Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Nafsiah Kartika Wulan
Abstrak :
Tolok ukur pelayanan kesehatan ibu dan anak di suatu negara dapat dilihat dari Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Semakin kecil AKI dan AKB maka menunjukan semakin baik pelayanan kesehatan ibu dan anak. AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi yaitu 307 per 100.000 Kelahiran Hidup (KID), dan AKB 35 per 1000 KH. Lebih dari 90% penyebab kematian ibu dan bayi karena komplikasi obstetri dimana komplikasi ini tidak bisa diduga sebelumnya, Untuk itu perlu adanya sarana rujukan untuk menangani kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal. Pukesmas sebagai tempat rujukan terdekat dari desa dan sebagai pembina bidan di desa, diharapkan mampu melaksanakan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED).

Penelitian ini dilakukan di kabupaten Indramayu, dengan metode kualitatif melalui wawancara mendalam dan fokus group diskusi yang melibatkan kepala puskesmas, tenaga pelaksana PONED, bidan di desa wilayah kerja puskesmas yang diteliti, tenaga kesehatan dari puskesmas tetangga, tokoh masyarakat yang berada diwilayah kerja puskesmas yang diteliti.

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran sistem manajemen masukan yang meliputi sumber daya manusia, dana, sarana dan kebijakan. Selain itu, untuk memperoleh gambaran sistem manajemen proses yang meliputi sosialisasi PONED, supervisi suportif, AMP sosial untuk kinerja cakupan komplikasi maternal dan neonatal ditangani, jugs AMP Medis dan kerjasama dengan DSOG dan DSA untuk kinerja cakupan komplikasi maternal dan neonatal ditangani selamat dan dirujuk. Hasil penelitian ini diolah dengan menggunakan bentuk matriks, teknis analisisinya berupa analisis isi yaitu menganalisa sesuai dengan topik bahasan.

Hasil penelitian mengenai gambaran input menunjukkan bahwa jumlah tenaga kesehatan yaitu jumlah bidan desa dan tenaga yang bertugas di PONED sudah cukup. Untuk kriteria maupun pendidikan dari tenaga kesehatan masih belum memenuhi syarat. Untuk pengetahuan tenaga kesehatan maupun camat masih kurang, begitu juga motivasi bidan desa maupun tenaga yang bertugas di PONED kurang, yaitu kepala Puskesmas Widasari belum ada kiat-kiat untuk meningkatkan motivasi, sedangkan di Puskesmas Sindang sudah ada.Tipe gaya kepemimpinan kepala Puskesmas Widasari adalah gaya misionari sedangkan gaya kepemimpinan kepala Puskesmas Sindang merupakan gaya kepemimpinan kompromis, dimana kedua tipe gaya kepemimpinan tersebut keduanya termasuk gaya kepemimpinan yang kurang efektif Dana dan sarana untuk rujukan dari Puskesmas Sindang tidak ada masalah, sedangkan untuk Puskesmas Widasari sarana rujukan masih menjadi masalah karena sopir tidak selalu slap, dan kelembagaan ambulans desa juga tidak berjalan lancar. Dana khusus untuk operasional PONED di kedua Puskesmas tidak ada, sedangkan sarana di kedua PONED sudah cukup memadai. Kebijakan pelayanan terhadap orang miskin dikedua Puskesmas walaupun tidak berjalan dijalankan secara optimal. Kebijakan penguatan sistem rujukan di Puskesmas Sindang sudah lebih baik dan Puskesmas Widasari walaupun tidak berjalan lancar, sedangkan untuk pelaksanan PONED dikedua Puskesmas belum dijalankan sebagaimana mestinya.

Mengenai gambaran proses hasil penelitian ini menunjukkan, sosialisasi PONED dikedua Puskesmas belum dilaksanakan secara baik, begitu juga dengan supervisi suportif yang harus dilaksanakan oleh bidan koordinator belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. AMP sosial, baik dari kecamatan maupun puskesmas belum ada komitmen dan kesadaran untuk melakukan AMP sosial. AMP medis ditingkat puskesmas di kedua Puskesmas tidak pernah dilaksanakan, hanya otopsi verbal masih sebatas untuk laporan, dan tidak ada kesadaran untuk membahas otopsi verbal. Kerjasama dengan DSOG dan DSA belum pernah dilaksanakan karena tidak tabu bagaimana caranya.

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada dinas kesehatan untuk memprioritaskan pendidikan maupun pelatihan seperti APN, PPGDON, MTBM untuk bidan desa dan uelaksana PONED, pelatihan manajemen dan kepemimpinan untuk kepala puskesmas khususnya kepala Puskesmas PONED. Perlu pemberian pelatihan ESQ bagi semua jajaran kesehatan sehingga dapat meningkatkan empati dan kepeduliannya dalam pelayanan kesehatan terutama terhadap orang miskin dan juga untuk meningkatkan kembali nilai-nilai luhur, inti ajaran manajemen, inti kepemimpinan dan etika sehingga mampu bekerja dengan baik. Disarankan juga agar partograf dan MTBM dijadikan sebagai salah satu kriteria akreditasi bidan. Perlu juga adanya kesepakatan dengan rumah sakit untuk pembinaan PONED oleh DSOG dan DSA, dan pemberikan dam operasional khusus untuk PONED untuk menghindari tarif yang terlalu tinggi.
The success on the maternal and child health services of a country can be seen at its Maternal Mortality Ratio (MMR) and Infants Mortality Rate (IMR). The less MMR and IMR they have, the better they have services on maternal and child health. The level on MMR and IMR in Indonesia is still high, namely 307/100,000 live birth for MMR and 35/1,000 live birth for IMR. It has known that 90% of the cause of the death on maternal and the infant was undetected obstetric complication. Therefore, a referral facility is needed in response to any obstetric and neonatal emergency case. Puskesmas, as the nearest referral facility in the village and tutor for midwives village, is expected to be capable on dealing with Basic Emergency Obstetric and Neonatal Services (BEONS/PONED).

The study is carried out at the district of Indramayu. The research method used with qualitative approach through in-depth interview and focused group discussion (FGD) towards the head of Puskesmas, personnel who Implement the PONED, village midwives of the working area of Puskemas Widasari and Sindang, health providers from neighborhood's puskesmas, and community leaders at the working area of Puskesmas Widasari and Sindang.

The purpose of the study is to find out the description of the input and process management system of the PONED. The input management system is consisting of the human resources, budgeting, facility, and policy. And the process management system will look at its PONED socialization, supportive supervision, the social audit maternal and perinatal (AMP) of the performance on the coverage of maternal and neonatal complication that has managed the medical AMP and the collaboration with obgyn and pediatrician for the performance on the coverage of maternal and neonatal complication that has managed, rescued and referred.

The result of the study is analyzed by using matrices, and the technique analysis is using content analysis which analyzes on each topics of subject study. The result study on input management system found that the number of health personnel, i.e. number of village midwives and PONED personnel is adequate. But for the criterion for health personnel's education is still have not reach the standard. The level of knowledge for health personnel and the head of sub-district are still low. The reason for work or motivation to work as village midwives and PONED personnel are minor. From two puskesmas studied, the head of Widasari Puskesmas is still have no attempt on elevating the motivation on his staffs, but the head of Sindang Puskesmas is having it. The leadership style of Widasari is missionary style, while Sindang is a compromise leadership style. Both of those leadership styles above are known as less effective leadership style. For Sindang Puskesmas, there are no difficulties found on budgeting and facility for referral, but for Widasari Puskesmas, a problem found in regard to facility for referral, as the ambulance driver is not always ready to work and the ambulance institution body is also found unmanageable. There is no special budget for PONED operational duty in both puskesmas, but both of them has reached the adequacy for PONED facilities. Policy on services for poor people in both puskesmas is still not run in optimal way. Although it's not run so well, the policy on referral system enhancement on Sindang is better than Widasari. However, the implementation on PONE') in both puskesmas is far from the expectation.

For process management system, the study found that the socialization on PONED in both puskesmas is still not well implemented. Supportive supervision by coordinator midwife is also not employed as it should be. Of social AMP, there is no commitment or awareness on doing social AMP in both from sub-district office or puskesmas. Medical APM in both puskesmas is also never carried out Verbal autopsy is only the activity that implemented in both of puskesmas, and it's solely for the reporting and has no awareness to discuss the verbal autopsy findings. The collaboration between obgyn and pediatrician is never carried out because they do not know how to do collaboration.

Suggestion addressed to the head of health authority office that he has to prioritize the education or trainings on medical techniques for village midwives and PONED personnel. A management and leadership training for the head of puskesmas, especially for PONED Puskesmas. There is a need on ESQ training for all health personnel in order to raise the empathy and awareness on addressing health services to poor people, and also to increase the noble values, management principals, leadership principals and ethic cores for having a better work environment. Partograph fulfillment and MTBM is a criterion for midwives accreditation. Establish an agreement with hospital for obgyn and pediatrician guidance and training for PONED personnel. Lastly, to have a special budget for PONED operational in order to avoid a very high expenses for having PONED.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusril
Abstrak :
Berdasarkan SK Bupati Tanah Datar No. 12/BTD-2004 maka dimulai pelaksanaan Puskesmas Unit Swadana di Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat pada bulan Maret 2004, dimana kebijakan ini memberikan kewenangan dalam mengolah pendapatan fungsional secara mandiri untuk membiayai kegiatan operasional dan pemeliharaan serta upaya peningkatan mutu pelayanannya. Penelitian bersifat Cross Sectional, unit analisis adalah Puskesmas Unit Swadana di Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat yaitu Puskesmas Lima Kaum I, Sungayang dan Tanjung Emas. Hasil penelitian mendapatkan bahwa dengan kebijakan menjadi unit swadana pendapatan Puskesmas Unit Swadana meningkat cukup tinggi dimana Puskesmas Lima Kaum I tertinggi peningkatan pendapatannya dari Puskesmas Tanjung Emas dan Sungayang. Pendapatan yang diperoleh sudah dapat menutupi seluruh biaya operasional dan pemeliharaan puskesmas dan bahkan berlebih yang berarti ada cadangan dana yang dapat digunakan untuk meningkatkan dan mengernbangkan puskesmas unit swadana lebih baik. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan nilai Cost Recovery didapatkan Puskesmas Lima Kaum I = 126,38 %, Puskesmas Tanjung Emas 122,01 % dan Puskesmas Sungayang 118,56 %. Namun nilai Cost Recovery ini barulah tahap recovery biaya operasional dan pemeliharaan sedangkan kondisi sebenarnya dengan memperhitungĀ¬kan biaya investasi, gaji dan subsidi lainnya belum diketahui. Sistem pembayaran terbesar secara tunai dan askes/gakin, namun masih ditemukan adanya pembayaran gratis terbanyak di Puskesmas Tanjung Emas. Penerimaan sebelum swadana terbesar berasal dari retribusi karcis namun setelah menjadi unit swadana sudah hampir berimbang antara pendapatan dari karcis dan pelayanan kesehatan lainnya bahkan di Puskesmas Lima Kaum I penghasilan dari karcis lebih kecil dari penghasilan dari tindakan pelayanan kesehatan lainnya. Utilisasi pengguna jasa dari retribusi di Puskesmas unit Lima Kaum I berasal dari tindakan medik dasar, konsultasi kesehatan, pengujian kesehatan dan i emakaian ambulance, di Puskesmas Sungayang potensinya dari pemeriksaan dokter gigi dan pertolongan persalinan dan di Puskesmas Tanjung Emas dari pemeriksaan dokter spesialis dan tindakan laboratorium. Upaya penerimaan Puskesmas dari retribusi bayar setelah pembentukan unit swadana di Puskesmas Lima Kaum I sudah baik tetapi di Puskesmas Sungayang dan Tanjung Emas masih belum maksimal, padahal sebelum swadana puskesmas Lima Kaum I masih belum maksimal upaya penerimaannya. Kebijakan tarif hanya bersifat makro, tarif secara mikro belum diperbo!ehklan untuk dilaksanakan oleh Puskesmas. Namun dari pentarifan yang ada sudah cukup mendukung pelaksanaan kebijakan swadana yang dilaksanakan. Persepsi waktu tunggu yang lama masih ditemukan terbanyak pada unit pendaftaran dan obat. Persepsi terhadap biaya pelayanan kesehatan yang dianggap maha! tidak begitu banyak, persepsi mahal terbanyak ditemukan pada pemeriksaan penunjang di Puskesmas Tanjung Emas. Persepsi terhadap pelayanan petugas sudah balk namun masih ditemukan adanya persepsi kurang baik pada pelayanan petugas terbanyak dibagian pendaftaran di Puskesmas Lima Kaum dan Sungayang. Persepsi terhadap sikap petugas cukup baik namun masih ditemukan masih ada persepsi pengguna jasa yang tidak puas terhadap sikap petugas terutama di bagian pendaftaran dan obat di Puskesmas Tanjung Emas dan Sungayang. Kondisi kebersihan dan kenyamanan puskesmas baik, walaupun masih ditemukan tidak nyaman terhadap toilet yang tersedia. Sebagai suatu kebijakan, pelaksanaan puskesmas unit swadana membawa banyak manfaat bagi pengguna jasa dimana adanya peningkatan mutu pemeriksaan dan pelayanan kesehatan serta mutu obat. Bagi petugas adanya kemendirian dalam perencanaan keuangan dan kemantapan sumber daya manusia. Dalam pelaksanaannya konsep swadana yang dilaksanakan bukanlah murni swadana melainkan lebih pada upaya pembentukan Puskesmas yang dapat memberikan pelayanan prima kepada pengguna jasanya. Perlu dikembangkan lebih lanjut karena diharapkan dimana yang akan datang puskesmas swadana merupakan prototipe puskesmas ideal yang dapat memberikan pelayanan kesehatan paripurna yang bermutu bagi masyarakat sehingga memiliki dampak positif yang cukup besar, baik bagi puskesmas maupun bagi masyarakat.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1988
352.474 IND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Boy Subirosa Sabarguna
Jakarta : UI-Press, 2010
362.106 8 BOY h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Febrina
Abstrak :
ABSTRAK Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif. Sebagai salah satu sarana pelayanan kefarmasian, apoteker dituntut untuk memiliki pengetahuan baik dibidang farmasi klinik maupun kemampuan di bidang pengelolaan. Praktek kerja profesi ini bertujuan untuk memahami peran, tugas, dan tanggung jawab apoteker dalam praktek pelayanan kefarmasian di puskesmas sesuai dengan ketentuan perundangundangan dan etika yang berlaku, dan dalam bidang kesehatan masyarakat, memperluas pengetahuan, keterampilan, sikap perilaku, serta wawasan dan pengalaman nyata untuk melakukan praktik profesi dan pekerjaan kefarmasian di puskesmas, melihat dan mempelajari strategi dan pengembangan praktik profesi apoteker di puskesmas, memberi gambaran nyata tentang permasalahan praktik dan pekerjaan kefarmasian di puskesmas, meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain yang bertugas di puskesmas. Tugas khusus yang diberikan yaitu pembuatan buku panduan yang berjudul Panduan Keamanan Obat Pada Kehamilan dan Laktasi dengan tujuan untuk memberikan informasi mengenai keamanan penggunaan obat pada masa hamil dan menyusui yang lebih sederhana sesuai dengan Formularium Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk.
ABSTRAK Community health center or in Indonesian term known as Puskesmas is a health care facility that organizes in health care treatment for community and individual at first level, having more priority in promotive and preventive treatment. As one of pharmaceutical care facility, pharmacists are required to have good knowledge in clinical pharmacy and capabilities in management. This profession internship program aims to understand the roles, jobs, and responsibilities of pharmacist in pharmaceutical care in health center accordance with the provisions of law and ethics and in terms of public health, gain knowledge, skill, attitude, behaviors, and real experience in pharmaceutical practices at the health center, find strategic ways to develop the role of pharmacist, give a real illustration of any problem that occurred in pharmaceutical practices, and improve the ability to communicate with other health professionals. Special assignment were done is to make a guidebook entitled Manual Drug Safety in Pregnancy and Lactation, with purpose to provide information about drugs safety during pregnancy and breastfeeding were simpler accordance with Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk Formulary.
2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Atik Triatnawati
Abstrak :
The basic strategy of the Ministry of Health to achieve Health For All In Indonesia 2010 is through health paradigm, decentralization, professionalism and health service management. Community health centers play an important role to achieve the goal. Unfortunately, underutilization of community health centers is still a problem in Purworejo. The purpose of this study was to know the utilization of community health centers using a sociological health approach. Qualitative research by observation, in-depth interview and focus group discussion were done among different types of group. The study was done in Purworejo District on February and March 2000. The main problems related to under-utilization of community health centers are mostly on administration (less quality services, un-efficient, long hours waiting), strong bureaucratic system (physician has a dominant power, overlapping programs, poor coordination and integration with other divisions) and cultural behavior of the community (labeling/stigma, self-care dominant, lack of community participation). To overcome under-utilization of community health centers the administration and bureaucracy should be changed into more efficient, not bureaucratic management. In addition social changes of the community culture is needed. As a consequence through these changes the staff of the health centers will be more efficient and effective.
Gadjah Mada University. Faculty of Cultural Science, 2006
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fathimah Sulistyowati
Abstrak :
Program Eliminasi Filariasis termasuk dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI 2010-2014 dengan satuan lokasi berupa Kabupaten/Kota. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas Kader Puskesmas dalam Program Eliminasi Filariasis dengan cakupan pengobatan massal Filariasis di Kota Depok. Penelitian menggunakan desain cross sectional, dengan sampel penelitian berupa seluruh Kader Puskesmas di Kelurahan Sukmajaya dan Tirtajaya. Variabel tingkat aktivitas diukur dengan kuesioner, sedangkan data cakupan pengobatan massal Filariasis diperoleh secara sekunder dari Dinas Kesehatan Kota Depok. Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara tingkat aktivitas Kader di Kelurahan Sukmajaya dan Tirtajaya dengan cakupan pengobatan massal Filariasis (p=0,56). ...... Filariasis elimination has become one of the health priorities embodied in Indonesia as manifested in the national program of infectious disease eradication. Filariasis Elimination Program is included in the Ministry of Health Strategic Plan 2010-2014, with District/City Health Department as its program executors. This study is aimed to determine the relationship of the health cadres in the community health centers specifically in the Filariasis Elimination Program with filariasis Mass Drug Administration (MDA) coverage in Depok. The study uses cross-sectional design, with a sample of the entire health cadres in Sukmajaya and Tirtajaya village (total sampling method). The levels of activity variable measured by a questionnaire, while the data of Filariasis MDA coverage obtained secondary from Depok City Health Department. The results showed that in general there were no significant relationship between the level of activity of health cadres in Sukmajaya and Tirtajaya village with filariasis MDA coverage, with a significance value of 0.56. Nonetheless specifically significant difference regarding several points of activities, which are steps in diagnosis, health promotion, detect and report of new cases, participate in MDA execution, and educate chronic patients and their families for treatment and how to do self-care.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Febrina
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang kinerja Puskesmas Pahandut sebagai organisasi publik dengan menggunakan metode Balance Scorecard. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kinerja Puskesmas Pahandut ditinjau dari aspek-aspek Balance Scorecard, yang meliputi perspektif pelanggan, keuangan, pertumbuhan dan pembelajaran dan proses internal organisasi. Metode penelitian menggunakan kuantitatif deskripsi. Hasil penelitian untuk prespektif pelanggan dinilai memuaskan untuk pelayanan yang diterima dengan yang diharapkan, perspektif keuangan masih dinilai kurang efektif karena anggaran habis untuk belanja pegawai dan setiap tahun anggaran untuk Puskesmas Pahandut menurun, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dinilai cukup memuaskan karena pegawai banyak yang merasa kurang menjiwai pekerjaan yang ada dan prespektif proses internal organisasi dinilai cukup memuaskan karena kurangnya fasilitas sarana dan prasana yang mendukung.
This thesis discussed about the achievement of the Pahandut Community Health Centre as the organisation of the public by using the aspect-aspectBalance Scorecard method. The aim of this research of analyse the achievement of the Pahandut Community Health Centre was considered from the Balance Scorecard approach, that covered the perspective of the customer, finance, the growth and learning and the internal process of the organisation. The research method used quantitative the description. Results of the research to prespective the customer was judged satisfactory for the service that was accepted with that was hoped for, the perspective of finance was still being it was thought more ineffective because the budget completely for the official's expenses and every year the budget for the Pahandut Community Health Centre descended, the perspective of the growth and learning was considered quite satisfactory because of the official many that felt not all that inspired the available work and prespective the internal process of the organisation was considered quite satisfactory because of the shortage of means facilities that supported.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30564
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1988
352.474 IND m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1991
352.474 IND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>