Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kecemasan adalah perasaan yang umum terjadi sebagai reaksi keluarga terhadap penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya. Masuknya klien ke dalam ancaman peran sakit dalam rentang hidup-mati mengancam dan mengubah homeostasis keItiarga. Penyakit yang diderita salah satu anggota keluarga mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan kluarga klien post craniotomy di ruang ICU. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif sederhana. Jumlah sampel 30 orang dengan menggunakan tehnik convenience sampling dengan kriteria: orangtua, suami/istri, anak, dan saudara kandung. Hasil analisa data menunjukkan 60% keluarga klien mengalami cemas sedang dan 40% mengalami cemas berat. Angka ini menunjukkan bahwa rata-rata keluarga klien post craniotomy di ruang ICU RS Siloam Lippo Karawaci mengalami cemas sedang sampai dengan cemas berat. Berdasarkan hasil tersebut perawat pers memfasilitasi dalam pemberian informasi yang jelas tentang prosedur tindakan dan keadaan setelah tindakan kepada keluarga agar dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan keluarga.
Kata kunci: ICU, kecemasan, keluarga, post craniotomy"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5569
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Widyarani
"ABSTRAK
Latar belakang: Stratifikasi risiko terhadap pembedahan sangat membantu dalam pengambilan keputusan klinis perioperatif, edukasi, evaluasi, dan audit klinis. Kraniotomi pada tumor otak sebagai tindakan pembedahan berisiko tinggi belum memiliki stratifikasi risiko yang akurat di RSUPNCM karena masih menggunakan ASA yang bersifat subjektif dan kurang informatif. P-POSSUM terbukti tepat dalam prediksi mortalitas pascabedah kraniotomi di India dan Inggris, namun belum diketahui ketepatannya di Indonesia, khususnya di RSUPNCM. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan P-POSSUM dalam prediksi mortalitas pascabedah kraniotomi pada tumor otak di RSUPNCM. Metode: Disain penelitian adalah deskriptif analitik retrospektif terhadap seluruh pasien dewasa dengan tumor otak yang menjalani kraniotomi di RSUPNCM selama periode Januari 2015 - Desember 2016. Hasil: Sebanyak 196 subjek dilibatkan dalam analisis risiko mortalitas. Didapatkan rasio O:E 1,68 secara keseluruhan dengan rasio O:E 1,91 pada jangkauan risiko 0-5 dan 1,69 pada jangkauan risiko 11-20 . Hasil uji Hosmer-Lemeshow menunjukkan perbedaan yang signifikan antara angka mortalitas prediksi dan aktual p=0,006 . Simpulan: P-POSSUM tidak tepat dalam prediksi mortalitas pascabedah kraniotomi di RSUPNCM. Diperlukan kajian dan penyesuaian lebih lanjut sebelum P-POSSUM dapat digunakan pada populasi bedah saraf di RSUPNCM.

ABSTRACT
Background Risk stratification in surgery helps in perioperative clinical decision making, education, evaluation, and clinical audit. Craniotomy on brain tumor as a high risk surgery does not have an accurate risk stratification in RSUPNCM because they still use ASA, which is subjective and not informative. P POSSUM had been proven to be accurate in predicting postoperative mortality after craniotomy in India and England, but it has not been studied in Indonesia, especially in RSUPNCM. Aim This study was done to gain knowledge about the accuracy of P POSSUM for predicting mortality after craniotomy in brain tumor in RSUPNCM. Methods This was a retrospective descriptive analytic study on adults with brain tumor scheduled to have elective craniotomy in RSUPNCM between January 2015 ndash December 2016. Result 196 subjects were analyzed in this study. Overall O E ratio was 1.68 with O E ratio of 1.91 in the risk range of 0 5 and 1.69 in the risk range of 11 20 . Hosmer Lemeshow test showed significant difference between predicted and actual mortality rate p 0.006 . Conclusion P POSSUM was not accurate for predicting mortality after craniotomy in RSUPNCM. Further studies and adjustments are needed before P POSSUM can be used in neurosurgery population in RSUPNCM."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ande Fachniadin
"Latar Belakang. Salah satu komplikasi pada teknik kraniotomi ini adalah cedera pada saraf nervus fasialis cabang frontal sehingga terjadi paralisis pada otot frontal dan orbikularis oris. Komplikasi ini terjadi pada 30% kasus pasien yang dilakukan kraniotomi frontotemporal. Masih terdapat perdebatan bagiamana melakukan preservasi yang baik pada nervus fasialis cabang frontal. Beberapa teknik telah dikembangkan untuk menghindari komplikasi ini seperti teknik seperti teknik miokutan, interfascialis, dan subfascialis. Penelitian ini memiliki tujuan mengetahui insiden terjadinya cedera nervus fasialis pada teknik interfascialis dan subfascialis.
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif potong lintang. Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM pada subjek pasien yang dilakukan kraniotomi frontotemporal pada Januari-Juli 2018. Dilakukan penelusuran rekam medis dalam menilai teknik dan luaran cedera subjek.
Hasil. Dalam kurun waktu dilakukan penelitian terdapat 20 (dua puluh) subjek pasien yang dilakukan preservasi nervus fasialis cabang frontal yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Didapatkan 15% subjek mengalami cedera nervus fasialis cabang frontal pada saat segera setelah tindakan. Pasca 3 bulan tindakan cedera didapatkan 5% subjek masih didapatkan cedera. Seluruh cedera didapatkan pada Teknik interfascialis.
Kesimpulan. Insiden cedera nervus fasialis cabang frontal pada pasien yang menjalani kraniotomi frontotemporal sebanyak 15%. Insiden cedera nervus fasialis cabang frontal menggunakan teknik interfascialis sebanyak 15% dan dengan teknik subfascialis sebanyak 0%.

Background. One of the major complications on frontotemporal craniotomy technique is injury to the frontal facial nerve, inducing paralysis to the frontal and orbicularis oris muscle. This complication occurs in 30% of patients with frontotemporal craniotomy. There are still some lively debates regarding proper preservation on frontal branch of the facial nerve. Some techniques have been developed in order to avoid this complication such as Miocutanenous, interfascialis and subfascialis techniques. This research aims to find the incident of injury to facial nerve on interfascialis and subfascialis techniques.
Method. This is a retrospective cross-sectional research performed in Neurosurgery Department of FKUI-RSCM on patients with frontotemporal craniotomy on January to July 2018. All suitable patients' medical record was inspected and studied for the techniques and the occurrence of post-operative side effects.
Results. Within the time limit, we found 20 (twenty) subject patients with frontal branch of facial nerve that matched the inclusion and exclusion criterias. It was found that 15% of the subjects have had their frontal branch of facial nerve injured immediately after surgery, and 5% after 3 months of recuperation. All injuries was found in interfascialis technique.
Conclusion. The incident of injury on the frontal branch of the facial nerve after frontotemporal craniotomy was 15%, with the interfacialis technique contributing to the whole 15% while the subfascialis technique with 0%.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vema Tiyas Puspita
"Praktik residensi keperawatan medikal bedah yang dilakukan selama dua semester telah memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan neurologi, melakukan telaah evidence based nursing dan proyek inovasi yang dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto dan RS Pusat Otak Nasional. Peran pemberian asuhan keperawatan pada kasus kelolaan utama yaitu post kraniotomi tuberkuloma serebelum dan 30 pasien resume menggunakan teori adapatasi Roy. Perilaku maladaptif paling banyak adalah pada mode adaptasi fisiologi. Penerapan EBN tentang intervensi slow stroke back massage pada pasien stroke yang mengalami nyeri bahu tidak dapat dilakukan karena lonjakan kasus COVID-19. Pelaksanaan proyek inovasi video edukasi pencegahan komplikasi pasca stroke memberikan manfaat dalam meningkatkan pengetahuan dan perilaku caregiver dalam mencegah terjadinya komplikasi pneumonia, luka tekan dan kontraktur.

The medical surgical nursing residency practice which was carried out for two semesters has provided nursing care for patients with neurological disorders, conducted evidence-based nursing studies and innovation projects carried out at RSPAD Gatot Soebroto and RS Pusat Otak Nasional. The role of providing nursing care in the main cases, namely post craniotomy tuberculoma cerebellum and 30 resume patients using Roy's adaptation theory. Most maladaptive behavior is in the physiological adaptation mode. The application of EBN regarding slow stroke back massage intervention in stroke patients who experience shoulder pain cannot be carried out due to the spike in COVID-19 cases. The implementation of an educational video innovation project on preventing post-stroke complications provides benefits in increasing caregiver knowledge and behavior in preventing complications of pneumonia, pressure sores and contractures."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dibyo Harjo Susanto
"Pendahuluan Tumor Otak merupakan pertumbuhan jaringan otak yang tidak wajar atau abnormal dan berkembang tidak terkontrol. Prevalensi tumor otak di dunia maupun di Indonesia setiap tahun cenderung meningkat yang diikuti dengan peningkatan angka kematian pada pasien tumor otak. Kraniotomi dan general anestesi menjadi peristiwa paling traumatis dalam kehidupan seseorang. Kecemasan preoperatif merupakan reaksi yang ditunjukkan oleh sebagian pasien yang dijadwalkan untuk menjalani prosedur pembedahan yang ditandai dengan perubahan fisiologis maupun psikologis. Peningkatan kecemasan preoperatif berdampak negatif pada proses perioperatif. Kecemasan preoperatif menjadi satu masalah dengan berbagai faktor yang mendasarinya. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada pasien tumor otak sebelum tindakan kraniotomi elektif. Metode Penelitian ini merupakan deskriptif analitik dengan desain cross sectional yang melibatkan 100 responden di ruang rawat inap RSCM Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara usia (p = 0,019), pekerjaan (p = 0,015), persepsi terhadap penyakit (p = 0,001), pengetahaun tentang pembedahan (p = 0,001), perasaan takut (p = 0,001), dukungan sosial (p = 0,001), pengalaman spiritual (p = 0,043), dan riwayat pembedahan sebeluimnya (p = 0,004) terhadap kecemasan pada pasien tumor otak sebelum kraniotomi elektif. Adapun faktor dominan yang berpengaruh atau berhubungan dengan kecemasan pada pasien tumor otak sebelum kraniotomi elektif yaitu usia (OR = 17,73) dan persepsi terhadap penyakit (OR = 9,53). Kesimpulan kecemasan sebelum kraniotomi elektif paad pasien tumor otak berhubungan dengan usia, pekerjaan, persepsi terhadap penyakit, pengetahuan tentang pembedahan, perasaan takut, dukungan soisal, pengalaman spiritual dan riwayat pembedahan sebelumnya. Faktor yang paling berhubungan adalah usia dan persepsi terhadap penyakit.

Introduction Brain tumors are abnormal or unnatural growth of brain tissue that develops uncontrollably. The prevalence of brain tumors in the world and in Indonesia tends to increase every year, followed by an increase in mortality in brain tumor patients. Craniotomy and general anesthesia are the most traumatic events in a person's life. Preoperative anxiety is a reaction shown by some patients who are scheduled to undergo a surgical procedure characterized by physiological and psychological changes. Increased preoperative anxiety has a negative impact on the perioperative process. Preoperative anxiety is a problem with various underlying factors. Purpose This study aims to determine the factors associated with anxiety in brain tumor patients before elective craniotomy. Metohod This research method is descriptive analytical with a cross-sectional design involving 100 respondents in the inpatient room of RSCM Jakarta. Result The results showed a significant relationship between age (p = 0.019), occupation (p = 0.015), perception of illness (p = 0.001), knowledge of surgery (p = 0.001), fear (p = 0.001), social support (p = 0.001), spiritual experience (p = 0.043), and previous surgical history (p = 0.004) on anxiety in brain tumor patients before elective craniotomy. The dominant factors that influence or are associated with anxiety in brain tumor patients before elective craniotomy are age (OR = 17.73) and perception of illness (OR = 9.53). Conclusions anxiety before elective craniotomy paad in brain tumor patients is related to age, occupation, perception of disease, knowledge of surgery, feelings of fear, social support, spiritual experience and previous surgical history. The most related factors are age and perception of disease."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library