Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York: George Braziller, 1962
325.3 COL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fasseur, Cornelis
Leiden : Universitaire Pers Fasseur, 1975
325.392 FAS k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Loomba, Ania
Yogyakarta: Narasi, 2020
325.3 LOO k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nitya Pradivta
Abstrak :
Sastra Maroko sudah mulai berkembang sejak tahun 1950-an ketika Maroko masih berada di bawah penjajahan Prancis. Tema-tema besar yang biasa muncul dalam kesusastraan Maroko adalah tema mengenai isu kolonialisme dan rasisme. Salah satu penulis Maroko yang karyanya banyak berbicara mengenai rasisme adalah Tahar Ben Jelloun. Artikel ini akan menganalisis salah satu karya Ben Jelloun yang berjudul Le Racisme expliqué à ma fille. Esai ini berbentuk diskusi antara ayah dan anaknya yang berumur 10 tahun mengenai rasisme serta apa yang membuat orang dapat menjadi rasis. Dalam esai ada beberapa kata yang dicetak tebal dan kata-kata ini sebagian besar merupakan fenomena atau peristiwa sosial yang berkaitan dengan sejarah kelam peradaban dunia akibat rasisme. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teori fokalisator milik Genette untuk melihat pandangan ayah dan anak mengenai rasisme dan teori oposisi antar penanda milik Greimas untuk memaknai kata-kata yang dicetak tebal. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsep rasisme dalam esai ini disampaikan melalui fokalisasi ayah meskipun bentuk esai adalah tanya jawab ayah dan anak. Pemilihan bentuk dialog dengan tokoh ayah dan anak dapat dilihat sebagai sebuah strategi naratif untuk menyampaikan makna implisit yaitu bahwa untuk memerangi rasisme diperlukan pendidikan keluarga sejak dini. Pendidikan anti rasisme dalam keluarga merupakan refleksi Tahar Ben jelloun mengenai solusi atas rasisme di dunia. ......Moroccan literature has been growing since the 1950s when Morocco was still under French occupation. The big themes that commonly appear in Moroccan literature are the issues of colonialism and racism. One Moroccan writer whose work speaks a lot about racism is Tahar Ben Jelloun. This article will analyze one of Ben Jelloun's works entitled Le Racisme expliquée à ma fille. The essay is a discussion between a father and his 10-year-old daughter about racism and what makes people became a racist. In the essay there are some words that are in bold and these words are mostly phenomena or social events related to the dark history of world civilization due to racism. This study used qualitative method by using Genette's focalisation theory to look at father and daughter's views on racism and opposition theory by Greimas markers to interpret bold words. The results of the analysis show that the concept of racism in this essay is conveyed through the father’s focalisation even though the form of the essay is a question and answer between the father and the daughter. The selection of forms of dialogue with father and daughter figures can be seen as a narrative strategy to convey the implicit meaning that to combat racism, it is necessary to educate a child about this concept. Anti-racism education in the family is Tahar Ben Jelloun's reflection on solutions to racism in the world.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ridzka Hilmia Karimah
Abstrak :
Indonesia sejak diproklamirkan kemerdekaannya hingga saat ini telah mempertahankan posisinya yang terus mendukung kemerdekaan Palestina dan mengutuk kolonialisme yang dilakukan Israel. Hal ini sesuai dengan Pembukaan UUD RI 1945, yang menegaskan prinsip Indonesia untuk terus memerangi segala bentuk imperialisme dan kolonialisme. Namun seiring dengan memasukinya Era Reformasi, dukungan yang diberikan terlihat tidak terlalu signifikan, terutama pada masa transisi. Dukungan baru mulai terlihat secara signifikan pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam artikel ini penulis meneliti berbagai bentuk dukungan yang diberikan Pemerintahan Presiden SBY dan berharap dapat melihat signifikansinya terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina. Tipe penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan ditulis menggunakan metode sejarah. Pengumpulan sumber data berupa surat kabar, buku, serta jurnal yang diperoleh dari koleksi pribadi, koleksi Perpustakaan UI, Perpustakaan Nasional, Litbang Kompas, langganan surat kabar dan juga yang diperoleh secara daring. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa signifikansi dari dukungan dan bantuan yang diberikan memang mengalami peningkatan pada masa Presiden SBY. Namun signifikansi tersebut belum cukup memberikan dampak yang besar terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina. ......Indonesia, since its independence was declared until now, has maintained its position of continuing to support Palestinian independence and condemning colonialism carried out by Israel. This is in accordance with the Preamble to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, which emphasizes Indonesia's principle of continuing to fight all forms of imperialism and colonialism. However, as we entered the Reformation Era, the support provided did not appear to be very significant, especially during the transition period. Support only started to appear significantly during the time of President Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). In this article the author examines the various forms of support provided by President SBY's government and hopes to see their significance in the struggle for Palestinian independence. This type of research is qualitative research and is written using historical methods. Collecting data sources in the form of newspapers, books and journals obtained from personal collections, UI Library collections, National Library, Kompas Research and Development, newspaper subscriptions and also those obtained online. The results of this research show that the significance of the support and assistance provided has indeed progressed during the time of President SBY. However, this significance is not enough to have a big impact on the struggle for Palestinian independence.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anjar Dwi Astuti
Abstrak :
African literature has strong relation with colonialism, not only because they had ever been colonized but also because of civil war. Civil Peace (1971), a short story written by Chinua Achebe, tells about how Nigerian survive and have to struggle to live after Nigerian Civil War. It is about the effects of the war on the people, and the "civil peace" that followed. The Nigerian Civil War, also known as the Nigerian-Biafran War, 6 July 1976-15 January 1970, was a political conflict caused by attempted annexation of the southeastern provinces of economic, ethnic, cultural and religious tensions among the various peoples of Nigeria. Knowing the relation between the story and the Nigerian Civil War, it is assured that there is a history depicted in Civil Peace. In this article, the writer portrays the history and the phenomenon of colonization in Nigeria by using new historical and postcolonial criticism approaches.
Samarinda: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman, 2017
400 CLLS 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hans Hagerdal
Abstrak :

ABSTRACT
The article is focused on early colonial interaction with the Aru Islands, geographically located in southern Maluku, at the easternmost end of the Indian Ocean world. The study examines how relationships were constructed in the course of the seventeenth century, how they were institutionalized and how this engendered forms of hybridity. Moreover, it discusses forms of resistance and avoidance in relation to the Dutch East India Company (VOC). Aru constitutes an interesting case as it is was one of the easternmost places in the world in which Islam and Christianity gained a (limited) foothold in the early-modern period, and it also marked the outer limit of Dutch authority. Aru differed from most geographical areas approached by the VOC because of its lack of any large-scale political structures and its relatively non-hierarchical society. The article discusses the forging of Dutch-Arunese political ties after the Banda massacre in 1621, as well as the role of Asian competitors of the VOC such as the Makassarese and Ceramese, the increasing adaptation to world religions in an Arunese setting, conditions in the European-indigenous contact zones and, finally, the conflicts arising from the imbalances between western and eastern Aru, in which the VOC repeatedly intervened to suppress the villages of the Backshore (east coast).
Depok: University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2019
909 UI-WACANA 20:3 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shaskia Ramadhani Adityaningsih
Abstrak :
Kolonialisme pemukim yang dilakukan oleh pemukim dan pemerintah Israel berujung kepada kekerasan dan penghapusan etnis terhadap penduduk asli Palestina di masa kini. Salah satu faktor yang menyebabkan pesatnya ekspansi lahan oleh Israel adalah karena perencanaan kota yang matang di masa lalu, yaitu ketika pemukim zionis pertama kali menginjakkan kaki ke tanah Palestina. Pada kasus Tepi Barat, dengan memanfaatkan kondisi geografis yang didominasi oleh puncak perbukitan, strategi surveillance dan penguasaan hilltops menjadi titik kekuatan bagi pemukim zionis untuk mempertahankan dan memperluas teritorinya. Skripsi ini membahas tentang penelusuran terhadap peran perencanaan kota dan arsitektur pada keberadaan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat, Palestina yang dibangun sejak tahun 1967. Dengan melakukan studi kasus pada delapan permukiman ilegal di Tepi Barat, skripsi ini akan membongkar aspek hilltops dan surveillance pada arsitektur dan perencanaan kota Israel yang bertumbuh dengan cara ditunggangi oleh paham zionisme di tanah penduduk Palestina. ......The settler colonialism by Israeli settlers and the government has led to violence and ethnic cleansing against the indigenous Palestinian population in the present day. One of the factors contributing to the rapid land expansion by Israel is the well-planned urban planning in the past, when Zionist settlers first came to the land of Palestine. In the case of the West Bank, by leveraging the geographical conditions dominated by hilltops, the strategy of surveillance and control of hilltops has become a point of strength for Zionist settlers to maintain and expand their territory. This thesis explores the role of urban planning and architecture in the existence of illegal Israeli settlements in the West Bank, Palestine, which have been built since 1967. By conducting case studies on eight illegal settlements in the West Bank, this thesis will uncover the aspects of hilltops and surveillance in Israeli architecture and urban planning that have grown under the influence of Zionism in Palestinian land.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Kanumoyoso
Abstrak :
Pendirian Batavia sebagai markas besar Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Asia pada 30 Mei 1619 turut memengaruhi wilayah di sekitarnya. Ketika Batavia berkembang menjadi salah satu pusat perdagangan terbesar, kota ini membutuhkan wilayah pedalaman (Ommelanden) untuk memenuhi keperluan warganya dengan beragam jenis tanaman pangan, bahan bangunan, dan sumber daya manusia. Setelah mengalami dua serangan oleh Kesultanan Mataram pada 1628 dan 1629, serta beberapa kali pertempuran dengan Kesultanan Banten pada 1640-an, VOC menyadari betapa pentingnya menegakkan kekuasaannya di Ommelanden demi memelihara keamanan dan memastikan Batavia tidak terisolasi dari wilayah pedalamannya yang vital. Perjanjian dengan penguasa lokal lantas dibuat untuk memperluas pengaruh VOC. Selain itu, beberapa lembaga dibentuk guna mengelola masyarakat dan perekonomian di Ommelanden. Ommelanden: Perkembangan Masyarakat dan Ekonomi di Luar Tembok Kota Batavia, 1684–1740 memotret berbagai faktor yang merangsang perkembangan sosial-ekonomi di sekitar wilayah Batavia. Buku ini menjelaskan wilayah Ommelanden dari segi karakteristik geografis, perkembangan administrasi lokal, pola-pola kepemilikan lahan, perbudakan dan buruh, serta perkembangan industri gula sebagai usaha pertanian terpenting
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2023
959.802 BON o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dudy Syafruddin
Abstrak :
Globalisasi yang berkembang Pascaperang Dunia II telah meningkatkan mobilitas manusia dan informasi secara masif serta menyebabkan pertukaran budaya yang semakin luas dan intens. Masifnya pergerakan dan pertukaran tersebut mengubah paradigma dalam memandang ruang, waktu, dan budaya. Semua itu tidak lagi dianggap sebagai entitas yang homogen dan statis melainkan cair dan heterogen. Transkulturalitas menjadi salah satu fenomena yang muncul sebagai pembacaan ulang atas postkolonialisme yang telah berkembang sejak dua dekade akhir abad ke-20. Transkulturalitas melihat pertemuan budaya lebih dicirikan oleh porositas, pertukaran, keterjeratan, dan hibriditas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi wacana kolonial dalam novel Sturm über Südwest-Afrika, karya Ferdinand May (1962) yang terbit di Jerman Timur dan Morenga karya Uwe Timm (1978) yang terbit di Jerman Barat Pascaperang Dunia II melalui pendekatan transcultural. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis representasi dan rekonstruksi memori kolonial Jerman Pascaperang Dunia II dalam kedua novel tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan transkultural yang mencoba mendekonstruksi konsep-konsep pertemuan budaya dan memori budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ruang koloni terjadi relasi yang saling terjerat dan meresap sehingga memungkinkan adanya kesalingtergantungan di antara pendatang Jerman dan penduduk pribumi di Afrika Barat Daya. Kompleks pemukiman dan lahan pertanian menunjukkan adanya kesaling tergantungan tersebut. Sementara pertemuan spiritualitas kristen dan animisme menunjukkan adanya pori yang memungkinkan menyerapnya pengaruh ke dalam ajaran Kristen. Demikian pula dengan kapal dan pelabuhan yang menunjukkan keterjeratan antara metropolitan dan pinggiran melalui komoditas kolonial. Pertemuan budaya di ruang koloni tersebut telah berusaha dijembatani oleh para perantara budaya. Namun demikian, transkulturalitas secara makro tidak terbentuk karena transkulturalitas secara mikro masih belum dimiliki oleh kebanyakan pendatang Jerman. Sementara itu, konstruksi memori kolonial dalam kedua novel menunjukkan adanya pergerakan dan kesalingpengaruhan dalam memaknai memori kolonial. Kedua novel dibangun oleh kesamaan ideologi antikapitalisme dan antifasisme. Namun demikian terdapat perbedaan dalam mengungkapkan keduanya. Di Jerman Timur konstruksi memori kolonial terbentuk karena batasan yang dibuat oleh negara, Sementara di Jerman Barat memori kolonial lebih tampak sebagai memori yang dipengaruhi secara terbuka oleh berbagai pihak. ......Globalization developing after World War II has increased human mobility and massive information. In addition, it also contributes to cultural encounter which becomes wider and more intensive. This massive movement and exchange change paradigm in viewing space, time, and culture. All of those are no longer viewed as homogeny and static, but fluid and heterogenic. Transculturality has become one of the phenomena appearing as re-reading of post-colonialism which has developed since the last two decades at the end of the 20th century. Transculturality perceives that cultural encounter is marked as porosity, exchange, entanglement, and hybridity. This research aimed to analyze colonial discourse construction in the novel Sturm über Südwest-Afrika by Ferdinand May (1962) published in East German and Morenga by Uwe Timm (1978) published in West German after World War II through a transcultural approach. Moreover, this research also analyzed the representation and reconstruction of German colonial memory after World War II in those both novels. Furthermore, this research employed a transcultural approach attempting to deconstruct concepts of cultural encounters and cultural memory. The research result proved that in colonial space, entanglement might have happened, and then it was absorbed. As a result, it allowed interdependence among the German immigrants and native people of Southwest Africa. As a matter of fact, settlement complex and farming land identified the interdependence. On the other hand, Christian spirituality and animism showed a space allowing the influence to be absorbed in Christian values. Likewise, ships and harbors also indicated entanglement between metropolitan and suburban through colonial commodities. That cultural encounter in colonial space had been bridged by cultural agents. Nevertheless, macro transculturality was not established since micro transculturality was not owned by most German immigrants. Colonial memory construction in both novels identified movement and interdependence in interpreting the colonial memory. Both novels were created by similar ideologies; anti-capitalism and anti-fascism. Nonetheless, there are differences in expressing those terms. In East Germany, colonial memory construction was shaped due to restrictions made by the state. On the other hand, in West Germany it was viewed as a memory influenced openly by various parties.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>