Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmat Sanjaya
Abstrak :
Pada scat terjadi krisis moneter pada tahun 1997 yang melanda dunia, banyak terjadi kehancuran pada sendi-sendi perekonomian Negara yang ada di dunia termasuk Indonesia, Bank yang rnerupakan salah satu patokan keadaan perekonomian Negara mengalami kerugian besar akibat gejolak kurs, ditambah dengan memburuknya arus kas yang menyebabkan kesulitan likuiditas. Untuk mengatasi kesulitas likuiditas tersebut, Negara melalui Bank Indonesia (Bl) berdasarkan Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan mengeluarkan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) dengan syarat-syarat tertentu, namun diperjalanan banyak Bank-Bank dalam hal ini pemegang saham penerima BLBI melanggar syarat-syarat yang telah ditentukan oleh BI seperti menyalurkan BLBI tersebut pada perusahaannya sendiri dan juga melanggar BMP K (Batas Minimal Penyaluran Kredit), dan pada akhimya para debitur pemegang saham tersebut tidak mampu untuk mengembalikan BLBI tersebut kepada BL Bank-Bank yang mengalami likuiditas dan tidak mampu mengembalikan BLBI tersebut selanjutnya diserahkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dan dibuatlah perjanjian berupa MSAA, MRNIA dan APU kepada debitur pemegang saham tersebut, dengan kesepakatan jika para debitur pemegang saham tersebut bisa mengembalikan BLBI yang mereka pinjam, maka Negara akan memberikan release & discharge. Yang menjadi permasalahan disini adalah apakah dimungkinkan pemberian release & discharge yaitu pelepasan dari segala tuntutan hukum kepada para debitur pemegang saham yang telah melunasi kewajibannya mengembalikan BLBI yang mereka pinjam, berdasarkan hukum perdata dan hukum pidana yang berlaku di Indonesia dan juga apakah Inpres No. 8 tahun 2002 telah tepat dikeluarkan untuk masalah release & discharge ini, serta bagaimana reaksi masyarakat Indonesia atas keluarnya release & discharge ini.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T18903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Octa Pujiani
Abstrak :
ABSTRAK
Piutang negara atau hutang kepada negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Pasal 8 adalah sejumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun. Pengurusan piutang negara yang macet pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti yang terjadi di PT. (Persero) Asuransi Kredit Indonesia pada awalnya telah dilakukan dengan membuat perjanjian kerjasama antara PT. Askrindo dengan Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara (BUPLN) tanggal 23 Juli 1994. Perjanjian Kerjasama Pengurusan Hak Subrogasi tersebut dibuat dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang PUPN. Namun, dikarenakan adanya putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara Nomor 77/PUU-IX/2011 tanggal 25 September 2012, PUPN (dahulu BUPLN) tidak berwenang lagi melaksanakan tugas pengurusan piutang BUMN, piutang BUMD, dan piutang badan usaha yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh BUMN/BUMD dan mengembalikan pengurusan piutang BUMN, piutang BUMD, dan piutang badan usaha yang modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh BUMN/BUMD yang telah diserahkan kepada masing-masing BUMN/BUMD. Pengembalian pengurusan piutang tersebut, mengakibatkan PT. Askrindo menghentikan kerjasama pengurusan piutang dengan DJKN (dahulu BUPLN) dan melakukan pengurusan piutang perseroan melalui mekanisme korporasi sesuai instruksi Pemerintah kepada semua BUMN dan BUMD.
ABSTRACT
State receivables or debt to state subject to Law Number 49 Prp of 1960 on State Receivable Committee (PUPN) Article 8 mean certain amount of fund payable to the state or authorities, directly or indirectly controlled by the state pursuant to regulation, agreement or others. Management of bad state receivable with State Owned Enterprise (SOE) as in the case of PT (Persero) Asuransi Kredit Indonesia is initially made through agreement between Askrindo and Badan Urusan Piutang Dan Lelang Negara (BUPLN) on July 23 1994. The Agreement on Settlement of Subrogation Right is made by taking into account the provisions of Law No. 49 Prp. Of 1960 on PUPN. However, with respect to decision of Constitutional Court with regard to the case Number 77/PUU-IX/2011 on 25 September 2012, PUPN (formerly BUPLN) ceases to have the authority to carry out the administration of SOE receivables, SOE receivables and receivables of any business entity which part or all capital is owned by State Owned Enterprise / Local Enterprise and reassign the administration of receivables of SOE, SOE receivables and receivables of business entity which part or all capital is owned by State-Owned Enterprise/Local Enterprise which has been assigned to each State-Owned Enterprise /Local Enterprise. The re-assignment of receivable administration causes PT. Askrindo terminae the joint cooperation of receivable administration with DJKN (formerly BUPLN) and carry out the administration of corporate receivables through the corporate procedures as per instructions of Government to all State Owned Enterprise and Local Enterprise (BUMN and BUMD).
Universitas Indonesia, 2013
T35053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Leony
Abstrak :
Rencana Perdamaian dalam PKPU merupakan suatu penawaran yang diajukan oleh Debitor melalui suatu dokumen hukum yang meliputi pembayaran utang-utangnya kepada Para Kreditor, dengan mekanisme yang telah terlebih dahulu disepakati oleh Debitor dengan Para Kreditornya sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UUK PKPU, namun dalam praktek, ternyata permasalahan pada proses pemungutan suara (voting) atas rencana perdamaian tersebut dapat terjadi. Sebagaimana dalam Putusan Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. Bahwa dalam putusan PKPU tersebut, setelah dilakukan proses pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen kreditor, tim pengurus menyatakan bahwa terdapat dua kreditor yang tidak dapat memberikan suaranya terhadap rencana perdamaian padahal Kreditor tersebut telah ditetapkan dalam suatu Daftar Piutang Tetap. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis mengenai dikesampingkannya hak pemungutan suara (voting) kreditor dalam proses persetujuan rencana perdamaian PKPU, serta pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan pada Putusan Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ditetapkannya Kreditor dalam suatu Daftar Piutang Tetap menandakan bahwa Para Kreditor telah melewati tahap verifikasi legalitas Para Kreditor; status tagihan, dan jumlah hak suara yang dimiliki. Sehingga tidak terdapat kualifikasi maupun faktor apapun yang memungkinkan Hakim untuk mengesampingkan / meniadakan hak suara Kreditor untuk melakukan voting atas Rencana Perdamaian. Akibat hukum dikesampingkannya hak suara Kreditor tidak serta merta menghilangkan status sebagai Kreditor dan hak tagihnya hilang, melainkan tetap ada sebagaimana dalam Daftar Piutang Tetap dan setelah perdamaian disahkan maka akan mengikat seluruh Kreditor Konkuren, kecuali Kreditor Separatis sebagaimana dalam Pasal 281 ayat (2) UUK PKPU, kemudian upaya hukum yang dapat dilakukan adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Selanjutnya, terkait dengan analisis putusan, maka Hakim telah melanggar Pasal 281 ayat (1) UUK PKPU. ......The Reconciliation Plan in PKPU is an offer submitted by the Debtor through a legal document covering payment of his debts to Creditors, with a mechanism that has been previously agreed upon by the Debtor and his Creditors as stipulated in Article 281 paragraph (1) UUK PKPU, but in practice, it turns out that problems in the voting process for the Reconciliation Plan can occur. As in Decision Number 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. Whereas in the PKPU decision, after an examination of the completeness of creditor documents, the management team stated that there were two creditors who were unable to vote on the reconciliation plan even though the creditors had been determined in a List of Fixed Receivables. By using normative-juridical research methods, this article aims to analyze the exclusion of creditors' voting rights in the approval process for the PKPU Reconciliation Plan, as well as the considerations of the Panel of Judges in passing a decision on Decision Number 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. The results of this study are that the determination of Creditors in a Register of Receivables indicates that the Creditors have passed the legality verification stage of the Creditors; the status of the invoice, and the number of voting rights held. So that there are no qualifications or any factors that allow the Judge to set aside / cancel the Creditors' voting rights to vote on the Reconciliation Plan. The legal consequence of setting aside the Creditor's voting rights does not necessarily eliminate the status as a Creditor and the rights to collect are lost, but remain as in the List of Fixed Receivables and after the settlement is ratified, it will bind all Creditors except Separatist Creditors as in Article 281 paragraph (2) UUK PKPU, then legal remedy that can be done is cassation to the Supreme Court. Furthermore, related to the analysis of the decision, the Judge has violated Article 281 paragraph (1) of the PKPU Law.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cavanaugh, Francis X.
Boston Harvard business school press 1996,
336.34 Cav t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Buchanan, James M.
Indianapolis: Liberty Fund, 1999
R 320.01 BUC c
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
In the past there decade, average economic growth rate gor emerging markets have been fairly above that of world average and debt of emerging markets are lower than that of advances economic. Thus, this paper attempts to discuss the evolution of external debt to DGP ratio in emerging economics and how it may have impacted on economic growth. Althouht the relationship between external debt level and economic growth is unclear, some studies have suggested that on average, high levels of external debt to GDP ratio is associated with slow economic growth (Hendon et all, 2013). Our anaysis is based on data from six emerging economies that are Brazil, India, Indonesia, Mexico, Nigeria and Turkey from 1972 to 2012.
PPEM 1:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Didik J. Rachbini
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001
330 DID e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Roi Lesmana
Abstrak :
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah memberikan jalan keluar dari permasalahan utang piutang yaitu dengan kepailitan dan/atau dengan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diharapkan dapat memberikan solusi penyelesaian bagi kedua belah pihak baik itu kreditor maupun debitor. Penelitian ini bertujuan menganalisis Prinsip Exceptio Non Adimpleti Contractus Dan Pembuktian Sederhana Dalam Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif melalui pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan sejarah dan pendekatan konseptual dengan menyajikan hasil penelitian dalam bentuk deskriptif-analitis. Prinsip exceptio non adimpleti contractus dapat diterapkan dalam permohonan Kepailitan maupun PKPU, Majelis Hakim yang memeriksa permohonan PKPU dapat menolak permohonan PKPU karena konsep utang menjadi tidak sederhana, dalam perkara permohonan PKPU ini para pihak tidak dapat menunjukan perjanjian yang menjelaskan mengenai kapan jatuh waktu dari utang yang didalilkannya sehingga dapat ditagih maka sulit untuk menentukan kapan jatuh waktunya utang tersebut sehingga masih diperlukan suatu pembuktian rumit dan tidak sederhana. Adapun prinsip pembuktian sederhana terkait utang debitor sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU juga diterapkan di dalam pemeriksaan permohonan PKPU, hal mana menyebabkan permohonan PKPU ditolak oleh Hakim Pengadilan Niaga karena utang debitor memerlukan pemeriksaan yang rumit (tidak sederhana) sehingga tidak memenuhi prinsip utang yang sederhana sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (4) UUK-PKPU. Dengan demikian pemeriksaan perkara permohonan PKPU juga menerapkan prinsip pembuktian sederhana sebagaimana yang diterapkan dalam permohonan Pailit. ......Law of The Republic Of Indonesia Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Payment has provided settlement of the debt and credit problems, namely by bankruptcy and/or with a suspension of payment (PKPU) which is expected to provide solutions for both parties, creditors and debtors. This study aims to analyze the Principles of Exceptio Non-Adimpleti Contractus and simple justification in cases of Suspension of Payment. This study uses a juridical-normative research method through a statutory approach, a historical approach, and a conceptual approach by presenting the research results in descriptive-analytical form. The principle of exceptio non adimpleti contractus can be applied in Bankruptcy and PKPU applications, the Panel of Judges can reject the PKPU Application because the Debt concept is not simple, in this PKPU’s application, agreement which explaining debt overdue and collectible cannot be proved by both parties. Then, complicated justification related the debt and the due time is needed. The principle of Simple Justification according to Article 8 paragraph (4) UUK-PKPU is also applied in the examination of PKPU applications, which causes the PKPU application to be rejected by the Judge of the Commercial Court because the debtor's debt requires a complicated (not simple) justification, simple debt principle as referred to in Article 8 paragraph (4) UUK-PKPU. Thus, the examination of the PKPU application applies the simple principle of proof as applied in the Bankruptcy application.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalton, Hugh
London: Routledge dan Kegan Paul , 1954
336 DAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tawang Alun
Jakarta: LP3ES , 1996
336.34 TAW a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>