Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khalida Fauzia
"

Melewatkan makan adalah praktik diet yang tidak sehat di kalangan remaja yang sering terjadi di negara maju dan berkembang. Ini mungkin menyebabkan remaja kekurangan nutrisi untuk pertumbuhan secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi melewatkan makan terkait dengan kualitas diet dan status gizi di kalangan siswa sekolah menengah di Depok, Jawa Barat. Studi potong lintang dilakukan di antara siswa sekolah menengah swasta dan negeri di Depok, Jawa Barat, pada bulan Agustus - Desember 2018 menggunakan sampling acak bertahap. Sebanyak 283 subjek, 113 laki-laki dan 170 perempuan berusia 15-18 tahun, terpilih secara acak dari sekolah. Karakteristik sosial ekonomi, pengetahuan gizi, dan konsumsi makanan dikumpulkan dengan wawancara terstruktur. Asupan makanan diperoleh dengan menggunakan pengulangan 3 hari 24-hour recall. Kualitas diet diukur menggunakan Indeks Kualitas Diet-Internasional (DQI-I) yang berfokus pada empat aspek utama dari diet berkualitas (variasi, kecukupan, moderasi, dan keseimbangan keseluruhan). Status gizi dikategorikan sebagai, normal, overweight, dan obesitas menggunakan cut-off WHO. Multivariat logistik-regresi dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan antara melewatkan makan dan kualitas diet, dianggap signifikan jika p-value <0,05. Uji Mann-Whitney digunakan untuk menemukan perbedaan kualitas diet antara dua kelompok status gizi (kelompok obesitas tidak kelebihan berat badan dan kelebihan berat badan). Ada 86,9% siswa sekolah menengah yang melewatkan makan setiap harinya; sarapan dan makan malam adalah makan yang paling sering mereka lewatkan. Siswa laki-laki memiliki risiko yang lebih kecil untuk melewatkan makan daripada perempuan (OR = 0,35, p = 0,005). Skor rata-rata populasi untuk DQI-I adalah 46,00 dari skor yang mungkin (100). Aspek keseimbangan keseluruhan adalah skor terendah, 2,00 dari skor yang mungkin (10,00). Rendahnya pengetahuan gizi (Penyesuaian OR = 1,71;  p = 0,038) dan melewatkan makan (OR = 3,06; p = 0,006) berhubungan dengan skor DQI-I yang lebih rendah setelah dilakukan penyesuaian dengan jenis kelamin, usia, status pekerjaan ibu, dan uang saku. Sebagai indikator dari melewatkan makan, konsumsi sarapan yang tak teratur (Penyesuaian OR = 3,09; p = 0,007 untuk yang “tidak pernah” konsumsi; penyesuaian OR = 2,48; p = 0,001 untuk konsumsi “kadang”) juga berhubungan terhadap skor DQI-I yang lebih rendah. Siswa dengan status gizi normal memiliki skor median variasi yang lebih tinggi daripada siswa kelebihan berat badan-obesitas. Mengonsumsi sarapan secara teratur dan meningkatkan pengetahuan gizi penting untuk meningkatkan kualitas diet dan status gizi siswa sekolah menengah.


Skipping meals were unhealthy practice of diet among adolescents that often occurs in both developed and developing countries. It might lead the adolescents lack nutrients for growth optimally. This study aimed to identify skipping meals related to diet quality and nutritional status among high school students in Depok, West Java. A cross-sectional study was conducted among private and public high school students in Depok, West Java, in August – December 2018 using stratified random sampling. A total of 283 respondents, 113 males and 170 females aged 15-18 years, were selected randomly from the schools. Socioeconomic characteristics, nutritional knowledge, and meals consumption were collected by structured interview. Dietary intake was obtained using 3-days repeated 24-hour recall. Diet quality was measured using Diet Quality Index-International (DQI-I) that focused on four major aspects of quality diet (variety, adequacy, moderation and overall balance). Nutritional status was categorized as thinness, normal, overweight, obese using WHO cut-off. Multivariate logistic-regression was carried out to identify the association between skipping meals and diet quality, considered significant if p-value <0.05. Mann-Whitney test was used to find the diet quality difference between two groups of nutritional status (normal and overweight obese group). There were 86.9% of high school students who skipped any meals; breakfast and dinner were the most meals occasion that skipped by them. Male students had less risk of skipped meals than females (OR = 0.35, p = 0.005). Median score of the population for DQI-I was 46.00 of possible score (100). Overall balance aspect was the lowest score, 2.00 of possible score (10.00). Poor nutritional knowledge (Adjusted OR = 1.71, p = 0.038) and skipping any meals (OR = 3.06, p = 0.006) had significant association with lower score DQI-I after adjusted with sex, age, mothers’ employment, and weekly pocket money. In term as skipping meals indicator, irregular breakfast consumption (Adjusted OR = 3.06, p = 0.007 for never consumption; adjusted OR = 2.54, p = 0.001 for sometimes consumption) were also associated to had lower DQI-I score after adjustment. Students with normal nutritional status had higher median score of variety component than overweight obese students. Therefore, having regular breakfast consumption and improving nutrition knowledge should be highlighted in order to increase diet quality and nutritional status of the high school students.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55516
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hasanah
"Pergeseran pola makan memiliki peran penting terhadap peningkatan penyakit kronis pada masyarakat. Namun, informasi mengenai apa yang orang makan saat ini sebagai suatu diet kompleks berdasarkan pedoman yang ada masih kurang.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara kualitas diet dan persentase lemak tubuh sebagai faktor risiko dari banyak penyakit kronis pada orang dewasa di Jakarta Timur. Studi potong lintang ini adalah bagian dari studi human nutrition research center (HNRC) yang merekrut 152 orang dewasa sehat dengan menggunakan multistage cluster sampling pada lima kecamatan di Jakarta Timur. Kualitas diet diukur dengan menggunakan skor AHEI-2010 yang
diperoleh dari perhitungan recall 2 hari 24-hour recall. Persentase lemak tubuh
diukur menggunakan air displacement plethysmograph (BodPod®). Karakteristik subjek dinilai menggunakan kuesioner terstruktur. Selain itu, aktivitas fisik dinilai menggunakan international physical activity questionnaire-short form. Hubungan
antara kualitas makanan dan persentase lemak tubuh dianalisis menggunakan multiple linear regression. Mayoritas subjek adalah perempuan (52.6%) dan sebagian besar adalah dewasa muda (46.1%). Nilai rata-rata AHEI-2010 adalah
46.1±9.1. Median dari persentase lemak tubuh adalah 35.4 (23.8, 41.9) dan prevalensi orang dewasa yang mengalami obesitas adalah 64.5%. Tidak ada hubungan yang ditemukan antara skor AHEI-2010 dan persentase lemak tubuh (β -0.002, p = 0.980) setelah dilakukan penyesuaian terhadap jenis kelamin, status pernikahan, aktivitas fisik dan asupan energi. Kualitas makanan orang dewasa Indonesia tidak terkait dengan persentase lemak tubuh. Temuan ini menunjukkan bahwa kualitas diet yang dinilai dengan menggunakan AHEI-2010 mungkin tidak
cukup sensitif untuk memprediksi lemak tubuh orang dewasa Indonesia, karena konsumsi dari tiap komponennya yang kurang bervariasi
Dietary shifted plays an important role to the increased of chronic disease among population. However, information on what people eating as a complex diet according to the dietary guideline was lacking. This study aims to assess an association between diet quality and body fat percentage (%BF) as risk factor of
chronic diseases among adult in East Jakarta. This cross sectional study is part of human nutrition research center (HNRC) study which recruited 152 healthy adults
by using multistage cluster sampling in five sub districts of East Jakarta. Diet quality indicated by AHEI-2010 score was obtained from a calculation of two-
times 24 hour recall. While, %BF was measured using air displacement plethysmograph (BodPod). General characteristics were assessed using
structured questionnaire. Moreover, physical activity (PA) was assessed using international physical activity questionnaire-short form. The association between diet quality and body fat percent was analyzed using multiple linear regression. The majority of subjects are women (52.6%) and mostly are young adult (46.1%).
The mean score of AHEI-2010 was 46.1 (9.1). The median %BF was 35.4 (23.8,
41.9) and prevalence of adults who obese was 64.5%. There was no association found between AHEI-2010 score and %BF (β -0.002, p=0.980) after adjustment for sex, marital status, PA and energy intake. Dietary quality of Indonesian adults was not associated with body fat percentage. These findings suggest that diet quality indicated by AHEI-2010 might not sensitive enough to predict body fat of
Indonesian adults, as the consumption of its components was less varied"
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Siti Rodhiah
"Social eating, defined as eating companion and eating practice, is correlated with modern dietary habits, which was characterized by a diet high in saturated fats, sugar, refined products, low fiber-rich foods, and thus, a low quality diet. This study aimed to assess the association between social eating and diet quality in women of reproductive age. This study used data collected from the SCRIPT study conducted by SEAMEO RECFON in 6 provinces (Jakarta, West Java, East Java, West Sumatera, Bali, and South Sulawesi). Dietary and social eating data was collected using a 24-H food recall. The diet quality was measured by the HEI-2015 Score. Eating companion is defined as eating alone and eating together, while eating practice was defined as eating outside, at home, and at home but the meal comes from outside. Both variables were defined for breakfast, lunch, and dinner. The analysis used to determine the association between variables was compare the mean differences (Independent T-test/Mann-whitney and ANOVA/Khruskal-walis) and Spearman correlation test, then multivariate analysis used the stepwise method to obtain the dominant factors that affect the diet quality in women of reproductive age. The mean HEI-2015 score was 39.78. Most subjects had the lowest consumption for total fruits, whole fruits, whole grains, dairy, and fatty acids. In contrast, the consumption of refined grains was high. Eating out of home was practiced by 9.4%, 10.7%, and 5.6% for breakfast, lunch, and dinner respectively; while the practice of eating at home but the meal comes from outside was 31.6%, 23.2%, and 32.3% respectively. Eating alone was practiced by 61.2%, 58.4%, and 47.4% for breakfast, lunch, and dinner respectively. Eating at home during breakfast was associated significantly with diet quality, but there was no significant association between eating companion and diet quality. The dominant factors associated with diet quality among women of reproductive age were income level and eating practice during breakfast. The present study results are useful that provide an overview of the diet quality in women of reproductive age in Indonesia and its factors. This can be used as a basis for improving the diet quality in women of reproductive age, especially the information of food groups that need to be improved and food groups that need to be limited in consumption.

Social eating didefinisikan sebagai eating companion dan praktik makan, telah terbukti berhubungan dengan kebiasaan diet modern, yang ditandai dengan diet tinggi lemak jenuh, gula, produk olahan, makanan rendah serat dan dengan demikian, diet berkualitas rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara social eating dengan kualitas diet pada wanita usia subur (18-45 tahun). Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan dari studi SCRIPT oleh SEAMEO RECFON di 6 provinsi (Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan). Data diet dan social eating dikumpulkan menggunakan food recall 1x24 jam. Kualitas diet diukur dengan Skor HEI-2015. Eating companion dibagi menjadi makan sendiri dan makan bersama, sedangkan praktik makan dibagi menjadi makan diluar, di rumah, dan di rumah dengan makanan dari luar. Kedua variabel dilihat untuk waktu sarapan, makan siang, dan makan malam. Analisis yang digunakan untuk menentukan hubungan antar variabel adalah membandingkan perbedaan rerata (Independent T-test/Mann-whitney dan ANOVA/Khruskal-walis) dan Spearman correlation test, selanjutnya analisis multivaraite dengan metode stepwise untuk mendapatkan faktor dominan yang mempengaruhi kualitas diet pada wanita usia subur. HEI-2015 adalah 39,78. Sebagian besar subjek memiliki konsumsi terendah untuk total buah, buah utuh, biji-bijian, susu, dan asam lemak. Sebaliknya, konsumsi biji-bijian olahan tinggi. Makan di luar rumah masing-masing sebesar 9,4%, 10,7% dan 5,6% untuk sarapan, makan siang, dan makan malam; sedangkan praktik makan di rumah dengan makanan yang berasal dari luar masing-masing sebesar 31,6%, 23,2% dan 32,3%. Makan sendiri sebesar 61,2%, 58,4% dan 47,4% masing-masing untuk sarapan, makan siang dan makan malam. Makan di rumah saat sarapan berhubungan secara signifikan dengan kualitas diet, tetapi tidak ada hubungan yang signifikan antara eating companion dan kualitas diet. Faktor dominan yang berhubungan dengan kualitas diet pada wanita usia subur adalah tingkat pendapatan dan pola makan saat sarapan. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran tentang kualitas diet pada wanita usia subur di Indonesia dan faktor-faktor yang berhubungan. Hasil ini dapat dijadikan dasar untuk meningkatkan kualitas diet pada wanita usia subur, terutama informasi terkait konsumsi kelompok makanan yang perlu ditingkatkan dan kelompok makanan yang perlu dibatasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Christy
"Young adults is at an elevated risk of poor diet quality because of their bustle and the influence of food industry’s development. Processed and packaged foods consumption which are commonly contained of high sugar, salt, and fat become a part of their daily dietary intake. Poor diet quality will eventually lead to nutrition related health problem such as obesity, coronary heart disease and diabetes mellitus. Therefore, a preventive action need to be taken to improve dietary practice among young adults whom are the foundation of future health. Nutrition fact panel (NFP) use could be considered as a simple yet rational tool for improving dietary habit since it is available on most packaged food and young adults are currently exposed to it. The aim of this study was to assess the association between nutrition fact panel (NFP) use and diet quality among young adults living in dormitory of Universitas Indonesia, Depok, West Java. A comparative cross sectional study among 172 young adults was conducted in 2019. They were classified as NFP users and non-users based on the frequency of reading NFP. Data about socio-economic-demographic characteristics, behavior characteristics, nutrition knowledge, prior exposure to nutrition label and NFP use were collected through interview using structured questionnaire. Weight status was obtained by direct height and weight measurement. Dietary data was measured using Diet Quality Index-International (DQI-I), derived from 3x24 h recall. Finding of this study showed that the characteristics among NFP users and non-users were not differed significantly except for nutritional knowledge (p<0.05; OR = 1.852; 95% CI, 1.009-3.396) and weight loss or gain attempt (p<0.05; OR = 3.024; 95% CI, 1.547-5.192). The median total diet quality score was categorized low (44 out of 100). There was no association between NFP use and total diet quality score even after controlling for possible confounder. However, the exploration in each component of diet quality measurement showed adequacy score of calcium was statistically different between NFP users and non-users (p<0.05). Future nutrition interventions could consider NFP use as an alternative way to improve diet quality among young adults.

Kelompok dewasa muda beresiko memiliki kualitas diet yang buruk karena kesibukan mereka dan pengaruh perkembangan teknologi. Konsumsi makanan kemasan yang pada umumnya mengandung tinggi gula, garam dan lemak, telah menjadi bagian dari perilaku makan mereka sehari-hari. Pada akhirnya, kualitas makan yang buruk mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit seperti obesitas, penyakit jantung dan diabetes. Usaha pencegahan harus dilakukan untuk melindungi kelompok dewasa muda. Salah satu upaya sederhana namun cukup efektif adalah penggunaan label informasi nilai gizi (ING) yang tersedia hampir di seluruh makanan kemasan. Tujuan penelitan ini yaitu mengetahui hubungan antara penggunaan label ING dengan kualitas diet kelompok dewasa muda yang tinggal di asrama Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Studi komparatif dengan metode potong lintang ini dilakukan tahun 2019 terhadap 172 responden. Responden dikategorikan sebagai pengguna atau bukan pengguna ING berdasarkan frekuensi membaca label. Studi ini mengumpulkan data pengetahuan, paparan terdahulu terhadap ING, karakteristik sosial, ekonomi, demografi dan perilaku responden dengan wawancara tersturuktur. Data status gizi diperoleh dengan pengukuran berat dan tinggi badan secara lansung, sedangkan data asupan makanan didapatkan dengan metode 24-hour food recall selama 3 hari. Skor kualitas diet diukur dengan Diet Quality Index International (DQI-I). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada karakteristik pengguna dan bukan pengguna ING kecuali pada variabel pengetahuan gizi (p<0.05; OR = 1.852; 95% CI, 1.009-3.396) dan usaha untuk menaikkan atau menurunkan berat badan (p<0.05; OR = 3.024; 95% CI, 1.547-5.192). Kualitas diet responden dikategorikan rendah dengan skor total kualitas diet hanya mencapai 44 dari maksimum 100 poin. Penelitian ini juga menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara penggunaan ING dengan total skor kualitas diet. Namun, analisis terhadap komponen skor kualitas diet menunjukkan adanya hubungan bermakna antara skor kecukupan kalsium (p<0.05). Intervensi gizi dapat mempertimbangkan penggunaan ING sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas makanan kelompok dewasa muda."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Hasna Arifa
"Prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa di Indonesia relatif tinggi, dengan faktor kontribusi seperti kualitas diet dan praktik makan. Diantara praktik-praktik tersebut, sarapan memiliki signifikansi sebagai kebiasaan penting untuk menjaga kesehatan, dengan variasi dalam aspek sosial dan temporal. Penelitian ini menggunakan data dari Indonesian Food Barometer (IFB) tahun 2018 untuk mengeksplorasi hubungan antara praktik sarapan dan variabel covariate (karakteristik sosiodemografi dan ekonomi, termasuk usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan jenis tempat tinggal) dengan skor diet quality index international (DQI-I) di kalangan orang dewasa di daerah pedesaan dan perkotaan. Variabel independen mencakup berbagai praktik makan sarapan, seperti lokasi makan, teman makan, persiapan makan, melewatkan sarapan, dan aktivitas saat makan. Penelitian ini difokuskan pada 770 orang dewasa Indonesia berusia 26-45 tahun, menggunakan analisis statistik melalui Chi-square (p<0.05) dan regresi linear untuk menilai hubungan antara kualitas diet dan variabel independen. Skor DQI-I menunjukkan 48 dan 46 untuk daerah pedesaan dan perkotaan, masing-masing, menandakan kategorisasi sebagai diet buruk (skor <60). Perlu dicatat bahwa terdapat hubungan antara praktik sarapan, khususnya aktivitas saat makan, dan skor kualitas diet (skor total DQI-I) di kalangan responden di daerah pedesaan. Namun, tidak terdapat hubungan signifikan antara praktik sarapan dan skor kualitas diet di kalangan responden di daerah perkotaan. Perbedaan karakteristik yang diamati antara populasi perkotaan dan pedesaan mungkin memengaruhi praktik sarapan yang berbeda dan dampaknya terhadap skor kualitas diet. Untuk mengatasi hal ini, promosi diet dan dorongan terhadap praktik sarapan yang lebih sehat sangat diperlukan baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.

The prevalence of obesity among adults in Indonesia is relatively high, with contributing factors such as diet quality and eating practices. Among these practices, breakfast holds significance as a crucial habit for maintaining health, exhibiting variations in social and temporal aspects. This study utilized data from the 2018 Indonesian Food Barometer (IFB) to explore the association between breakfast practices and covariate variables (sociodemographic and economic characteristics, including age, gender, job, education level, income level, and type of living) with diet quality index international (DQI-I) scores among adults in both rural and urban areas. The independent variables encompassed various breakfast eating practices, such as eating location, eating companion, meal preparation, skipping breakfast, and activity while eating. The study focused on 770 Indonesian adults aged 26-45 years, employing statistical analysis through Chi-square (p<0.05) and linear regression to assess the association between diet quality and independent variables. DQI-I scores revealed 48 and 46 for rural and urban areas, respectively, indicating a categorization as poor diet (score <60). Notably, an association was found between practices at breakfast, specifically activity while eating, and diet quality scores (DQI-I total score) among rural respondents. However, in urban respondents, no significant association was observed between breakfast practices and diet quality scores. The observed differences in characteristics between urban and rural populations may influence distinct practices at breakfast and subsequently impact diet quality scores. To address this, dietary promotion and the encouragement of healthier breakfast practices are crucial in both urban and rural settings."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Fauziyana
"Diet quality among elderly could benefit to support healthy ageing, but data on these issues were still limited to be found in Indonesia. This study aimed to analyze the association between diet quality with different domains of healthy aging among elderly in urban area. A cross-sectional study was conducted among 126 elderly aged > 60 years in five community health center across Jakarta province. Diet quality was scored based on Healthy Eating Index (HEI) 2015. Healthy aging domains measured were physical function based on Activity Daily Living (ADL); cognitive function assessed by Mini-Mental State Examination (MMSE); psychological health measured by Geriatric Depressive Screening Scale (GDS); and social engagement index. General characteristics of subjects measured using a structured questionnaire to obtained data on age, sex, education, income, smoking status, disease history, and nutritional status based on Mini Nutritional Assessment – Short Form (MNA-SF). Association of diet quality with healthy aging domains was analyzed using linear regression test. The study showed the majority of subjects were early elderly (94.4%), female (57.1%), have high education (49.2%) and income of 2 million rupiahs (45.2%). Diet quality among subjects was poor with mean HEI score 46.1 + 8.5. Prevalence of functional disability (56.3%) and cognitive impairment (46.8%) were high. While the indication of depression was 9.5% and active engagement was 86.5%. There was no significant association found between HEI score with all healthy aging domains. However, improvement in diet quality, functional, and cognitive ability need to be considered. Further investigation using different approach need to be conducted in future studies.

Kualitas asupan makan pada lansia dapat mendukung status penuaan yang sehat. Namun, data yang mendukung dalam isu ini masih terbatas ditemukan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kualitas asupan makan lansia dengan beberapa domain status penuaan sehat di daerah perkotaan. Studi potong lintang dilakukan pada 126 lansia usia > 60 tahun di lima Puskesmas wilayah DKI Jakarta. Kualitas asupan makan dinilai berdasarkan Healthy Eating Index (HEI) 2015. Domain status penuaan sehat yang diukur adalah kemampuan fungsional yang dinilai dengan Activity Daily Living (ADL); fungsi kognitif dinilai dengan Mini-Mental State Examination (MMSE); domain psikologis diukur dengan Geriatric Depressive Screening Scale (GDS); dan indeks keterlibatan dalam aktifitas sosial. Karakteristik subjek yang diukur antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan, riwayat merokok dan penyakit kronis, serta status gizi yang diukur berdasarkan Mini Nutritional Assessment – Short Form (MNA-SF). Asosiasi antara kualitas asupan makan dengan domain penuaan sehat dianalisis menggunakan tes regresi linier. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas subjek merupakan lansia awal (94,4%), perempuan (57,1%), tingkat pendidikan tinggi (49,2%), dan berpenghasilan 2 juta rupiah (45,2%). Kualitas asupan makan pada subjek rendah dengan rata-rata skor HEI 46,1+8,5. Prevalensi ketergantungan fungsional (56,3%) dan gangguan kognitif (46,8%) cukup tinggi, sedangkan prevalensi depresi sebesar 9,5% dan tingkat keterlibatan sosial sebesar 86,5%. Tidak ada hubungan signifikan yang ditemukan antara skor HEI dengan semua domain status penuaan sehat, namun peningkatan kualitas asupan makan, kemampuan fungsional, dan kognitif perlu diperhatikan. Penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode pengukuran dan pendekatan yang berbeda perlu dilakukan pada studi selanjutnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Erlin
"Selama kehamilan terjadi perubahan sistem imun, sistem hormonal dan metabolisme yang menyebabkan penurunan keanekaragaman mikrobiota usus ibu hamil dan berdampak pada kesehatan ibu di kemudian hari. Penelitian tentang kualitas diet dan keanekaragaman mikrobiota usus telah dilakukan tetapi dengan hasil yang masih berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara kualitas diet dan keragaman mikrobiota usus. Enumerator yang telah dilatih mengumpulkan data karakteristik sosiodemografi, menilai kualitas diet menggunakan 24-hour recall yang akan dihitung menggunakan Alternate Healthy Eating Index (AHEI-P) dan mengumpulkan sampel tinja sesuai protokol yang telah ditetapkan. Keanekaragaman mikrobiota usus dinilai menggunakan indeks keanekaragaman alfa Shannon, Chao1, dan Faith Phylogenetic Diversity (PD) menggunakan analisis Next Generation Sequencing (NGS) 16S rRNA. Regresi logistik multivariat dilakukan untuk menilai hubungan antara kualitas diet dengan indeks keanekaragaman alfa mikrobiota usus yang disesuaikan dengan faktor perancu. Rerata skor kualitas diet menggunakan AHEI-P adalah 49,2 ± 9,75 dan dibagi menjadi tiga tertile. Indeks median Shannon adalah 6,5 (6,1-6,8), indeks Chao1 adalah 551,3 (12,2) dan Faith PD adalah 41,8 (36,7-47,1). Filum mayoritas adalah Firmicutes (68,2% dari total bakteri dalam sampel). Tiga genus dengan frekuensi relatif tertinggi adalah Prevotella, Faecalibacterium, Blautia. Setelah melakukan analisis multivariat dengan faktor perancu yang potensial yaitu usia, pendapatan dan indeks massa tubuh sebelum hamil, tampak bahwa peluang partisipan dengan pola makan tertile ketiga memiliki nilai Faith PD lebih dari 36,9 secara signifikan lebih tinggi dibandingkan partisipan dengan tertile pertama (aOR 0,2, 95% CI 0,04-0,8, p = 0,024). Setelah dilakukan analisis multivariat dengan faktor perancu potensial yaitu suku, indeks massa tubuh sebelum hamil dan pertambahan berat badan selama kehamilan, terlihat bahwa peluang partisipan dengan kualitas diet tertile ketiga memiliki indeks Shannon lebih dari 6,54 secara signifikan lebih tinggi dibandingkan partisipan dengan tertile pertama (aOR 0,29, 95% CI 0,1-1,0, p = 0,042). Tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas diet dengan Chao1 (aOR 0,4, 95% CI 0,1-1,2, p = 0,10). Kualitas diet tertile ketiga berhubungan dengan keragaman mikrobiota usus yang lebih rendah pada ibu hamil di lingkungan urban. Penyuluhan mengenai kualitas diet yang baik untuk menjaga keragaman mikrobiota usus sangat penting dilakukan sejak perencanaan kehamilan bagi wanita di wilayah perkotaan pada negara dengan pendapatan menengah ke bawah.

During pregnancy, there are changes in the immune system, hormonal system and metabolism which causes a decrease in the diversity of the gut microbiota of pregnant women and babies which affects the health of the mother in the future. Research on diet quality and gut microbiota diversity were conducted but with conflicting results. We assessed association between diet quality and gut microbiota diversity. Trained field enumerators collected sociodemographic characteristic, assessed diet using 24 hour recall which would be calculated to Alternate Healthy Eating Index for Pregnancy (AHEI-P) and collected fecal sample. Fecal microbiota diversity was assessed using the alpha diversity index Shannon, Chao1, and Faith Phylogenetic Diversity(PD) using the Next Generation Sequencing (NGS) analysis 16S rRNA. Multivariat logistic regression was performed to assess relation between diet quality and gut microbiota alpha diversity index adjusted with confounding factors. The mean of diet quality score using AHEI-P was 49.2±9.75 and divided to three tertile. The median Shannon index was 6.5(6.1-6.8), Chao1 index was 551.3(12.2) and Faith PD was 41.8(36.7-47.1). The majority phylum was Firmicutes (68.2% from total bacteria in sampels). The 3 highest relative frequency in genus level was Prevotella, Faecalibacterium, Blautia. After conducting a multivariate analysis with potential confounding factors, namely age, income and pre pregnancy body mass index, it appears that the participants with the third tertile diet quality had a phylogenetic diversity index of more than 36.9 significantly higher compared to participants with the first tertile diet quality(aOR 0,2, 95%CI 0,04-0,8, p=0,024). After conducting a multivariate analysis with potential confounding factors, namely ethnicity, body mass index pre pregnancy and gestational weight gain, it appears that the participants with the third tertile diet quality had a Shannon Index of more than 6.54 significantly higher compared to participants with the first tertile diet quality (aOR 0,29, 95%CI 0,1-1,0, p=0,042). No significant relationship between diet quality and Chao1 (aOR 0,4, 95% CI 0,1-1,2, p=0,10). Third tertile diet quality was associated with lower gut microbiota diversity among pregnant women in an urban community. It is very important to provide education to maintain diet quality since pregnancy planning, in the low middle income country urban area."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Adiyati
"Tekanan darah tinggi atau hipertensi termasuk di dalam 10 besar penyebab kematian di Indonesia dan tingginya prevalensi dikaitkan dengan pola makan yang tidak sehat. Provinsi Jakarta termasuk di dalam sepuluh besar provinsi dengan prevalensi tertinggi untuk kondisi hipertensi. Beberapa kelompok makanan yang memicu hipertensi juga telah dikaitkan dengan peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Sedangkan pola makan penduduk Indonesia telah menyumbang 10 % dari total emisi CO2, sekaligus belum memenuhi angka rekomendasi menurut pedoman diet nasional. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dilakukan di Jakarta pada bulan Maret hingga Oktober 2023 melibatkan orang dewasa usia 19-64 tahun. Consecutive sampling dilakukan untuk memperoleh sampel di Jakarta Utara, Jakarta Timur, RS Cipto Mangunkusumo, dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penilaian jumlah emisi GRK dan kualitas diet (metric-Healthy Eating Index-2015) berdasarkan food recall 24 jam, sedangkan tekanan darah diukur sebanyak tiga kali menggunakan sfigmomanometer digital. Sebanyak 226 subjek dewasa dianalisis dengan nilai median jumlah emisi GRK pada makanan 1.72 KgCO2eq/hari, rerata skor kualitas diet (mHEI) 51,6, tekanan darah sistolik 115.8 mmHg dan tekanan darah diastolik 78.9 mmHg. Setelah dilakukan kontrol faktor perancu, regresi linier multivariat menunjukkan tidak adanya hubungan antara emisi GRK dengan tekanan darah sistolik (β -0.246, 95%CI -2.104 – 1.613, p=0.795) dan tekanan darah diastolik (β 0.350, 95%CI -0.867 – 1.566, p=0.571). Analisis jalur menunjukkan kualitas diet bukan sebagai mediator antara jumlah emisi GRK pada makanan dengan tekanan darah. Hasil penelitian ini membutuhkan analisis lebih lanjut mengingat adanya nilai power kurang dari 70%.

High blood pressure or hypertension is one of the top ten leading risks of death in Indonesia, and its high prevalence is correlated to an unhealthy diet. Jakarta province is among the top ten provinces with the highest prevalence of hypertensive conditions. Some foods that cause hypertension are also related to higher Greenhouse Gas Emissions (GHGE). While the Indonesian population’s diet contributed 10% of total CO2 emissions, it did not meet the recommendations based on national dietary guidelines. This study was conducted with a cross-sectional design in Jakarta from March to October 2023, involving adults aged 19-64 years. Consecutive sampling was conducted to obtain samples in North Jakarta, East Jakarta, Cipto Mangunkusumo Hospital, and the Faculty of Medicine, Universitas Indonesia. Assesment of GHGE and diet quality (metric-Healthy Eating Index 2015) was based on 24-hour food recall, while blood pressure was measured three times using a digital sphygmomanometer. A total of 226 adult subjects were analyzed with a median GHGE value from food of 1.72 KgCO2eq/day, mean diet quality score (mHEI) of 51.61, systolic blood pressure of 115.8 mmHg, and diastolic blood pressure of 78.9 mmHg. After controlling for confounding factors, multivariate linear regression showed no association between GHGE and systolic blood pressure (β -0.246, 95%CI -2.104 – 1.613, p=0.795) and diastolic blood pressure (β 0.350, 95%CI -0.867 – 1.566, p=0.571). Path analysis indicated that diet quality was not a mediator between the amount of diet-related GHGE and blood pressure. Further analysis is required considering the power value is less than 70%."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayang Aditia Dewi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas diet, status gizi dan kadar homosistein dengan tekanan darah pada anak usia 3 hingga 4 tahun di Jakarta Timur. Peningkatan tekanan darah yang terjadi sejak masa anak-anak diketahui berhubungan dengan kejadian hipertensi saat dewasa. Faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti obesitas, pola makan tidak sehat juga banyak ditemukan pada anak-anak. Kondisi obesitas meningkatkan risiko peningkatan tekanan darah melalui berbagai mekanisme terutama disfungsi endotel, inflamasi, dan retensi sodium. Pola makan tidak sehat yang dapat digambarkan melalui kualitas diet juga dapat mempengaruhi tekanan darah. Salah satu indikator yang dapat digunakan menilai kualitas diet adalah skor Healthy Eating Index (HEI). Homosistein merupakan salah satu biomarker penyakit kardiovaskular yang pada anak-anak masih terdapat perbedaan hasil penelitian mengenai homosistein. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang merupakan bagian dari penelitian Kohort Jakarta Timur. Sebanyak 196 anak yang memenuhi kriteria menjadi subyek penelitian. Untuk pemeriksaan homosistein dilakukan pada subsampel sebanyak 86 anak. Rerata usia anak adalah 40±2 bulan. Ditemukan 7,1% anak obesitas, 4,1% anak overweight, 23% anak dengan gizi kurang dan 65,8% normal. Rata-rata skor HEI adalah 34,2± 9. Ini merupakan kategori buruk dan rata-rata ini dimiliki oleh 96,4% anak. Kadar homosistein rata-rata adalah 5,5±1 µmol/L. Pada penelitian ini didapatkan hubungan antara kualitas diet (β 0,263 IK 95% 0,030-0,175, p 0,030), status gizi (β 0,465, IK 95% 0,374-0,868, p 0,000) dan kadar homosistein (β 0,187, IK 95% 0,014-1,106, p 0,045) dengan tekanan darah sistolik, dan hubungan antara status gizi (β 0,375, IK 95% 0,314-1,111, p 0,000) dan kadar homosistein (β 0,246, IK 95% 0,179-1,912, p 0,019) dengan tekanan darah diastolik pada anak.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kualitas diet, status gizi dan kadar homosistein dengan tekanan darah anak usia 3-4 tahun di Jakarta Timur

This study aims to determine the association between diet quality, nutritional status and homocysteine ​​levels with blood pressure in children aged 3 to 4 years in East Jakarta. Elevated blood pressure that occurs since childhood is known to be associated with the incidence of adult hypertension. Risk factors for cardiovascular disease such as obesity, unhealthy eating patterns are also found in children. Obesity increase the blood pressure through various mechanisms, especially endothelial dysfunction, inflammation, and sodium retention. An unhealthy diet that can be described through diet quality can also affect blood pressure. One indicator that can be used to assess diet quality is the Healthy Eating Index (HEI) score. Homocysteine ​​is one of the biomarkers of cardiovascular disease which in children the results still debatable. This is a cross-sectional nested East Jakarta Cohort study. A total of 196 children who met the criteria were the subjects of the study. Homocysteine ​​examination is done in a sub-sample of 86 children. The average age of children is 40 ± 2 months. We found 7.1% of obese children, 4.1% of overweight children, 23% of children underweight and 65,8% normal. The average HEI score is 34.2 ± 9. This means poor diet quality, and this average is owned by 96.4% of children. The average homocysteine ​​level is 5.5 ± 1 µmol/L. In this study we found association between diet quality (β 0,263 IK 95% 0,030-0,175, p 0,030), nutritional status (β 0,465, IK 95% 0,374-0,868, p 0,000) and homocysteine level (β 0,187, IK 95% 0,014-1,106, p 0,045) with systolic blood pressure, and association between nutritional status (β 0,375, IK 95% 0,314-1,111, p 0,000) and homocysteine level (β 0,246, IK 95% 0,179-1,912, p 0,019) with diastolic blood pressure in children.
Conclusion: There is association between diet quality, nutritional status and homocysteine ​​levels with blood pressure in children aged 3-4 years in East Jakarta.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Deviana Ayushinta Sani
"Prevalensi hipertensi dan diabtes saat kehamilan meningkat setiap tahunnya. Diet adalah salah satu factor resiko yang dapat dirubah dapat berpengaruh terhadap komplikasi saat kehamilan, tetapi data terkait kualitas diet dan pengarunya terhadap tekanan dan gula darah dianatara ibu hamil masih sedikit. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas diet dengan tekanan darah dan gula darah pada ibu hamil di Jakarta. Studi potong lintang ini adalah bagian dari projek Brain Probiotic and LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE) yang melibatkan 174 ibu hamil yang direkrut secara consecutive sampling berlokasi di tiga area di Jakarta. Kualitas diet di tentukan dengan menggunakan skor Alternate Healthy Eating Index for Pregnancy diperoleh dari 2 hari 24-hour recall. Gula darah kapiler puasa digunakan untuk mengukur konsentrasi gula darah pada responden, sedangkan tekanan darah diukur menggunakan sphygmomanometer otomatis. Karakteristik subjek dinilai menggunakan kuesioner terstruktur. Hubungan antara kualitas diet dengan tekanan darah dan gula darah dianalisis menggunakan multiple linear regression. Mayoritas subjek berada pada rentang usia 20 dan 34 tahun (75.9%), multiparitas (61.5%), tidak memiliki riwayat gestational diabetes (97.1%) dan hipertensi (93.1%). Nilai median dari skor kualitas diet sebesar 47.44 (19.18-76.6). Tidak terdapat hubungan yang ditemukan antara kualitas diet dengan gula darah (β 1.02, p=0.36) setalah dilakukan penyesuaian terhadap edukasi, riwayat diabetes mellitus dan riwayat gestational diabetes mellitus. Selanjutnya, hubungan total skor dari kualitas diet dengan tekanan darah sistolik tidak ditemukan (β-0.16, p=0.87), namun terdapat hubungan yang hampir signifikan dengan tekanan darah diastolik β-1.23, p=0.09) setalah dilakukan penyesuaian terhadap merokok, riwayat hipertensi dan riwayat keluarga hipertensi. Kesimpulannya kualitas diet memiliki hubangan yang hampir signifikan dengan kualitas diet.Kualitas diet menjadi salah satu faktor resiko dari pola hidup yang dapat dimodifikasi untuk mepertahakan kesahatan ibu hamil. Selama hamil dan sebelum melahirkan, ibu perlu menjada kualitas dietnya.

Prevalence of gestational hypertension and diabetes in pregnancy are increasing over the years. Diet is modifiable risk factor that may influence these problems, but data regarding diet quality affecting blood pressure and glucose profile-among pregnant women remain scarce. We assessed associations of diet quality with blood pressure and glucose level among pregnant women in Jakarta. This cross-sectional study was part of preliminary study of Brain Probiotic and LC-PUFA Intervention for Optimum Early Life (BRAVE) project, which recruited 176 pregnant women by using consecutive sampling in three districts of Jakarta. Socio-demographic characteristics of participants were identified by trained field-enumerators using a structured questionnaire. Diet quality indicated by Alternate Healthy Eating Index for Pregnancy (AHEI-P) score was obtained from the calculation of multiple 24-hour recalls. Blood pressure was measured using automated sphygmomanometer, while fasting capillary glucose was performed to assess blood glucose level. The associations between diet quality with blood pressure and glucose levels were analyzed using multiple linear regression. Most of women were between 20 and 34 years old (76%), do not have history of gestational diabetes (97%) and hypertension (93%). The median score of dietary quality was 47.4 (19.1-76.6). There was no association between AHEI-P score with blood glucose (β 1.02, p=0.36) after adjustment for education, history of diabetes mellitus and history of gestational diabetes mellitus. Furthermore, association between total score of diet quality and systolic blood pressure was not found (β-0.16, p=0.87), however there was a borderline significant association with diastolic blood pressure β-1.23, p=0.09) after adjustment for smoking, education, history of hypertension and family history hypertension. In conclusion, diet quality had borderline significant association with blood pressure among pregnant women, whereas diet quality was not significantly associate with blood glucose among pregnant women in Jakarta, even though after adjustment for confounding factors. Diet quality is one of lifestyle risk factor that can be modified during pregnancy in order to maintain optimal health of the mother. Pregnant women should maintain quality of the diet, as well as prior pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library