Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wa Ode Zulhulaifah
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor proliferasi sel sebagai peyebab ketidaksiapan endometrium untuk implantasi setelah pemberian berbagai dosis rekombinan FSH (rFSH) dengan melihat tingkat ekspresi FSH-Reseptor (FSHR) dan ekspresi protein KI-67. Sampel penelitian ini adalah bahan biologi tersimpan (BBT) dari jaringan endometrium Macaca nemestrina. Total sampel 15, sampel terdiri dari tiga kelompok yang diberikan GnRH agonis dosis tetap dan rFSH dengan dosis stimulasi berbeda, yaitu 30IU, 50IU, dan 70IU dan satu kelompok kontrol. Tidak ditemukan perbedaan signifikan antara berbagai dosis rFSH yang diberikan dengan ekspresi FSHR dan ekspresi protein Ki67 pada sel endometrium Macaca nemestrina. Tingkat ekspresi FSHR dan ekspresi Ki67 ditemukan tidak berkorelasi siginifikan. Dosis rFSH yang lebih tinggi tidak menurunkan ekspresi FSHR dan Ki67 serta tidak terdapat korelasi antara ekspresi FSHR dengan ekspresi Ki67.
......This study was conducted to look at cell proliferation factors as causes of endometrial unpreparedness for implantation after administration of various recombinant FSH doses (rFSH) by looking at FSH-receptor (FSHR) expression and expression of KI-67 proteins. The study sample was stored biological material (SBM) from endometrial tissue of Macaca nemestrina. The total sample was 15, the sample consisted of three groups given fixed-dose GnRH agonists and different stimulation doses, namely 30IU, 50IU, and 70IU and one control group. we found not significantly different between various doses of rFSH with FSHR and Ki67 expression in endometrial tissue Macaca nemestrina. We found not correlation significantly between FSHR expression and Ki67 Expression endometrial tissue Macaca nemestrina. Higher rFSH doses did not reduce FSHR expression and Ki67 and there was no correlation between FSHR expression and Ki67 expression."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Mutia
"

Latar belakang: Autologus growth factor (AGF) merupakan sitokin yang menarik perhatian para ilmuwan di bidang kedokteran dikarenakan memiliki fungsi yang penting dalam memperbaiki dan mempercepat  proses penyembuhan luka. Platelet rich fibrin matrix (PRFM) merupakan generasi terbaru konsentrat trombosit dengan tahapan persiapan yang praktis dan sederhana. Berbagai macam operasi di bidang THT-KL, salah satunya Laringektomi Total (LT). Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya fistula faringokutaneus, sehingga diperlukan perhatian dengan seksama terhadap proses penyembuhan luka pasca-LT. Tujuan penelitian: Membuktikan bahwa pemberian PRFM dapat memperbaiki tatalaksana untuk mempercepat penyembuhan pada luka operasi pasca-LT dibandingkan Kelompok kontrol. Metode: Penelitian ini dilakukan pada Divisi Laring Faring THT-KL/ FKUI – RSCM selama Juni – Desember 2019, merupakan penelitian pendahuluan dengan  desain Randomized Control Trial (RCT). Penelitian ini melibatkan 20 pasien dengan karsinoma sel skuamosa (KSS) Laring yang ditatalaksana dengan LT dan dibagi menjadi 10 pasien yang menjalani LT dengan augmentasi menggunakan autologus PRFM intra operasi dan 10 pasien sebagai kontrol. Proses penyembuhan luka diobservasi hingga 2 minggu pascaoperasi. Hasil: Telah dilakukan analisis bivariat dengan uji chi-square, didapatkan perbedaan yang signifikan pada ambang nyeri, edema dan dehisence pada luka stoma (p<0.001), keberhasilan tes minum yang dilakukan pada hari kelima (p<0.001) dan terbentuknya early fistula faringokutan (p=0.03) pada luka pascaoperasi kelompok subjek dengan PRFM dibandingkan tanpa PRFM. Kesimpulan: PRFM terbukti dapat mempercepat penyembuhan luka pasca-LT. Tes minum dapat dilakukan pada hari kelima pada seluruh kelompok subjek dengan PRFM dan menjadikan masa perawatan menjadi lebih singkat. Angka kejadian fistula juga ditemukan sangat berkurang sehingga tatalaksana kemoradiasi tidak tertunda.

Kata kunci: PRFM, Laringektomi total, Fistula faringkutaneus


Background: Autologous growth factor (AGF) is a cytokine that attracts the attention of scientists, because of its beneficial to improve and accelerate process of wound healing. Platelet rich fibrin matrix (PRFM) is the latest generation of thrombocyte concentrate with simple preparation. Various kinds of operations in Otolaryngology, for example Total Laryngectomy (TL), a common complication is the presence of pharyngocutaneus fistula, so needed truly attention for wound healing process after TL.  Objective: Proving that administration of PRFM can improve management to accelerate surgical wound healing after TL compared without PRFM. Method: This research was performed in Larynx Pharynx Division of ENT Department FKUI-RSCM from June – Desember 2019. This study is preliminary study using Randomized Control Trial (RCT). There were 20 patients with Laryngeal squamous cell carcinoma treated with TL. Subjecst divided into 10 patientsunderwent TL with autologus PRFM augmentation intra operation and 10 more patients as a control group, then observed two weeks after surgery. Results: Bivariate analysis was performed with chi-square test, showed significant differences in the pain threshold, edema, presence of dehisence in stoma wounds (p<0.001), success of the drinking test conducted on the fifth day (p<0.001) and formation of pharyngocutaneous early fistule (P:0.03) in postoperative wounds between groups of patients that given PRFM and without PRFM. Conclusion: PRFM is proven to accelerate post-operative wound healing after TL. Drinking test can be performed on the fifth day in all subjects of PRFM groups so that time of hospitalized becomes shorter. Incidence rate of fistule is more decreased so that no delayed of chemoradiation.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Herpi Akbar
"Bambu betung merupakan salah satu sumber alfa selulosa yang potensial. Namun pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi optimal pembuatan hidroksipropil metilselulosa (HPMC) dari alfa selulosa bambu betung, karakteristik fisikokimia serbuk HPMC bambu betung serta pemanfaatannya sebagai gelling agent. Optimasi pembuatan HPMC bambu betung (HPMC BB) dilakukan dengan central composite design (CCD) yang menggunakan tiga variabel (konsentrasi natrium hidroksida, jumlah reagen dimetil sulfat dan suhu reaksi) dan lima level (0, ± 1, dan ± α). HPMC BB hasil optimasi selanjutnya dikarakterisasi dan hasilnya dibandingkan dengan HPMC 60SH. HPMC BB digunakan sebagai gelling agent pada pembuatan sediaan gel dan dilakukan evaluasi sediaan gel yang meliputi uji homogenitas, uji pH, uji viskositas dan uji daya sebar. Kondisi optimal pembuatan HPMC BB yaitu dengan menggunakan natrium hidroksida 27,68% (w/v) dan dimetil sulfat 1,26 ml per 1 g alfa selulosa pada suhu 58,1 °C yang menghasilkan nilai molar substitusi 0,21 dan derajat substitusi 2,09. Hasil penelitian menunjukkan bahwa HPMC BB memiliki karakteristik berupa serbuk halus berwarna putih kekuningan, pH 7,02, kadar abu 1,39%, kandungan gugus metoksi 28,56%, kandungan gugus hidroksipropoksi 7,09%, ukuran partikel rata-rata 98,595 1¼m, suhu leleh 235,15°C, viskositas 14,83 cP, berat molekul prediksi 30838-34625, susut pengeringan 3,62%, dan kadar air 7,47%. Sifat alir HPMC BB masuk dalam kategori fair. Spektrum inframerah HPMC BB relatif mirip dengan HPMC 60SH. Sediaan gel yang dihasilkan memiliki homogenitas dan daya sebar yang baik, pH 6,37 dan viskositas 142,5 cP. Berdasarkan hasil perbandingan dengan HPMC 60SH, terdapat beberapa perbedaan karakteristik HPMC BB yang meliputi warna, pH, kadar abu, kadar air, pola difraksi XRD, sifat alir serbuk, ukuran partikel rata-rata, viskositas dan berat molekul prediksi. HPMC BB tidak direkomendasikan sebagai gelling agent dalam pembuatan sediaan gel karena sediaan gel yang dihasilkan memiliki viskositas yang rendah.
......Betung bamboo is a potential source of alpha cellulose. However, its utilization has not done optimally. This study aim to obtain the optimum condition of preparation of hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) produced from 1±-cellulose betung bamboo, physicochemical properties of HPMC powder and its utilization as gelling agent. HPMC of betung bamboo (HPMC BB) were optimized by central composite design (CCD) using three variables (sodium hydroxide, dimethyl sulfate and temperature) and five levels (0, ± 1, and ± 1±). The optimum condition was subjected to further characterization and compared to HPMC 60SH as the reference. HPMC BB was used as a gelling agent in gel preparation and the gel were evaluated including homogeneity, pH, viscosity and spreadability. Optimum condition of preparation of HPMC BB was using sodium hydroxide 27,68% (w/v) and 1,26 ml dimethyl sulfate per 1 g alpha cellulose at 58,1 °C which resulted molar substitution 0,21 and degree of substitution 2,09. The results showed that HPMC BB was a fine powder with yellowish white color, pH 7,02, residue on ignition 1,39%, methoxy groups content 28,56%, hydroxypropoxy groups content 7,09%, mean particle size 98,595 1¼m, melting temperature 235,15°C, viscosity 14,83 cP, prediction of molecular weight 30838-34625, loss on drying 3,62%, and moisture content 7,47%. Flow properties of HPMC BB classified in fair category. The infrared spectrum was relatively similar to HPMC 60SH. The gel has a good homogeneity and spreadability, pH 6,37 and viscosity 142,5 cP. Based on the comparison to HPMC 60SH, there are several different characteristics on colour, pH, residue on ignition, moisture content, XRD diffraction pattern, flow properties, mean particle size, viscosity and molecular weight prediction. HPMC BB is not recommended as a gelling agent in gel preparation because its has low viscosity."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Liwang
"Perdarahan saluran cerna (PSC) merupakan salah satu komplikasi COVID-19 dengan angka mortalitas yang tinggi, namun hingga kini besaran kasusnya belum pernah dilaporkan di Indonesia. Selain itu, hasil penelitian sebelumnya mengenai faktor yang mempengaruhi kejadian PSC juga masih bervariasi. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung proporsi kejadian PSC pada COVID-19 serta mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian merupakan studi potong-lintang dengan subjek pasien dewasa COVID-19 derajat sedang hingga kritis di RS Rujukan COVID-19 Pertamina Jaya dan RS Darurat Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta, selama periode Juni-September 2021. Dari 414 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan kejadian PSC sebesar 17,63%. Mayoritas subjek memiliki komorbid hipertensi (51%), diabetes melitus tipe 2 [DMT2] (43,2%), penyakit serebrokardiovaskular [PSKV] (31,4%), serta riwayat penyakit ulkus peptikum dan PSC sebelumnya (23,9%). Median nilai neutrofil absolut ialah 4.842,5[1.116-70.000], kadar CRP 65,5[9-275] mg/dL, dan kadar D-dimer 890[200-5010] µg/L. Berdasarkan uji bivariat, terdapat tujuh variabel yang bermakna secara statistik, namun pada analisis multivariat generalized linear model menggunakan family regresi Poisson dan fungsi link log dengan robust error variance diperoleh empat variabel akhir yang bermakna secara statistik, yaitu hipertensi (aRR 2,67; IK95% 1,52-4,41; p<0,001), PSKV (aRR 1,90; IK95% 1,27-2,84; p=0,002), terapi kortikosteroid dosis tinggi (aRR 1,82; IK95% 1,22-2,73; p=0,004), dan terapi proton pump inhibitor (PPI) dosis tinggi (aRR 0,41; IK95% 0,27-0,60; p<0,001). Uji Pearson goodness-of-fit menunjukkan nilai p=0,999 dan nilai AUC 0,755 (IK95% 0,694-0,815; p<0,001). Sebagai kesimpulan, proporsi kejadian PSC pada COVID-19 derajat sedang-kritis ialah 17,63 (IK95% 14,1-21,6%). Faktor yang dapat mempengaruhi kejadian PSC ialah hipertensi, PSKV, serta penggunaan kortikosteroid dan PPI.
......Gastrointestinal bleeding (GIB) is a COVID-19 complication with high mortality rate whose magnitude and impact have not been reported in Indonesia. Moreover, the resutls of previous studies on factors influencing GIB in COVID-19 still varied widely. This study aimed to measure the proportion of GIB cases in COVID-19 and investigate the factors influencing GIB in COVID-19. This was a cross sectional study on adults with moderate to critical COVID-19 in Pertamina Jaya Referral Hospital and Wisma Haji Pondok Gede Field Hospital, Jakarta from June to September 2021. We found that out of 414 subjects that met the inclusion and exclusion criteria, 17.63% had cases of GIB. Most subjects had comorbidities, including hypertension (51%), type 2 diabetes mellitus [T2DM] (43.2%), cerebrocardiovascular disease [CCVD] (31.4%), and history of peptic ulcer and previous GIB (23.9%). Median[min-max] number of absolute neutrohil was 4,842.5 [1,116-70,000], CRP levels was 65.5 [9-275] mg/dL, and D-dimer levels was 890 [200-5,010] ug/L. Bivariate analysis showed that there were seven variables that were statistically significant. However, according to generalized linear model analysis withPoisson regression family and log link function with robust error variance, there were four final variables that were statistically significant. There variabels as follow hypertension (aRR 2.67; 95%CI 1.52-4.41; p<0.001), CCVD (aRR 1.90; 95%CI 1.27-2.84; p=0.002), high dose corticosteroid therapy (aRR 1.82; 95%CI 1.22-2.73; p=0.004), and high dose proton pump inhibitor [PPI] therapy (aRR 0.41; 95%CI 0.27-0.60; p<0.001). Pearson goodness-of-fit test showed p=0.999 and AUC value of 0.755 (95%CI 0.694-0.815; p<0.001). In conclusion, the proportion of GIB incidence in moderate-critical COVID-19 was 17.63% (95%CI 14.1-21.6%). Factors that influence GIB were hypertension, CCVD, the use of corticosteroid, and PPI."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syelvia Moulita
"HIV merupakan penyakit yang sering terjadi bersamaan dengan penyakit lain. Keberadaan penyakit penyerta memerlukan terapi bersama dengan obat ARV. Hal ini memungkinkan terjadinya interaksi antar obat yang berpotensi menyebabkan penurunan atau peningkatan kadar obat dalam darah, yang bisa menimbulkan kegagalan terapi atau efek samping berupa toksisitas. Penelitian ini bertujuan melihat potensi interaksi yang penting secara klinis dari terapi ARV dengan obat komorbidnya. Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental, pengambilan data dilakukan secara potong lintang pada pasien HIV dengan komorbid yang dirawat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo dalam periode Januari 2016 sampai dengan Juli 2017. Data diambil dari electronic health record dan pusat rekam medis RSCM. Dari 224 pasien HIV yang masuk kedalam kriteria inklusi, terdapat 121 pasien yang memenuhi persyaratan dan diambil menjadi subjek penelitian. Potensi interaksi yang penting secara klinis didefinisikan sama dengan potensi interaksi mayor memerlukan modifikasi dosis, jangan diberikan bersamaan, kontraindikasi atau hindari . Hasil penelitian menunjukkan dari 121 pasien, potensi interaksi mayor terjadi pada 18 pasien 14,99 dengan potensi interaksi yang menurunkan kadar ARV pada 14 pasien 11,57 . Kejadian potensi interaksi mayor yang paling banyak terjadi yaitu antara nevirapin dan rifampisin 3,53 . Komorbid terbanyak adalah Tuberkulosis Paru 12,92 . Diperlukan penelitian prospektif pengukuran kadar obat dan efek terapi akibat interaksi obat ARV dengan obat komorbidnya.
......HIV is a disease commonly presents with other comorbidities which need concomitant treatments with ARV. Drug-drug interaction is an unavoidable consequence which may potentially lead to an increase or a decrease of affected drug and ultimately resulted in therapeutic failure or otherwise, toxicity.This study was aimed to look at the potential of clinically significant drug-drug interactions between ARV and other treatments. This was a non experimental cross sectional study conducted on HIV patients with comorbids treated at the Cipto Mangunkusumo hospital from January 2016 to Juli 2017. Data were taken from the electronic health record and Cipto Mangunkusumo hospital medical record. From 224 HIV patients who meet the criteria of inclusion, there are 121 patients that rsquo;s fulfilled the conditions and was taken to be the subjects of research. The potential of clinically significant drug-drug interactions are definitioned as potential for major interaction requiring dose modification, do not coadminister, contraindicated or avoid . The results showed that potential for mayor interactions occurred in 18 out of 121 patients 14.99 . Potential decrease of blood ARV level was found in 14 patients 11.57 . The occurance of potential for major interaction mostly happened between nevirapin and rifampisin 3,35 . The most comorbid is pneumonia tuberculosis 12.92 . Prospective study is required to measure drugs level and the effect of therapy consequence ARV drugs interaction with comorbid drugs"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T57607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bimo Dwi Pramesta
"Obstruksi saluran cerna adalah kondisi yang sering memerlukan operasi dan dapat menyebabkan komplikasi serius. Neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) telah digunakan sebagai indikator inflamasi pada berbagai kondisi medis, namun penelitian mengenai hubungan antara NLR dan obstruksi saluran cerna masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran NLR sebagai prediktor praoperasi yang hemat biaya dan sederhana terhadap mortalitas dan morbiditas pascaoperasi, khususnya infeksi luka operasi pada pasien dewasa dengan obstruksi saluran cerna. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan pada pasien dewasa dengan obstruksi saluran cerna di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sampel penelitian terdiri dari 150 pasien dengan karakteristik dasar yang meliputi jenis kelamin, usia, jenis obstruksi saluran cerna, dan kadar neutrofil dan limfosit. Pasien yang meninggal pascaoperasi memiliki rata-rata NLR yang lebih tinggi (26,50) dibandingkan dengan pasien yang masih hidup (9,77). Analisis multivariat menunjukkan bahwa NLR merupakan faktor prediktif independen untuk morbiditas (OR = 1,37) dan mortalitas pasien (OR = 1,10). Penelitian ini juga mengidentifikasi cut-off nilai NLR praoperasi terbaik untuk menjadi prediktor morbiditas (9,95) dan mortalitas (12,51) pasien obstruksi saluran cerna pascaoperasi dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Temuan ini menunjukkan bahwa NLR dapat digunakan sebagai indikator yang dapat diandalkan dalam memprediksi hasil operasi pada pasien obstruksi saluran cerna
......Intestinal obstruction is a condition that often requires surgery and can lead to serious complications. Neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) has been used as an inflammation indicator in various medical conditions, but research on the relationship between NLR and intestinal obstruction is still limited. Therefore, this study aims to evaluate the role of NLR as a cost-effective and simple preoperative predictor of postoperative mortality and morbidity, particularly surgical site infection, in adult patients with intestinal obstruction. This study is a cross-sectional study conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta. The study sample consists of 150 adult patients with intestinal obstruction, with baseline characteristics including gender, age, type of intestinal obstruction, and neutrophil and lymphocyte levels. Patients who died postoperatively had a higher average NLR (26.50) compared to those who survived (9.77). Multivariate analysis showed that NLR was an independent predictive factor for morbidity (OR = 1.37) and patient mortality (OR = 1.10). This study also identified the optimal preoperative NLR cut-off values as predictors of morbidity (9.95) and mortality (12.51) in postoperative intestinal obstruction patients, with high sensitivity and specificity. These findings indicate that NLR can be used as a reliable indicator for predicting surgical outcomes in patients with intestinal obstruction."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Anissa
"Pada penderita kanker paru terjadi inflamasi sistemik dan dapat dilihat dengan peningkatan rasio netrofil limfosit di mana pemeriksaan ini lazim dilakukan di Rumah Sakit. Inflamasi sitemik dapat menyebabkan anoreksia sehingga asupan pada penderita kanker paru menurun dan memengaruhi status gizinya.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan rasio netrofil limfosit pada pasien kanker paru di RSUP Persahabatan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data diambil dari wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan dari rekam medis pasien poliklinik onkologi RSUP Persahabatan (n=52). Pada penelitian ini subjek sebagian besar berjenis laki-laki (61,5%), rentang usia terbanyak antara 50-60 tahun (38,5%), memiliki riwayat merokok (55,8%) dengan indeks Brinkman berat (30,8%). Lebih dari 50% subjek dengan asupan energi dan protein dibawah rekomendasi asupan untuk pasien kanker. Sebagian besar subjek penelitian berisiko malnutrisi atau malnutrisi sedang (38,5%) dan sebanyak 67,3% mengalami malnutrisi. Sebagai kesimpulan tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan rasio netrofil limfosit pada penelitian ini (p = 0,35).
......Systemic inflammation in patients with lung cancer can be seen by the increase in the neutrophil lymphocyte ratio where these examinations are common in hospitals. Systemic inflammation can cause anorexia, with the result that nutrition intake of patients with lung cancer decreases and affects their nutritional status. This study aims to determine the association between nutritional status and the ratio of lymphocyte neutrophils in patients with lung cancer at Persahabatan Hospital. This is a cross-sectional study. Data were taken from interviews, physical examinations, laboratory analysis, and patients medical records in the oncology clinic of Persahabatan Hospital (n = 52) The subjects of the study were mostly male (61.5%), the largest age range was between 50-60 years (38.5%), had a history of smoking (55.8%) with a severe Brinkman index (30.8%). More than 50% of the subjects with energy and protein intake were below the recommended intake for cancer patients. Most of the study subjects were at risk of malnutrition or moderate malnutrition (38.5%) and 67.3% of them were experiencing malnutrition. In conclusion, there was no relationship between nutritional status with the ratio of neutrophil to lymphocytes in this study (p = 0.35)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrajid Putut Widagdo
"Permasalahan Narkoba dan Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) menjadi epidemi ganda yang menuntut ditangani oleh pemerintah, yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Munculnya paradigma yang berbeda antara Pemerintah dan Yayasan Pelita Ilmu Kampung Bali (YPI Kambal) menyebabkan masalah Narkoba dan HIV/AIDS itu tidak tertangani dengan baik. Penelitian ini mengajukan Rumusan Permasalahan : (1) Apa perbedaan paradigma implementasi pencegahan Narkoba dan HIV/AIDS yang dilakukan pemerintah dan YPI Kambal?; (2) Mengapa YPI Kambal tetap dapat eksis walaupun berbeda paradigma implementasi pencegahan Narkoba dan HIV/AIDS dengan kebijakan pemerintah?; dan (3) Apa langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah dalam mengkoordinasikan implementasi kebijakan pencegahan Narkoba dan HIV/AIDS dengan YPI Kambal? Penelitian ini menggunakan prosedur deskriptif analitis atau eksplanatoris yang dilakukan selama hampir empat bulan. Teori yang membimbing penulis adalah teori Paradigma, teori Implementasi, konsep Lembaga Swadaya Masyarakat, Pencegahan Narkoba dan HIV/AIDS, Narkoba, Heroin/Putaw, HIV/AIDS.
Dari hasil penelitian ini diketahui : (1) Pemerintah menggunakan pendekatan hukum dan kesehatan, dengan Model Mekanisme Paksa, didukung dana APBN dan APBD dan bersikap hati-hati menerapkan program Pertukaran Jarum Suntik Steril (PJSS). Sedang YPI Kambal menggunakan Pendekatan Sosial Kemasyarakatan, dengan model Mekanisme Pasar, dana swadaya dan donasi negara donor dan tidak masalah menerapkan PJSS. (2) Faktor-faktor yang menyebabkan YPI Kambal tetap dapat eksis, yaitu : (a) membuka diri, (b) dalam berorganisasi membuka diri dengan manajemen terbuka kepada anggotanya. (c) Perkembangan anggota yang meningkat; (d) Perkembangan wilayah binaan yang semakin meluas. (e) Adanya lembaga atau instansi yang mengadopsi konsep YPI Kambal. (3) Langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah dalam mengkoordinasikan implementasi kebijakan pencegahan Narkoba dan HIV/AIDS dengan YPI kambal, antara lain : (a) Dengan melakukan Kunjungan ke Kampung Bali; (b) Mengundang Partisipasi YPI Kambal dalam Kegiatan Pemerintah; (c) Memberikan bantuan berupa obat-obatan, ambulan dan petugas Medis; (d) Melakukan Implementasi Pencegahan Narkoba dan HIV/AIDS secara bersama.

Problems of Drug abuse and of Human Immunodeficiency Virus/Immunodeficiency Syndrome acquired (HIV/AIDS) become double epidemic which claim to be handled by government are National Narcotic Board (BNN) and Commission of Struggle AIDS (KPA) different Appearance Paradigm between Government and Institution of Yayasan Pelita Ilmu Kampung Bali (YPI Kambal) causing the problem of Drugs and HIV/AIDS do not handle better. This research raise formula problems : (1) What difference of preventive implementation paradigm the problem of Drugs and HIV/ AIDS between government and YPI Kambal?; (2) Why YPI Kambal remain to earn exist although differ preventive implementation paradigm of Drugs and HIV/ AIDS with policy of government?; and (3) What done stages and steps is Government in coordinated preventive policy implementation of Drugs and HIV/AIDS with YPI Kambal? This research use analytical descriptive procedure or conducted explanatory during almost four months. Theory guiding writer [is] Paradigm theory, Implementation theory, theory Model Implementation, preventive of Drugs and HIV/ AIDS.
From this research result is known : (1) Government use the approach punish and health, with the Mechanism Model Force, supported by fund of State budget and District budget and behave to beware of to apply the Needle Exchange Program (NEP). Medium of YPI Kambal use the Community Base, with the model of Market Mechanism, self-supporting fund and donation of donor state and problem not apply the NEP. ( 2) Factors causing YPI Kambal remain to earn the eksis, that is : (a) expose oneself, (b) in have organization to expose oneself with the management opened to its member; (c) member Growth mounting; (d) regional Growth of area program which progressively extend; (e) the Existence of institute or institution adopting concept of YPI Kambal. (3) Stages; Steps conducted by Government in coordinated the implementation of policy of prevention of Drugs and HIV/AIDS by YPI Kambal, for example : ( a) Visiting to Kampung Bali; ( b) Invite The Participation of YPI Kambal in Governmental Activity; (c) Give the aid in the form of medicine, Medical worker and; ( d) Conduct The Preventive Implementation of Drugs and HIV/AIDS together."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25487
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Betsy R. Lumban Gaol
"Abstrak Keunggulan enzim adalah spesifisitasnya pada suatu substrat. Salah satu enzim yang banyak dimanfaatkan adalah glukosa oksidase (GOD). GOD merupakan enzim yang bereaksi secara spesifik dalam mengkatalisis reaksi oksidasi b-D-glukosa menjadi senyawa D-glukonolakton dan hidrogen peroksida. Enzim ini banyak dihasilkan kapang dari genus Aspergillus dan Penicillium. Enzim dari genus Aspergillus umumnya intraseluler, sementara yang dari genus Penicillium umumnya ekstraseluler.Pada penelitian ini akan diisolasi GOD dari Penicillium notatum 727. Mula-mula dilakukan penentuan waktu inkubasi optimum dan pH media optimum untuk produksi enzim GOD. Selanjutnya, isolasi dilakukan pada waktu inkubasi optimum, yaitu 45 jam dan pH media optimum, yaitu 5,4. Dari hasil isolasi diperoleh ekstrak kasar enzim dengan aktivitas spesifik 0,2138 U/mg protein. Selanjutnya ekstrak enzim yang dihasilkan dimurnikan lebih lanjut. Langkah awal adalah dengan pengendapan secara terfraksi dengan (NH4)2SO4. Enzim dengan aktivitas spesifik paling tinggi diperoleh dari fraksi 60-80 % (NH4)2SO4 yaitu sebesar 2,0968 U/mg protein. Selanjutnya enzim dimurnikan lebih lanjut dengan dialisis. Dari hasil dialisis diperoleh enzim dengan aktivitas spesifik lebih tinggi yaitu 2,4909 U/mg protein. Enzim hasil dialisis kemudian ditentukan pH dan suhu optimum aktivitas katalitiknya. Diperoleh pH optimum enzim pada pH 6,0 dan temperatur optimum 40 ?C.Penentuan aktifitas enzim dilakukan dengan metode spektroskopi UV-Visibel yang dimodifikasi oleh Markwell et al dengan menggunakan benzokuinon. Metode ini didasari oleh prinsip reduksi enzimatis benzokuinon menjadi hidrokuinon yang diukur kenaikan absorbansinya pada 290 nm. Sedangkan penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Lowry. Kata kunci: Penicillium notatum, enzim, glukosa oksidase, isolasi, purifikasi. xv + 55 ; tabel 4; gambar 7; lampiran 7 Bibliografi : 20 (1959-2004)"
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;, ], 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Fakhrudin
"Abstrak Respon sel terhadap dunia luarnya memicu terjadinya transduksi sinyal sel. Transduksi sinyal sel merupakan keseluruhan kejadian molekuler yang berlangsung pada penyampaian informasi dari sitoplasma ke inti sel. Salah satu mekanisme transduksi sinyal adalah fosforilasi pada protein kinase. Mitogen activated protein kinase (MAPK) merupakan superfamili enzim yang emiliki tiga familiutama, yaitu Extracellular signal-regulated protein kinase (ERK), c-Jun N-terminal kinase (JNK) atau stress activated protein kinase (SAPK) dan p38 protein kinase. Tiap famili memiliki kepekaan terhadap stimulan yang berbeda sehingga jalur transduksinya spesifik satu sama lain. Penelitian menggunakan analisis Bioinformatika dilakukan untuk mendapatkan kejelasan mengenai pola sekuen asam amino penyusun protein ? protein superfamili MAPK. Pola ini akan menunjukkan spesifisitas interaksi jalur transduksi famili ERK, JNK, dan p38. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan pola pada sekuen penyusun daerah interaksi (docking domain) dan daerah aktif protein MAPK. Daerah interaksi berupa ED domain dan CD domain. Pola umum daerah aktif untuk MAPK adalah sekuen TXY, yaitu TEY untuk ERK, TPY untuk JNK, dan TGY untuk p38. ED domain famili ERK berpola sekuen TT, JNK berpola sekuen SD, dan p38 berpola sekuen ED. CD domain subfamili ERK1 bersekuen YYDPTDEP, ERK2 bersekuen YYDPSDEP, JNK1 bersekuen WYDPSEAEA, JNK2 bersekuen WYDPAEAEA, JNK3 bersekuen WYDPAEVEA, p38 alfa bersekuen YHDPDDEP, p38 beta bersekuen YHDPEDEP, p38 gama bersekuen LHDTEDEP, dan p38 delta bersekuen FPDPEEET. Kata kunci : bioinformatika, docking domain, MAPK, transduksi sinyal."
Depok: [Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;, ], 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>