Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutagaol, Arifin Rusli
"Indonesia sebagai salah satu Negara yang telah meratifikasi Persetujuan TRIPs melalui Persetujuan WTO, mempunyai konsekwensi untuk menerapkan TRIPs didalam Undang-undang Hak Ciptanya. Hal tersebut telah dilakukan Indonesia dengan menyesuaikan Undang-undang Hak Ciptanya dengan Ketentuan didalam TRIPs. Penyesuaian yang paling akhir adalah dibuatnya Undang-undang Hak Cipta yang baru yaitu Undang-undang Nomor 19 tahun 2002. Isi dari Undang-undang ini pada dasamya merupakan penerapan dari ketentuan minimal yang ada didalam persetujuan TRIPs.
Dalam rangka penyelesaian sengketa hak cipta, Undang-undang hak cipta menentukan dapat dilakukan melalui jalur litigasi dari alternatif penyelesaian sengketa. Maksudnya jalur litigasi adalah melalui proses perdata dan pidana. Dalam memeriksa pelanggaran hak cipta melalui jalur perdata, dasar hukumnya adalah Undang-undang Hak Cipta. Apabila Undang-undang Hak Cipta tidak mengaturnya, maka yang berlaku adalah KUHPerdata untuk hukum materilnya dan HIR untuk Hukum formilnya.
Memeriksa pelanggaran hak cipta melalui jalur pidana, dasar hukunmya adalah Undang-undang Hak Cipta. Apabila Undang-undang Hak Cipta tidak mengaturnya, maka yang berlaku adalah Hukum pidana umum yaitu, KUHP untuk hukum materiiInya dan KUHAP untuk hukum formilnya.
Yang menjadi masalah adalah mengenai penetapan sementara pengadilan, apakah dapat diterapkan oleh Pengadilan, sebab yang dimaksud dengan penetapan ini adalah penetapan yang dikeluarkan pengadilan sebelum gugatan perkara pelanggaran hak cipta didaftarkan di Pengadilan. Pembatasan jangka waktu pemeriksaan perkara perdata pelanggaran hak cipta di pengadilan yang ditentukan didalam Undang-undang Hak Cipta, bertujuan agar pemeriksaan perkara tidak terlalu lama. Tapi persoalannya keterlambatan pemeriksaan perkara biasanya dikarenakan oleh para pihaknya sendiri. Sementara itu tidak sanksi bagi para pihak yang memperlambat perkara tersebut.
Alternatif penyelesaian sengketa yang diuraikan disini hanya Arbitrase dan Mediasi, karena cara ini yang paling dikenal di Indonesia. Sementara itu Mediasi merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang sedang dikembangkan di peradilan di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T15438
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Idham
"Dalam era globalisasi ekonomi pada akhir 1990-an, kegiatan perekonomian internasional yang semulanya terfokus pada kegiatan ekspor impor, penanaman modal asing, pasar modal, dan perkreditan internasional sekarang telah mengembangkan kegiatan baru yaitu perlisensian (licensing)). Perlisensian telah berkembang dengan amat cepat ke seluruh dunia semenjak puluhan tahun yang lalu (1967) dari Amerika ke Eropa dan Asia sehingga banyak melahirkan negara industri baru yang pada gilirannya melisensikan teknologinya ke negara lain lagi. Walaupun demikian tidak lama sebelum pecah perang dunia ke dua perusahaan industri di Eropa, Amerika dan Jepang telah mendahului masuk ke pasar Internasional, tidak hanya meluaskan pasar dan mendapat penguasaan langsung atas penanaman modal asing (investasinya) dan bisnis di luar negeri, tetapi juga meningkatkan secara teknis, managemen, ekonomi dan pengaruh terhadap financial pasar dan lingkungan ekonomi negara yang dimasukinya. Jelaslah bahwa penanaman modal asing, ekspor impor yang berhasil akan diiringi selanjutnya oleh perlisensian yang menjadi suatu bentuk perdagangan internasional ke tiga dalam rangka meluaskan jaringan pemasaran produk dan proses. Jika dalam ekspor impor terjadi pemindahan barang dagang, dalam investasi terjadi pemindahan milik investor ke negara asing dan dalam perlisensian khusus terjadi perijinan menggunakan, membuat atau menjual Hak atas Kekayaan intelektual di samping terjadinya ekspor impor dan penanaman modal asing jika dibutuhkan. Dalam perdagangan internasional, teknologi seolah-olah mengalami "arus balik" melalui lisensi. Dalam memasuki pintu gerbang abad ke 21 hampir tidak terlihat lagi batas-batas negara dan besarnya bumi karena lalu lintas perdagangan dan informasi teknologi telah berjalan sangat cepat. Semenjak itu persaingan barang dalam perdagangan internasional telah lebih meningkat sebagai akibat deregulasi di segala bidang, termasuk kerjasama internasional."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
D108
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Nurhayati
"Salah satu sisi HKI yang tidak dapat dielakkan terutama dewasa ini adalah semakin erat pengaruh HKI dalam perdagangan internasional. HKI menjadi semakin penting mengingat perannya yang begitu besar bagi kehidupan industri dan perdagangan intemasional. Dalam kebijakan HKI nasional, Indonesia telah turut serta dalam komunitas global, dengan telah meratifikasi Persetujuan WTO (Agreement Establishing the World Trade Organization) melalui Undang-Undang No.7 Tahun 1994, dengan demildan Indonesia terikat dengan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh WTO, termasuk kesepakatan TRIPS (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights). Dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur pula mengenai ciptaan yang diberikan perlindungan sebagai hak cipta yaitu karya sinematografi.
Karya sinematografi merupakan media komunikasi massa gambar gerak (moving images). Karya serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun televisi atau perorangan. Perlindungan selain terhadap sinematografi dan karya cipta yang dilindungi sebagaimana diatur dalam undang-undang, perlindungan juga dapat diberikan terhadap semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu. Sehingga tanpa kita sadari karya cipta yang dihasilkan oleh seseorang dengan intelektualnya menciptakan sesuatu, secara cepat telah terjadi peniruan atas karya ciptanya.
Permasalahan yang menjadi pembahasan sejauhmana Undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur perlindungan hak cipta atas karya film sinematografi dan upaya-upaya apa yang dapat ditempuh oleh pencipta atau pemegang hak cipta dan lembaga penyiaran, dalam melindungi karya sinematografi dan hambatan-hambatan apakah yang di had api oleh pencipta atau pemegang hak cipta dan lembaga penyiaran dalam melindungi karya sinematografi.
Karya cipta atas sinematografi merupakan salah satu obyek perlindungan hak cipta, dan rekaman atas filmnya dilindungi oleh hak yang berkaitan hak eksklusif. Langkah yang ditempuh oleh pencipta atau pemegang hak cipta dan lembaga penyiaran berupa preemtif, preventif dan represif. Hambatan-hambatan yang dihadapi berupa Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya perlindungan hak cipta, kurangnya koordinasi nasional dari para penegak hukum, kurangnya tenaga dan keahlian teknis di lapangan, serta kurangnya sarana pendukung operasional di kalangan penegak hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hariani
"Penegakan hukum Hak atas Kekayaan Intelektual ("HKI")di negara-negara berkembang, bukan hanya mengalami ketertinggalan dari sudut peraturan perundang-undangan. Ketertinggalan yang lebih jauh adalah pemahaman terhadap prinsip perlindungan HKI. Ketertinggalan dimaksud terjadi karena terdapat permasalahan utama bahwa di negara-negara berkembang asumsi yang mengatasnamakan kepentingan publik di semua bidang masih amatlah kental. Ini mengakibatkan bahwa ketentuan-ketentuan HKI yang ada dalam peraturan perundang-undangan menjadi berbenturan dengan pemahaman seperti itu yang masih melekat dalam peraturan perundangundangan lain.
Hal demikianlah yang terjadi pada karya cipta sinematografi yang dilindungi oleh Hak Cipta. Perlindungan hak cipta yang terdiri dani hak ekonomi dan hak moral bagi pencipta yang menciptakan karya Sinematografi adalah terlahir dengan sendirinya. Namun ternyata perlindungan tersebut secara riil tidak dapat diberikan karena berbenturan dengan peraturan perundangundangan di bidang perfilman khususnya yang mewajibkan setiap karya film harus disensor dengan mengatasnamakan kepentingan kebudayaan.
Dasar-dasar perlindungan Hak Cipta telah dikesampingkan dalam hal sensor film terhadap sebuah karya cipta sinematografi. Henturan ketentuan sensor film dengan prinsip perlindungan hak cipta yang utama merupakan benturan dengan hak moral yang melarang adanya perubahan dalam bentuk apapun terhadap ciptaan; sedangkan penolakan secara utuh sebuah karya sinematografi oleh Lembaga Sensor film telah mengakibatkan matinya hak-hak ekonomi pencipta."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Steven
"ABSTRACT
Pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengatur bahwa hak cipta dapat dijadikan objek fidusia. Namun, ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia belum bisa mengakomodasi penggunaan hak cipta sebagai jaminan pembayaran utang. Untuk menentukan apa saja yang dibutuhkan hukum jaminan Indonesia agar dapat mengakomodasi penggunaan hak cipta sebagai jaminan, Penulis memelajari bagaimana hukum jaminan Amerika Serikat dan Inggris mengatur hal yang sama. Penulis menemukan bahwa hukum jaminan Indonesia memiliki banyak kekurangan dibandingkan hukum jaminan Amerika Serikat dan Inggris, baik dari segi eksekusi, pendaftaran, penjaminan ulang, bentuk jaminan, peran pengadilan, luasnya objek jaminan, dan hak moral, yang menyebabkan penggunaan hak cipta sebagai jaminan sulit dilakukan di Indonesia.

ABSTRACT
Section 16 (3) of Law Number 28 Year 2014 on Copyright regulates that copyright can be used as collateral in fiduciary security. But, the regulation in Law Number 42 Year 1999 on Fiduciary Security cannot accomodate the use of copyright as collateral. To decide what Indonesian law needs to accomodate the use of copyright as collateral, The Writer learned how American and English law regulate the same matter. The Writer found out that Indonesian secured transactions law is deficient compared to American and English secured transactions law regarding enforcement/execution, filing/registration, multiple security interests, form of secured transactions, role of court, type of collaterals, and waiver of moral rights, which make the use of collateral in Indonesia difficult."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Arold Lambok Leondy
"

Jaminan fidusia pada hak cipta merupakan suatu hal yang tegolong baru di Indonesia. Hal ini membuat banyak pihak mulai dari pelaku industri kreatif hingga industri jasa keuangan harus mengambil sikap terkait hal ini. Tidak adanya aturan yang tegas dari pihak regulator membuat kondisi ini menjadi area yang kabur dan dapat merugikan semua pihak. Di sisi lain bentuk dukungan terhadap indutri kreatif yang mengedepankan hak kekayaan intelektual salah satunya adalah hak cipta sudah semakin banyak.

 


Fiduciary guarantee of copyright is a new thing in Indonesia. This makes many parties ranging from creative industry players to the financial services industry have to take a stand in this regard. The absence of strict rules on the part of the regulator makes this condition a vague area and can be detrimental to all parties. On the other hand, forms of support for creative industries that prioritize intellectual property rights, one of which is that copyright has increased.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Shadrina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24996
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2000
S25152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pervidia Indraswari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S23768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>