Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alvina Gunawan
Abstrak :
Berdasarkan definisinya skizofrenia adalah sekelompok orang yang menderita gangguan psikotik dengan ciri-ciri adanya gangguan dalam proses berpikir, emosi dan tingkah Laku. Karena adanya ketidaksesuaian proses berpikir, kondisi emosi dan tingkah Laku orang Lain sulit untuk memahami penderita. Melalui wawancara, observasi dan penggunaan alat tes, pemahaman terhadap pasien skizofrenia mulai muncul. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah DAP. Pandangan individu terdapat dirinya akan mengarahkan individu dalam membentuk gambar orang. Oleh karena itu, gambar orang, yang didalamnya termasuk bentuk proyeksi dari pencitraan tubuh (body image), merupakan salah satu alat yang dapat mengungkapkan kebutuhan dan kronik yang dialami seorang individu. Dalam perkembangannya, berbagai variasi diberikan terhadap tes proyeksi, termasuk menggunakan Warna. Warna merupakan simbolisasi emosi. Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap 4 orang pasien skizofrenia di RSAD di Mintoharjo. Masing-masing subjek diminta untuk menggambar orang, dengan menggunakan pensil. Setelah asosiasi selesai, subjek kembali diminta menggambar orang menggunakan krayon dan dilanjutkan dengan asosiasi gambar dan penghayatan subjek terhadap warna yang digunakan. Hasil dari kedelapan gambar menunjukan bahwa DAP berwarna dapat mendukung DAP standar serla memperkuat indikasi yang sudah ada. Dengan tambahan elemen warna, arti simbolis warna yang digunakan dapat menambah indikasi kebutuhan dan konflik yang dialami subjek. kebutuhan yang tampak dari keempat subek adalah kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan perlindungan, kebutuhan untuk bergantung pada orang Lain dan kebutuhan untuk afeksi. Untuk penelitian lanjutan, disarankan agar memperhatikan kelengkapan asosiasi cerita dan tingkat kesembuhan yang sudah dialami pasien. Dengan demikian hasil yang diperoleh akan Lebih komprehensif. Diperlukan juga wawancara yang mendalam sebagai konfirmasi data yang diperoleh melalui hasil tes DAP.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiana Arsianti
Abstrak :
Tes gambar Draw A Person (DAP) adalah suatu pemeriksaan psikologis. Tes DAP sendiri termasuk ke dalam tes proyeksi, dimana subyek yang dites diberi kebebasan untuk memberikan respon apapun terhadap stimulus les tersebut, tanpa ada konsekuensi jawaban benar atau salah. Tujuan dari tes cenderung terselubung dan tidak diketahui oleh subyek sehingga respon yang diberikan subjek diharapkan merupakan proyeksi diri sepenuhnya. Gambar orang pada tes DAP diyakini oleh sebagian besar psikolog sebagai proyeksi diri subjek yang bersangkutan. Merupakan salah satu tes yang sering digunakan dal. Sebagai salah satu tes proyeksi gratis, hasil atau gambar orang pada tes ini tidak terlepas dari faktor paper and pencil mastery, yaitu pengalaman dan penguasaan terhadap media gambar itu sendiri. Paper and pencil mastery berkaitan dengan keluwesan menggunakan pensil, sehingga mempengaruhi hasil gambar yang dibuat subjek. interpretasi dari gambar orang pada tes DAP menurut Machover (1949) dalam beberapa aspek, antara lain aspek formal ~ struktural; dan aspek isi. Jika aspek formal-struktural meliputi bagian gambar seperti garis, ukuran, hapusan simetri dll maka aspek isi meliputi bagian gambar seperti siapa tokoh yang dibuat, pakaian, aksesoris, dll. Masing-masing aspek memiliki nilai proyektif tersendiri. Dari sudut pandang seni rupa, khususnya seni gambar, suatu gambar adalah refleksi dari ingatan seseorang, lcrhadap suatu benda. Dalam hal ini, bila seseorang membuat gambar “orang" berarti ia merefleksikan atau mengungkapkan image “orang" yang ada di dalam ingatannya Sumama (2001) meyakini bahwa setiap individu memiliki daya atau potensi untuk menggambar, terbukti dari kenyataan bahwa setiap anak kecil suka mencoret-coret bahkan dengan alat yang paling sederhana seperti arang atau ranting kayu. Namun sejalan dengan usia dan pengalaman bentuk-bentuk yang diingat menjadi lebih kompleks dan sulit dipisahkan satu dengan yang lainnya, sehingga timbul keraguan untuk mengungkapkan ingatan tersebut. Keraguan ini menyebabkan seseorang merasa tidak bisa menggambar Menurut Sumarna setiap orang memiliki potensi untuk menggambar dengan baik, dan ia bisa mengembangkan potensi tersebut jika ia terus melatih kemampuan menggambarnya. Menurut Mardiono (2001), ada ‘beberapa teknik dasar yang harus dikuasai untuk bisa menggambar orang dengan baik, antara Lain : proporsi tubuh kesan gerakan atau emosi dan karakter wajah dan tokoh, perspektif, bayangan dan siluet, serla gaya menggambar. Berdasarkan pengetahuan tentang aspek-aspek dalam interpretasi DAP teknik menggambar, tampak ada kemampuan antara aspek formal-struktural tes DAP dengan teknik menggambar sehingga muncul suatu pertanyaan _ bagaimana hasil tes DAP yang dihasilkan oleh orang yang terlatih menggambar? Apakah memiliki perbedaan dari. Orang yang tidak terlatih menggambar? Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hipotesis bahwa terdapat perbedaan yang signifikan aspek formal dan struktural dari gambar orang oleh kelompok terlatih menggambar dan tidak Terlatih menggambar. Penelitian ini p subjek yang terlalu menggambar dan tidak terlatih menggambar GB dilakukan dengan cara mengumpulkan gambar-gambar orang dari kelompok gambar-gambar Tersebut diambil dengan prosedur yang sesuai dengan administrasi tes DAP, tanpa lumbar asosiasi dan subyek hanya menggambar satu tokoh. Kemudian, gambar-gambar tersebut secara acak diberikan kepada razer untuk dinilai. Penilaian aspek Formal dan struktural dari gambar-gambar tersebut berdasarkan skala rating yang telah disusun sebelumnya. Untuk membandingkan masing masing aspek dan kedua kelompok digunakan teknik statistik yang membandingkan nilai rata-rata dari masing-masing aspek dari kedua kelompok. Penelitian dilakukan terhadap 29 subyek dari populasi dewasa muda berusia antara 19 - 30 tahun, yang jika dilihat dari berbagai kriteria, terdiri dari 15 orang dari kelompok terlatih menggambar (51,7%), dan 14 orang dari kelompok tidak Terlalu menggambar (48,3%); 17 orang laki-laki (58,6%) dan 12 orang perempuan (41,4%}; 5 orang mahasiswa (17,2%), 15 orang pegawai (Sl ,7%), 9 orang illustrator/designer gratis (3l%). Razer dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut : rarer adalah psikolog klinis yang menjadi staff akademik jurusan Psikologi Klinis Universitas Indonesia Rarer sudah terbiasa menggunakan tes DAP, atau menginterpretasikan tes DAP dalam pemeriksaan psikologis yang ditanganinya. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan aspek formal dan struktural dari gambar orang oleh kelompok yang terlatih menggambar dan tidak terlatih menggambar dalam hal adanya kesan aksi/gerakan; bayangan; detail gambar karakteristik garis seperti kecenderungan untuk lurus atau bergelomban kecenderungan untuk putus-putus atau kontinyu; dan tekanan garis. Aspek dari gambar seperti tokoh yang ekspresif, bayangan , karakteristik garis dan tekanan garis tampak lebih menonjol pada kelompok terlatih menggambar dibandingkan pada kelompok tidak terlatih menggambar. Sedangkan aspek lainnya seperti distorsi, hapusan, letak gambar, perspektif sikap dari tokoh, simetri gambar, kecenderungan garis tengah dan ukuran gambar terbukti tidak ada perbedaan yang signifikan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Machover, Karen Alper
Springfield: C. C. Thomas, 1949
155.284 MAC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Gambaran Profil Human Figure Drawings (HFDS) pada Anak yang Memiliki lndikasi Brain Injury. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran profil Human Figure Drawings (HFDS) pada Anak yang Memiliki indikasi Brain Injury. Sampel penelitian adalah kasus-kasus anak yang terdapat di Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, yang memiliki indikasi brain injury, berusia 6 - 12 tahun, berjenis kelamin laki-laki, memiliki tingkat kecerdasan rata-rata. Penelilian dilakukan atas dasar ketertarikan peneliti terhadap permasalahan brain injury yang cukup banyak terdapat pada kasus-kasus yang datang ke Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Permasalahan brain injury dikaitkan dengan hasil Human Figure Drawings (HFDS), dimana terlihat adanya diri tertentu pada hasil Human Figure Drawings (I-lFDs) anak-anak yang memiliki indikasi brain injury. Teori utama yang digunalcan dalam penelitian ini adalah teori mengenai Human Figure Drawings (HFDS) dari Koppitz (1968), Serta teori mengenai brain injury (Doman, 1994). Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder berupa hasil Human Figure Drawings (HFDS) sesuai dengan karakteristik sampel. Data yang diperoleh kemudian dihitung prosentasenya dan selanjutnya dibuat profil. Ditinjau dari indikator emosional berdasarkan kualitas gambar, profil hasil Human Figure Drawings (HFDS) subyek penelitian rnenggambarkan adanya prosentase yang besar untuk gambar kecil (54_29%). Berdasarkan ciri-ciri khusus, prosentase indikator emosional terbesar pada subyek penelitian adalah lengan pendek (20%). Berdasarkan penghilangan bagian figur, profil hasil Human Figure Drawings (HFDS) subyek penelitian menggambarkari adanya prosentase yang besar untuk penghilangan bagian leher(20%). Berdasarkan kriteria indikator emosional, hasil Human Figure Drawings (HFDS) subyek dengan indikasi brain injury menunjukkan adanya 6 indikator emosional yang tergolong tidak normal berdasarkan kualitas gambar, 8 indikator emosional yang tergolong tidak normal brdasarkan ciri-ciri khusus, serta 4 indikator emosional yang tergolong tidak normal berdasarkan penghilangan bagian figur. Penghilangan bagian leher masih tergolong normal untuk anak laki-laki sampai dengan usia 10 tahun (Koppitz, 1968). Berdasarkan interpretasi formal, hasil Human Figure Drawings (HFDS) pada subyek dengan indikasi brain injury mempunyai kecenderungan ukuran gambar yang kecil, penempatan gambar di sisi kiri kertas, tekanan garis kuat, dibuat dalam posisi kertas vertikal, Serta kualitas garis yang kontinu atau tidak putus-putus- Terlihat pula adanya shading pada rambut serta penghapusan pada bagian kaki, kepala, mata, muka, rambut, dan badan. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa gambaran profil Human Figure Drawings (HFDS) pada subyek penelitian yang mengalami indikasi brain injury yang datang ke Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Univrsitas Indonesia menunjukkan adanya masalah emosional pada subyek. Penelitian ini terbatas pada data sekunder yang ada di Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, saran yang dapat diberikan untuk penelitian sejenis adalah melakukan pengambilan data primer Serta memperbesar ukuran sampel.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
ABSTRAK
Oppositional Defiant Disorder (ODD) digambarkan sebagai perilaku anak yang melawan permintaan, arahan, serta larangan orang dewasa (Wenar, 1994). Pola perilaku ini berlangsung terus menerus (minimal 6 bulan) dan berlangsung pada taraf yang tidak sesuai dengan tingkat usia dan taraf perkembangan anak. (APA, 2000). Manifestasi dari gangguan ini lebih terlihat dalam lingkungan rumah atau sekolah. Karakteristik ODD biasanya tampak pada interaksi antara anak dan orang dewasa, terutama orangtuanya, atau teman-teman yang mereka kenal dengan baik. Ibu anak ODD digambarkan sebagai ibu yang terlalu memiliki kontrol dan agresif sedangkan ayah digambarkan sebagai seseorang yang pasif dan tidak memiliki hubungan emosional yang dekat. Penelitian-pcnelitian obyektif juga menunjukkan bahwa ibu-ibu ini lebih negatif dan penuh kritik terhadap sang anak dibandingkan dengan ibu anak-anak normal. Mereka juga menampilkan perilaku yang lebih mengancam, marah serta penuntut.

House-Tree-Person test (I-ITP) adalah tes proyeksi dengan teknik menggambar yang merupakan refleksi individu akan sikap atau perasaannya terhadap orang yang signiiikan dalam hidupnya; atau perasaan yang ditujukan terhadap dirinya_ Pada HTP, individu diminta untuk menggambar rumah, pohon dan orang. Untuk beberapa individu, gambar rumah merefleksikan hubungan mereka dengan ibu, gambar pohon merefleksikan perasaan mereka terhadap ayah, dan gambar orang merefieksikan perasaan mereka terhadap diri mereka sendiri- Posisi gambar orang menggambarkan kedekatan individu tersebut dengan Salah satu orangtuanya seclangkan ukuran tiap gambar juga menunjul-:kan dominasi masing-masing tokoh (ayah, ibu, atau individu sendiri) (Marnat, 1934).

Diharapkan dengan menganalisis hasil gambar HTP anak-anak yang didiagnosis ODD dapat diketahui gambaran mengenai hubungan antam orangtua dan anak ODD. Hal ilu mengingat perilaku oposisional berhubungan dengan orang-orang yang signitikan dalam kehidupan anak, terutama Orangtua. Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan pendekatan kualitatif, yaitu menggunakan data yang sudah tersedia di Klinik Bimbingan Anak F. Psi UI. Subjek penelitian ini berjumlah 5 orang yang didiagnosis ODD dan berusia antara 6-11 tahun. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dalarn memandang hubungannya dengan orangtua, empat subjek merasa lebih dekat dengan ibu sedangkan satu subjek lainnya merasa lebih dekat dengan ayah. Selain itu, empat subjek memsa bahwa ibu kurang berkomunikasi dan kurang membuka diri sedangkan satu subjek merasa bahwa ibu mau membuka komunikasi walaupun banyak aturan yang diterapkan.

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Kelemahan dari data sekunder adalah adrninistrasi tes HTP tidak diketahui dengau jelas sehingga peneliti tidak mengetahui secara pasti proses pengarnbilan tes. Untuk lebih memperkaya pengetahuan mengenai penggunaan tes HTP dan masalah ODD, penelitian selanjutnya disarankan menggunakan data primer.
[Depok, Depok]: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Perasaan diri kita sebagai pria atau wanita yang sering disebut dengan gender identity atau identitas gender, sudah muncul sejak kita masih kecil (Rathus, Newid, & Rathus, 1993:15). Pada kenyataannya ada beberapa orang, yang lebih sering terjadi pada pria merasa mereka adalah bagian dari jenis kelamin sebaliknya. Penyimpangan ini disebut sebagai transeksual (Davison & Neale, 1996). Para transeksual ini di Indonesia terkenal dengan sebutan waria (Atmojo, 1986). Para transeksual ini merasa bahwa mereka adalah wanita rneskipun tubuh dan jenis kelamin mereka laki-laki sejak lahir. Kondisi fisik yang berbeda dengan kondisi psikis/kejiwaan menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam pendefmisian diri (Kalau Evi, 2002). Berdasarkan penelitian Marone, dll (1998) menyatakan bahwa para pria transelcsual mengalami hambatan dalam mempersepsikan body imagenya. Untuk melihat adanya hambatan itu, maka alat tes yang akan digunakan adalah tes Draw A Person (DAP). DAP merupakan tes dengan tehnik proyeksi dirnana tubuh manusia dalam tes DAP dipandang sebagai media ekspresi diri dan dengan menggambar orang teljadi proyeksi pada body imagenya, yang didalamnya terekspresikan kebutuhan clan konflik pada tubuh (Macho-ver,I978). DAP memiliki cara interpretasi yang clibagi dalam dan bagian yaitu, aspek struktural dan formal serta aspek isi. Aspek strulrtural dan formal dlkatakan sebagai aspek yang lebih rendah kemungkinan mengalami variabilitas daripada aspek isi (Machover,19'?8). Berdasarkan hal diatas maka perrnasalahan yang diangkat dari penelitian ini adalah adakah perbedaan aspek struktural dan formal DAP pada pria transeksual dan pria normal? Dimana tujuan dari peneltian ini adalah mengetahui perbedaan aspek struktural dan formal dari DAP pada pria transeksual dan pria normal. Penlitian ini menggunakan dua kelompok subyek, pada transeksual dan pria normal. Kelompok pembanding dipilih pria normal lrarena pria transeksual merasa teljebak di dalam jenis kelamin pria (menurut Russell’s, 1977 dalam Janice, 1979). Subyek yang diambil sebanyak 30 orang untuk masing-masing kelompok, dengan usia antara 20-30 tahun. Hal ini dikarenakan usia 20-30 tahun termasuk dalam usia dewasa awal. Dimana pada usia tersebut sudah melewati masa remaja dan diharapkan sudah memiliki konsep diri yang relatif stabil dan telah mencapai puncak perkembangan intelektual (Hurlock, dalam Oriza, 2002). Sehingga hasil tes DAPnya tidak lagi dipengaruhi oleh faktor perkembangan Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Alat penelitiannya yaitu tes DAP, skala rating, yaitu skala penilaian aspek formal dan struktural dari tes DAP, dan lembar penyerta. Data penelitian ini diolah dengan mengguankan t-test- Hasil penelitian ini adalah ada perbedaan aspek struktural dan formal yang signilikan dari DAP pada pria normal dan pda transeksual. Dimana aspek suuktural dan formal yang menunjukan adanya perhedaan yaitu pada aspek ukuran gambar, gerakan, simetri, garis tengah, letak (kiri-kanan),sikap berdiri (melayang- mantap), sikap berdiri (tertutup-terbuka), bentuk garis, tarikan garis, tekanan garis, bayangan, perspektif, detail, distorsi, dan hapusan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Machover (1978) dan penelitian dan Hawari (1997), Marone (1998), serta Atmojo (1986), yang menunjukkan bahwa dalam diri pria transeksual terdapat perasaan inferior, perasaan anxiety, kecenderungan introvert, termtup, dan menarik diri dari linglcungan sekitarnya. Selain itu, berdasarkan analisa kualitatif ditemukan hasil bahwa pria transeksual mengalami l-cesulitan dalam identitas tubuh (body image), khususnya identitas yang terdapat pada wanita yang harus dirnilikinyfl, seperti buah dada, pinggul, betis dan alat kelamin. Hal ini sesuai dengan dengan penelitian Marone, dkk (1998) bahwa pria transeksual mengalami hambatan dalam mempersepsikan.. Selain itu dari lembar penyerta bahwa aktivitas, pekerjaan, dan hobi dari tokoh yang dibuat oleh pda transeksual menunjukkan kegiatan yang pada umumnya dilakukan oleh perempuan. Ha] ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Rathus, Nevid dan Rathus (1993) bahwa pria transeksual semenjak kecil lebih menyukai permainan perempuan., seperti boneka dibandingkan dengan permainan laki-laki. Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian diatas,maka satan yang dapat diberikan adalah: mengambil lebih banyak sampel, untuk mendapatkan perbedaan yang lebih akurat dan dapat cligeneralisasi kepada subyek di luar sampel peneljtian Penelitian selanjutnya akan lebih baik bila juga membandingl-can autara tes DAP pada pria transeksual dan wanita. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai konflik identitas seksual yang dialarni oleh pria transeksual. Selain itu penelitian selanjutnya juga akan lebih baik bila tidal-c hanya menganalisa aspek struktural dan formal, tetapi juga aspek isi. Agar diperoleh gambaran yang lebih utuh mengenai hasil DAP pada pria transeksual.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Sexual abuse merupakan suatu realita yang terjadi di sekitar kita. Data dari Pusat Krisis Terpadu RSCM menyatakan adanya 270 kasus sexual abuse sepanjang lahun 2002, yang terjadi pada anak usia 2 hingga 18 tahun. Sexual abuse ini merupakan kontak atau aktivitas seksuai yang dilakukan pada anak oleh orang dewasa. Anak dipakai unluk mendapatkan stimulasi seksual bagi orang dewasa ataupun orang lain. Peristiwa seksual abuse itu tentunya menimbulkan dampak bagi anak, termasuk juga berpengaruh pada perkembangan kepribadian anak. Untuk dapat menggali Serta lebih memahami mengenai perasaan anak setelah peristiwa sexual abuse dapat digunakan tes diagnostik, yang Salah satunya adalah Tes Menggambar Orang. Melalui tes menggambar orang akan dapat dikctahui gambaran kepribadian anak, bagaimana anak inenggannbarkan dirinya, hal apa yang penting baginya, serta konflik ataupun keinginannya saat itu. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan subyck sejumlah 4 anak perempuan berusia antara 5 dan 6 tahun yang pernah mengalami sexual abuse, diperoleh dari Pusat Krisis Terpadu RSCM. Data yang digunakan adalah laporan status serla hasil tes menggambar orang Berdasarkan analisis, tampak bahwa anak yang pernah mengalami sexual abuse memiliki kepribadian dengan lcecenderungan inferior, insecure, menarik diri, serta menampakkan kecemasan hal tersebut dapat jadi berkaitan dengan perisliwa sexual abuse yang mereka alami. Seperti dikemukakan oleh para ahli, anak korban sexual abuse menjadi ccmas, cenderung menarik diri, menjadi lebih jarang bermain Serta menurunnya rasa percaya diri. Para subyek juga tcrlihat lebih berorientasi terhadap dirinya sendiri.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T37847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tes HTP pada anak kembar identik yang mengalami hambatan dalam membina relasi sosial. Seperti diketahui, masa kanak-kanak madya (usia 6-1 l tahun) sering disebut sebagai masa sekolah. Salah satu tuntutan yang harus dipenuhi oleh anak usia sekolah, adalah membina relasi dengan teman sebaya. Untuk dapat diterima oleh teman sebaya, anak diharapkan memahami respon-respon yang dianggap sesuai dengan norma kelompok. Penelitian juga menunjukkan bahwa anak yang dapat diterima oleh kelompok adalah yang dapat menghargai anak lain dan tidak agresif. Pada masa sekolah, tampalmya peran orangtua bagi anak sangat penting sebagai model untuk bertingkah laku. Terutama pada anak kembar identik, yaitu yang berasal dari satu telur biasanya mengembangkan hubungan yang saling tergantung dengan saudara kembamya atau dengan orang terdekat seperti ibu. Hubungan sosial pada anak kembar dengan lingkungannya tampak menjadi sulit terbentuk karena ketergantungan tersebut. Hal ini mulai berbeda ketika anak beranjak besar. Klien anak kembar identik yang datang ke KBA Fakultas Psikologl UI, hampir seluruhnya memiliki keluhan akan kesulitan dalam berteman. Anak-anak ini menunjukkan perilaku yang tidak menyenangkan di sekolah seperti mengamuk, memukul, dan mengatai teman. Selain itu orangtua mengeluhkan sil-cap anak yang sulit untuk langsung bergaul dengan teman-temannya. Melalui metode proyeksi, dalam hal ini tes HTP, anak diharapkan dapat bercerita mengenai gambaran konflik, kebutuhan dan perasaan yang dirasakan oleh anak tentang dirinya, yang berhubungan dengan keberadaannya di lingkungan terdekat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder sebanyak 3 pasang klien anak kembar yang datang ke KBA Fakultas Psikologi U1 antara tahun 200-2001 (2 pasang laki-laki dan 1 pasang perempuan). Analisis kualitatif dari hasil tes HTF, interpretasi tes, dan anamnesa menunjukkan bahwa anak kembar identik memiliki konflik, kebutuhan dan perasaan yang berbeda pada tiap anak. Respon ngin dekat dengan ayah, ingin dilindungi oleh ayah, ingin dekat pada ibu dan ayah tarnpak muncul pada beberapa subyek. Hampir semua subyek memiliki perasan tidak aman dan merasa cemas pada diri sendiri, beberapa ada yang merasa ibu sebagai figur yang penuh aturan. Selain itu, karakteristik gambar tes HTP pada anak kembar identik yang mengalami hambatan dalam rnembina relasi sosial adalah letak gambar yang rata-rata berada di sebelah kiri dan bagian bawah kertas, detil gambar rumah dengan peniadaan pintu, jcndela, dan jalan setapak serta bentuk stick figure dari orang, tanpa ciri wajah, dan lctak gambar yang berada di dalam rumah. Hal di atas mengindikasikan adanya kesulitan untuk membuka diri dan menampilkan diri di hadapan orang lain. Selain hal tersebut, diperoleh pula gambar rumah yang cenderung besar dan letak gambar orang dengan gambar rumah menggambarkan figur ibu yang dominan dan adanya ketergantungan anak pada ibu.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Aurtisric disorder gangguan yang parah dalam perkembangan, dan ditandai oleh adanya abnormlitas dalam fungsi-fungsi sosial, bahasa dan komunikasi, serta adanya tingkah laku dan minat yang tidak biasa (Trevarthen, Aitken, Papoucli & Robarts, 1998; Mash & Wolfe, 1999; Saltler, 2002). Autism disebabkan karena adanya gangguan kompleks dalam perkembangan otak, dimulai sejak masa prenatal, dan l-cemudian mempengaruhi berbagai aspek perkembangan dan belajar secara drastis pada akhir masa fzgfancy, yaitu pada pada saat kemampuan bahasa mulai berkembang. Frekuensi atau jumlah penderita autisme di Indonesia tahun- tahun terakhir ini sudah meningkat dan menarik perhatian berbagai kalangan. Salah satu karakteristilc utama dari anak penyandang autisma ringan adalah mengalami hambatan dalam melalcukan interaksi sosial. Mereka tidak mempunyai minat dalam interaksi dengan orang lain, dan perilaku sosial mereka cenderung aneh dan tidak adaptif. Anak penyandang autisma ringan juga tidak mampu untuk menggunakan bahasa untuk tujuan sosial atau hubungan interpersonal. Walaupun demikian, beberapa ahli mengatakan bahwa anak penyandang autisma ringan sebenarnya dapat menunjukkan afeksi dan kedekatan yang sifatnya hangat dengan orangtuafpengasuh atau orang yang dekat dengan mereka (Cohen & Volkmar, 1997; Trevarthen et al, 1998). Hal tersebut di atas menimbulkan pertanyaan dalam diri penulis mengenai hubungan interpersonal dari anak penyandang autisma ringan, lebih khususnya adalah bagaimana anak penyandang autisma ringan memandang dirinya dalam berhubungan dengan orang lain dan bagaimana sikap Serta pandangannya terhadap orangtua. Untuk mengetahu hal tersebut secara langsung dari anak penyandang autisma ringan tentu saja sangat sulit karena keterbatasan mereka dalam berkomunikasi. Sehingga dalam Tugas Akhir ini digunakan metode proyeksi untuk mengetahui gambaran dari hubungan interpersonal anak penyandang autisma ringan. Metode proyeksi yang cocok digunakan untuk a.nak yang mengalami hambatan dalam kornunikasi verbal adalah tes gambar. Dua tes gambar yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah Human Figure Drawings (HFDS) dan House-Tree-Person (HTF). Untuk melengkapi dan sebagai data penunjang dalam Tugas Akhir ini, penulis melakukan wawancara terhadap orangtua atau pengasuh. Dari hasil interpretasi yang dilakukan terhadap hasil tes HFDS dan HTP kedua subjek ditemukan bahwa keduanya memiliki hambatan dalam hubungan interpersonal. Mereka cenderung menarik diri dan memiliki minat yang terbatas dalam melakukan interaksi dengan orang lain, terutama teman dan orang asing. Namun, kemampuan subjek 1 dalam berhubungan dengan orang lain lebih berkembang daripada subjek 2, Terhadap orangtua, kedua subjek memiliki persamaan dalam sikap dan pandangan mereka terhadap orangtua. Keduanya memandang ibu sebagai figur yang penting dan dekat dengan diri mereka. Perbedaan antara kedua subjek terletak pada pandangan mereka mengenai peranan ibu (dominan atau tidak) dan komunikasi yang terjalin antara kedua subjek dan ibu. Perbedaan antara kedua subjek seperti yang telah disebutkan di atas dimungkinkan oleh karena beberapa faktor, antara lain, usia yang berbeda antara kedua subjek, pendidikan dan terapi yang telah diperoleh, kesempatan dalarn berinteraksi dengan orang lain, dan faktor pola pengasuhan ibu.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library