Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Husni Mubarok
Abstrak :
November 2017, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi para penghayat agama leluhur atas pasal 61 ayat 1 dan pasal 64 ayat 1 Undang-Undang Administrasi dan Kependudukan (Adminduk) 2013. Putusan MK di atas merupakan tonggak penting advokasi pluralisme agama di Indonesia. Bagaimana rute dan jalan advokasi terhadap ragam agama, dalam konteks ini penghayat agama leluhur dalam sejarahnya? Menggunakan metode penelitian kualitatif, tulisan ini mengajukan argumen bahwa penghayat kepercayaan sejak kemerdekaan telah terbiasa mengadvokasi diri sendiri untuk memperjuangkan nasib komunitasnya di hadapan berbagai rezim. Peran aktivis LSM dan akademisi lebih sebagai sistem pendukung atas keputusan komunitas penghayat agama leluhur dalam menghadapi perubahan struktur politik dan politik agama sejak kemerdekaan hingga era reformasi.
Jakarta: Kementerian Agama, 2019
297 JPKG 42:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbanraja, Hasan Tua
Abstrak :
ABSTRAK Kewenangan pengujian konstitusionalitas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia bersumber dari atribusi Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Pengaturan dalam Konstitusi tersebut hanya menyebutkan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar. Menurut teori hukum administrasi negara, penerima atribusi dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada. Pada praktiknya Mahkamah Konstitusi menafsirkan sendiri jangkauan kewenangannya dalam pengujian konstitusionalitas melalui setiap Putusannya. Selain kewenangan sebagai negative legislator, Mahkamah Konstitusi juga berwenang sebagai positive legislator, bahkan memperluas obyek pengujiannya. Pengaturan dalam Undang-undang Mahkamah Konstitusi sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 24 C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang membatasi kewenangan Mahkamah Konstitusi sebatas negative legislator dan membatasi obyek pengujian konstitusionalitas menjadi tidak serta merta mengikat bagi Mahkamah Konstitusi. Dalam praktik pengujian konstitusionalitas dewasa ini, perluasan kewenangan peradilan konstitusi dari sebatas negative legislator menjadi positive legislator dan perluasan obyek pengujian menjadi kecenderungan yang umum terjadi diberbagai negara. Perluasan kewenangan peradilan konstitusi memiliki kecenderungan dapat mengambil alih fungsi legislatif dari pembentuk undang-undang. Keadaan ini disebut pathology pengujian konstitusional. Oleh karena itu dilakukan penelitian secara yuridis normatif untuk mengetahui bagaimanakah pengujian konstitusionalitas yang masih menjadi kewenangan peradilan konstitusi. Hasil penelitian berupa konsep pengujian konstitusional yang masih menjadi kewenangan peradilan konstitusi, akan digunakan untuk menganalisa praktik pengujian konstitusional yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Pengujian konstitusionalitas yang dilaksanakan oleh Peradilan konstitusi dinyatakan masih dalam lingkup kewenangannya apabila memenuhi empat kriteria yaitu: 1).Melalui Proses Peradilan; 2).Secara Umum Berperan Sebagai Negative Legislator; 3).Dalam Keadaan Tertentu dan Batasan Materi Tertentu Sebagai Positive Legislator; dan 4). Materi muatan norma yang termasuk dalam kategori doktrin political question bukan Obyek Pengujian Konstitusionalitas. Praktik pengujian konstitusionalitas yang dilakukan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ada yang memenuhi empat kriteria tersebut sehingga masih berada dalam lingkup kewenangan peradilan konstitusi. Namun ada pula putusan Mahkamah Konstitusi yang tidak memenuhi empat kriteria kewenangan pengujian konstitusionalitas peradilan konstitusi. Putusan yang demikian memposisikan Mahkamah Konstitusi melampaui kewenangan peradilan konstitusi, sehingga memiliki kecenderungan untuk menjadi pathology karena mengambil alih fungsi legislatif dari pembentuk undang-undang.
ABSTRACT The jurisdiction of the constitutional judicial review of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia came from the attribution of Article 24C paragraph (1) NRI Constitution of 1945. The setting in the Constitution mentions only Constitutional Court jurisdiction to hear at the first and last decision is final, the laws against the Constitution. According to the theory of administrative law, the beneficiary attribution can create new or expand existing jurisdiction. In practice the Constitutional Court to interpret its own range of jurisdiction over the constitutionality through each Decision. In addition to the jurisdiction as negative legislator, the Constitutional Court also authorized as a positive legislator, even extending the test object. The settings in the Law of the Constitutional Court as the implementing regulations of Article 24 C of paragraph (1) NRI Constitution of 1945 which limits the jurisdiction of the Constitutional Court and limiting the extent of negative legislator constitutionality object becomes not necessarily binding on the Constitutional Court. In the practice of the constitutional judicial review of today, the expansion of the jurisdiction of the constitutional court be limited from a negative legislator to be a positive legislator and expansion of test objects become a trend that is common in many countries. The expansion of the jurisdiction of a constitutional court may have a tendency to take over the legislative functions of the legislators. This condition is called constitutional pathology testing. Therefore normative juridical research to determine how the constitutional judicial review of which is still under the jurisdiction of a constitutional court. The results of research in the form of concept constitutional judicial review is still the constitutional jurisdiction of the constitutional court, will be used to analyze the practice of constitutional judicial review carried out by the Constitutional Court in Indonesia. Judicial review carried out by the Constitution Court declared still within the scope of its jurisdiction if it meets four criteria: 1) Through the Judicial Proceedings; 2) .In General Role In Negative Legislator; 3) .In Specific Circumstances and Limitation of Certain Material For Positive Legislators; and 4). The substance of the norms included in the category of the political question doctrine is not Object Testing Constitutionality. Practice constitutional judicial review conducted Indonesian Constitutional Court there that meet these four criteria so that they are within the scope of jurisdiction of the constitutional court. But there is also a Constitutional Court ruling does not satisfy the four criteria of the jurisdiction of the constitutionality of the constitutional court. The verdict thus positioning the Constitutional Court exceeded the jurisdiction of the constitutional court, so it has a tendency to be a pathology due to take over the legislative functions of the legislators.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JK 11:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Mahkamah Konstitusi yang lahir sebagai salah satu agenda reformasi dalam kekuasaan yudisial masih terus memproses dirinya menjadi sebuah lembaga independen yang berada di garda depan dalam mengawal konstitusi. Sebagai lembaga yang menangani perkara-perkara konstitusional, posisi lembaga ini jelas dihadapkan dengan pusaran kekuasaan oligarki yang seolah tak pernah lepas dari perjalanan tata negara Indonesia. Pergulatannya tidak hanya dengan kritik sistemik akan tetapi juga kritik keilmuan hukum, dimana lembaga ini diharapkan tidak kental dengan positivism legalistik yang memutlakkan cara kerja hukum dan konstitusi. Disamping itu, apa yang paling ditakutkan dan menjadi konsekuensi ialah apabila para hakimnya mengalami krisis weltanschauung. Disinilah butuh centang perspektif yang tidak hanya melayangkan kritik normatif, akan tetapi juga kritik reflektif, sebagai penegasan dalam membongkar hegemoni struktural politik serta menyelami manusia sebagai pusat perspektif tentang nilai keadilan
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Baharuddin Aritonang
Abstrak :
Telah dilakukan kajian atas 5 putusan Makhamah Konsitusi yang menyangkut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kelima putusan itu adalah Putusan MK No.3/PUU-VI/2008, Putusan MK No.5/PUU-IX/2011, Putusan MK No.49/PUU-IX/2011, Putusan MK No.31/PUU-XI/2012, dan Putusan MK No.13/PUU-XI/2013. Putusan-putusan ini menyangkut peranan BPK memeriksa Wajib Pajak, BPK dalam menetapkan kerugian negara serta tentang masa jabatan anggota BPK. Beberapa putusan dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) di UUD NRI Tahun 1945. Putusan-putusan ini menjadikan materi Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1) dan Pasal 28 D ayat (3) sebagai pertimbangan hukum, tanpa memperhatikan keseluruhan materi UUD NRI Tahun 1945, khususnya Pasal 28J ayat (2). Kedepan, kasus seperti ini perlu diperhatikan oleh Makhaman Konstitusi.
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2019
342 JKTN 12 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
342.02 JIM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H. Abdul Latif
Yogyakarta: Total Media, 2007
342.02 ABD m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
MKRI adalah badan pemerintah baru yang dibentuk berdasarkan perubahan ketiga UUD NRI 1945. Sesuai dengan itu maka artikel ini membahas tentang fungsi seyogyanya yang mendasari kewenangan MKRI dalam menguji konstitusionalitas undang-undang. Sesuai dengan isu tersebut maka artikel ini berargumen bahwa MKRI harus diposisikan sebagai human rights court manakala menjalankan kewenanganya untuk menguji konstitusionalitas undang- undang. Fungsi MKRI sebagai human rights court menjustifikasi eksistensinya dan juga mempreskripsi prinsip operasionalnya. Hal ini bermakna bahwa dalam menguji konstitusionalitas undang-undang MKRI seyogyanya memajukan perlindungan HAM melalui judical policy dan interpretasi konstitusinya
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Putusan MK dalam sengketa kepemilikan pulau berhala bukanlah putusan sengketa kepemilikan properti dalam konteks hukum perdata sebagaimana yang dipahami selama ini, tetapi putusan terhadap konstitusionalitas atas Undang- undang pembentukan wilayah baru dimana Pulau Berhala tercakup didalamnya terhadap UUD 1945. Dalam putusan sengketa kepemilikan pulau dalam dua perkara Nomor 32/PUU-X/2012 dan Nomor 62/PUU-X/2012 MK menafsirkan konstitusionalitas undang-undang yang mengatur pemekaran wilayah tidak didasarkan pada alasan-alasan substansi konstitusionalitas Undang-undang pemekaran wilayah yang yang diuji terhadap UUD 1945, tetapi didasarkan pada pertimbangan pengakuan dan penghormatan pada putusan Mahkamah Agung yang telah memutus perkara judicial review dengan objek sengketa pulau berhala
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Keberadaan pasal-pasal tentang HAM dalam UUD 1945 membuktikan bahwa indonesia adalah negara hukum yang berkomitmen mengakui dan menghormati HAM. Dalam rangka memberikan perlindungan dan jaminan hak asasi manusia, UUD 1945 memberikan kewenangan uji materil kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Beberapa putusan MK dapat dijadikan bukti untuk menilai bahwa uji materil yang dilakukan MK adalah untuk melindungi dan memajukan HAM. MK tidak saja bertindak sebagai lembaga pengawal konstitusi (guardian of the constitution), melainkan juga sebagai lembaga pengawal tegaknya HAM. Melalui kewenangan uji materil yang dimilikinya, MK tampil sebagai lembaga penegak hukum yang mengawal berjalannya kekuasaan negara agar tidak terjebak pada tindakan sewenang-wenang dan melanggar HAM
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library