Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hamzah
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"This volume reflects on the program of research undertaken by members and associates of the International sociological association's Joint session of research commitee 10 on participation and research commitee 51 on sociocybernetics and the graduates and contributors to the Flinders University research cluster on user centric design to enhance representation and accountability for a sustainable future."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Chairul Huda
"Kesalahan dan Penanggungiawaban Pidana masih menyisakan berbagai persoalan. Misalnya, dalam praktek hukum belum terdapat kesamaan pola penentuan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana. Antara putusan pengadilan yang satu dengan putusan pengadilan yang lain, kerapkali terdapat perbedaan dalam menentukan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana terdakwa. Hal ini dapat saja bersumber dari adanya kecenderungan melihat penentuan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana semata-mata sebagai bagian dari tugas hakim daiam memeriksa, mengadili dan memutus perkara. Kecederungan demikian, juga terlihat dari minimnya ketentuan peraturan pemndang-undangan pidana mengenai hal itu. Undang-undang pidana umumnya hanya menentukan tentang perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana beserta ancaman pidana bagi pembuatnya. Pada sisi tain, hai ini membuka kemungkinan para akademisi memberi kontribusi teoretis mengenai hal ini.
Pada tahun 1955 Prof. Moejatno, SH mengemukakan pandangannya mengenai tindak pidana dan pertanggungiawaban pidana. Dalam lirteratur teori ini dikena! dengan ajaran dualistis, yang dalam disertasi ini disebut dengan Teori Pemisanan Undak Pidana dan Peftanggungjawaban Pidana.
Teori ini menempatkan masalah pertanggungjawaban pidana terpisah dari masalah tindak pidana, sehingga dapat dipandang sebagai koreksi atas ajaran monistis yang memandang kesalahan semata-mata sebagai unsur subyektif tindak pidana. Selain itu, teori ini telah menjadi fundamen dasar penyusunan Rancangan KUHP, sehingga sangat bemilai strategis dalam usaha pembaharuan hukum pidana Indonesia. Namun demikian, hasil penelitian dalam disertasi ini menunjukkan teori ini umumnya tidak diterapkan, sekalipun harus diakui terdapat beberapa putusan pengadilan yang dapat dipandang sejalan dengan teori tersebut. Hal ini menyebabkan elaborasi Iebih iauh tentang pola penentuan kesalahan dan penanggung-jawaban pidana berdasar pada teori dualistis, sangat diperlukan guna menunjang praktek peradilan ketika KUHP baru diberlakukan.
Berdasarkan teori ini kesalahan dikeluarkan dari rumusan tindak pidana. Hal ini dapat menimbulkan berbagai persoalan dalam praktek. Misalnya, atas dasar apa penentuan kesalahan terdakwa, jika Penuntut Umum hanya berkewajiban membuktikan rumusan tindak pidana yang didalamnya tidak memuat unsur kesalahan. Apabila tidak mendapat pengaturan lebih Ianjut, balk dalam hukum pidana materil (KUHP) maupun hukum pidana formil (KUHAP), maka penentuan kesaiahan dan pertanggungjawaban pidana cenderung ke arah feit materiel. Hal ini terakhlr ini merupakan pola penentuan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana yang telah ditinggalkan sejak Water en Melk Arrest Hoge-Raad 1916. Dengan kata lain, hal ini akan membuat pertanggungjawaban pidana cenderung dilakukan secara strict liability, yang oleh sementara kalangan dipandang sebagai pertanggungjawaban tanpa -kesalahan (liabiiity without fault). Dalam disertasi ini dikemukakan konsepsi tentang 'penentuan kesalahan dan pertangungjawaban pidana berdasar teori dualistis, tgnpa terjebak pada kecendengan menerapkannya sebagai fait material atau strict Bability.
Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungiawaban Pidana yang menjadi fundamen penyusunan Rancangan' KUHP belum sepenuhnya terimplementasi dalam berbagai ketenluanhya. Sejauh mengenal perumusan tindak pidana hal ini hanya mempengaruhi dikeluarkannya kesengajaan dari rumusan tindak pidana. Sementara kealpaan tetap menjadi bagian rumusan tindak pidana. Hal ini pun akan menimbulkan persoalan dalam praktek. Tldak terbuktinya kealpaan yang menjadi bagian rumusan tindak pidana menyebabkan terdakwa dibabaskan. Sebaliknya, jika dipandang tidak terdapat kesengajaan ketika melakukan tindak pidana, maka terdakwa akan dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Baik kesengajaan maupun kealpaan keduanya bentuk-bentuk kesalahan, sehingga kurang tepat jika tidak terdapatnya hal ini menimbulkan konsekuensi yang berbeda. Disertasi ini mengemukakan konsepsi yang clengan itu perbedaan sebagaimana tersebut di atas dapat dihindari.

Fault and criminal liability still leaving some problems. For example, in practical law there is no similarity pattern of deciding the criminal fault and criminal liability yet. We often find that a verdict of a court is different with another court even they handled the same cases, it is usually often causes by the diherences in determined the defendant fault and criminal liability. lt could be caused by the inclination of some opinions said that the determination of the fault and criminal liability is part of the judges job in diagnose, judging and deciding a case. We can also say that the inclination caused bythe minimum regulations of the crime legislations. In generai the criminal legislations are only deciding the crime that is Stated as a crimutal act and the punishment for the doer. ln the other hand it opens the possibility for the academician to contribute their theoretical knowledge for this case.
In 1955, Prof. Moejatno, SH made an opinion about criminal act and criminal liability. ln a literature, this theory is known as the dualistic theory and it is called as the separation theory of criminal act and criminal liabihty in this dissertation. This theory placed the criminal liability problem (mens rea) separate from the criminal act problem (actus reus), so that we can see it as the correction of the monistrc theory that say that fault is part of the physiological element of criminal act. Beside that, this theory has become the basic concept of the Bill of Criminal Code for it would become strategic value in the Indonesian law development. However; result of the research this dissertation shows that this theory isn't always used, even though there are some court decisions used it. lt causes a further elaboration ofthe pattern of criminal act and criminal liability based on the dualistic theory that is very important to support the practical law when it is issued to the public.
Based on this theory, fault is not a part of criminal act. And it can causes problems in the law practice. For example, there will be a question about the basic determination of defendants fault, if the General Prosecutor only has an obligation to proof an criminal act concept that isn't consist of fault. lf there isn't any further regulation, neither in the substantive criminal law (Criminal Code) or procedure criminal law (Criminal Code Procedure), then the determination between fault and criminal liability will disposed to the feit materiel doctrine. And this is the pattern of the determination of fault and criminal liability that had been left since Water en Melk Arrest Hoge Read 1916. ln the other word, it can be said that the pattern can make the criminal liability disposed done by strict liability. The last one by some authors as a pattem the determination of criminal liability without fault. This dissertation tells a conception ofthe determination of fault and criminal liability based on dualistic theory without trapped on the leaning on using it as feit materiel doctrine or strict liability.
The separation theory of criminal act and criminal liability that is used as the basic concept Bill of Criminal Code isn't fully implemented on some stipulations. As far as we know, this theoiyis only affected to the issued of the intention out a part of criminal act concept. In the mean time, faults still become a part ofthe criminal-ect concept, and it is become a- problem in the real practice. The unproven of intention that is a part of criminal act will release (ontslaag van -alle rechtvenrolging) 'the defendant. On the other hand, if a defendant seems to be had negligence in done the cnrninal act the law will let him free (vrijspraak). Both of intention and negligence are faults, so that it wouldn?t be appropriate if the unexcitable of them make different consequences. This dissertation tells about a conception that will show us if we can avoid the differences mentioned.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
D1022
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Shofie
"ABSTRAK
Fokus disertasi ini membahas pertanggung jawaban pidana korporasi dari sisi pengaturan dan praktiknya dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Sejak tahun 1955 sesudah berlakunya Undang-undang Tinclak Pidana Ekonomi 1955 (Undang-undang No 7/DRT/1955), hingga saat ini tidak satu pun korporasi dijatuhi pidana. Sementara itu Undang-undang Perlindungan Konsumen 1999 (Undang-undang No.8/ 1999) juga membebani pertanggungiawaban pidana kepada korporasi atas tindak pidana (laku pidana) perlindungan konsumen. Tetapi hal yang sama masih juga terjadi dalam masa rezim perlindungan konsumen. 36 kasus tindak pidana pcrlindungan konsumen telah dikaji dengan menggunakan desain penelitian normatif. Tidak ada korporasi yang dijatuhi pidana. Isu kontroversial tersebut tidak membuat peneliti kccewa. Argumentasi-argumentasi pengadilan terkait ke-36 kasus tersebut dicermati dengan teliti. Hasilnya, yaitu: bahwa sejumlah argumentasi memberi ruang yang Iebih luas bagi pertanggung jawaban pidana korporasi. Sehubungan dengan hal ini, pengadilan masih tetap berperan memberikan argumentasi hukum tentang teori pelaku fungsional dalam tindak pidana. Penjelasan teoritis ini berpijak pada pandangan bahwa mens rea (schuld) pelaku fisik dapat diatribusikan kepada pelaku fimgsional. Pada tahap-tahap selanjutnya mens rea (schuld) tersebut diatribusikan kepada korporasi dengan meuggunakan doktrin agregasi. Dengan pendekatan teoritis ini, korporasi dipertanggungiawahkan secara pidana. Hal ini tidak berarti bahwa penjatuhan sanksi seyogyanya selalu dilakukan pengadilan. Ketika pengadilan menerapkan undang-undang dalam suatu kasus, pengadilan mengkongkritkan norma norma umum menjadi norma individual. Teknik hukum pidana menentukan suatu perilaku (tindak pidana) dengan penjatuhan sanksi terhadap pelanggannya. Menurut pandangan hukum yang sanksionis jika seseorang tidak berperilaku sesuai dengan suatu larangan tertentu, konsekuensinya pengadilan seharusnya menjatuhkan sanksi, apakah pidana ataupun perdata. Preskripsi berupa sanksi tidak selalu dijatuhkan, tergantung pada kondisi-kondisi tertentu, dalam hal suatu perangkat paksaan seyogyanya diterapkan. Pengadilan seyogyanya menjatuhkan sanksi kepada korporasi, jika suatu tindak pidana (laku pidana) menguntungkan korporasi. Sehubungan dengan ini, peneliti mengusulkan agar teori corporate vicarious criminal liability seyogyanya diterapkan dalam rezim perlindungan konsumen.

ABSTRACT
The focus study of this dissertation is the laws and practices of corporate criminal liability concerning consumer protection law in Indonesia. Since 1955 until now after enactment ofthe Law on Economic Crimes 1955 (Law of Republic of Indonesia No. 7/DRT/1955; UU TPE l955), corporation has not been liable for economic crimes in Indonesia. Meanwhile The Law on Consumer Protection 1999 (The Law of Republic of Indonesia No.8/1999; LCP 1999) also provides that a corporation may be criminally liable for consumer offences. But the similar circumstances still have been repeated in the consumer protection regime. 36 cases related to consumer offences have been analyzed with a normative research design. No corporation was made a sentence at all in these cases. The controversial issue does not make the researcher unsuccessfully. The arguments of courts related these 36 cases were examined carefully. The result is that some of them give a wider space for corporate criminal liability. ln regard to this, judicial role still give some legal argumentations on theory of functional perpetrator in criminal acts. This theoretical explanation hold that physical perpetrators mens rea (schuld) can be attributed to functional perpetrator. ln the further steps, the mans rea can be attributed to corporation. It is based on aggregation theory. According to this theoretical approach, corporation may be held criminally responsible. it does not mean that decreeing a sanction should always be taken by judicial. When the judiciary applies the statutory in a litigated case. it concrctizes the general norms which constitutes an individual norm. The penal technique makes conduct (offences) the condition of sanctions to the delinquent. According to sanctionist view of law is that if a person does not comply with a certain prohibition, the consequence is that the courts ought to inflict a penalty, whether criminal or civil. Prescribing a sanction is not always inflicted, it depends on the certain conditions, in which a coercive measure ought to be applied. The court should order a sanction to a corporation, ifa criminal act benefits the corporation. In regard to this, the researcher suggest that the theory of corporate vicarious criminal liability should be adopted in consumer protection regime."
Depok: 2010
D1106
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Revisa Ayunda Putri Pratama
"Tulisan ini menganalisis problematika pertanggungjawaban korporasi yang dilatarbelakangi pada diaturnya korporasi sebagai subjek hukum pidana dalam KUHP 2023. Dalam melihat korporasi sebagai subjek hukum pidana tentunya diperlukan teori-teori tersendiri sebab korporasi bukan entitas manusia sehingga untuk mencari kesalahan korporasi diperlukan pendekatan yang berbeda dengan kesalahan manusia. Tulisan ini juga akan menganalisis evolusi pengaturan pertanggungjawaban korporasi dalam undang-undang sektoral yang disertai dengan analisis putusannya. Kemudian akan terdapat refleksi apakah KUHP 2023 sudah cukup menjadi solusi atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam undang-undang sektoral tersebut. Akan tetapi ternyata KUHP 2023 masih mengalami stagnasi dalam mengatur pertanggungjawaban korporasi. Hal tersebut tecermin pada pandangan bahwa tindak pidana korporasi yang dianggap hanya bisa dilakukan oleh pengurus korporasi dalam Pasal 46 KUHP 2023. Maknanya KUHP 2023 hanya menggunakan pendekatan derivatif dalam mencari kesalahan korporasi, padahal perkembangan teori sudah melahirkan pemikiran bahwa korporasi dapat dipersalahkan atas tindakannya sendiri. Selain itu, ternyata KUHP 2023 juga belum memperinci mengenai apa yang dimaksut sebagai pengurus yang bertanggung jawab sehingga masih besar kemungkinan adanya penafsiran yang salah dalam menjadikan pengurus sebagai subjek yang bertanggung jawab. Tulisan ini juga akan mengomaparasikan pengaturan pertanggungjawaban korporasi dan pengurus korporasi yang diatur di Australia dan Belanda yang kini telah mengatur mengenai corporate fault model dan pertanggungjawaban pengurus korporasi secara terpisah.

This thesis analyzes the problems of corporate liability. Background of this thesis is  regulation of corporations as subjects of criminal law in the 2023 Indonesia Criminal Code. In viewing corporations as subjects of criminal law, specific theories are necessary because corporations are not human entities, so different approaches are needed to identify corporate fault compared to human fault. This thesis will also analyze the evolution of corporate liability regulations in sectoral laws accompanied by analysis of their rulings. Then there will be reflections on whether the 2023 Indonesia Criminal Code is sufficient as a solution to the problems that arise in those sectoral laws. However, it turns out that the 2023 Indonesia Criminal Code still experiences stagnation in regulating corporate accountability. This is reflected in the view that corporate crimes are considered to be only committed by corporate officers under Article 46 of the 2023 Indonesia Criminal Code. This means that the 2023 Indonesia Criminal Code only uses a derivative approach in seeking corporate fault, whereas the development of theories has already led to the thought that corporations can be blamed for their own actions. Furthermore, the 2023 Indonesia Criminal Code also does not yet specify what is meant by responsible officer, so there is still a high possibility of misinterpretation in making officers the responsible subjects. This thesis will also compare the regulation of corporate liability and corporate officers as regulated in Australia and the Netherlands, which now regulate the corporate fault model and corporate officers liability separately."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoo Areum
"Tanggung jawab pidana perusahaan adalah ide yang telah lama ditetapkan karena kejahatan kerah putih terus berkembang dengan skala besar. Ada begitu banyak bentuk perusahaan yang terlahir di jaman kini dan tesis ini terutama akan menyelami ke dalam wacana bagaimana kewajiban pidana perusahaan akan diberlakukan pada perusahaan yang tidak berbadan hukum. Perubahan KUHP baru-baru ini menjadi patokan WvSr atau KUHP Belanda yang memasukkan korporasi sebagai subjek hukum pidananya. Hal ini menimbulkan penyelidikan tentang apakah agen/individu yang terlibat dalam perusahaan tersebut bertanggung jawab, perusahaan itu sendiri atau baik perusahaan dan agen/individu ketika menyangkut perusahaan yang tidak berbadan hukum. Kerumitan lain yang perlu diatasi sebagai cacat KUHP baru adalah definisi korporasi dimana istilah ‘Korporasi’ mengarah pada legal jargon yang menyesatkan dan tidak sesuai dengan standar KUHP Belanda. Tesis ini pertama-tama akan menyanggah pentingnya alasan mengapa perusahaan-perusahaan yang tidak berbadan hukum harus dimintai pertanggungjawaban karena perusahaannya harus dapat melakukan atribusi pidana, bukan hanya sekedar menyalahkan partner atau pemilik perusahaan, sebagaimana ketentuan-ketentuan yang ada di dalam KUHP. KUHP mendekati CCL terhadap partner/pemilik perusahaan, hal ini bertentangan dengan seluruh alasan mengapa perusahaan yang tidak berbadan hukum harus dikenakan CCL. Penelitian ini menekankan pentingnya pengakuan ‘Kesalahan Perusahaan’ (Corporate Ethos Approach) dalam cara perusahaan-perusahaan yang tidak berbadan hukum dapat dimintai pertanggungjawaban CCL dibandingkan hanya mengandalkan kesalahan individu yang tercermin dalam peraturan yang ada.

Corporate criminal liability is an idea that has been long established as white collar crimes are continuously growing with massive scales. There are myriads of different forms of corporations today, this thesis will mainly dive into the discourse of how corporate criminal liability is to be imposed on corporations that does not posses legal personality, unincorporated companies. The recent changes in the Indonesian Penal Code is benchmarked by the Dutch Penal Code where it includes corporations as it’s legal subject. This poses inquisitions on whether the agents/individuals involved in such corporation are to be liable, the corporation itself or both the corporation and the agent/individual when it comes to unincorporated companies. Another complication that needs to be addressed as the flaw of the new KUHP includes the definition in which corporations are addressed where the term ‘Korporasi’ leads to a misleading legal jargon that is not in accordance to the benchmarks of the Dutch Penal Code. This thesis will first debunk the importance of the rationale of why unincorporated companies should be held liable in the way it’s corporation should be able to hold criminal attribution instead of solely attributing it’s faults to partners or the owners of the company, as the existing provisions within the KUHP approaches CCL on the partners/owners of the company which contradicts the whole rationale behind why unincorporated companies are to be imposed with CCL in the first place. This research presses on the significance of the acknowledgement of ‘Corporate Fault’ (Corporate Ethos Approach) in the way unincorporated companies are to be held liable CCL instead of merely relying on individual faults which is mirrored by the subsisting regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Aryinta
"ABSTRAK
Suatu tindak pidana menuntut adanya pertanggungjawaban pidana dari pihak yang
dianggap bersalah. Dalam penulisan ini, terdapat permasalahan utama yakni
bagaimana pertanggungjawaban pidana nakhoda dalam kecelakaan kapal yang
dipengaruhi oleh faktor alam dan/atau faktor teknis sebagai faktor di luar
kelalaian nakhoda. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif.
Berdasarkan hasil analisis ini, faktor alam dan faktor teknis merupakan faktor
yang berpengaruh besar terhadap tindakan nakhoda namun tidak selalu menjadi
alasan penghapusan pidana nakhoda.

ABSTRACT
Every criminal act requires criminal liability from those who are guilty. In this
writing, there is a major issue which is to determine a ship captain?s criminal
liability in a shipwreck incident which is affected by external factors beside the
captain?s negligence act, such as natural factors and/or technical factors. This
study uses normative juridicial research. Based on the results of the analysis,
natural factors and technical factors indeed greatly affect in every act of a captain
? especially in the case of emergency ? however, those factors are not always be
the reason the accused not to be blamed for his or her conduct."
2016
S63974
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Kadir
"ABSTRAK
Dari sejarah perjalanan pers dan tindakan penertiban terhadapnya, terlihatlah bahwa jika berhadapan dengan penguasa, pers kita dinilai sangat hati-hati dalam mengemukakan fakta dan opininya. Sebaliknya dalam kasus-kasus yang bersifat pribadi, pers kita kadang-kadang dapat dinilai terlalu berani dan secara yuridis sering kurang dapat dibenarkan. Atas dasar hal-hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang teori-teori pers yang ada di dunia, dan penerapannya di Indonesia, mendapatkan pengetahuan secara mendalam tentang sistem pertanggungjawaban pidana menurut KUHP dan menurut Undang-undang Pers (UU No. 21 Tahun 1982); memperoleh gambaran secara mendalam tentang penyelesaian kasus-kasus delik pers oleh pengadilan; mengetahui dasar pertimbangan Pemerintah melakukan tindakan pembreidelan / pembatalan SIUPP ; mendapatkan data tentang persepsi wartawan terhadap penyelesaian kasus-kasus pidana pers oleh Pengadilan; mendapatkan data tentang persepsi wartawan terhadap pembreidelan / pembatalan SIUPP"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>