Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meliala, Bryna Rizkinta Sembiring
Abstrak :
Sebagai kota yang lahir akibat perkembangan kapitalisme Eropa akhir abad ke-19, Medan menciptakan masyarakat baru yang sedang membentuk identitas keeropaan. Salah satunya dengan mendirikan kunstkring (lingkar seni) di Medan, sebuah jaringan perkumpulan seni yang tersebar di kota-kota besar Kolonial. Pada 1912 di Medan, berdiri perkumpulan dengan nama Delische Kunstkring (Lingkar Seni Deli) setelah sebelumnya terdapat Nederlandsch Indische Kunstkring di Batavia, Bandoengsche Kunstkring di Bandung, dan Semarangsche Kunstkring di Semarang. Penelitian ini bertujuan menjelaskan eksistensi Delische Kunstkring dalam ruang sosial dan kehidupan budaya di Medan masa kolonial. Penulisan ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi dengan pendekatan selera dan konsumsi budaya Pierre Bourdieu. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Delische Kunstkring hadir untuk memenuhi kebutuhan akan kesenian dan melegitimasi perbedaan kelas sosial kaum terdidik yang mayoritas masyarakat Eropa di Medan. ......As a city born due to the development of European capitalism at the end of the 19th century, Medan created a new society that was forming a European identity. One of which was the presence of kunstkring (art circle) in Medan, a network of art associations spread across colonial cities. In 1912 in Medan, an association was established under the name Delische Kunstkring (Deli Art Circle) after there were already Nederlandsch Indische Kunstkring in Batavia, Bandoengsche Kunstkring in Bandung, and Semarangsche Kunstkring in Semarang. This study aims to explain the existence of Delische Kunstkring in Medan's social space and cultural life in colonial period. This study uses a historical method consisting of heuristics, criticism, interpretation, and historiography with Pierre Bourdieu's taste and cultural consumption as an approach. This study shows that Delische Kunstkring existed to fulfill the need for art for educated people who were predominantly European, legitimize their difference in social class.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Blasius Suprapta
Abstrak :
Towards the end of the twelfth century (1104 Ś = AD 1182) until the middle of the fourteenth (1281 Ś = AD 1359), a Hindu-Buddhist civilization, consisting of the Akuwu of Tumapĕl - the kingdom of Siŋhasari – and the kingdom of Majapahit, developed a well-organized social and cultural life in the Malang Highlands Region of Java. This included the management of natural resources, flora and fauna. Although their variety has been well documented in Old Javanese literature and inscriptions, so far there has not been an in-depth study identifying the diversity of flora and fauna of the region during the late Hindu-Buddhist era. This is a study of diverse flora and fauna and how people managed these resources based on reading the source of Old Javanese literature. It begins with library research, followed by diplomatic analysis of various types of flora and fauna in Old Javanese inscriptions, zoological analysis, ethno-zoology, and geographical spatial analysis. The results of the study include the use of various types of flora and fauna in sima ceremonies and everyday agricultural activities. One type of flora, alang-alang (Imperata) which thrives on Gunung Lĕjar, was controlled by the state as it was a fire-risk. Alang-alang was an important thatching material. The trade in endemic plants, herbs, and spices, was protected and regulated by the state. It is also known that the profits from tropical forest management in Bantaran were used for the maintenance of sacred buildings: prāsāda in Hĕmad.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
909 UI-WACANA 22:3 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Tae-ho
Korea Seoul: Yosong Sinmoonsa, 2000
KOR 392.6 LEE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Eliade, Mircea, 1907-1986
Korea, Seoul: Kkachi, 2006
KOR 572.951 9 ELI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Kabupaten Bangli merupakan salah satu dari delapan kabupaten yang ada di Bali banyak memiliki keunikan budaya yang diwadahi oleh desa asli tradisional atau yang sering juga disebut dengan Desa Bali Aga maupun Desa Pegunungan sepeni Desa Pekraman Pengotan. Keunikan yang dimaksud salah satu diantaranya adalah perang papah. Perang papah merupakan permainan tradisional yang sering juga disebut dengan tari persembahan yaitu para pemainnya saling memukul satu sama lain dengan menggunakan batang dari daun pisang. Tradisi ini diadakan di Pura Bale Agung Pengotan. Jadwal penyelenggaraan tradisi perang papah ini pada purnama sasih keenam sesuai dengan penanggalan Bali atau sekitar bulan Desember tahun Masehi. Oleh karena perang papah diwadahi upacara tradisional keagamaan maka, pesan yang dikandung oleh tradisi tersebut diantaranya mengenai kehidupan keagamaan dan spiritual, kemudian hubungan antar manusia dengan manusia yang diwujudkan dalam kebersamaan. Juga tradisi ini akan membemuk jiwa kesatria kemudian penghormatan terhadap leluhur dan para dewa yang beristana di Bukit Airawang (Gunung Abang) yang disimbolkan melalui Pura Tuluk Biyu,pengendalian sosial dan resolusi konflik.
JPSNT 20:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library