Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Febri Indriani
"Penyelesaian sengketa secara konvensional yang dilakukan melalui aktivitas tatap muka dinilai menyulitkan konsumen untuk menuntut kerugian yang dialami setelah menggunakan barang atau jasa. Posisi konsumen dan pelaku usaha yang berjauhan menyulitkan kedua belah pihak karena harus menempuh jarak ke lokasi penyelesaian sengketa. Online Dispute Resolution menjadi solusi yang memungkinkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa meskipun berada di lokasi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan Online Dispute Resolution di Indonesia dan menganalisis penerapannya di LAPS SJK. Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur Online Dispute Resolution, namun keberadaan Online Dispute Resolution telah tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Online Dispute Resolution juga telah diterapkan dalam proses penyelesaian sengketa, antara lain dalam mediasi di Pengadilan, melalui layanan pengaduan konsumen di Kementerian Perdagangan, serta dalam penyelesaian sengketa yang diselenggarakan LAPS SJK. Sebagai perbandingan penerapan Online Dispute Resolution, Belanda memiliki platform terintegrasi yang memungkinkan pihak untuk melakukan pengaduan dari berbagai sektor sengketa. Selain itu, Belanda juga memiliki platform di beberapa sektor yang terintegrasi dengan platform Online Dispute Resolution milik Uni Eropa. Adapun China menjadi negara pertama yang menerapkan Online Dispute Resolution di Asia melalui CIETAC. Khusus berkaitan dengan sengketa konsumen, Brasil juga telah memiliki platform Online Dispute Resolution yang membantu konsumen dalam melakukan pengaduan dan menyelesaikan sengketa. Dalam penerapannya di LAPS SJK, Online Dispute Resolution terdapat dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, mediasi, dan pendapat mengikat. Secara teknis, proses penyelesaian sengketa di LAPS SJK dilaksanakan secara elektronik, namun masih dimungkinkan untuk menyelenggarakan penyelesaian sengketa secara konvensional atau secara hybrid sesuai persetujuan para pihak.
Conventional dispute resolution, which is carried out through face-to-face activities, is considered difficult for consumers to claim their loss after using goods or services. The position of consumers and businesses far apart makes it difficult for both parties because they have to travel the distance to the location of the dispute settlement. Online Dispute Resolution is a solution that enables parties to resolve disputes even though they are in different locations. This research aims to understand the development of Online Dispute Resolution in Indonesia and its implementation in the LAPS SJK. Indonesia does not yet have laws and regulations that specifically regulate Online Dispute Resolution, but the existence of Online Dispute Resolution has been mentioned across various laws and regulations. Online Dispute Resolution has also been implemented in the dispute resolution process, including mediation in courts, through the consumer complaint service at the Ministry of Trade, as well as in dispute resolution organized by LAPS SJK. Compared to the implementation of Online Dispute Resolution, the Netherlands has an integrated platform that allows parties to submit complaints from various dispute sectors. In addition, it also has several sectors whose platforms are integrated with the European Union's Online Dispute Resolution platform. Meanwhile, China became the first country to implement Online Dispute Resolution in Asia through CIETAC. Regarding consumer dispute settlement, Brazil has an Online Dispute Resolution platform that helps consumers to complain and resolve disputes. In the LAPS SJK, Online Dispute Resolution is contained in the process of resolving disputes through arbitration, mediation, and binding advice. Technically, the dispute settlement process at the SJK LAPS is carried out electronically. However, it is still possible to carry out conventional or hybrid dispute resolution according to the parties' agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Husnul Muasyara
"Permasalahan dari penelitian ini bermula adanya sengketa kepemilikan hak atas tanah antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat dengan Masyarakat berstatus Warga Negara Indonesia (Dan dim 0810) mengenai sebidang tanah diatasnya berdiri 2 (dua) bangunan rumah yaitu 1 (satu) bangunan rumah induk dan 1 (satu) bangunan rumah pavilion terletak jalan RA. Kartini No. 36 RT. 004 RW. 001 Kabupaten Nganjuk terjadi tumpang tindih status kepemilikan tanah antara pemegang hak atas tanah yang bersertifikat dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat dengan kepemilikan bukti nomor registrasi okupasi. Adapun penelitian ini terdiri 2 (dua) pokok pembahasan yakni bagaimana peralihan tanah eks
Eigendom Verponding dan Pendaftaran konversi, Analisis hukum bahwa tanah-tanah okupasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat menjadi tanah hak milik atas nama perorangan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Untuk menganalisa permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis kualitatif. Simpulan dari penelitian ini adalah Masyarakat berstatus Warga Negara Indonesia (Dan dim 0810) diberikan izin oleh Pemerintah untuk membeli rumah dan tanah milik Warga Negara Belanda dengan keperluan khusus sebagai Pejabat Militer penghuni rumah yang belum memiliki rumah serta berhenti sebagai pegawai dengan hak pensiun. Sertifikat Hak Milik hasil konversi
Eigendom Verponding adalah sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan merupakan tanda bukti hak yang bersifat kuat, sehingga status tanah okupasi tidak dapat dijadikan bukti kepemilikan atas suatu tanah karena status hak atas tanah okupasi hanya dikuasai tidak dimiliki secara sah.
The problem of this research stems from the existence of a dispute over land rights between the Indonesian National Army (TNI) in the Army and the Indonesian Citizen (Dan 0810) regarding a plot of land on which stands 2 (two) houses, namely 1 (one) main house building. and 1 (one) pavilion building located on Jalan RA. Kartini No. 36 RT. 004 RW. 001 Nganjuk Regency, there is an overlap in the status of land ownership between certified land rights holders and the Indonesian Army (TNI) Army with proof of occupation registration number. The research consists of 2 (two) main discussions, namely how to transfer the land of the former Eigendom Verponding and conversion registration, legal analysis that the land occupied by the Indonesian Armed Forces (TNI) of the Army becomes freehold land in the name of individuals according to Law Number 5 Year 1960 concerning Basic Agrarian Regulations. To analyze these problems, this study uses a normative juridical research method with qualitative analysis. The conclusion of this research is that people with the status of Indonesian citizens (Dan 0810) are given permission by the Government to buy houses and land belonging to Dutch citizens with special needs as Military Officials who live in houses who do not have a home and stop as employees with pension rights. Ownership Certificate resulting from the conversion of Eigendom Verponding is a land title certificate issued by the Regency / City Land Office and is a proof of strong rights, so that the status of occupied land cannot be used as proof of ownership of a land because the status of rights to occupied land is only controlled not legally owned."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library