Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naoko, Kumagai
Tokyo: LTCB, 2016
940.540 5 NAO c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Nabila Hayanto
"ABSTRAK
Comfort women merupakan para wanita yang dipaksa untuk menjadi budak seks untuk tentara Jepang pada masa Perang Dunia II. Mayoritas dari comfort women adalah wanita Korea, sehingga perlakuan kejam Jepang terhadap comfort women meninggalkan luka mendalam pada masyarakat Korea. Jepang terus menerus melakukan historical revisionism dalam bentuk penyangkalan dan pengubahan sejarah untuk keterlibatannya dalam perekrutan comfort women. Hal ini menimbulkan kemarahan pada masyarakat Korea Selatan dan membuat hubungan Jepang dengan Korea Selatan menjadi tegang. Penelitian ini akan membahas tentang historical revisionism pada isu comfort women di Jepang serta menganalisis pengaruh historical revisionism dalam hubungan Jepang dan Korea Selatan.

ABSTRACT
Comfort women are women that are forced to sexual slavery for the Japanese soldiers during World War II. The majority of these women were Korean women. Japan has been doing historical revisionism in the form of denying and changing the facts of history to cover up its involvement in the forced recruitment of comfort women. This movement evokes the anger of the South Koreans and put a strain on Japan-South Korean relations. This research aims to explain historical revisionism in Japan as well as its impact on Japan and South Korea relations."
2016
S65843
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roro Lintang Suryani
"ABSTRAK
Kebutuhan pasien di akhir kehidupan untuk mendapatkan kenyamanan seringkali tidak dapat terpenuhi. Kenyamanan anak di akhir kehidupan dipengaruhi oleh pemahaman perawat akan makna kenyamanan yang sebenarnya dimaksud oleh anak. Penelitian ini bertujuan untuk menggali pemahaman akan esensi dan makna kenyamanan anak di akhir kehidupan bagi perawat agar anak dapat meninggal dalam damai. Metode penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif melalui wawancara semi berstruktur pada enam partisipan yang memiliki pengalaman memberikan perawatan paliatif pada anak di akhir kehidupan. Penelitian ini mengidentifikasi enam tema, yaitu mengupayakan agar anak tidak menderita, mewujudkan apa yang diinginkan anak, melihat anak merasa nyaman jika keluarga ikhlas dengan kondisi anaknya, menghadapi konflik internal dan eksternal, mengalami perasaan berkecamuk mengetahui kondisi anak, dan membutuhkan dukungan dari berbagai sumber. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti tentang model pengelolaan kondisi emosional perawat paliatif pediatrik yang seringkali terpapar dengan kondisi anak yang sekarat.

ABSTRACT
The patients need at the end of their life to get comfort are rarely fulfilled. The comfort of children at the end of their life is affected by the understanding of nurses towards the meaning of comfort meant by the children. This research aims to investigate the understanding on the essence and meaning of children rsquo s comfort at the end of their life for nurses in order that they can get dignified death. The research methodology was qualitative with descriptive phenomenology approach using semi structured interview with six participants experiencing in giving palliative care on children at the end of life. This research indentified six themes to prevent the children from suffering the disease, to realize what the children want, to observe wheter the children feel comfortable if their family is sincerely with that condition, to face the internal and external conflict, to experience dilemmatic situation knowing the children rsquo s condition, and to require the support from all. The research was expected to study about the model of emotional management on pediatrics palliative nurses that were mostly exposed with the condition of dying children. "
2017
T47556
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cha In-pyo
Kyonggi-do P'aju-si : Sallim , 2009
KOR 895.730 9 CHA c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzia Astuti
"Penelitian ini membahas tentang sisi lain kehidupan Ilbongun Wianbu Korea dilihat dari sudut pandang budaya pada masa kolonialisme Jepang. Secara epistemologi, wianbu memiliki makna sebagai pendamping, atau sebagai pekerja perempuan sukarela yang mengikuti para tentara Jepang selama berperang. Namun setelah The Rape of Nanking yang terjadi pada tahun 1937, interpretasi istilah wianbu selalu identik dengan budak seks tentara Jepang. Sementara itu, Laporan Komisi Hak Asasi Manusia Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa Ilbongun Wianbu bukan budak seks, melainkan pekerja yang mendapat bayaran dan fasilitas berupa makanan, pakaian, dan kesehatan di wianso (barak resmi). Penelitian ini menekankan pada dialektika pemakaian istilah Ilbongun Wianbu dan comfort women yang dianalisis berdasarkan fakta kehidupan yang dialami oleh Ilbongun Wianbu asal Korea dengan menggunakan korpus transkrip wawancara Laporan Kesaksian Ilbongun Wianbu oleh Kementerian Kesetaraan Gender Korea tahun 2002. Penelitian ini memakai metode kualitatif eksplorasi yang dipadukan dengan pendekatan diakronis. Hasil penelitian ini menunjukan ada perbedaan makna antara wianbu dan comfort women yang dibuktikan oleh sisi lain kehidupan seorang Ilbongun Wianbu di wianso yang tidak murni hanya menjadi pelayan seks bagi tentara Jepang.

This paper discusses the other side of Ilbongun Wianbu Koreans life from a cultural point of view during the Japanese colonial era. Epistemologically, wianbu means a companion, or a voluntary female worker who follows Japanese soldiers during war. But after The Rape of Nanking which occurred in 1937, the meaning of wianbu was identical to Japanese army sex slaves. Meanwhile, United Nations Commission of Human Rights reported that Ilbongun Wianbu is not sex slaves, but workers who get paid and given food, clothing, and health at wianso (comfort station). This paper focus on the dialectics use of the terms Ilbongun Wianbu and comfort women which analyzed based on the facts of life experienced by Ilbongun Wianbu from Korea using the corpus transcript of the interview of Ilbongun Wianbu Testimony Report by the Korean Ministry of Gender Equality. This paper uses the qualitative exploration method combined with diachronic approaches. The results of this study indicate that there are differences in meaning between wianbu and comfort women as evidenced by the other side of the life of an Ilbongun Wianbu in wianso who is not only becomes sex servants for Japanese soldiers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Weni Mayendri
"Tesis ini membahas suara perempuan dalam dua novel bertemakan jugun ianfu yang berjudul Jugun Ianfu Jangan Panggil Aku Miyako (2015) dan Momoye Mereka Memanggilku (2007). Analisis kedua novel menggunakan konsep gender (Millet 1970), teori objektifikasi perempuan (Nussbaum 1995, Langton 2009, Fredrickson dan Roberts 1997), serta konsep agensi (Davidson 2017). Teks bertemakan jugun ianfu merupakan wadah untuk mengungkap objektifikasi perempuan yang dilakukan oleh Jepang di negara jajahan. Melalui tokoh-tokoh perempuan yang dihadirkan, teks juga mengungkapkan bahwa objektifikasi perempuan dan perbudakan seksual tidak hanya dilakukan oleh para penjajah, akan tetapi juga masyarakat. Selain pemerkosaan, para budak juga harus menghadapi pandangan rendah masyarakat, rasa berdosa, trauma, serta cacat fisik yang berkepanjangan. Selain, membahas perbudakan kedua teks juga membahas perjuangan para budak seksual menghadapi dan melawan semua bentuk objektifikasi; penolakan, pertarungan fisik, keikutsertaan dalam perang gerilyawan, serta perjuangan untuk bertahan hidup setelah kemeredekaan. Akan tetapi, teks-teks ini juga bisa ditunggangi ide-ide patriarki dalam bentuk pemakluman dan romantisasi perbudakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kedua teks menghadirkan suara perempuan yang bertolakbelakang dalam mengungkap permasalahan jugun ianfu, meskipun keduanya seharusnya menjadi wadah untuk menyuarakan perjuangan para mantan budak seksual.

This thesis discusses women’s voices in two novels with the theme of jugun ianfu, entitled Jugun Ianfu Jangan Panggil Aku Miyako (2015) and Momoye Mereka Memanggilku (2007). The analysis of the two novels uses the concept of gender (Millet 1970), the theory of woman objectification (Nussbaum 1995, Langton 2009, Fredrickson and Roberts 1997), and the concept of agency (Davidson 2017). The text with the theme of jugun ianfu is a forum to reveal the objectification of women carried out by Japan in colonial countries. Through the female characters presented, the text also reveals that the objectification of women and sexual slavery was not only done by the colonizers, but also by the community. In addition to rape, slaves also had to face society's low views, guilt, trauma, and prolonged physical disabilities. Apart from discussing slavery, the two texts also discuss the struggles of sexual slaves against all forms of objectification; rejection, physical struggle, participation in guerrilla warfare, and the struggle for survival after independence. However, these texts can also be ridden with patriarchal ideas in the form of proclamation and romanticize of slavery. The results of the study show that both texts present contradictory female voices in revealing the problems of jugun ianfu, even though both are supposed to be a forum for voicing the struggles of former sexual slaves."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramoedya Ananta Toer, 1925-2006
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2011
808.83 PRA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Clarisca Pintaria
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas perjuangan Ilbongun Wianbu dalam menuntut tanggung jawab Jepang atas isu Ilbongun Wianbu . Ilbongun Wianbu adalah budak seks tentara Jepang. Ilbongun Wianbu mengandung konotasi pemaksaan. Sistem Ilbongun Wianbu terjadi pada ketika Perang Dunia II. Akan tetapi, isu ini baru diangkat pada tahun 1990 lalu menjadi masif sejak tahun 1991. Pemerintah Jepang telah mengeluarkan tindakan formal atas isu ini pada rapat dengar pendapat tahun 1993 dan perundingan Korea-Jepang tahun 2015. Melalui perundingan Korea-Jepang tahun 2015, isu ini dianggap sudah mencapai kesepakatan final oleh pemerintah Korea dan Jepang. Akan tetapi, Ilbongun Wianbu menyatakan bahwa perundingan Korea-Jepang tahun 2015 tidak menyentuh substansi tuntutan Ilbongun Wianbu . Oleh karena itu, perjuangan Ilbongun Wianbu terus berlanjut hingga kini 2018 . Jurnal ini membahas mengapa perjuangan Ilbongun Wianbu menuntut pertanggungjawaban Jepang menempuh waktu 24 tahun 1991 2015 . Tujuan dari jurnal ini adalah menunjukkan komplikasi dari penuntasan isu Ilbongun Wianbu . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah dengan menggunakan sumber sekunder. Penelitian ini menunjukkan bahwa penuntasan isu Ilbongun Wianbu bukan merupakan hal yang sederhana karena adanya ketidakselarasan antara perspektif Jepang dan Ilbongun Wianbu Korea.

ABSTRACT
Journal discussed the Ilbongun Wianbu s struggle in demanding Japan s responsibility over Ilbongun Wianbu . Ilbongun Wianbu means Japanese military sex slaves. Ilbongun Wianbu consists forced connotation. Ilbongun Wianbu system occurred during World War II. However this issue just brought out in 1990 and became massive in 1991. Japanese government already has given a formal action over this issue in 1993 hearings and 2015 Korea-Japan s agreement. Through 2015 Korea-Japan agreement, Korean and Japanese government consider that Ilbongun Wianbu issue has reached its final. Nevertheless, Ilbongun Wianbu declares that and 2015 Korea-Japan s agreement hasn t touched Ilbongun Wianbu s demands. Therefore, Ilbongun Wianbu s fights are still going until now 2018 . Journal discuss about why Ilbongun Wianbu fights in demanding Japan s responsibility take on 24 years 1991 2015 . The purpose is to show the complication in Ilbongun Wianbu s settlement. The method is history research method. The data is obtained secondary. The output is Ilbongun Wianbu s issues settlement is not simple thing for there is inconsistency between Japan and Korean Ilbongun Wianbu s perspective.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Seoul: Seodaemun-Gu, [date of publication not identified]
KOR 355.105 19 MIL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hicks, George L.
Atchinson Street: Allen & Unwin, 1995
940.540 5 HIC c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>