Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karyamantha Surbakti
Abstrak :
Benteng Nieuw Victoria di Kota Ambon merupakan benteng peninggalan bangsa Portugis di bumi Maluku. Benteng yang dibangun pada tahun 1575 M tersebut, mengalami proses budaya dan narasi kesejarahan yang panjang hingga saat sekarang ini kompleks di dalam Benteng Nieuw Victoria dijadikan lahan markas militer Kodam XVI Pattimura Ambon. Masih sedikit literatur yang membicarakan tentang bagaimana pengelolaan terhadap Benteng Nieuw Victoria Kota Ambon dan seperti apa peran stakeholder (pemangku kepentingan) dalam usaha pelestariannya. Tesis ini berusaha mengisi celah yang ada dalam menampilkan informasi, nilai-nilai penting apa saja yang dapat diuraikan pada Benteng Nieuw Victoria di Kota Ambon dan bagaimana usaha untuk menelaah persepsi dari berbagai stakeholder tersebut demi kelestarian dan pengelolaan yang baik. Tidak luput juga melihat dinamika pengelolaan di lapangan antara banyak pihak yang bersinggungan dengan benteng tersebut seperti Pemerintah Provinsi Maluku (Pemprov)/ Pemerintah Kota Ambon (Pemkot), Komando Daerah Militer (Kodam) XVI Pattimura, Akademisi, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia ( IAAI) Komisi Daerah (Komda) Sulawesi Maluku dan Papua (Sulampapua), dan masyarakat lainnya. Diperoleh sebuah pemahaman dan formulasi tertentu terhadap studi ini yaitu terdapat sebuah kenyataan di lapangan bahwa ada suatu tinggalan warisan budaya (heritage) masih digunakan secara luas oleh militer. Pertimbangan oleh beragam stakeholder lainnya terkait pengelolaan dan pemanfaatan semisal kemungkinan melakukan take over (pengambilalihan) oleh pemerintah baik Pemprov maupun Pemkot terhadap Benteng Nieuw Victoria guna memudahkan pengawasan dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan sebesar-besar untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Materi spesifik yang coba diujikan dalam tesis ini adalah bagaimana melihat sebuah korelasi (hubungan) antara usaha pencarian nilai-nilai penting (studi signifikansi) dengan upaya pelestarian yang hendak diskemakan oleh pemerintah terhadap Benteng Nieuw Victoria, apakah telah memenuhi setiap unsur-unsur dan tahap-tahap pelestarian yang diamanatkan oleh Undang-Undang Cagar Budaya (UU. CB). Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara pengumpulan data meliputi observasi (pengamatan) terhadap objek benteng dan masyarakat yang tinggal di sekitar benteng, melakukan studi pustaka, serta mengadakan wawancara untuk menggali harapan dan keinginan pelbagai pihak. Pengolahan datanya menggunakan teknik coding dan triangulasi. ......Fort Nieuw Victoria in Ambon City is a fortress of the Portuguese in the Maluku (Moluccas Province). The fortress, built in 1575 AD, undergoes a long historical cultural process and historical narrative to the present day complex within the Fort Nieuw Victoria used as the military headquarters of Kodam XVI Pattimura Ambon. There is still little literature on how to manage Fort Nieuw Victoria and what the role of stakeholders in conservation efforts. This thesis seeks to fill in the gap in information display, what significance values can be described in Fort Nieuw Victoria in Ambon and how to examine the perceptions of various stakeholders for the sake of good preservation and management. Also particularly, see the dynamics of management in the field between many parties who intersect with the fort like; Provincial Government of Maluku/ Municipal Government of Ambon, Military Regional Command (Kodam) XVI Pattimura, Academics, Association of Indonesian Archaeologists (IAAI) Regional Commission Sulawesi Maluku and Papua (Sulampapua), and other communities. There is a certain understanding and formulation of this study that is a reality a heritage remains still widely used by the military. Consideration by various other stakeholders related to the management and utilization such as the possibility of taking over by the government of both the Provincial Government and the Municipal Government towards Fort Nieuw Victoria in order to facilitate supervision in the effort of conservation and utilization for the benefit of science and culture. The specific material that is tried to be tested in this thesis is how to look at a correlation between the quest for significance values and the conservation efforts that the government is trying to protect against Fort Nieuw Victoria, whether it has fulfilled every element and stage a conservation stage mandated by the Undang-Undang Cagar Budaya. This research method uses qualitative approach by collecting data include observation to the object (fort) and the people who lived around the fort, do literature study, and conduct interviews to explore the arguments and hopes of various parties. Data processing using coding and triangulation techniques.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T52043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Faraz Haryawisa
Abstrak :
Bangunan cagar budaya adalah bangunan yang telah ditinggalkan pendahulu kita untuk menjadi warisan mengingat nilai - nilai yang dimilikinya. Oleh karena itu penting untuk melestarikannya untuk generasi sekarang dan yang akan datang, termasuk melalui pelestarian, restorasi, rekonstruksi dan adaptasi. Adaptasi, atau adaptive reuse, adalah cara untuk mengadaptasi bangunan cagar budaya dengan fungsi baru sesuai kebutuhan saat ini dan biasanya melibatkan intervensi baru. Begitu pula yang dihadapi Stasiun Manggarai saat ini, yaitu proyek konstruksi besar yang membangun gedung baru di sekitar bangunan cagar budaya Stasiun Manggarai untuk mengakomodasi fungsi - fungsi barunya. Intervensi baru ini menarik perhatian karena menggunakan material, gaya arsitektur, dan spesifikasi teknis modern. Dengan demikian, muncul bagaimana adaptive reuse seharusnya dilakukan dalam bangunan cagar budaya dan bagaimana Stasiun Manggarai menyesuaikannya. Oleh karena itu, dengan mempelajari dan menganalisis teori-teori adaptive reuse, sejarah dan perkembangan Stasiun Manggarai, serta mewawancarai orang-orang yang terlibat dalam pembangunannya dapat menjawab apa yang terjadi dan apa yang akan dilakukan dengannya. ......Architectural heritages are buildings that have been passed from our predecessor to be a legacy considering the multi values it has. Thus it is important to conserve it for the present and future generations, and it includes preservation, restoration, reconstruction and adaptation. Adaptation, or adaptive reuse, is a way to adapt an architectural heritage with new functions as the current needs require and usually involves new interventions. It is the case with what Manggarai Station is currently facing, which is a big project of construction where it builds new buildings all around the Manggarai Station's heritage building to accommodate its new functions. This new intervention attracts attention because it uses modern material, style, and technical specifications. Accordingly, it raises how adaptive reuse should have been done in architectural heritage and how Manggarai Station adjusted to it. Therefore, by studying and analyzing theories of adaptive reuse and Manggarai Station's history and developments, also interviewing people involved in its construction can answer what happened and what will be done with it.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Rahmadina
Abstrak :
ABSTRACT
Permasalahan utama dinding bangunan cagar budaya umumnya diakibatkan oleh kelembaban tinggi yang dikandungnya. Walaupun demikian, bangunan cagar budaya sarat akan nilai sejarah yang tinggi sehingga adaptive reuse menjadi salah satu metode untuk memperbaiki kondisi bangunan dan menghidupkannya kembali dengan fungsi baru. Sehingga tantangan utamanya yaitu bagaimana menyuntikkan fungsi baru pada bangunan tanpa menghilangkan nyawanya yang termanifestasi melalui materialnya. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perlakuan dan penggunaan material pelapis dinding yang dapat menjawab tantangan tersebut. Material pelapis dinding yang dianalisis yaitu plaster dan cat pada Kedai Seni Djakarte yang digunakan sebagai studi kasus arsitektur adaptive reuse. Dalam skripsi ini ditemukan bahwa penggunaan plaster dan cat dengan material properties tertentu dapat menunjang pertahanan nyawa bangunan.
ABSTRACT
The main issue faced by the walls of heritage buildings is its high level of humidity, especially for those located in a tropical climate. Despite their degradation over time, the historical significance possessed by heritage buildings necessitate the adaptive reuse of these buildings for a new function. Therefore architects are faced with the ultimate challenge what kinds of treatment and application of wall finishing materials are required in order to inject new function to heritage buildings without losing their soul as manifested through their materials. This paper aims to analyze specifically the treatment and application of wall finishing materials in achieving said objectives of adaptive reuse. In this case, the wall finishes materials studied are plasters and paints in Kedai Seni Djakarte as the case study. It is found that by using plasters and paints with certain material properties, it can best preserve the soul of the building.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradhnya Anindya Dewanti
Abstrak :
ABSTRAK
Pelestarian sebuah cagar budaya adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh manusia. Namun dalam pelaksanaannya, melestarikan sebuah Bangunan Cagar Budaya memiliki tantangannya sendiri. Dengan statusnya sebagai cagar budaya, keaslian bangunan perlu dipertahankan untuk melestarikan nilai-nilai penting di dalamnya. Pemanfaatan Bangunan Cagar Budaya untuk digunakan pada masa kini menyebabkan kebutuhan penyesuaian terhadap bangunan. Fenomena ini menghasilkan pertanyaan mengenai apa yang harus di jaga dan apa yang dapat diubah dalam sebuah proses pelestarian Bangunan Cagar Budaya. Pada skripsi ini, analisis identifikasi elemen bangunan dilakukan untuk mengetahui cara kerja bangunan agar dapat memenuhi fungsinya. Analisis tersebut menghasilkan cara untuk melakukan penyesuaian terhadap Bangunan Cagar Budaya dengan mempertahankan nilai otentisitas desain yang di miliki bangunan tersebut.
ABSTRACT
Conserving a cultural heritage is an obligation for humanity. But, in practice, conserving a heritage building has its own challenge. With its status as a cultural heritage, its authenticity has to be maintained in order to preserve the values embedded within it. Utilizing the heritage building in the present resulting in unavoidable changes towards the building. This phenomenon evokes a question on what should be kept, and what could be changed in a process of conserving a heritage building. This paper did an identification analysis of building elements to determine the how a building functions. The analysis discovers the ways of building adaptation while maintaining its design authenticity.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Churiah
Abstrak :
Perluasan wilayah administrasi kota Jakarta dalam perkembangan pembangunan kota pasca kolonial menempatkan kawasan Menteng yang awal dibangunnya merupakan permukiman pinggiran kota menjadi pemukiman strategis di pusat kota. Kondisi tersebut mengancam keberadaan bangunan hunian “warisan” kolonial yang memiliki signifikansi sejarah dan arsitektur. Dengan tujuan menambah daya tarik kota, pada tahun 1975, bangunan dan lingkungan di Menteng yang tersisa, dilindungi melalui penetapannya sebagai Cagar Budaya hingga kemudian masuk dalam perencanaan tata ruang kota. Namun seiring perkembangan pembangunan dan politik, kesenjangan antara peraturan dan praktik pelestarian tidak dapat dihindari berdampak pada otentisitas bangunan hunian asli. Tinjauan peraturan dan praktik pelestarian dengan studi kasus bangunan hunian di KCB Menteng yang terjadi mulai dari penetapan, instrumen kebijakan, tujuan, dan dampak yang terjadi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kesenjangan antara peraturan dan praktik pelestarian bangunan hunian di KCB Menteng terikat faktor masyarakat dan pemerintahan beriringan dengan peningkatan kebutuhan ruang dan juga ketakutan akan menghambat pembangunan modern. Padahal jika direncanakan dengan tepat, kombinasi antara yang lama dan yang baru dapat membuat bangunan lebih menarik, sebagai negosiasi terhadap kebutuhan baru. Walaupun disadari pada akhirnya perencanaan yang tepat pun tidak akan terealisasi tanpa pengawasan yang baik. Sehingga dibutuhkan panduan pelestarian yang jelas, berkelanjutan dan tersosialisasi dengan baik. ......The expansion of the administrative area of the city of Jakarta in the development of post-colonial urban development placed the Menteng area, which was originally built as a suburban settlement, into a strategic settlement in the city center. These conditions threaten the existence of colonial "heritage" residential buildings that have historical and architectural significance. With the aim of adding to the attractiveness of the city, in 1975, the remaining buildings and environment in Menteng were protected through their designation as cultural heritage, until later they were included in the city's spatial planning. However, along with developments and politics, the gap between regulations and preservation practices inevitably impacts the authenticity of the original residential buildings. Review of regulations and conservation practices with case studies of residential buildings in KCB Menteng that occurred, starting from the determination, policy instruments, goals, and impacts that occurred. The results of the study show that the gap between regulations and the practice of preserving residential buildings in KCB Menteng is bound by societal and government factors, along with increasing space requirements and fears of hindering modern development. Yet if planned properly, the combination of old and new can make a building more attractive through the negotiation of new requirements. Even though we realize that, in the end, even the best planning will not be realized without good supervision. So that clear, sustainable, and well-socialized conservation guidelines are needed.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Marhaendra Djaja
Abstrak :
Kabupaten Blitar dikenal sebagai daerah seribu candi. Namun anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk sektor pariwisata dan budaya sangat kecil sekitar 0,1 dari total APBDnya. Hal ini tidak sebanding dengan arti pentingnya peninggalan cagar budaya bagi penguatan jatidiri bangsa. Selain itu, merawat dan melestarikan cagar budaya yang sering dianggap selalu menjadi beban bagi pemerintah. Sehingga diperlukan upaya untuk memberdayakan situs cagar budaya sehingga minimal menjadi suatu cagar budaya yang profit center bahkan membiayai dirinya sendiri yakni dengan peran serta masyarakat. Hasil analisis spasial dan ekonomi memperlihatkan peran serta masyakarakat berdampak adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar situs melalui distribusi pendapatan, perluasan lapangan pekerjaan dan lepas dari kemiskinan. Selain itu didapatkan bahwa dalam hal perencanaan tata ruang belum terlihat adanya kontribusi dari aspek budaya dalam proses penyusunan RTRW sehingga menyebabkan pentingnya potensi dari cagar budaya bagi suatu wilayah tidak terlihat dan alih fungsi lahan cagar budaya menjadi fungsi lain akan lebih mudah terjadi.
Blitar district is known as the thousand temples. However, the budget spent by the government for the tourism and culture sector is very small about 0.1 of the total APBD. It is not proportional to the importance of cultural heritage relics for strengthening the nation 39 s identity. In addition, care for and preserve the cultural heritage that is often considered to always be a burden for the government. So it is necessary to empower cultural heritage sites so that the minimum be a profit center of cultural heritage even support himself namely with public participation. Spatial and economic analysis results show the role and impact of community intheir increased prosperity around the site through the distribution of income, expand employment opportunities and escape poverty. In addition it was found that in terms of spatial planning have not seen the contribution of the cultural aspect in the process of drafting the RTRW, causing the potential importance of the cultural heritage of an area not visible and land conversion into other functions of cultural heritage would be more apt to occur.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryszcha Mirdania
Abstrak :
Benda cagar budaya merupakan salah satu warisan kebudayaan bangsa yang menyimpan identitas dari bangsa yang memilikinya, informasi mengenai masa lampau, estetika yang otentik, hingga nilai-nilai kultural yang menyusun identitas suatu bangsa, karenanya ia harus dilindungi baik kelestarian fisiknya, sekaligus nilai dan informasi yang dikandungnya. Bangsa yang menciptakan dan mewarisi benda cagar budaya merupakan pihak dengan kepentingan paling besar dan paling tepat untuk melaksanakan peran dalam melindungi kelestarian benda cagar budaya, namun benda cagar budaya suatu bangsa seringkali diambil secara tanpa hak hingga berakhir di bawah penguasaan pihak-pihak lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana instrumen hukum nasional dan internasional mengatur pelindungan dan pemilikan atas benda cagar budaya sekaligus bagaimana prinsip hukum perdata internasional diterapkan dalam upaya pengembalian benda cagar budaya kepada kebudayaan asalnya. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa instrumen hukum yang berlaku bagi benda cagar budaya menghendaki dikembalikannya benda cagar budaya kepada bangsa yang menghasilkannya untuk dipelihara demi sebesar-besarnya kepentingan umat manusia atas warisan kebudayaannya sekaligus kepentingan bangsa atas identitas kebudayaan. Dikehendaki pula diterapkannya lex originis sebagai prinsip hukum perdata internasional yang berlaku terhadap sengketa terkait benda cagar budaya.
Cultural properties are one of the nation's cultural heritages that store the identity of a nation, information about the past, priceless aesthetics, and cultural values that make up the identity of a nation, therefore the physical preservation along with the values and informations it contains must be protected. The nation that creates and inherits the cultural properties has the greatest interest in protecting their cultural properties. However, cultural properties are often removed and exported illicitly from the country of origin. This study aims to analyze how national and international legal instruments regulate the protection and ownership of cultural properties as well as how the principles of private international law are applied in efforts of nations to return their cultural properties. This study obtained that international conventions for the protection of cultural properties require the return of cultural properties to the country of origin, as well as the application of lex originis as the most proper private international law principles for disputes relating to cultural properties.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rayhan Rasyid
Abstrak :
Hubungan manusia dan tempat yang saling membutuhkan membuat kawasan Glodok tidak dapat hanya dilihat sebagai kawasan dengan warisan budaya sebagai kawasan etnis Tionghoa tetapi juga realitas di dalamnya yang berisi dengan keseharian manusia. Manusia dengan budaya dan nilai-nilainya akan membentuk identitas pada sebuah place. Place identity adalah struktur kognitif kompleks yang melibatkan sikap, nilai-nilai, pemikiran, keyakinan, makna, dan kecenderungan perilaku individu terhadap suatu place. Skripsi ini mengkaji bagaimana hubungan manusia dan place identity dan mengidentifikasi place identity dalam konteks kawasan Glodok. Melalui studi kasus di kawasan Glodok, penulis ini mengurai prinsip-prinsip place identity pada kawasan Glodok dan bagaimana hal tersebut membentuk place identity kawasan ini. Hasil penelitian ini menggugah bagaimana identitas pada Glodok sebagai place tercermin dari kehidupan, aktivitas, dan budaya dari manusia yang ada di dalamnya. ......The interdependent relationship between humans and a place makes Glodok not merely a neighborhood with cultural heritage as a Chinese ethnic area, but also a reality within it of the daily lives of its people. Humans, with their cultures and values, contribute to shaping the identity of a place. Place identity is a complex cognitive structure that involves attitudes, values, thoughts, beliefs, meanings, and behavioral tendencies of individuals towards a place. This thesis examines the relationship between humans and place identity and identifies place identity within the context of Glodok. Through a case study conducted in Glodok, the author unravels the principles of place identity in the area and how they shape the place identity of Glodok. The research findings highlight how the identity of Glodok as a place is reflected through the lives, activities, and culture of the people within it. Overall, this research provides valuable insights into the interplay between humans and a place in the context of Glodok. The findings emphasize the significance of human presence, their activities, and their culture in shaping the identity of a place.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daffa Muhammad Akmal Alwee
Abstrak :
Monumen Nasional adalah sebuah monumen yang merepresentasikan perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajahan Belanda, Monumen ini dibangun di masa presiden soekarno yang mana pada saat itu ditujukan untuk menyatukan bangsa Indonesia, agar rakyat Indonesia mempunyai satu kebanggaan yang sama. Monumen ini terletak di Kota Jakarta yang menjadi ibu kota Indonesia, secara tidak langsung Monas menjadi identitas Indonesia dan Kota Jakarta dengan statusnya sebagai bangunan cagar budaya Nasional. Penggunaan Monas saat ini sesuai dengan tujuan awal yaitu, menceritakan tentang bangsa Indonesia itu tersebut. Namun belakangan ini muncul sebuah gagasan bahwa area Monas dan jalan Medan Merdeka akan digunakan sebagai area sirkuit untuk ajang balapan Formula E yang mana peserta akan mamacu mobil elektrik nya dengan kecepatan tinggi dan memberikan kampanye mobil listrik ramah lingkungan bagi masyarakat Indonesia. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan apakah Monas layak untuk menyelenggarakan event yang sangat berbeda dari tujuan awal fungsi monas. Tujuan tulisan akademik ini adalah untuk mengamati dan membahas mengenai isu apropriasi Monas yang akan digunakan untuk event balapan mobil tersebut. Hasil dari bahasan mengenai isu appropriasi ini akan menjadi sebuah saran, seberapa layak monas digunakan untuk ajang balapan mobil tersebut. ......The National Monument is a monument that represents the struggle of the Indonesian people against Dutch colonialism. This monument was built during the Soekarno era, which at that time was intended to unite the Indonesian people. This monument is located in the city of Jakarta, which is the capital of Indonesia. Indirectly Monas becomes the identity of Indonesia and the City of Jakarta with its status as a National cultural heritage building. The current use of Monas is in accordance with the original purpose, namely, to talk about the Indonesian nation. However, recently an idea emerged that the Monas area and the Medan Merdeka road would be used as a circuit area for the Formula E race where participants would drive their electric cars at high speed and provide an environmentally friendly electric car campaign for the Indonesian people. This raises a question whether Monas is appropriate to hold events that are very different from the original purpose of the Monas function. This academic paper aims to observe and discuss the issue of Monas appropriation to be used for the car race event. The results of this discussion on the issue of appropriation will be a suggestion, how appropriate Monas is used for the car racing event.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irpan Ripandi
Abstrak :
Pekojan merupakan bagian dari kawasan kota Tua Jakarta yang telah ditetapkan statusnya sebagai cagar budaya oleh Gubernur DKI Jakarta. Namun demikian penetapan itu tidak memuat nilai penting apa yang menjadi dasar penetapannya sebagaimana diatur dalam UU CB 2010. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi nilai penting yang terkandung di dalam setiap bangunan, menetapkan peringkatnya dan karakter budayanya. Teknik  penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara studi pustaka dan lapangan, wawancara dengan pihak terkait, dan perbandingan arsitektural sehingga dapat menentukan nilai penting dan peringkat pada tiap bangunan. Hasil kajian menunjukkan bahwa bangunan-bangunan yang ada memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai cagar budaya  karena memiliki salah satu atau kombinasi dari nilai-nilai sejarah, ilmu pengetahuan, agama, dan kebudayaan. Kajian ini dapat memberi kontibusi bagi upaya menentukan kebijakan pelestarian bangunan-bangunannya secara tepat.
Pekojan is part of the Kota Tua Jakarta area which has been designated as a cultural heritage by the Governor of DKI Jakarta. However, the stipulation does not contain the significance value that becomes the basis for its determination as stipulated in the 2010 law of cultural heritage. This research is intended to identify the significance values contained in each building, determine its level of significance and cultural character. The research technique uses a qualitative approach through literature and field studies, interviews with related stakeholders, and architectural comparisons so that it can determine the significance and level of significance of each building. The results of the study show that the existing buildings meet the requirements to be designated as cultural heritage because they have one or a combination of historical, scientific, religious, and cultural values. This study can contribute to the effort to determine the appropriate policies for the preservation of buildings.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>