Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nafayta Sekar Amalina
"Tocilizumab merupakan antibodi monoklonal yang bekerja dengan menginhibisi ikatan antara interleukin-6 (IL-6) dengan reseptornya. Pemberiannya pada pasien COVID-19 bertujuan untuk menekan dampak IL-6 terhadap inflamasi yang terjadi pada pasien COVID-19 derajat berat atau kritis yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU). Pasien ICU umumnya memiliki kondisi yang berisiko tinggi terhadap terjadinya perburukan dan disertai penyakit penyerta sehingga membutuhkan terapi yang kompleks antara tocilizumab dengan obat-obatan lain. Penelitian ini bertujuan utuk menganalisis masalah terkait obat (MTO) tocilizumab pada pasien COVID-19 di ICU Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) tahun 2020-2021. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross-sectional. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diambil secara retrospektif dari resep dan rekam medis pasien. Klasifikasi MTO yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh Hepler dan Strand. Analisis dilakukan pada 50 pasien yang merupakan total sampel penelitian. Hasil dari analisis menunjukkan adanya MTO tocilizumab pada pasien COVID-19 di ICU RSUI sebanyak 52 kejadian dengan persentase potensi interaksi 86,27% dan reaksi obat tidak diinginkan 13,72%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terapi pengobatan pada pasien COVID-19 di ICU RSUI dengan tocilizumab pada tahun 2020-2021 menyebabkan masalah terkait obat dengan MTO yang terjadi berupa potensi interaksi obat dan reaksi obat tidak diinginkan.

Tocilizumab is a monoclonal antibody that inhibits interleukin-6 (IL-6) from its receptor. The administration to COVID-19 patients aims to suppress the impact of IL-6 to inflammation that occurs in severe COVID-19 patients in the Intensive Care Unit (ICU). ICU patients generally have conditions that are at higher risk of worsening and are followed by comorbidities that require complex therapy between tocilizumab and other drugs. This study aims to analyze the Drug-related Problems (DRP) of tocilizumab in COVID-19 patients in the ICU of Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) in 2020-2021. This study is a descriptive study with a cross-sectional study design. The data used in this study are secondary data taken retrospectively from prescriptions, and medical records. The DRP classification used in this study refers to the classification made by Hepler and Strand. Analysis was carried out on 50 patients which constituted the total sample of the study. The results of the analysis showed the presence of DRP of Tocilizumab in COVID-19 patients in the ICU RSUI as many as 52 events with the percentage of interactions is 86,27% and adverse drug reactions is 13,72%. Therefore, it can be concluded that tocilizumab as the treatment therapy for COVID-19 patients in the ICU RSUI in 2020-2021 experience DRP in drug interaction potentials and adverse drug reactions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Imanuel Setiawan
"Tuberkulosis TB merupakan salah satu penyakit pembunuh yang kerap menjadi masalah besar di dunia dan diperburuk oleh masalah efek samping obat yang berdampak pada terhentinya pengobatan pasien TB. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara efek samping OAT dengan keberlanjutan pengobatan TB. Studi ini dilakukan dengan desain penelitian analitik menggunakan studi cross-sectional dengan melibatkan 172 data rekam medis penderita TB paru dewasa yang diobati dan mendapatkan efek samping di RSCM selama tahun 2014.
Pada penelitian ini didapatkan 73,8 pasien mendapatkan efek samping minor dan 26,2 mengalami efek samping minor. Jenis efek samping minor yang muncul didominasi oleh gangguan gastrointestinal 34 dan jenis efek samping mayor didominasi hepatitis yang diinduksi oleh obat 60 . Penelitian ini menunjukkan terdapatnya hubungan yang bermakna antara variabel jenis efek samping dengan keberlanjutan terapi OR, 9,33; 95 CI, 4,20-20,72.

Tuberculosis TB is one of top infectious diseases killer and remains as a major health problem worldwide. Moreover, the TB treatment adverse effects are able to escalate the treatment default. This study aimed to evaluate the correlation between anti TB drug adverse reactions and treatment default. A cross sectional study was performed with a total of 172 medical record data of adult pulmonary TB patients who were treated with first line anti TB drugs in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital during 2014 and experienced adverse reaction.
127 patients 73.8 were experiencing minor adverse reaction and 45 patients 26.2 were experiencing mayor adverse reaction. The adverse reaction was dominated by gastrointestinal disorders 34 and drug induced hepatitis 60. There was a significant correlation between adverse reactions of anti TB drug and the treatment default cases OR, 9.33 95 CI, 4.20 20.72 p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ai Yeni Herlinawati
"Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan masalah yang mendunia. Pasien PGK yang menjalani hemodialisis biasanya mendapatkan resep yang banyak dan ini mempunyai risiko tinggi menyebabkan Masalah Terkait Obat (MTO). Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi intervensi apoteker terhadap MTO yang berhubungan dengan kadar hemoglobin, ureum dan kreatinin. Desain penelitian yang digunakan adalah Pre eksperimental dengan pre post design secara prospektif. Penelitian dilakukan terhadap satu kelompok uji, total responden penelitian 76 orang. Penelitian ini dilakukan di poli rawat jalan hemodialisis RSUD dr. Adjidarmo kabupaten Lebak selama periode Januari sampai maret 2017. MTO dinilai berdasarkan Pharmaceutical Network Europe (PCNE) V.6.2, tahun 2010. Jumlah MTO yang diidentifikasi adalah 256 masalah, Setelah dilakukan intervensi, jumlah MTO turun menjadi 71 masalah (menurun sebesar 72,26%). Terdapat perbedaan bermakna pengaruh intervensi apoteker terhadap penurunan jumlah MTO sebelum dan sesudah intervensi dengan p < 0,05. Terdapat perbedaan bermakna kenaikan rerata hemoglobin yang disebabkan oleh intervensi apoteker terhadap MTO dengan p < 0,05, selisih kenaikan rerata hemoglobin setelah intervensi selama 3 bulan adalah 0,84 g/dl. Rerata kadar hemoglobin setelah intervensi 3 bulan naik 8,29%. Terdapat perbedaan kadar ureum setelah dilakukan intervensi, tetapi tidak bermakna secara klinis dengan p > 0,05 (OR 1,37 p 0,517). Perubahan masalah terkait obat yang diakibatkan oleh intervensi apoteker bisa menurunkan kadar ureum 1,37 kali nya dibanding sebelum intervensi. Rerata kadar ureum setelah intervensi selama 3 bulan turun 30,05%. Terdapat perbedaan bermakna kadar kreatinin setelah dilakukan intervensi dengan p < 0,05 (OR 0,196, P 0,049). Perubahan masalah terkait obat yang diakibatkan oleh intervensi apoteker bisa menurunkan kadar kreatinin 0,196 kali nya dibanding sebelum intervensi. Rerata kadar kreatinin setelah intervensi selama 3 bulan turun sebesar 9,91%. Faktor perancu untuk kadar hemoglobin adalah stadium PGK dengan p < 0,05 dan status gizi dengan p < 0,05. Faktor perancu untuk kadar ureum adalah status gizi dengan p < 0,05. Dengan demikian intervensi apoteker terhadap MTO bisa membantu keberhasilan terapi pasien hemodialisis di RSUD dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak

Chronic Kidney Disease (CKD) is a worldwide problem. PGK patients undergoing hemodialysis usually get many prescriptions and this has a high risk of causing Drug Related Problems (DRP). The aim of this study was to evaluate the pharmacists' interventions on DRPs relating to hemoglobin, urea and creatinine levels. The research design used was Preeksperimental with pre post design prospectively. The study was conducted on one test group, total of 76 respondents. This research was conducted in outpatient hemodialysis dr. Adjidarmo hospital Lebak district during the period January to March 2017. The DRP was assessed on the basis of Pharmaceutical Network Europe (PCNE) V.6.2, 2010. The number of DRPs identified was 256 problems. After intervention, the number of DRPs fell to 71 problems (decreased 72.26%). There was a significant difference in the effect of pharmacist intervention on decreasing the number of DRP before and after intervention with p <0.05. There was a significant difference in mean increase of hemoglobin caused by pharmacist intervention on DRP with p <0.05, the difference of mean hemoglobin increase after intervention for 3 months was 0.84 g/dl. Mean hemoglobin levels after 3 month intervention increased 8.29%. There was a difference in urea after the intervention, but not clinically significant with p> 0.05 (OR 1.37 p 0,517). Changes in drug-related problems resulting from pharmacist interventions can lower ureum 1.37 than before intervention. Mean urea levels after 3 month intervention decreased 30.05%. There was significant difference of creatinine level after intervention with p <0,05 (OR 0,196, P 0,049). Changes in drug related problems resulting from pharmacist interventions may decrease the creatinine level 0.196 compared to before intervention. Mean creatinine level after 3 months intervention decreased by 9.91%. Confounding factor for hemoglobin level was PGK stage with p <0,05 and nutritional status with p <0,05. The confounding factor for urea is nutritional status with p <0.05. Thus, pharmacist intervention on DRP can help the success of hemodialysis patient therapy in dr. Adjidarmo hospital district Lebak"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jehezkiel Kenneth Guilio
"Pasien terkonfirmasi positif COVID-19 dengan derajat keparahan sedang, dan berat atau kritis di Indonesia perlu mendapat pengobatan sehingga sembuh. Salah satu obat yang dianjurkan oleh pemerintah untuk mengobati COVID-19 adalah remdesivir. Penggunaan dan peresepan remdesvir yang banyak digunakan untuk pasien COVID-19 derajat sedang dan berat atau kritis di Indonesia membuka peluang terjadinya kesalahan yang akan menyebabkan pengobatan pada pasien COVID-19 tidak efektif seperti masalah terkait obat (MTO). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis MTO remdesivir pada pasien COVID-19 di Rumah Sakit Universitas Indonesia tahun 2021. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil secara retrospektif dari daftar resep dan rekam medis pasien. Klasifikasi MTO yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi Hepler dan Strand. Analisis dilakukan pada 132 pasien COVID-19 yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya MTO remdesivir pada pasien COVID-19 di RSUI tahun 2021 sebanyak 15 kejadian dengan persentase indikasi yang tidak diobati sebesar 0%, kesalahan pemilihan obat 6,67%, dosis subterapi 0%, dosis berlebih 0%, kegagalan dalam penerimaan obat 0%, reaksi obat tidak diinginkan 66,67%, interaksi obat 26,67%, dan penggunaan obat tanpa indikasi 0%. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa terapi pengobatan remdesvir pada pasien COVID-19 di RSUI tahun 2021 sudah berjalan baik dan sesuai pedoman yang ditetapkan pemerintah. Potensi terbesar terjadinya kejadian MTO pada pengobatan remdesivir pada pasien COVID-19 di RSUI adalah reaksi obat tidak diinginkan (ROTD).

Patients who are confirmed positive for COVID-19 with moderate, severe or critical condition in Indonesia need to receive the proper treatment for adequate recovery. One of the drugs recommended by the government to treat COVID-19 is remdesivir. The use and prescription of remdesivir, which is frequently used for moderate, severe or critical COVID-19 in Indonesia, opens up possibilities of errors to occur that can cause the treatment for COVID-19 patients to be ineffective, such as drug-related problems (DRPs). This study aims to analyze the drug-related problems of remdesivir among COVID-19 patients in Universitas Indonesia Hospital (RSUI) in 2021. This study was conducted using a descriptive, cross-sectional study design. A secondary data was used by retrospective data collection from prescription lists and patient medical records. The DRP classification used in this study was Hepler and Strand classification. Analysis was performed on a total of 132 COVID-19 patients who met the inclusion criteria. Results showed that there were 15 events of drug-related problems of remdesivir among COVID-19 patiens in RSUI in 2021, with 0% untreated indications, 6.67% improper drug selection, 0% subtherapeutic dosage, 0% overdosage, 0% failure to receive drugs, 66.67% adverse drug reaction, 26.67% drug interactions, and 0% drug use without indication. Based on the analysis, it can be concluded that remdesivir treatment in COVID-19 patients at RSUI in 2021 had been done appropriately and in accordance to the government guidelines. The greatest potential of DRP event to occur in remdesivir treatment in COVID-19 patients at RSUI is adverse drug reactions (ADR)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesty Putri Intan Pratiwi
"Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang mana menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap dan pelayanan gawat darurat. Instalasi Gawat Darurat (IGD) berfungsi dalam menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang membutuhkan penanganan kegawatdaruratan segera, baik dalam kondisi sehari ataupun dalam keadaan bencana. Stagnan ialah keadaan ketika pasien itdak dapat pindah ke ruangan rawat inap ataupun ke ICU yang sudah lebih dari 8 jam setelah diputuskannya rawat inap yang disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya karena pasien tidak mendapatkan ruang perawatan. Tujuan dilakukan tugas khusus ini yaitu untuk mengidentifikasi DRP (Drug Related Problem) yang terjadi selama penggunaan obat pada pasien dengan kondisi stagnan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Universitas Indonesia. Pelaksanaan tugas khusus ini dilakukan dengan pengambilan data secara retrospektif dari Form Penggunaan Obat Pasien dan CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi), diobservasi perkembangan keadaan pasien dan dilakukan analisis DRP. Hasil yang didapat yakni dari seluruh pasien yang dianalisis telah menerima terapi yang sudah sesuai dengan tatalaksana terapi namun ditemukan beberapa DRP. Akan tetapi DRP yang didapat belum mutlak benar karena terdapat faktor lain yang mempengaruhinya.

A hospital is a health service institution that provides complete individual health services which provide outpatient, inpatient and emergency services. The Emergency Department (IGD) functions in receiving, stabilizing and managing patients who require immediate emergency treatment, either on a one-day basis or in a disaster. Stagnancy is a condition when the patient cannot move to the inpatient room or to the ICU more than 8 hours after the decision to be hospitalized, which is caused by several factors, one of which is because the patient does not get a treatment room. The aim of this special task is to identify DRP (Drug Related Problems) that occur during drug use in patients with stagnant conditions in the Emergency Room (IGD) at the University of Indonesia Hospital. The implementation of this special task is carried out by collecting data retrospectively from the Patient Medication Use Form and CPPT (Integrated Patient Progress Note), observing the progress of the patient's condition and carrying out DRP analysis. The results obtained were that all patients analyzed had received therapy that was in accordance with the therapeutic management but several DRPs were found. However, the DRP obtained is not absolutely correct because there are other factors that influence it.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mercurio, Steven D.
Burlington, MA: Jones &​ Bartlett Learning, 2017
615.902 MER u
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library