Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andreas Eno Tirtakusuma
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti praktik interpretasi Pasal 263 ayat (1) KUHAP, khususnya dari Putusan-putusan MA dalam periode tahun 2000 hingga tahun 2010. Penelitian ini juga mencoba menemukan diskripsi pelaksanaan independensi yudisial dalam praktik interpretasi ketentuan tersebut dan menganalisa akuntabilitas yudisial, sebagai bagian dari independensi hakim. Dalam praktiknya, Pasal 263 ayat (1) KUHAP dapat menimbulkan persoalan-persoalan: Putusan pengadilan yang mana yang terhadapnya dapat diajukan permohonan PK? Siapakah yang dapat mengajukan permohonan PK? Untuk menjawab persoalan- persoalan yang demikian, MA ternyata telah membuat putusan-putusan yang bertolak belakang. MA melakukan interpretasi ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP tetapi dengan kesimpulan berbeda pada beberapa kasus. Menginterpretasi aturan hukum adalah upaya menemukan makna dari aturan hukum itu, artinya mendistilasi atau menarik keluar dan menampilkannya ke permukaan kaidah hukum atau makna hukum yang tercantum atau tersembunyi di dalam aturan hukum yang bersangkutan. Tentang cara atau metode untuk menemukan kaidah hukum itu, metode interpretasi klasik biasanya mencakup metode gramatikal, historis, sistematikal, teologikal dan sosiologikal, yang tentang penggunaannya tidak ada ketentuan tentang urutan hierarkhikal. Tidaklah mustahil bila masing-masing metode tersebut akan menghasilkan tafsiran yang berbeda-beda. Itulah yang menjadi penyebab mengapa Putusan-putusan MA dapat menjadi inkonsisten. Padahal, Putusan MA harusnya menjadi yurisprudensi, yang merupakan hukum juga. Sekalipun hakim di Indonesia tidak harus terikat pada putusan mengenai perkara yang sejenis yang pernah diputus tetapi akan janggal kalau peristiwa yang serupa diputus berlainan. Dalam mempraktikkan independensinya untuk menginterpretasi suatu pasal, hakim memiliki diskresi dan dapat saja berbeda pendapat (dissenting opinion). Dari pelaksanaan diskresi dan independensinya tersebut, hakim perlu melaksanakan akuntabilitasnya. Sebagaimana independensi tidak bisa dilepaskan dari akuntabilitas karena keduanya seperti dua sisi dari mata uang yang sama.

This research was aimed to examine the practice of interpretation of the Article 263 paragraph (1) Indonesia Criminal Procedure Code, in particular from the Supreme Court decisions during 2000 to 2010. The research also tried to find a description of the implementation of the judicial independence in interpreting the provision, then analyzing the judicial accountability, as part of the judicial independence. The formulation of the Article 263 paragraph (1) Criminal Procedure Code, in practice, can lead to problems: Which court decision can be filed for the review? Who can apply for the review? To answer such matters, the Supreme Court has given various decisions, some of them are contradicting. The Supreme Court must interpret the Article 263 paragraph (1). Interpreting the provision is an attempt to find or to pull out and display the hidden meaning of the provision to the surface. It has been developed various methods of interpretation, including grammatical, historical, systematical, theological and sociological. About the use of the methods, there is no rule for their hierarchical. It may be impossible that the using of all methods will give the similar output. Different method can give different interpretation. That is why the Supreme Court produce inconsistent decisions. In fact, the decisions shall be precedence, which is also as law. Even though Indonesia judges are not tied to follow the previous judges decisions for similar cases, it will be awkward if similar cases have different decisions. In practicing independency in interpreting the provision, the judge has discretion and can have different opinions (dissenting). The judges discretion and the judicial independence need to implement accountability. The independency and accountability cannot be separated as they are two sides of the same coin."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D2558
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Aulia
"ABSTRAK
Tulisan ini berangkat dari hasil penelitian tentang adanya dugaan pelanggaran hakasasi manusia terkait penerapan Qanun Jinayat hukum pidana di Aceh yang telahberlangsung sejak tahun 2012 dan telah diformalkan sejak tahun 2014. Tesis inimenganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan jejaring advokasitransnasional yang dilakukan oleh NGO lokal, nasional dan internasional untukmenghapus praktik Qanun Jinayat di Aceh. Penelitian ini menggunakanpendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka serta wawancara dan observasilangsung di Banda Aceh dan Sabang. Analisis kajian tesis ini menggunakan konsepTAN; pola bumerang oleh Keck dan Sikkink 1998 . Berdasarkan kerangkaanalisis TAN, ada empat strategi yang diterapkan dalam kasus ini, yaitu strategipolitik informasi, strategi politik simbolis, strategi politik pengaruh, dan strategipolitik akuntabilitas. Berdasarkan hasil temuan menunjukkan bahwa strategistrategitersebut tidak efektif dalam kasus ini karena terhambat oleh berbagai faktorseperti kompleksitas hukum Indonesia, perbedaan tujuan akhir antar elemenelemenTAN, serta ketiadaan tokoh representatif yang menjadi ikon pada isu ini.Akibatnya, meskipun pola advokasi transnasional telah nampak di Aceh,keberadaan jejaring transnasional tersebut tidak berhasil mengadvokasikan prinsipHAM universal untuk menghapuskan praktik Qanun Jinayat. Jadi kesimpulan tesisini telah memberi kontribusi pada debat universalisme dan partikularisme bahwakekuatan faktor lokal mempengaruhi hasil akhir dari sebuah advokasi

ABSTRACT
This thesis explores the allegation of human rights violation regarding theimplementation of Islamic Criminal Law Qanun Jinayat in Aceh which has beenstarted in 2004 and formalized in 2014. This thesis analyzes the factors behind thefailure of transnational advocacy network done by local, national, and internationalNGOs in order to abolish the practices of Qanun Jinayat in Aceh. This qualitativeresearch combines literature research and field observation in Banda Aceh andSabang. Analysis in this research thesis is based on the concept of TAN boomerang pattern by Keck and Sikkink 1998 . According to the framework ofanalysis, there are four strategies in an advocacy, namely information politics,symbolic politics, leverage politics, and accountability politics. It is found that suchstrategies are ineffective due to multiple problems such as complexity ofIndonesian law, difference in final objective of the elements of TAN, and lack oficonic representative figure as the front of the advocacy. In all, it can be concludedthat although the pattern of transnational advocacy has emerged in Aceh, presenceof such transnational network has not successfully advocated against thelegalization of Qanun Jinayat. In conclusion, this thesis has contributed to thedebate between universalism and particlularism that local factors may affect thefinal outcome of an advocacy."
2018
T51615
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library