Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lu`Luam Mantsura
Abstrak :
Menuturkan cerita merupakan hal yang mudah dan dapat dilakukan oleh kalangan manapun. Pada anak, kegiatan ini banyak memberikan manfaat bagi perkembangannya. Ternyata terdapat dua cara penyajian cerita yang saling dan dengan mudah dilakukan oleh pencerita yaitu, menuturkan cerita dibantu dengan buku cerita bergambar dan tanpa buku cerita bergambar. Hasil dari kegiatan ini tentunya diharapkan anak dapat memahami cerita yang dituturkan. Bila dilihat melalui proses pengolahan informasi, maka cerita yang dituturkan merupakan sebuah informasi baru bagi anak. Kemudian informasi itu akan terpapar pada sensory memory kemudian di teruskan ke short term memory hingga bermakna dan tersimpan dalam long term memory. Dalam long term memory terdapat script, yaitu representasi pengetahuan secara mental. Jadi bila diteliti lebih jauh maka, cerita yang disampaikan dengan Cara berbeda, maka pengolahan informasinya akan berbeda, sehingga akan menghasilkan script yang berbeda pula. Maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah, bagaimana proses pemerolehan script sebagai hasil pemahaman anak terhadap cerita yang disajikan. Hal ini dapat diketahui melalui uraian komponen script yang diperoleh anak ketika menceritakan kembali cerita tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih detail pada subjek maka dilakukan pendekatan penelitian melalui studi kasus. Teori yang digunakan adalah teori pengolahan informasi, script dan diuraikan pula karakteristik anak usia tiga tahun. Subjek penelelitian adalah 4 orang anak usia tiga tahun (dengan rentang usia 3 tahun sampai 3 tahun 8 bulan). Anak sudah mampu berbicara paling sedikit mampu merangkaikan dua kata menjadi sebuah kalimat. Anak mampu berinteraksi dan bercakap-cakap berbentuk tanya jawab yang terbuka terhadap topik yang beragam. Ibu dari keempat subjek merupakan bagian dad 30 orang ibu yang mengisi daftar kata yang disarikan dad Kamus Besar Bahasa Indonesia (WJS Poerwadarminta, 1988). Melalui daftar kata ini dapat diketahui kata yang telah diucapkan dan dipahami anak usia tiga tahun. Script adalah representasi pengetahuan, sehingga untuk mengetahui bagaimana anak memaharni informasi dapat dilihat melalui bagaimana struktur script anak. Setiap script diaktifkan oleh judul script. Script terdiri atas beberapa komponen yaitu variabel-variabel dan benda yang mendukung berlangsungnya peristiwa(prop), tokoh dan peran yang dimainkan (role), tindakan (scene) dan kumpulan uraian yang menjelaskan tindakan (slot). Analisa hasil akan dilihat melalui uraian komponen script cerita narasi yang anak peroleh, sehingga akan terlihat pemahaman anak terhadap cerita. Basil penelitian menunjukkan bahwa pada kedua penyajian cerita, anak memiliki indikasi mernahami cerita yang disampaikan. Hal ini terlihat dari bagaimana anak menceritakan kembali cerita tersebut. Perbedaan strategi pengolahan informasi sangat jelas terlihat, dimana pada penyajian dengan buku cerita bergambar anak sangat sederhana menggunakan strategi elaborasi dan visual imagery. Hal ini jauh berbeda dengan penyajian tanpa buku cerita bergambar, dimana anak sangat kaya dan kuat melakukan visual imagery dan elaborasi, sehingga tampak adanya penyimpangan alur cerita dan membuat rangkaian cerita selanjutnya berbeda dengan alur cerita naskah instrumen. Walau demikian, tujuan akhir cerita sangat mirip dengan apa yang terurai dalam naskah instrumen.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani F. Syahrul
Abstrak :
Adanya beberapa kecenderungan dampak negatif pada anak-anak setelah menonton TV (khususnya pada tayangan film cerita), misalnya tentang agresivitas anak, menyebabkan penulis tertarik untuk melihat lebih jauh proses kognitif apa yang terjadi pada anak ketika mereka menyaksikan suatu film cerita. Salah satu aspek kognitif yang terdapat di antara saat menonton TV dan dampaknya adalah 'pemahaman' (Berry & Asamen, 1993). Pemahaman yang dimaksud di sini adalah seperti yang dikemukakan oleh Collins, et.al. (1978), yang artinya bahwa pemahaman itu mengacu kepada pengentian dari penonton, dan adanya integrasi dari bermacam bagian dari suatu program, kedalam suatu keseluruhan yang berarti. Pemahaman itu sendiri dilkaukan terhadap tingkah laku, kejadian, akibat, baik yang ditampilkan secara eksplisit maupun implisit, dalam satu atau beberapa satuan adegan dalam film cerita. Berry & Asamm (1993), mengatakan bahwa fungsi dari pemahaman itu adalah sebagai filter (penyaring) dan mediator (perantara). Ketika anak menemui suatu hal/adegan yang dapat menimbulkan dampak negatif, maka di sini pemahaman berfungsi sebagai filter, sehingga anak tersebut tidak meniru tayangan yang disaksikannya. Ketika anak perlu memikirkan lebih jauh hubungan sebab-akiibat, motivasi, serta konsekuensi, maka di sini pemahaman berfungsi sebagai mediator, sehingga anak mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang disaksikannya. Dari beberapa referensi, antara lain seperti yang dikemukakan olda Piaget (dalam Nobel, 1975) diketahui bahwa pemahaman anak pada usia sekitar 9 atau 10 tahun lebih tinggi daripada anak yang berusia di bawahnya. Mengetahui pentingnya faktor pemahaman ketika naka menyaksikan tayangan film cerita, dan adanya perbedaan kondisi antara anak-anak di lndonsia dan anak-anak di Barat terhadap cerita yang disaksikannya membuat peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan: "Bagaimana pemahaman anak yang berada pada tahap konkret operasional (khususnya usia sekitar 8 tahun, dan 10-12 tahun) terhadap film cerita anak yang disaksikannya di TV?". Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pemahaman anak-anak tersebut terhadap film cerita yang disaksikannya di TV, khususnya bagi sampel yang ada di beberapa sekolah di Jakarta-Indonesia. Lebih jauh Iagi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para orangtua, guru, maupun pihak penyelenggara TV tentang pemahaman anak tersebut, sehingga mereka dapat rneiakukan pendekatan yang lebih tepat guna meningkatkan pemahaman anak ketika menonton suatu film cerita anak. Disain penelitian ini adalah ?studi lapangan? (field study), dengan metode pengambilan data non probability sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 64 orang (terdiri dari 33 orang sampel berusia 7;6 - 8;6 tahun, dan 31 orang sampel berusia l0;6 - 12;6 tahun), berasal dari 4 Sekolah Dasar Negeri di Salemba - Jakarta Pusat. Selain usia, kriteria sampel penelitian ini adalah: memiliki tingkat kecerdasan rata-rata, berasal dari tingkat sosial- ekonomi menengah, sehat mata dan telinga, sudah bersekolah, pernah menonton film Mighty Morphin Power Rangers. Adapun prosedur pengambilan data dalam penelitian ini adalah: (1) subyek diberikan tayangan Film Power Rangers selama 31 menit; (2) setelah menonton subyek diminta mengisi kuesioner yang telah disusun untuk mengukur pemahaman mereka (melalui aspek recall dan inference). Gambaran yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa pemahaman anak yang berada pada tahap konkret operasional secara umum masih kurang (di bawah separuh pemahaman orag dewasa). Pemahaman anak pada tahap ini secara umum masih berkisar pada hal-hal yang eksplisit, misalnya mengenai konsekuensi dari suatu tindakan tokoh. Anak yang berusia 10 - 12 tahun mendekati separuh dari pemahaman orang dewasa, dan secara signifikan memiliki pemahaman yang lebih tinggi daripada anak yang berusia di bawahnya (dilihat dari signifikansi pada nilai recall: p=0,001; dan nilai inference: p=0,000; dengan 1os=0,005). Pemahaman mereka itu ditunjukkan dengan kemampuannya yang cukup dalam mengurutkan adegan yang pentlng dalam film cerita, dan menyimpulkan adegan yang eksplisit dan implisit dalam adegan tersebut. Namun demikian, hanya sepertiga (10 orang) dan jumlah sampel berusia l0;6 - l2;6 tahun yang memiliki pemahaman tinggi (diatas nilai rata-rata). Selain itu, dari latar belakang anak yang memiliki pemahaman tinggi dan rendah, terlihat bahwa peran orangtua ketika menemani anaknya nonton TV masih belum efektif terlebih lagi untuk anak yan gberusia dibawah10-12 tahun. Saran untuk penelitian selanjutnya antara lain adalah agar jumlah sampel diperbanyak, mengingat bahwa gambaran subyek yang memiliki pemahaman tinggi dalam penelitian ini hanya sedikit, hingga kesimpulannya belum dapat digeneralisasikan. Adapun saran yang dapat diterapkan dalam masyarakat adalah: hendaknya peran orangtua, guru, dan pihak penyelenggara TV ditingkatkan dengan caranya masing-masing, agar pemahaman anak semakin meningkat, baik untuk anak yang berusia 10 - 12 tahun, apalagi untuk anak yang berusia di bawahnya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Palupi, Hanasatya Westri
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu dongeng dengan tokoh binatang yang sarat dengan pesan moral yang implisit adalah fabel. Untuk memahami pesan moral dalam fabel dibutuhkan kemampuan untuk menafsirkan dan menyimpulkannya dari keseluruhan isi cerita. Pemahaman oleh Bloom dibagi ke dalam 3 tingkatan, yaitu translation, interpretation, dan extrapolation. Ketika seorang anak dapat memahami isi fabel pada tingkal interpretation pesan moral fabel dapat dipahami. Di antara rentang usia 5-I2 tahun, baru pada usia 8-9 tahun, pada tahap operasional konkrit, anak diperkirakan mulai mampu menafsirkan pesan moral fabel ini, sedangkan pada usia 5-6 tahun anak belum mampu melakukannya. Walaupun belum semua anak telah mampu memahami pesan moral fabel, penelitian ini ingin melihat tingkat pemahaman mengenai isi fabel secara umum pada kelompok usia 5-6 tahun, 8-9 tahun, dan 11-12 tahun, yang mewakili tahap praoperasional, operasional konkrit, dan operasional formal menurut tahapan perkembangan kognitif Piaget.

Pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara mengenai dua buah fabel yang diperdengarkan dari kaset rekaman suara orang bercerita dan hasilnya dinilai dengan kriteria yang telah disusun. Analisis dilakukan dengan melakukan perhitungan persentase dan pengkategorian tingkat pemahaman. Reliabilitas dalam penilaian dilakukan dengan menggunakan interscorer reliability.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memahami isi fabel, umumnya anak pada kelompok usia 5-6 tahun memahami fabel pada tingkat translation, anak kelompok usia 8-9 tahun pada tingkat interpretation, dan anak kelompok usia 11-12 tahun telah memahaminya pada tingkat extrapolation. Sedangkan dalam memahami pesan moral fabel, umumnya anak usia 5-6 tahun belum dapat memahami pesan moral ini, anak usia 8-9 tahun berkisar antara belum paham dan mulai memahaminya, dan anak usia 11-12 tahun berkisar antara mulai paham dan sudah dapat memahami pesan moral fabel.

Perbedaan tingkat pemahaman mengenai isi dan pesan moral fabel yang ditunjukkan oleh hasil penelitian ini selain disebabkan oleh perbedaan keabstrakan pemikiran para subyek, juga mungkin disebabkan oleh perbedaan popularitas pesan moral antara kedua cerita atau pun belum adanya suatu konsep nilai moral dalam jaringan informasi anak. Maka, pesan moral fabel harus disajikan secara eksplisit kepada anak-anak usia 5-6 tahun.
1999
S2737
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library