Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adella Tanuwidjaja
"Sebagai salah satu bentuk jaminan kredit, jaminan perorangan (personal guarantee) merupakan janji atau kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur, apabila debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya dikemudian hari. Tulisan ini membahas pertanggungjawaban pihak ketiga yang memberikan jaminan perorangan (personal guarantee) terhadap Bank selaku kreditur dalam hal debitur wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya. Juga dibahas mengenai upaya Bank dalam rangka penyelamatan dan penyelesaian kredit macet yang disertai dengan jaminan perorangan (personal guarantee). Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan studi kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pihak ketiga yang memberikan jaminan perorangan (personal guarantee) menjadi identik dengan seorang debitur terhadap Bank dalam hal debitur utama wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya dan barang-barang debitur telah disita dan dijual namun tidak cukup untuk membayar utangnya. Selain itu, tiap-tiap penanggung juga dapat langsung ditagih atas utang debitur, tanpa adanya keharusan bagi kreditur untuk mengambil pelunasan terlebih dahulu dari debitur utama apabila si penanggung telah melepaskan hak istimewanya. Pada praktiknya, jaminan perorangan (personal guarantee) di Indonesia hanyalah bersifat sebagai jaminan tambahan yang lebih mengacu pada kewajiban moral saja sehingga seringkali penanggung tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan utang debitur utama. Hal ini menyebabkan pelaksanaan jaminan perorangan (personal guarantee) di lapangan masih sangat tidak menentu. Oleh karena itu, bank sudah sepatutnya mengetahui bentuk perlindungan hukum yang dapat dilakukan untuk mencegah kerugian jika terjadi kredit bermasalah dengan jaminan perorangan (personal guarantee).
......As a form of credit guarantee, personal guarantee is a promise or the ability of a third party to fulfil the debtor's obligations, if the debtor is unable to carry out his obligations in the future. This paper discusses about the liability of a third party providing a personal guarantee to the Bank in the event that the debtor didn’t carry out its obligations. It also discusses what the Bank can do in the context of salvaging and settling bad loans, accompanied by a personal guarantee. This research uses juridicial-normative method, with literature study accompanied by interviews. The results show that the liability of a third party who provides a personal guarantee is identical to that of a debtor in the event that the main debtor failed to fulfil its obligations and the debtor's goods have been confiscated and sold but are not sufficient to pay the debt. In addition, each guarantor can also be directly billed for the debtor's debt, without any obligation for the creditor to take full payment from the main debtor if the guarantor has given up the privileges. In practice, personal guarantees in Indonesia are only viewed as a moral obligation so that often the personal guarantor doesn’t have good faith in settling the debt of the main debtor. As a result, the implementation of personal guarantees is still very uncertain. Therefore, banks should be aware of the legal protection that can be done to prevent losses in the event of a non-performing loan with a personal guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhani Khairunnisa
"Perkembangan dunia perbankan semakin pesat dan berperan besar membantu perekonomian. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan, baik masyarakat sebagai perorangan maupun pengusaha dan/atau perusahaan seringkali meminta dana melalui fasilitas kredit maupun pembiayaan dari bank. Piutang yang timbul dari kegiatan tersebut merupakan suatu tagihan atas nama yang melibatkan dua pihak yaitu kreditur dan debitur. Kenyataannya pembayaran atau pelunasan kredit tidak selalu lancar. Salah satu cara penyelesaian kredit bermasalah dilakukan dengan pengalihan piutang/hak tagih secara cessie kepada pihak ketiga. Namun, cessie tetap harus dilakukan secara bijak. Tulisan ini membahas mengenai bagaimana pengaturan mengenai cessie di Indonesia, pertanggungjawaban bank terhadap debitur saat cessie diklasifikasikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum, dan bagaimana akibat hukum pembatalan cessie terhadap bank. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan studi kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara. Hasil dari penulisan ini, cessie harus dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan, bank dimungkinkan melakukan tindakan perbuatan melawan hukum apabila tindakannya menyebabkan kerugian bagi debitur, dan terdapat akibat hukum bagi bank saat cessie dibatalkan seperti kenaikan non-performing loan, mempengaruhi kedudukan pada kelas Bank Umum Kegiatan Usaha, dapat mempengaruhi tingkat kesehatan bank, serta berdampak pula pada nama baik bank di mata masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan pengawasan dan peningkatan pelaksanaan prinsip kehati-hatian oleh bank.
......The development of banking world is growing rapidly and plays a major role in helping the economy. In order to fulfill needs, the public as individuals, entrepreneurs, and/or companies often ask for funds through credit or financing facilities from bank. Accounts receivable arising from these activities represent claims on behalf of two parties, namely creditors and debtors. In reality, payments or credit repayments are not always smooth. One way of settling non-performing loan is by transferring accounts receivable/collection rights by cession to a third party. However, cession still has to be done wisely. This paper discusses how the regulation regarding cession in Indonesia, the accountability of bank to debtor when cession is classified as a tort, and what are the legal consequences of cession's cancellation for bank. This research uses juridical-normative method, with literature study accompanied by interviews. As a result of this research, cession must be implemented in accordance with statutory regulations, bank may have conducted a tort if it caused harm to debtor, and there were significant impacts for bank when cession was canceled, such as increasing non-performing loan, affecting bank’s position in the class of commercial banks business activities, affecting bank’s health level, also had an impact on the reputation of bank in public’s eyes. Therefore, there is a need for increasing supervision for bank and increasing the implementation of prudential banking principle."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ballendux, Antonius Hendrikus
`s-Gravenhage: Excelsiors Foto-Offset, 1951
BLD 332.7 BAL b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta : BPFE , 1986
332.71 KRE (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Ramlan, 1956-
Jakarta: Salemba Empat, 2002
332.77 Gin i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Palomes
"Kredit bermasalah tidak hanya merupakan masalah perbankan saja akan tetapi sudah merupakan masalah nasional sehingga perlu penanganan secara seksama dan penyelesaian secara konsepsional dan komprehensif berdasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku. Ketidakpastian hukum tampaknya semakin menjadi kendala bagi penyelesaian kredit bermasalah. Salah satu contohnya adalah kasus restrukturisasi kredit bermasalah bank-bank badan usaha milik negara. Saat ini kredit bermasalah bank BUMN sudah semakin mengkhawatirkan.Untuk segera menyelesaikan masalah ini diperlukan langkah pemecahan yaitu penyelesaian hutang yang menguntungkan semua pihak yang terkait. Mengingat pentingnya masalah penyelesaian hutang ini sebagai salah satu faktor utama bagi bangsa Indonesia untuk dapat keluar dari krisis, dan banyaknya masalah-masalah yuridis yang timbul dalam praktik pengurusan piutang negara maka penulis melakukan analisis terhadap alternatif penyelesaian hutang melalui perdamaian dan restrukturisasi hutang oleh PUPN/DJLPN, untuk mengetahui apakah kredit macet yang merupakan piutang negara dapat diselesaikan melalui mekanisme perdamaian-PKPU sekaligus melalui alternatif restrukturisasi piutang negara oleh PUPN dan apakah diperlukan instrument hukum berupa peraturan pexundang-undangan yang lebih memadai yang dapat memberikan opsi yang lebih cepat, komprehensif serta memberi kepastian dan jaminan hukum dalam restrukturisasi kredit macet/piutang negara. Upaya perdamaian (Accord}yang dilakukan debitur dengan para kreditur konkuren dapat digunakan sebagai sarana dan upaya untuk menyelesaikan kredit macet karena tujuan utama dari perdamaian dengan restrukturisasi utang adalah memberi kesempatan kepada debitur untuk dapat terus berusaha dengan tenang, sehingga debitur dapat melunasi utang-utangnya dan terhindar dari pailit.Perdamaian merupakan salah satu mata rantai dalam proses proses penundaan kewajiban pembayaran utang. Justru perdamaian inilah yang sebenarnya merupakan tujuan dan motif dilakukannya penundaan kewajiban pembayaran utang. Termasuk dalam perdamaian di sini adalah proses restrukturisasi utang antara debitur dan pihak kreditur. Pada prinsipnya perdamaian merupakan "kata sepakat" antara para pihak yang bertikai untuk mencari keadilan, jalan terbaik bagi para pihak (win-win solution) dan melindungi hak para pihak yang bertikai, yaitu kreditur dan debitur."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Satriani
"Penelitian ini menunjukkan bahwa perbankan di Indonesia turut mempengaruhi pola negara tujuan ekspor Indonesia. Secara umum, kinerja ekspor suatu negara selalu dikaitkan dengan skala ekonomi seperti PDB dan daya saing, yang keduanya mencerminkan tren permintaan importir dan penawaran eksportir negara tersebut. Namun krisis keuangan global 2008 membuka mata kita bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Salah satu faktor yang sering diabaikan dalam literatur perdagangan selama ini adalah faktor risiko. Faktor risiko tersebut perlu menjadi perhatian khusus karena setiap transaksi ekspor dan impor pada dasarnya mengandung risiko masing-masing baik bagi importir maupun eksportir. Dalam kaitan ini, peran penting bank dalam memitigasi risiko dalam transaksi perdagangan internasional terlihat dari dukungannya dalam penerbitan Letters of Credit (LC). Dengan menggunakan data pertumbuhan tahunan penggunaan LC untuk ekspor nonmigas Indonesia ke 102 negara lainnya pada periode 2011-2018, penelitian ini menemukan bahwa risiko di negara tujuan ekspor mempengaruhi ekspor nonmigas Indonesia untuk negara berisiko tinggi, yang sebagian besar merupakan pasar ekspor non-tradisional Indonesia. Sebaliknya, LC hanya berpengaruh signifikan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke negara berisiko rendah dan menengah. Negara-negara tersebut didominasi oleh negara berpendapatan tinggi dan menengah yang selama ini menjadi pasar ekspor tradisional Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan Indonesia belum banyak memiliki risk appetite untuk mendukung eksportir di tanah air memasuki negara non tradisional. Dalam perdagangan dengan negara-negara tersebut, LC tampaknya tidak relevan sebagai instrumen untuk memitigasi risiko. Dengan kata lain, dukungan Pemerintah pada dasarnya diperlukan untuk menanggung atau berbagi sebagian dari risiko tersebut sehingga ambisi negara untuk melakukan penetrasi ke negara non-tradisional dapat terwujud dengan dukungan institusi perbankan. Jika tidak, ambisi seperti itu hanya menjadi retorika
This research shows that banks in Indonesia also impact the pattern of Indonesias export destination countries. Generally, the countrys export performance is always associated with the scale of economy such as GDP and her competitiveness, both of which reflected trends in the countrys importer demand and exporter supply. However, the 2008 global financial crisis opened up our eyes that there are other factors affecting the countrys export performance. One of those factors that are often neglected in the trade literature thus far is the risk factor. The risk factor deserves our particular attention because every export and import transaction essentially carry risks respectively for both importers and exporters. In this respect, an important role of banks in mitigating the risks in international trade transactions can be seen from their support in the issuance of Letters of Credit (LCs). Using annual-growth data of the use of LCs for the countrys non-oil and gas exports to other 102 countries in the period of 2011-2018, this research found that the risks at export-destination countries affect Indonesia's non-oil and gas exports to so-called high-risk countries, most of which are the countrys non-traditional export markets. In contrast, the LCs only significantly affect Indonesia's non-oil and gas exports to low and medium risk countries. These countries are dominated by high and middle-income countries which have been Indonesian traditional export markets. This shows that Indonesian banks do not mostly have the risk appetite to support the countrys exporters entering the non-traditional countries. In trading with those countries, the LCs appear to have been irrelevant as an instrument to mitigate risks. In other words, the Government support is essentially needed in assuming or sharing some of those risks as such that the ambition of the countrys ability to penetrate into the non-traditional countries can be realized with the assistance of the countrys banks. Otherwise, such ambition remains a rhetoric only."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warisni
"Penelitian tentang dampak perhitungan Capital Charge pada penerapan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) No.8122/PBI/2006 terhadap kemampuan ekspansi pembiayaan telah dilakukan di Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Amanah Insani. Berdasarkan ketentuan tersebut maka BPRS harus menyediakan Capital Charge lebih tinggi dari actual lass. Baban penelitian ini adalah data pembiayaan murabahah bulan Januari-Desember 2007 dari BPRS Amanah lnsani, sebagai uji va1ldasi adalah data bulan Januari 2008. Metoda yang dilakukan
adalah mengul'l.lr besamya Capital Charge dengan menggunakan model Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) dan model altematif (CreditRisk+), validasi model dilakukan dengan back Jesting. Basil peneHtian bahwa, penggunaan C.·editRisk+ menghasilkan Capital Charge lebih rendah dari A TMR. Kesimpulan yang didapat adalah BPRS Amanah Insani dapat menggunakan CreditRisk+ sebagai model pengukuran risiko pembiayaan mendampingi model
yang sudah digunakan.
......The research on impact of Capital Charge on applying the rules of Bank
Indonesia (PBJ) No.8/22/PBU2006 was conducted , for analysis expansion of
credit of Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Amanah lnsani. The material
used in these research was the data of expences murahahah of BPRS "Amanah
lnsani from January to December 2007. and for validation was used data on Janoary 2008. The methods was measoring the level of Capital Charge by using model of ATMR (AI.'tiva Tertimbang Menurut Resiko) and altematif model of Credi!Risk+. The validation of these model was measuring by back testing. The results was using the model of CreditRisk+. yielding the Capital Charge lower than that of ATMR .. The conclusion is that BPRS could used CreditRisk+. model for measuring risk"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25550
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Udi Hade Pungut
"Menurut teori ekonomi tradisional, pengaruh tingkat bunga terhadap volume investasi bersifat negatif. Karena permintaan terhadap kredit tergantung pada volume investasi maka, kenaikan tingkat bunga cenderung mengurangi permintaan terhadap kredit. Kekecualian dari teori yang diterima secara umum tersebut adalah hipotesa McKinon yang menyatakan hubungan antara tingkat bunga dengan investasi bersifat searah. Berdasarkan fungsi profit sektor perbankan, dapat diketahui elastisitas penawaran kredit oleh bank. Terungkap dalam penelitian ini bahwa elastisitas penawaran kredit oleh bank positif 2,782 dan elastisitas silang kredit dengan tingkat bunga deposit negatif 2,275. Dengan demikian, bila tingkat bunga kredit berubah dengan arah dan tingkat perubahan yang sama --misalkan tingkat bunga deposit dan tingkat bunga kredit meningkat sebesar satu persen, maka volume kredit yang disalurkan perbankan akan meningkat kira-kira sebesar 0,5 persen. Dampak perubahan tingkat bunga terhadap kredit bersifat positif apabila ratio perubahan tingkat bunga kredit terhadap tingkat bunga deposit Rx sekitar 0,82. Bila IR., ≥ 0,82 pengaruh perubahan tingkat bunga bersifat searah, sebaliknya apabila FR, < 0,82 pengaruh tingkat bunga berlawanan arah. Elastisitas permintaan deposit oleh perbankan nilainya negatif 3,087, sedangkan elastisitas silang antara kredit terhadap permintaan deposit positif 3,809. Dengan demikian bila R, ≥ 0,81 pengaruh tingkat bunga terhadap volume deposit berlangsung searah. Dan sebaliknya bila Rx < 0,81, tingkat bunga mempengaruhi deposit dengan arah yang berlawanan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18961
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, Herlina P.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>