur masih berperan dalam proses wayfinding yang dilakukan oleh pengemudi transportasi online. Sebab arsitektur yang berupa elemen kota seperti paths, edges, districts, nodes, dan landmarks dapat membentuk citra lingkungan yang akan dipakai sebagai komponen penyusun cognitive maps pada mental manusia.

ABSTRACT
This study investigates about the study of whether the architecture still plays a role in the wayfinding process by the driver of online transportion and how far the role of architecture in wayfinding process by the driver of online transportation. The writer rsquo s approach on the case study is carried out by experiencing directly and observing the wayfinding process, done by online transportion rsquo s drivers. And also analyzed the comparison of the use of cognitive maps and GPS navigation in solving the wayfinding task problem by online transportation rsquo s drivers. From the case study analysis, it is found that in the operation, the driver of online transportion more often get wayfinding task in the familiar environment. And in the familiar environment, cognitive maps are more widely used than GPS navigation as a troubleshooter in the wayfinding process. This statement proves that architecture still plays a role in the wayfinding process by online transportation rsquo s drivers. Because the architecture of urban elements such as paths, edges, districts, nodes, and landmarks can form the environmental image that will be used as components of the cognitive maps of human mental."
2017
S67933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Rania Boer
"Tulisan ini menginvestigasi efek kognitif dari penggunaan peta orientasi skematik untuk meningkatkan wayfinding eksploratif di ruang yang tidak dikenal. Diperlukan alat navigasi yang tidak hanya memandu pengguna tetapi juga mendorong perkembangan peta kognitif yang penting untuk keterampilan navigasi jangka panjang. Penulis berpendapat bahwa peta orientasi skematik lebih unggul daripada alat navigasi modern berbasis turn-by-turn dalam membentuk peta kognitif dan meningkatkan orientasi spasial. Peta ini tidak hanya meningkatkan efisiensi navigasi tetapi juga memperkaya pengalaman eksplorasi dengan mendorong keterlibatan aktif dengan lingkungan. Studi ini didasarkan pada konsep teoritis seperti peta skematis, penjelajahan eksploratif, dan strategi orientasi. Peta skematis menyederhanakan lingkungan, membantu dalam pembentukan peta kognitif dan orientasi spasial (Freksa, 1999; Schwering et al., 2019). Penjelajahan eksploratif melibatkan navigasi yang didorong oleh rasa ingin tahu, yang didukung oleh peta skematis yang menyoroti fitur-fitur kunci (Allen, 1999). Peta kognitif, representasi mental dari lingkungan spasial, membimbing navigasi dan dipengaruhi oleh landmark visual, semantik, dan struktural yang berbeda (Downs & Stea, 1977; Raubal & Winter, 2002; Tolman, 1948). Studi ini menggunakan analisis tematik dan identifikasi pola untuk memahami perilaku navigasi dan pembentukan peta kognitif. Temuan utama menunjukkan bahwa peta skematik secara signifikan meningkatkan navigasi dengan menyederhanakan informasi spasial yang kompleks dan menekankan landmark utama, mendukung pembentukan peta kognitif, dan meningkatkan orientasi spasial. Peta ini juga mendorong keterlibatan yang lebih mendalam dengan lingkungan dengan menghilangkan beberapa detail, mendorong pengguna untuk lebih aktif mengeksplorasi.

This thesis investigates the cognitive effects of using schematized orientation maps to enhance exploratory wayfinding in unfamiliar spaces. The urgency lies in the need for navigation aids that not only guide users but also foster the development of cognitive maps, which are crucial for long-term navigation skills. The thesis posits that schematized orientation maps are superior to modern turn-by-turn navigation aids in fostering cognitive map formation and enhancing spatial orientation. It argues that these maps not only improve navigational efficiency but also enrich the exploratory experience by encouraging active engagement with the environment. The study is grounded in theoretical concepts such as schematic maps, exploratory wayfinding, and orientation strategies. Schematic maps simplify environments, aiding in cognitive mapping and spatial orientation (Freksa, 1999; Schwering et al., 2019). Exploratory wayfinding involves curiosity-driven navigation, supported by schematic maps that highlight key features (Allen, 1999). Cognitive maps, mental representations of spatial environments, guide navigation and are influenced by distinct visual, semantic, and structural landmarks (Downs & Stea, 1977; Raubal & Winter, 2002; Tolman, 1948). The study employs thematic analysis and pattern identification to understand navigational behaviors and cognitive map formation. Key findings indicate that schematized maps significantly enhance navigation by simplifying complex spatial information and emphasizing key landmarks, supporting cognitive map formation, and improving spatial orientation. These maps also foster deeper engagement with the environment by omitting certain details, prompting users to explore more actively. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dong, Tiansi
"This book collects interdisciplinary evidences and presents an answer from the perspective of computing, namely, the theory of cognitive prism. To recognize an environment, an intelligent system only needs to classify objects, structures them based on the connection relation (not through measuring), subjectively orders the objects, and compares with the target environment, whose knowledge is similarly structured. The intelligent system works, therefore, like a prism: when a beam of light (a scene) reaches (is perceived) to an optical prism (by an intelligent system), some light (objects) is reflected (are neglected), those passed through (the recognized objects) are distorted (are ordered differently). So comes the term 'cognitive prism'.
"
Berlin: [Springer, ], 2012
e20398754
eBooks  Universitas Indonesia Library