Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 628 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setya Wahyudi
"ABSTRAK
Tesis ini berjudul "Kebijakan Penerapan dan Pelaksanaan Pidana Penjara Dalam Rangka Reintegrasi Sosial Terhadap Terpidana kejahatan Kekerasan", dan tujuan penelitian dalam tesis ini yaitu untuk mengetahui kebijakan hakim di dalam penerapan pidana penjara dan kebijakan pembina lembaga pemasyarakatan di dalam pelaksanaan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial terpidana kejahatan kekerasan.
Penelitian ini bersifat deskriptif, dan pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian di lapangan berupa studi dokumen, observasi, angket dan wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto, Petugas Pembina Lembaga Pemasyarakatan dan Narapidana kejahatan kekerasan di Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto. Penentuan responden dilakukan secara purposive non random sampling, dan analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
Maksud kebijakan penerapan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial, yaitu kebijakan hakim di dalam menjatuhkan pidana penjara dengan tujuan untuk perlindungan masyarakat terhadap bahaya akibat tindak pidana dan, dengan tujuan untuk mendidik pelaku tindak pidana. Kebijakan pelaksanaan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial dilaksanakan dengan cara memasukkan narapidana ke dalam lembaga pemasyarakatan dan selama menjalani pidana dilakukan pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian dan pembinaan reintegrasi dengan masyarakat yang berupa asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.
Kebijakan penerapan pidana penjara terhadap terpidana kejahatan kekerasan di Pengadilan Negeri Purwokerto apabila dilihat dari berat pidana penjara yang dijatuhkan, telah memenuhi dan dapat sebagai sarana proses reintegrasi sosial yang berupa asimilasi, pembebasan bersyarat ataupun cuti menjelang bebas, namun apabila dilihat dari pertimbangan-pertimbangan penjatuhan pidana penjara maka dapat dikatakan tidak berdasar tujuan reintegrasi sosial sepenuhnya.
Kebijakan pelaksanaan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial terhadap terpidana/narapidana kejahatan kekerasan di Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto lebih ditonjolkan pada bentuk pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian serta pembinaan dalam bentuk asimilasi di dalam lembaga atau di dalam gedung lembaga pemasyarakatan yang meliputi kegiatan pembinaan mental spiritual atau keagamaan, olah raga, keterampilan pertukangan, perbengkelan, pertanian dan peternakan. Pembinaan narapidana dalam bentuk asimilasi dilakukan dengan cara pembauran antara narapidana dengan petugas pembina lembaga, pembauran dengan sesama narapidana dan Pembauran dengan masyarakat pengunjung lembaga pemasyrakatan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan pidana penjara dalam rangka reintegrasi sosial diperlukan sarana dan prasarana yang memadai, profesionalisme pembina lembaga pemasyarakatan dan diperlukan partisipasi positif dari masyarakat.

ABSTRACT
The title of the thesis is 'The application and implementation of imprisonment sentence policies based on social reintegration of violent crime offenders. The aim of the present research were to know the judge policy in inflicting imprisonment sentence and to know the prison management policy in implementing the imprisonment sentence based on social reintegration of the violent crime offenders.
This 'research was descriptive.. The data was obtained through library and field researches involving documentary study, observation, questionnaire and interview with the Purwokerto state court, prison management and prisoner of violent crime prisoners in Purwokerto prison. Respondents were chosen based on purposive non random sampling. Data was analyzed based on descriptive qualitative methods.
The aims of the imprisonment policy based on the social reintegration was the implementation of imprisonment sentence based on social defence and treatment of offender method. This policy was implemented by giving i;a treatment to the offenders in a prison like personality and self-esteem education; and reintegration education, involving programs like assimilation, conditional release and to go on leave before released.
If, the judge policy on the application of imprisonment sentence was viewed based on its heaviness, it would be fit in with the social reintegration policy involving assimilation, conditional release and to go on leave before released, but if it was wied based on its considerations in inflicting imprisonment sentence, it would not be fit in with the aims of the social reintegration policy.
The implementation of the imprisonment sentence in the Purwokerto prison was more focused on the personality and self-esteem educations, and assimilation inside the Purwokerta prison involving activities like moral and spirituai1l educations, sport, artisan, mechanic, agriculture and husbandry. The assimilation of offenders was done by establishing close communication with prison officers, Other prisoner and public prison visitors.
To Teach the aims of the implementation of imprisonm1nt sentence based on social reintegration, it needed sufficient facilities; professionalism of the prison officers and positive social participation.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Tasya Prathisthita Tanaya
"Tulisan ini mengkaji lima kasus eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming di Indonesia sebagai bentuk kejahatan, dengan menyorot relasi kuasa, kerentanan anak, dan viktimisasi yang ada. Metode penulisan yang digunakan adalah analisis data sekunder, yang berasal dari artikel-artikel berita online Indonesia, tentang eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming di Indonesia. Analisis dalam tulisan ini menggunakan power relations theory oleh Foucault dan social ecological model. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya relasi kuasa yang tidak setara antara orang dewasa dan anak serta adanya kerentanan anak yang disebabkan oleh faktor dari berbagai lapisan, menyebabkan anak menjadi korban eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming. Anak-anak yang menjadi korban juga ditemukan mengalami viktimisasi kekerasan seksual, viktimisasi online, dan viktimisasi kekerasan ekonomi. Viktimisasi-viktimisasi tersebut terjadi sebanyak lebih dari satu kali. Ini menyebabkan para korban mengalami multiple victimization dan revictimization. Lalu, konten seksual live streaming para korban disebarkan ke internet oleh para pelaku, mengakibatkan para korban mengalami revictimization kronis.

This paper examines five cases of child sexual exploitation and abuse through live streaming as a form of crime, highlighting the power relations, child vulnerabilities, and victimization within the phenomenon. The writing method in this paper is secondary data analysis, derived from Indonesian news articles, about the phenomenon of child sexual exploitation and abuse through live streaming. The analysis in this paper uses power relations theory by Foucault and social ecological model. The result of the analysis shows that the unequal power relations between adults and children along with child vulnerabilities that is caused by factors from various layers, resulting in children as the victims of child sexual exploitation and abuse through live streaming. This paper also shows that the children who become victims are experiencing sexual abuse victimization, online victimization, and economical abuse victimization. These victimizations happen for more than once, resulting in children to experience multiple victimization and revictimization. In addition, the children’s live streaming sexual content are shared to the internet by the perpetrators, causing chronic child revictimization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Glueck, Sheldon
New York: Kraus Reprint , 1976
341.3 GLU w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nikolas Manu
"Gagasan Fungsionalisasi Lembaga Ganti Kerugian melalui peradilan pidana untuk perlindungan korban penganiayaan berat, telah memiliki satu argumentasi rasional yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis, sosiologis, filosofis/ ideologis, dan humanis atau hak asasi manusia. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek yuridis, bertolak dari pemahaman bahwa anti kerugian merupakan salah satu sarana yang tepat untuk melindungi dan melayani hak-hak pihak korban secara proporsional, demi tegaknya hukum dan keadilan. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek sosiologis, bertolak dari pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan salah satu instrument sosial yang handal untuk melindungi masyarakat, membangun solidaritas sosial, memperkuat sistem kontrol sosial, mengembangkan tanggung jawab sosial, mencapai prevensi sosial, membina sikap toleransi dan kepedulian scsial terhadap sesamanya dalam masyarakat. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek filesofis/ideologis, berlandaskan pada pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan salah satu bentuk aplikasi konkrit nilai-nilai luhur kehidupan, yang berakar pada nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan/Demokrasi, dan nilai Keadilan Sosial. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek humanis atau hak asasi manusia, berlandaskan pada pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan wujud dari suatu tuntutan moral (moral claimed) atas perlunya suatu pengakuan terhadap hak-hak dasar manusia untuk memiliki hidup dan hak menjalani kehidupan secara bebas dan bertanggung jawab dalam batas-batas kebebasan orang lain.
Pemberdayaan lembaga ganti kerugian melalui peradilan pidana dapat dilakukan melalui tiga model/cara kerja, yaitu : Pertama, penerapan "denda damai" oleh polisi kepada pelaku penganiayaan berat untuk mengganti kerugian korbannya lewat penyelesaian perkara di luar sidang pengadilan, dalam rangka pelaksanaan fungsi "police disceretion" sebagai pejabat fungsional penegak hukum dan keadilan, serta sekaligus pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Kedua, penerapan suatu "restitusi" oleh hakim kepada terpidana melalui suatu prosedur penggabungan perkara atas permohonan korban kepada hakim ketua sidang untuk menggabungkan tuntutan ganti-kerugian pada perkara pidana yang bersangkutan, yang diputus bersama secara kumulatip dengan sanksi pidana penjara, sebagai upaya untuk menghematkan waktu dan biaya. Ketiga, penerapan perintah hakim kepada terpidana bersyarat untuk dalam waktu yang lebih pendek/singkat dari masa percobaan membayar ganti kerugian kepada pihak korban, sebagai pelaksanaan "syarat khusus" pidana bersyarat, dalam hal dijatuhkan pidana penjara tidak lebih dari satu tahun.
Terdapat hubungan yang asimetris antara ganti kerugian sebagai salah suatu "alat/sarana" yang efektif di satu pihak dan perlindungan serta pemulihan hak-hak dan kesejahteraan pihak korban di pihak lain, sebagai "tujuan" yang ingin dicapai dengan upaya fungsionalisasi lembaga ganti kerugian melalui peradilan pidana. Hal ini dapat dilihat dari segenap manfaat yang diperoleh melalui penerapan ganti kerugian dimaksud, baik bagi kepentingan korban, kepentingan masyarakat, kepentingan terpidana, dan kepentingan negara atau praktek peradilan pidana itu sendiri.
Untuk meningkatkan perlindungan dan pelayanan terhadap korban maka, selain diperlukan pengkajian ilmiah secara mendalam mengenai masalah korban kejaratan, juga diperlukan kebijakan legislasi nasional perlindungan korban dalam satu undang-undang supaya segenap tindakan yang diambil memiliki unsur kepastian hukum, dan kegunaan hukum demi mencapai kebenaran dan keadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mattalatta, Andi
"Sejauh ini, sudah sering kita dengar pembicaraan-pembicaraan disertai dengan usaha-usaha untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak seorang tersangka, terdakwa, dan atau terpidana. Perlindungan itu antara lain, meliputi pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak mampu dalam suatu proses pidana, pemberian ganti kerugian dan atau rehabilitasi atas kerugian yang ditimbulkan oleh suatu proses pidana yang tidak berdasakan hukum, serta peningkatan perbaikan sistem pemidanaan dan pembinaan bagi narapidana untuk mencapai suatu taraf yang dianggap lebih manusiawi. Pembicaraan-pembicaraan semacam ini, banyak menghiasi forum-forum pertemuan dan tulisan-tulisan ilmiah. Ada sementara kesan bahwa, perlindungan atas hak-hak tersangka, terdakwa, dan terpidana yang demikian ini adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan menjadi unsur mutlak dari proses pidana di negara-negara yang berdasarkan hukum di abad modern ini.
Dalam keadaan di mana perhatian yang sedemikian besarnya dicurahkan oleh para kalangan hukum untuk melindungi hak-hak tersangka, terdakwa, dan terpidana dalam suatu proses pidana, beberapa ahli kemudian mencurahkan perhatian mereka pada korban tindak pidanal. Perhatian mereka ini dapat dianggap sebagai cikal bakal lahirnya "viktimologi". Dilihat dari segi tahun kelahirannya2, dapat dikatakan bahwa permasalahan mengenai korban tindak pidana yang dibahas oleh viktimologi belum berbilang abad usianya. Walaupun demikian, perhatian yang dicurahkan oleh para ilmuwan di luar negeri terhadap bidang kajian ini, memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Perhatian yang meningkat ini dapat dilihat dengan diadakannya empat kali simposium internasional mengenai viktimologi dalam kurun waktu sembilan tahun3.
Perhatian yang diberikan oleh masyarakat di luar negeri terhadap permasalahan korban tindak pidana, tidak hanya terbatas pada pembahasannya secara ilmiah sebagai suatu kajian, tetapi beberapa negara4 malahan telah mengaturnya juga dalam bentuk perundang-undangan. Dengan demikian, pemecahan masalah korban tindak pidana telah menjadi bagian dari kebijaksanaan kriminal5 dari berbagai negara. Di Indonesia sendiri, kajian mengenai korban tindak itu dapat diketahui dari masih sangat langkanya tulisan-tulisan ilrniah yang membahas permasalahan yang menyangkut korban tindak pidana. Kedudukan korban dalam suatu proses pidana, terutama pemenuhan hak-haknya sebagai pihak yang dirugikan, juga belum diatur secara tegas dalam perundangundangan kita.
Kurangnya perhatian yang diberikan terhadap permasalahan korban tindak pidana dalam suatu proses pidana, mungkin disebabkan atau merupakan suatu konsekuensi dari pentahapan prioritas dalam menyoroti pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses pidana. Pentahapan prioritas yang demikian itu dapat dimengerti dengan melihat terbatasnya sumber daya negara dan usia kemerdekaan yang masih muda dibanding dengan luasnya ruang lingkup kehidupan masyarakat yang harus ditata6.
Demikianlah misalnya pentahapan itu dapat kita lihat dalam perhatian yang diberikan oleh perundang-undangan nasional kita. Hal yang pertama-tama banyak diatur dan dibahas ialah bagaimana agar para penegak hukum itu yang antara lain, terdiri dari polisi, jaksa, hakim dapat melaksanakan tugas-tugas mereka dengan baik. Ini tercermin dari lahirnya Undang-Undang no. 1 tahun 1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. Undang-Undang Darurat no. 1 tahun 1951, tentang Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil, Undang-Undang no. 13 tahun?."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Eko Yulikarti
"Perkembangan teknologi terutama komputer membawa pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Disamping membawa dampak posistif komputer juga membawa dampak negatif yaitu digunakannya komputer sebagai sarana melakukan kejahatan (computer crime). Kejahatan komputer yang mengakibatkan adanya kerugian bagi keuangan negara dimasukkan dalam delik korupsi. Dalam kejahatan komputer mayoritas bukti berupa bukti elektronik yang dapat berupa rekaman data, informasi maupun rekaman jejak operasi komputer. Tesis ini berjudul Bukti elektronik dalam kejahatan komputer: kajian atas tindak pidana korupsi dan pembaharuan hukum pidana Indonesia.
Penelitian ini menggunakan penelitian Yuridis Normatif yang didukung dengan penelitian lapangan dalam bentuk wawancara dengan informan sebagai sarana cross-chek. Fokus pembahasan dalam tesis ini adalah mengenai penggunaan bukti elektronik dalam pembuktian tindak pidana korupsi menggunakan sarana komputer. Pada bagian tersebut akan dipaparkan kasus-kasus tindak pidana korupsi yang menggunakan sarana komputer, bagaimana penggunaan bukti elektronik dalam pembuktian, penerimaan pengadilan atas bukti elektronik yang disajikan serta problem-problem berkenaan dengan penggunaan bukti elektronik di pengadilan. Sebagai bahan perbandingan dipaparkan pula tentang pengaturan bukti elektronik dibeberapa negara.
Kajian kedua dalam tesis ini adalah mengenai. prospek pengaturan bukti elektronik dalam pembaharuai hukum pidana Indonesia. Fokus kajian pada bagian ini adalah pertama mengenai pengaturan bukti elektronik dalam Rancangan Hukum Acara Pidana Indonesia. Pada bagian tersebut penulis akan memaparkan serta memberikan analisis tentang pengaturan bukti elektronik dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Kedua mengenai urgensi pengaturan bukti elektronik dalam hukum acara pidana. Pada bagian kedua tersebut penulis akan memaparkan tentang pentingnya pengaturan bukti elektronik dalam hukum acara pidana serta dipaparkan pula hal-hal yang perlu diatur dalam dalam pengaturan bukti elektronik dalam suatu hukum acara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldershot: Ashgate, 1998
R 364.13 STA I
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Netty Saraswati
"Children are our national succeeding struggle and ideal generations, thus those children with substantial potential must completely be supported by government or community, in order they remain in qualified human resources position. Therefore, they must obtain a good and Wright education in their growth period in avoiding problems that they are not naughty. There are various children delinquency, and even have tendency to criminal act. One of the most serious children delinquencies is sexual violence. There is much sexual violence committed by children in Jakarta City; so that it is necessary to know what make these children committed them.
The research methodology used in this study is a qualitative approach by case study technique. This research's informant is a child as sexual violence actor. Its data collecting method is carried out by a depth interview with informant, collection of information data, and observation in informant's environment.
From conducted research, it is obtained a result that there are various factors causing those children commit to do sexual violence. They are, among others, negative environmental influence, inappropriate entertainment and information received by them (such pornographically media) and a lack of social relationship that cause a child commit to do sexual violence and others deviational behavior.
In order to avoid that such children do not commit those deviational behavior, thus it is required for a collaborative action between elements in community and governmental role in regulation enforcement about pornography and porn action."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarief Sulaeman Nahdi
"Respon hukum pidana diperlukan apabila terjadi pertemuan (konvergensi) antara kepentingan umum dengan penggunaan komputer dimana kepentingan umum tersebut terganggu dengan pengoperasian tertentu dari komputer. Saat ini belum terdapat aturan yang memadai untuk menjerat pelaku kejahatan komputer maka Indonesia melakukan pembaharuan hukum pidana yang nampak di dalam Rancangan Undang-undang Hukum Pidana. R KUHP tahun 2005 telah memuat kriminalisasi mengenai tindak pidana informatika. Ketentuan ini diatur dalam bagian tersendiri. Terhadap perbuatan tersebut terdapat beberapa pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku dengan ancaman hukuman yang berbeda sehingga dapat menimbulkan akibat negatif yaitu tidak adanya kepastian hukum. Motif pelaku pads kasus-kasus kejahatan komputer tidak banyak berubah namun modus operandi pelaku akan berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan penyesuaian pelaku terhadap kondisi yang ada.

Criminal law response is needed because its convergent occurs between public interest with computer users whereas the said public interest is bothered by the special operation of the computer. At this present there are not any appropriate regulations to catch up the criminal doers of computers, hence Indonesia conducts reformation of criminal law that can be seen in the Device of Criminal Law (R KUHP). R KUHP year of 2005 has made criminalization of the infonnation criminal action. This stipulation is arranged in part five subject the information and telemetric criminal actions. But for the aforesaid actions there are some articles that can be used to catch up the doer with the difference action treatment. By the existence of the differences in the aforesaid articles treatment can cause negative effect that is there is no certainty of law to the action done by the offender. Beside that the offender motivation in the computer criminal cases do not change much but the offender's way to do will develop in accordance to technology development and the adjustment of the doer to the existing condition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T24293
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Higgins, George E.
Boston: McGraw-Hill, 2010
364.168 HIG c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>