Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Achmad Amin
"A contracting state cannot tax the profits of an enterprise (resident) of the other Contracting State unless it carries on its business through a permanent establishment (PE) situated therein. Hence the establishment of a PE is a main condition that the source country can impose taxes on profits from foreign business activities.
Considering the importance of a PE to a source country in terms of imposing taxes on foreign business activities, therefore in order to optimize tax revenues, Directorate General of Tax (DGT) must carry out extensification efforts optimally on PE. Whether these extensification efforts on PE are optimal or not really depends on DGT?s capability in identifying and declaring PE status of Foreign Taxpayers that engage in business activities in Indonesia.
Based on the result of the research which has been done trough a series of interview with relevant parties, it can be concluded that extensification efforts of PE which have been done by DGT especially KPP Badora Dua are not optimum enough. The main source point of these not so optimum extensitication efforts is due to the not optimal process of PE identification being done.
There are various problems that cause PE identification could not be done optimally, which are: unavailability of sufficient data, weak skills of DGT's human resources, the lack of comprehension of the industry being supervised, the rapid growth of telecommunication and information technology, the high mobility of Foreign Taxpayers, taxpayer's poor knowledge as to the concept of PE, the tendency to impose Income Tax article 26 on every transaction having to do with Foreign Taxpayers, and also the reluctance of Foreign Taxpayers to register itself in as a PE.
To optimize PE extensification efforts, the DGT is advised to increase its capability in identifying and declaring the PE's status through development of a comprehensive and up to date data bank, stepping up employees know how, more intense cooperation with business association and certain technical departments, intensifying counselling to tax payers, renegotiation of Tax Treaties, increasing the quality of service and tax administration, and taking the follow-up steps intensively of the results of extensification.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Jhon Ferry
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang kesesuaian konsep BUT dalam dunia ekonomi digital. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui i apakah penerapan konsep BUT tersebut berkontribusi bagi tergerusnya basis pendapatan pajak, ii apakah konsep BUT yang berlaku di Indonesia sudah mampu menjawab tantangan perpajakan ekonomi digital, dan iii apakah konsep BUT saat ini masih sesuai untuk menentukan hak pemajakan atas aktivitas-aktivitas ekonomi digital atau membutuhkan modifikasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan kepustakaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa konsep BUT saat ini tidak sesuai lagi untuk digunakan dalam menentukan hak pemajakan negara sumber dalam dunia ekonomi digital, bahkan berkontribusi dalam mengikis basis pajak di negara tersebut. Konsep BUT di Indonesia juga belum mampu menjawab tantangan ekonomi digital. Dengan demikian penelitian ini menyarankan agar konsep BUT dimodifikasi atau menerapkan mekanisme pemajakan yang lain khusus atas ekonomi digital.

ABSTRACT
This research discusses the relevance of permanent establishment concepts in digital economy to identify if i the application of permanent establishment concepts contribute to the loss of the basic income from tax ii the permanent establishment concepts currently applied in Indonesia are effective to deal with the challenges encountered in digital economy taxation iii the currently applicable permanent establishment concepts are still relevant to define the right to tax digital economy activities or require ammendment. This research is a qualitative research based on literary analysis on secondary data. The output of this research suggests that the currently applied permanent establishment concepts is no longer relevant to determine the source country 39 s right to tax the digital economy activities and, therefore, contributes to the loss of bases tax in the country. The permanent establishment concepts is also not effective to deal with the challenges encountered in digital economy. Hence, this research recommends that the government ammends the permanent establishment concepts or apply alternative tax mechanism, specifically for digital economy."
2017
S65991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Berlin Haposan
"Ekspansi kegiatan ekonomi dari negara maju ke negara berkembang dapat berupa investasi Iangsung (foreign direct investment), pengoperasian cabang perusahaan, pendirian anak perusahaan, atau kepemilikan surat-Surat berharga (foreign portfolio investment). Kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan negara domisili di negara sumber, dalam hal ini di Indonesia, dalam konsep perpajakan, melahirkan subjek pajak baru yang dikenal sebagai permanent establishment atau bentuk usaha tetap (BUT). Bentuk usaha tetap dalam sistem perpajakan Indonesia memiliki kedudukan yang khusus. Perlakuan perpajakan terhadap wajib pajak BUT agak berbeda dengan wajib pajak pada umumnya, dan hal ini juga dikaitkan dengan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) rnengingat pengenaan pajak atas BUT berhubungan dengan yurisdiksi perpajakan internasional.
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk; (i) memaparkan ketentuan-ketentuan khusus perpajakan atas BUT, (ii) menganalisis pengenaan pajak atas BUT di Indonesia Sudah Optimal terkait dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan perpajakan domestik yang berlaku, dan (iii) memaparkan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan oleh Ditjend Pajak untuk mengoptimalkan pemungutan pajak terhadap BUT di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder dalam penelitian ini mencakup data mengenai peraturan-peraturan perpajakan atas BUT dan data penerimaan pajak atas BUT, jumlah wajib pajak BUT, serta kelompok usahanya. Sementara itu data primer akan dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan ketentuan-ketentuan khusus perpajakan atas BUT di Iapangan termasuk berbagai kompleksitas pennasalahan yang ada dan upaya-upaya yang perlu dilaksanakan oleh Ditjend Pajak untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, teriihat bahwa penerimaan pajak penghasilan atas BUT relatif fluktuatif. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan perkembangan aliran modal masuk asing ke Indonesia. Kontribusi terbesar penerimaan pajak atas BUT berasal dari kelompok usaha pertambangan migas, jasa persewaan mesin, jasa keuangan dan konstruksi.
Dari sisi pelaksanaan ketentuan perpajakan atas BUT, meskipun Undang- undang Pajak Penghasilan di Indonesia telah memberikan batasan yang cukup lengkap dan tegas mengenai kriteria BUT, pennasalahan mengenai kriteria suatu kegiatan usaha merupakan sebuah BUT masih sering muncul, sehingga lebih sering diselesaikan secara bilateral melalui perjanjian penghindaran pajak berganda. Sampai dengan Januari 2005 Indonesia telah mengadakan persetujuan penghindaran pajak berganda dengan 54 negara di dunia.
Selain itu, berdasarkan hasil kajian dari penelitian ini, pelaksanaan ketentuan-ketentuan perpajakan atas BUT di lapangan tampaknya menghadapi permasalahan yang cukup komplek terkait dengan kesulitan untuk mendeteksi BUT, sulitnya melakukan pendaftaran dan penetapan BUT secara jabatan, sulitnya melakukan pemeriksaan pajak terutama akibat belum adanya peraturan peIaksanaan yang rinci mengenai perpajakan atas BUT dan faktor Iainnya adalah terkait dengan keterbatasan sumber daya petugas pajak yang ahli mengenai perpajakan internasional.
Berdasarkan kompleksitas permasalahan yang dihadapi terkait dengan pelaksanaan ketentuan perpajakan atas BUT, maka ada saran yang dapat disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak, yakni; (i) batasan terhadap kriteria bentuk usaha tetap perlu dipertegas, diperjelas, dan lebih dikembangkan terutama untuk antisipasi semakin berkembangnya aktivitas-aktivitas dan transaksi-transaksi ekonomi seiring dengan perkembangan teknologi informasi, (ii) jumlah mitra runding dalam rangka P3B perlu segera diperluas mengingat semakin luas dan terbukanya aktifitas dan transaksi bisnis antar negara, (iii) perlu adanya peraturan yang lebih rinci mengenai pelaksanaan pemungutan perpajakan atas BUT sebagai contoh penerbitan Surat- Edaran yang Iebih rinci, (iv) perlu diterbitkan modul khusus untuk keperluan pendaftaran dan pemeriksaan pajak atas BUT untuk menghindari adanya beda penafsiran mengenai ketentuan perpajakan atas BUT, dan (v) perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan sumber daya petugas pajak, khusus terkait dengan permasalahan perpajakan internasional."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Anzolla
"ABSTRAK
Kapal asing menjadi salah satu pilihan untuk mengangkut barang. Dalam hal ini, Indonesia memiliki potensi pemajakan atas jasa pelayaran luar negeri sebagai sumber penerimaan negara. Namun demikian, seringkali terjadi perbedaan interpretasi dalam penggunaan dasar hukum pemajakannya antara WP dan DJP. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis substansi penghasilan yang diterima oleh K, Ltd perusahaan pelayaran luar negeri dan perlakuan perpajakan yang tepat atas penghasilan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kepustakaan dan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data. Substansi penghasilan yang diterima oleh K, Ltd merupakan imbalan dari jasa pelayaran di jalur internasional sehingga perlakuan pemajakan yang tepat merujuk kepada pasal 8 tentang shipping and air transport P3B Indonesia-Singapura. Selain itu, BUT yang timbul di kasus ini yaitu BUT jasa. Oleh sebab itu, diperlukan penegasan mengenai jenis BUT yang dapat terbentuk dari perusahaan pelayaran luar negeri dalam UU PPh dan pembenahan internal Mahkamah Agung dalam menentukan Majelis yang akan memutus suatu sengketa.

ABSTRACT
Foreign ships become one option to transport goods. In this case, Indonesia may tax income from International Traffic 39 s shipping as a source of state revenue. Nevertheless, there are some different interpretations in the use of the legal basis of taxation between taxpayers and Directorate General of Taxation. This thesis aims to analyze substance of income received by K, Ltd foreign shipping company and suitability of imposing tax on it. This research was using qualitative approach with literature review and in depth interview as data collection technique. Substance of Income received by K, Ltd is service fee in International Traffic 39 s shipping, so the impose should refer to Article 8 Tax Treaty Indonesia and Singapore about Shipping and Air Transport. Then, PE establishes in this case is Service PE. Hence it shows the necessities of clear PE definition that establish from foreign shipping company in Income Tax Law and Supreme Court Internal 39 s imporovement in assigning Judge to decide a dispute."
[;;, , ]: 2017
S67409
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library