Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
D. Sures Kumar
"Konflik antara warga Desa Adat Kemoning dengan warga Desa Adat Budaga, Kecamatan Semarapura Kabupaten Klungkung Bali, Sabtu 17 September 2011, yang diakibatkan, perbedaan dalam menyikapi keberadaan pura dan prosesi upacara di Pura Dalem, yang akhirnya menimbulkan konflik terbuka dan mengakibatkan kerugian materil dan korban jiwa, dengan meninggalkan bapak I Ketut Ariaka Warga Desa Adat Budaga dan puluhan warga kedua desa mengalami luka-luka. Sehingga, dituntut peran dari Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Klungkung, sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan masalah adat sesuai dengan peraturan daerah (Perda) Pemda Bali No.3 Tahun 2001, untuk mereduksi konflik tersebut.
Melihat Fenomena tersebut, Peneliti mencoba mengkaji, Peran Kepemimpinan Majelis Madya Desa Pakraman Klungkung dalam masyarakat dan bagaimana konflik tersebut terjadi serta apa yang meyebabkannya. Yang ditelusuri dari berbagai dimensi, baik sejarah pembentukan Desa Pakraman, nilai – nilai/ajaran kehidupan orang Bali dan sejarah konflik di Bali. Untuk memahami factor-faktor yang menyebabkan konflik tersebut terjadi dan bagaimana Peran Kepemimpinan Majelis Madya Desa Pakraman Klungkung dalam menyelesaikan Konflik yang terjadi antara kedua Desa Adat tersebut, terdapat beberapa masalah, yaitu 1). Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Konflik Antar Desa tersebut dapat terjadi?. 2). Bagaimana Peran Kepemimpinan Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Klungkung dalam Menyelesaikan Konflik tersebut?. Untuk membedah masalah tersebut peneliti gunakan Teori Kepemimpinan, untuk melihat bagaimana peran kepemimpinan MMDP menyelesaikan konflik dan Teori Konflik, dalam melihat penyebab konflik antar Desa ada tersebut.
Secara umum signifikansi penulisan ini untuk mengetahui dan menganalisa factor-faktor penyebab konflik di Desa kemoning dan Desa Budaga, dan untuk mengetahui bagaimana peran Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Klungkung dalam menyelesaikan Konflik. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dimana data – data diperoleh dengan, observasi partisipatif, wawancara mendalam (in-dept interview) serta studi kepustakaan dengan tringulasi pengolahan data. Secara ringkas temuan yang diperoleh adalah, konflik antar Warga Desa Adat Kemoning dan Wrga Desa Adat Budaga, disebabkan saling klaim status Pura Dalem, Pura Prajapati, dan status Setra (tanah kuburan), serta dipicu adanya Paruman Agung Desa Adat Kemoning dan pemasangan spanduk batas Desa (selamat datang di Wewengkon/Lingkungan Desa Budaga) oleh Desa Adat Budaga. Majelis Madya Desa Pakraman Klungkung, sudah berupaya mendamaikan kedua belah pihak dengan memediasi dan melakukan musyawarah, namun hal tersebut tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perbedaan yang ada dan tidak dapat dikelola dengan baik akhirnya menimbulkan konflik terbuka, serta mengakibatkan kerugian materil dan korban jiwa, hal ini menunjukan, belum maksimalnya peran Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Klungkung, menciptakan keharmonisan sesama warga. Sehingga pemerintah Klungkung perlu mengambil alih masalah ini dan memcarikan solusi yang lebih efektif.
......Conflict between Indigenous Villagers of Kemoning and Indigenous Villagers of Budaga, District Semarapura Klungkung Bali, Saturday, September 17, 2011, as a result, the difference in response to presence of the temple and ceremonial procession at Pura Dalem, open conflict which resulted in material losses and casualties, death of Mr. I Ketut Ariaka, resident of Indigenous Village of Budaga and dozens of the residents in both villages injured. So that, required role of Majelis Madya Pakraman Village Klungkung as authorized agency to finish the problem based on local regulations, local goverment of Bali No.3, 2001.
Seeing the phenomenon, researcher try to assess the role of leadership Majelis Madya Pakraman Village Klungkung in the community how the conflict occurred and what causes. Researcher browse from various dimensions, Pakraman Village establisment history, values / teachings of Balinese life and history of the conflict in Bali. There are some problem to understand factors that cause conflict happen and how the role of Majelis Madya Pakraman Village Klungkung namely 1. What are the factors that lead to conflict between the village could happen?. 2. How is the role of Leadership Majelis Madya Pakraman Village Klungkung in resolving the conflict?. Researcher in analyzing the problem using a theory of leadership to see how the role MMDP resolve conflict and conflict theory in view of the causes of conflict between villages.
In general, the significance of this research to identify and analyze the factors causing the conflict, and to find how the role of Majelis Madya Pakraman Village (MMDP) Klungkung in resolving conflicts that occur. To achieve these objectives, used qualitative methods, where datas obtained with participant observation, in-depth interviews and study of literature with tringulasi data processing. In summary, the conflict due to overlapping claims status Pura Dalem, Pura Prajapati, and status of Setra (burial ground), and triggered Paruman Agung of Indigenous Village of Kemoning and installation of banners village boundary (welcome to wewengkon / budaga village environment) by Indigenous Village of Budaga. Majelis Madya Pakraman Village Klungkung, has attempted to reconcile the two sides to mediate and to deliberate, but it is not successfully reconcile the two sides. Differences that exist and can not be managed well eventually lead to open conflict, as well as resulting in material losses and casualties, this show, not maximal the role of Majelis Madya Pakraman Village (MMDP) Klungkung, creating harmony fellow citizens. So Klungkung government need to take over this problem and find a more effective solution."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Ekawati
"Bentrokan dan kerusuhan mahasiswa di Desa Caturtunggal telah terjadi sejak tahun 2007. Pihak yang sering terlibat bentrokan antara lain mahasiswa yang berasal dari Provinsi Papua, Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste. Mahasiswa asal Papua banyak membuat kerusuhan dalam bentuk pencurian dan perampokan harta benda, mahasiswa asat Nusa Tenggara Timur yang sering terlibat bentrok adalah mereka yang berasal dari Sumba dan Alor, penyebabnya perkelahian yang berujung bentrok atau kekalahan dalam pertandingan olahraga. Sedangkan mahasiswa dari Timor Leste yang sering terlibat bentrokan adalah mereka yang menjadi anggota perguruan silat Setia Hati dan perguruan silat Kera Sakti. Tindakan kerusuhan dan kekerasan yang dilakukan ketiga kelompok mahasiswa tersebut merupakan bentuk kekerasan kolektif primitive dan merupakan perilaku agresi yang disebabkan faktor-faktor biologis.

Tokoh masyarakat sebagai panutan dan tempat mengadu bagi warga ternyata kurang begitu efektif dalam penyelesaian bentrokan dan kerusuhan mahasiswa. Karena walaupun mereka telah menepuh upaya untuk menyelesaikan dan mencegah kasus kembali terjadi, tetapi pada kenyataannya bentrokan dan kerusuhan tetap saja terjadi meskipun dalam skala kecil. Peran tokoh masyarakat yang terlihat dalam penyelesaian bentrokan dan kerusuhan mahasiswa di Desa Caturtunggal adalah sebagai penghubung antara pihak yang bertikai dengan ketua adat atau ketua paguyuban mereka, sebagai mediator dan saksi dalam proses mediasi dua pihak yang bertikai bersama-sama dengan pemerintah desa dan kepolisian, serta sebagai pemberi informasi atau pelengkap informasi bagi kepolisian mengenai kronologi kejadian. Penyelesaian kasus bentrokan dan kerusuhan antar mahasiswa pada akhirnya diserahkan kepada kepolisian.

Dengan kurangnya peran tokoh masyarakat dalam penyelesaian kasus kerusuhan antar mahasiswa hingga tuntas, bahkan ada sebagian tokoh masyarakat yang tidak mau terlibat sama sekali, akhirnya di dalam masyarakat timbul kesenjangan antara warga setempat dengan mahasiswa pendatang. Kehidupan mereka seolah berjalan sendiri-sendiri, padahal apabila terjadi kerusuhan bukan hal yang tidak mungkin warga setempat juga akan menjadi korban. Kondisi tersebut tentunya dapat mengganggu ketahanan daerah Desa Tambakbayan, yaitu hilangnya rasa nyaman masyarakat karena walaupun dari luar terlihat tenang tetapi dari dalam sebenarnya ada rasa was-was menjadi korban kerusuhan.

......Clashes and riots amongs students in the Caturtunggal village have occurred since 2007. Parties who often involved clashes are students from Papua, East Nusa Tenggara and East Timor. Papuan students caused riots in the form of property theft and robbery, East Nusa Tenggara students who come from Sumba and Alor district  are often involved in conflicts, it was because of fights which led to clashes or defeat in a sport competition. While East Timor students who frequently involved in confilcts are those who become members of martial arts organizations “Setia Hati and  Kera Sakti”. Riots and violent actions that carried out by those three groups of students are primitive collective violence and aggression behavior that caused by biological factors.

Community figures as role models and people whom residents complain to are less effective in provide the resolution of student clashes and riots. Although they have sought to resolve and prevent re-occurring cases, nevertheless in fact clashes and riots still occur on a small scale. The role of community figures that are in the completion of the student riots and clashes in of Caturtunggal village are as liaisons between the warring parties and customary leaders or head of community, as mediators and witnesses in the mediation process for among  both two warring parties, government and police, as conduit of information or supplementary information about the chronology of events to the police. Eventually resolution of clashes between students and riot handed over to police.

Less of role of community figures in the resolution among the student riots case, some public figures who do not want to get involved in resolution of riot case at all, finally there is  a gap arises in the community between the residents and those students who caused riots. Those people  Their lives seemed to walk alone, but  people will also be a victim of the riots. Obviously, these conditions interfere resistance Tambakbayan Village, the loss of a sense of comfort.  From outside, people look calm but there is sense of anxiety about the riot."

Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
DK Nena Tanda
"Penelitian ini fokus pada proses pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk meredam konflik di Papua pada tahun 2019. Konflik yang terjadi akibat kasus rasisme ini memberikan dampak ikutan dan mengancam ketahanan negara akibat masifnya penyebaran muatan negatif saat konflik berlangsung. Dalam perspektif intelijen, sebagai bentuk antisipasi dini agar konflik tidak membesar, segala aktifitas mungkin untuk dilakukan sebagai respon cepat dan upaya memitigasi konflik yang bertujuan untuk menjaga ketahanan dan keamanan nasional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menganalisis secara kritis keputusan pemerintah terkait pemblokiran internet, dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan kebijakan perlambatan internet yang dilakukan oleh pemerintah dalam perspektif intelijen dapat dilakukan meski demikian perlu kebijakan dengan payung hukum yang baru mengingat pemerintah dinyatakan bersalah atas kebijakan perlambatan ini. Pemerintah sepatutnya memiliki kajian yang komprehensif berkaitan dengan pengambilan kebijakan perlambatan internet, dengan melakukan benchmarking ke beberapa negara yang memiliki pengamanan siber yang baik, sehingga pemerintah dapat mengambil dan menerapkan kebijakan yang baik dan benar serta mempertimbangkan dampaknya di masyarakat saat menangani wilayah konflik. Hasil penelitian ini juga mengharapkan adanya perubahan UU ITE guna mencegah terjadinya penyebaran konten negatif yang lebih masif lagi. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan alasan keamanan dan ketahanan nasional terutama dalam situasi konflik, opsi kebijakan untuk memperlambat jaringan internet dapat dilakukan namun dengan kebijakan dan regulasi yang mendukung.
......This study focused on the policy-making process carried out by the government to reduce conflict in Papua in 2019.The conflict that occurred due to this racism case had a follow-up impact and threatened the country's resilience due to the massive spread of negative content during the conflict. From intelligence point of view, as a form of early detection to prevent conflict from escalating, all activities can be conducted as part of a rapid response and conflict mitigation effort aimed at maintaining national security and resiliency. This study used a qualitative descriptive method that critically analyzes government decisions related to internet blocking, with data collection techniques carried out are interviews and literature studies. The results of this study show that throttling policies by the government in Papua at 2019 from an intelligence perspective can be carried out even though a policy is needed to pay for a new law considering the government has stated that this fee policy is. The Government should have a comprehensive study related to throttling policy making especially in conflict situation, so the policy can be re-implemented in conflict areas by considering its impact on society. The results of this study also hope that there will be changes to the ITE Law in order to prevent the spread of negative content that is even more massive. In this study, it can be concluded that for reasons of national security and resilience, especially in conflict situations, policy options to slow down the internet network must be carried out in order to narrow the chance of an even greater impact of division."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Utomo Adji
"

Studi ini membahas konflik yang terjadi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat dalam kebijakan Reklamasi Pantai Utara Jakarta Tahun 2017. Studi ini akan menjelaskan bagaimana proses konflik yang terjadi di antara pihak-pihak yang mewakili lembaga tersebut. Kemudian juga akan menjelaskan penyebab tercapainya konsensus dari dua pihak tersebut. Dalam menjelaskannya, studi ini menggunakan teori konflik dan konsensus serta business confidence. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, kajian jurnalistik dan studi pustaka. Hasil penelitian ini menemukan konflik yang terjadi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diwakili oleh Gubernur Anies R Baswedan dan Pemerintah Pusat oleh Menteri Koordinator Luhut B. Panjaitan merupakan sebuah konflik lisan yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan dari masing-masing pihak terkait kebijakan pelaksanaan reklamasi Pantai Utara Jakarta. Konflik tersebut kemudian melibatkan pihak luar dalam mempengaruhi pandangan pihak yang berkonflik. Hingga konflik tersebut berakhir dengan konsensus yang menggunakan konsensus model pendapat gabungan.


This study discusses conflicts that occur between the Provincial Government of DKI Jakarta and the Central Government in the 2017 Jakarta North Coast Reclamation policy. This study will explain how the conflict process occurs between the parties representing these institutions. Then it will also explain the reasons for reaching the consensus of the two parties. In explaining it, this study uses conflict and consensus theory and business confidence. The research used a qualitative method with data collection techniques through interviews, journalistic studies, and literature studies. The results of this study find that the conflict between the Provincial Government of DKI Jakarta represented by Governor Anies R Baswedan and the Central Government by Coordinating Minister Luhut B. Panjaitan was an oral conflict caused by differences in the interests of each party related to the implementation of the North Coast Jakarta reclamation policy. The conflict then involves an outside party in influencing the views of the conflicting parties. Until the conflict ends with a consensus that uses a consensus model of joint opinion.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Grecia Anggelita
"Internasionalisasi konflik Papua Barat merupakan hasil dari konflik masa lalu Indonesia dan Belanda di masa kemerdekaan yang di masa sekarang justru semakin meningkat di tingkat regional dan global. Peningkatan jumlah aktor di dalam proses internasionalisasi menjadi salah satu alasan mengapa internasionalisasi konflik Papua Barat terus meningkat. TKA berusaha mengidentifikasi dan membahas aktor-aktor internasional berdasarkan literatur-literatur akademis yang membahas mengenai internasionalisasi konflik Papua Barat untuk memahami bagaimana literatur melihat aktor-aktor di dalam internasionalisasi konflik Papua Barat. Sebagian besar literatur berfokus kepada aktor negara seperti Vanuatu, Papua Nugini dan Fiji dan hanya satu aktor non-negara, yaitu OPM. Kondisi tersebut salah satunya dijelaskan di dalam TKA karena adanya pengaruh state centric view di dalam Ilmu Hubungan Internasional yang mempengaruhi cara pandang penulisan mengenai konflik Papua Barat. Selain itu, dominasi Order Baru selama lebih dari tiga dekade di Indonesia juga tampaknya menyebabkan dominasi penulis asing dan celah waktu penulisan di dalam literatur internasionalisasi konflik Papua Barat.
......The internationalization of the West Papua conflict is the result of past conflicts between Indonesia and the Netherlands in the independence era, which at present is increasing at the regional and global political level. The increasing number of actors in the internationalization process is one reason why the internationalization of the West Papua conflict continues to increase. TKA seeks to identify and discuss international actors based on academic literature discussing the internationalization of the West Papua conflict to understand how the literature looks at actors in the internationalization of the West Papua conflict. Most of the literature focuses on state actors such as Vanuatu, Papua New Guinea and Fiji, and only one non-state actor, OPM. One of the conditions is explained in the TKA because of the influence of the state-centric view in International Relations that affects the perspective of writing about the West Papua conflict. Besides, the dominance of the New Order for more than three decades in Indonesia also seems to lead to the dominance of foreign writers and the time gap of writing in the literature of internationalization of the West Papua conflict.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wismu Sadono
"ABSTRAK
Konflik antar kelompok merupakan salah satu isu penting yang mempengaruhi pembangunan perkotaan di Utara Bekasi. Dimulai dengan pengrusakkan monumen sampai penolakan tempat ibadah oleh organisasi massa. Insiden ini terjadi karena penduduk asli berasumsi bahwa para pendatang mengambil territory mereka. Mereka khawatir dengan pembangunan modern yang dibawa oleh para pendatang yang menyebabkan menyusutnya budaya lokal. Perilaku organisasi massa ini secara tidak langsung membentuk territory yang menjadikan ruang kota seperti lsquo;tidak inklusif rsquo;.Tesis ini menawarkan alternatif lain dalam perancangan perkotaan untuk meminimalisasi konflik yang terjadi dalam ruang perkotaan. Untuk itu saya perlu mengetahui konteks dari territory tersebut dan mencoba untuk melakukan re-territory terhadap wilayah yang berkonflik. Saya menggunakan pendekatan Reteritorialisasi untuk menteritori kembali lsquo;ruang transisi rsquo;. Saya menggunakan metode pengamatan langsung, pemetaan sosial-budaya, wawancara mendalam, dan model 3D.Tesis ini bertujuan untuk menegaskan territory pada ruang kota yang hadir nantinya akan bisa mengakomodasi semua kebutuhan dari pengguna teritori tersebut. Hasilnya adalah mengembangkan ruang transisi sebagai ruang-ruang publik yang mampu membaurkan semua elemen masyarakat di dalamnya. Membaurkan dalam arti, ruang transisi ini akan membuat masyarakat untuk saling berbagi dan berinteraksi satu sama lain tanpa memandang darimana asalnya. Ruang publik ini merupakan bentuk intervensi hasil Reteritorialisasi untuk meminimalisasi konflik yang terjadi dan tetap menjaga keheterogenan di ruang perkotaan Utara Bekasi.Kata kunci: Bekasi, Budaya, Konflik Perkotaan, Reteritorialisasi, Ruang Transisi

ABSTRACT
AbstractInter group conflict is one of the crucial issues affecting urban development in Northern part of Bekasi. It begins with the destruction of monuments until the rejection of worship places in this case is church by mass organizations. These incidents occurred because the native assumed that the migrants took their territory. They concerned about the modern development brought by the migrants that caused the shrinking of local culture. The behavior of these mass organizations constituted the territory that made the urban space seemed lsquo not inclusive rsquo indirectly.This thesis offered another alternative in urban design to reduce conflicts within the territory. I sought about the territory context and reterritorialized the conflicted area. I used Reterritorialization approach to re territory in the transitional space. I conducted direct observation method, socio cultural mapping, in depth interview, and 3D model.This thesis aimed to affirm the territory in urban space that would be able to accommodate the needs of the territory user. The result is developing a transitional space as a public space that is able to blend all elements of society in it. The transitional space will make people to share and interact with each other regardless of where they come from. This public space is an intervention using Reterritorialization approach to reduce conflicts that occur and keep the heterogeneity in the urban space of Northern part of Bekasi.Keyword Bekasi, Culture, Urban Conflict, Reterritorialization, Transitional Space"
2017
T49358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinandus Hasiman
"Penelitian ini membahas tentang Tarik-Menarik Kepentingan Swasta-Pemerintah Dalam Divestasi Saham PT Newmont Nusa Tenggara. Peneliti membatasi studi ini hanya dari tahun 2008-2016 agar lebih terarah pada proses dan dinimika divestasi saham. Aturan divestasi saham Newmont merujuk pada perintah UU No.4 Tahun 2009, tentang Mineral dan Batubara. UU itu mengamanatkan perusahaan tambang asing yang sudah berproduksi selama 5 tahun wajib mendivestasikan saham ke pihak nasional. Namun, dalam perjalanan, divestasi saham Newmont menjadi pusat perburuan para oligarki yang memiliki jaringan kuat di DPR, DPRD, pemerintah pusat, pemerintah daerah dan institusi demokrasi lainnya.
......This research talk about Conflict of Private-Government Interest In The Divestation of PT Newmont Nusa Tenggara's Share. Researchers limit this study only from year 2008-2016 to be more focuses on the process divest stock. The rule of divestment refer to law No.4/2009, about minerals and coal. The law obligated foreign mining company already productive for 5 years to share divested to the national. But, on the way , Newmont's shares at the center of a hunting the an oligarchy having a network of strong in the house of representatives, central government, local governments as well as institutions other democracy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T52539
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Djalal
"ABSTRAKk
Wacana pemekaran Kota Sofifi merupakan kasus yang berujung pada potensi konflik pengelolaan sumber daya alam. Di lihat dari dana perimbangan dengan visi misi pemerintah daerah yang memprioritaskan peningkatan perekonomian berbasis pertanian dan kurang optimalnya tenaga penyuluh merupakan kesenjangan yang mengarah pada potensi konflik pengelolaan sumber daya alam.
Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif sebagai metode yang mengetahui potensi pendapatan asli daerah dari sumber daya alam wacana Pemekaran Kota Sofifi, dengan melakukan perbandingan besar potensi sumber daya alam wilayah 4 (empat) Kecamatan Pulau Halmahera. Hasil penelitian ditemukan 4 (empat)
kecamatan wacana pemekaran Kota Sofifi memiliki potensi sumber daya alam yang bernilai tinggi dengan wilayah daratan yang luas dimungkinkan pengembangan jangka panjang daerah tersebut berkembang dengan cepat. Konsep pemecahan sudah dilakukan akan tetapi pemecahan hanya bersifat kesepakatan antara pemerintah induk Kota Tidore Kepulauan dan pemerintah Provinsi.
Kesepakatan yang dilakukan menghasilkan solusi dan menetapkan 1 (satu) kecamatan Oba Utara sebagai daerah secara administrasi layak dimekarkan.
Dengan melihat titik permasalahan baru di 3 (tiga) kecamatan dimungkinkan berdampak pada potensi konflik pengelolaan SDA wacana pemekaran Kota Sofifi.
Dari hasil observasi lapangan, penulis menawarkan formulasi model sebagai langkah pemecahan masalah potensi konflik pengelolaan SDA yang didalamnya menjelaskan pembangunan kapasitas, transformasi, negosiasi dan solusi sebagai rumusan langkah-langkah kesepakatan antara pemerintah dan masyarakat wacana pemekaran.

ABSTRAK
The public view of autonomus City of Sofifi is a case which potentially lead to natural resources management conflict. By comparing equalization centreregional fiscal transfer with regional government vision and mission which prioritize agricultural-based economic development and extension workers who did not work optimally made disparity and potentially led to natural resources management conflict. This research used descriptive qualitative method to know local income from natural resources by comparing the potential natural resources
in four districts in Halmahera Island. The result of the study indicated that in four districts have great value of potential natural resouces and vast area of land which can hasten the long term regional development. A resolution concept had been
made however this concept was temporary solution between the central government of Tidore Islands Regency and provincial government. The number of conflicts had been descended from the previous situation where each governments insisted on different interest. The settlement had been reached, one district, North Oba, is administratively passed as autonomous region. The people
in three districts felt disappointed at government decision. As the result, this decision can lead to the new problem of natural resources management conflict in those three districts. Based on field observation, writer suggests a model of formulation to resolve the problem caused by the public view of natural resources management. The model also included capacity building, transformation, negotiation, and solution as formulation of settlement steps between govenment and society"
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barron, Patrick
Jakarta: Decentralization Support Facility, 2006
303.69 BAR l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Teguh Sulistiyani
Yogyakarta: Gava Media, 2017
361.25 AMB k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>