Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Colenbrander, H. T.
"De Gids merupakan sebuah majalah yang berbasis di Amsterdam, Belanda. Buku ini merupakan kumpulan dari majalah De Gids yang terbit selama tahun 1908. Buku ini merupakan bagian pertama dari keseluruhan."
Amsterdam: P.N. Van Kampen & Zoon, 1908
BLD 050 COL g I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Colenbrander, H. T.
"De Gids merupakan sebuah majalah yang berbasis di Amsterdam, Belanda. Buku ini merupakan kumpulan dari majalah De Gids yang terbit selama tahun 1908. Buku ini merupakan bagian kedua dari keseluruhan.
"
Amsterdam: P.N. Van Kampen & Zoon, 1908
BLD 050 COL g II
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Colenbrander, H. T.
"De Gids merupakan sebuah majalah yang berbasis di Amsterdam, Belanda. Buku ini merupakan kumpulan dari majalah De Gids yang terbit selama tahun 1908. Buku ini merupakan bagian ketiga dari keseluruhan."
Amsterdam: P.N. Van Kampen & Zoon, 1908
BLD 050 COL g III
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Colenbrander, H. T.
"De Gids merupakan sebuah majalah yang berbasis di Amsterdam, Belanda. Buku ini merupakan kumpulan dari majalah De Gids yang terbit selama tahun 1908. Buku ini merupakan bagian keempat dari keseluruhan."
Amsterdam: P.N. Van Kampen & Zoon, 1908
BLD 050 COL g IV
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Beaufort, W.H. De
"De Gids merupakan sebuah majalah yang berbasis di Amsterdam, Belanda. Buku ini merupakan kumpulan dari majalah De Gids yang terbit selama tahun 1890. Buku ini merupakan bagian pertama dari keseluruhan."
Amsterdam: P.N. Van Kampen & Zoon, 1890
BLD 050 BEA g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Buijnsters, P.J.
Utrecht: HES, 1991
BLD 839.3409 BUI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rafaeline Shalma Lafiany
"Peristiwa Gedoran Depok (7–13 Oktober 1945) mencerminkan dinamika kompleks kekacauan sosial dan politik selama masa Bersiap pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini menganalisis representasi peristiwa tersebut dalam artikel dari sepuluh surat kabar Belanda terbitan Oktober 1945 dengan fokus pada penggunaan diksi untuk menggambarkan pelaku dan tindakan. Data diperoleh dari situs Delpher.nl menggunakan kata kunci Geruchten in Depok (“Desas-desus di Depok”). Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang dikombinasikan dengan pendekatan Discourse-Historical Approach (DHA). Hasil penelitian menunjukkan penggunaan konsisten diksi bermakna kriminal dan politis, seperti plunderaars (penjarah), moordenaars (pembunuh), dan fanatici (fanatik) yang membingkai aktor Indonesia secara negatif. Pilihan diksi ini membangun narasi yang memperkuat ideologi kolonial dengan menampilkan para pejuang pribumi sebagai ancaman berbahaya dan inferior secara moral. Pembingkaian ini selaras dengan wacana kolonial yang bertujuan untuk membenarkan intervensi eksternal. Penelitian ini menegaskan peran penting bahasa media dalam membentuk narasi sejarah dan opini publik, terutama pada masa konflik. Dengan mengintegrasikan analisis linguistik dan historis, penelitian ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana peristiwa Gedoran Depok direpresentasikan kepada audiens Belanda. Selain itu, penelitian ini menyoroti implikasi lebih luas dari pembingkaian media dalam membangun identitas dan memori pasca-kolonial.

The Gedoran Depok event (7–13 October 1945) reflects the complex dynamics of social and political chaos during the Bersiap period, following Indonesia's Declaration of Independence. This study analyses the representation of the event in ten Dutch newspapers from October 1945, focusing on the use of diction to depict the actors and actions involved. Data was sourced from the Delpher.nl website using the keyword "Geruchten in Depok" (“Rumours in Depok”). The research employs a historical method combined with the Discourse-Historical Approach (DHA). The findings reveal a consistent use of criminal and political terms, such as plunderaars (plunderers), moordenaars (murderers), and fanatici (fanatics), which frame the Indonesian actors in a negative light. This choice of diction constructs a narrative that reinforces colonial ideology by portraying indigenous fighters as both a dangerous threat and morally inferior. Such framing aligns with colonial discourse aimed at justifying external intervention. This study underscores the crucial role of media language in shaping historical narratives and public opinion, particularly during times of conflict. By integrating linguistic and historical analysis, the research provides a profound understanding of how the Gedoran Depok event was represented to the Dutch audience. Furthermore, it highlights the broader implications of media framing in the construction of post-colonial identity and memory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rafaeline Shalma Lafiany
"Peristiwa Gedoran Depok (7–13 Oktober 1945) mencerminkan dinamika kompleks kekacauan sosial dan politik selama masa Bersiap pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini menganalisis representasi peristiwa tersebut dalam artikel dari sepuluh surat kabar Belanda terbitan Oktober 1945 dengan fokus pada penggunaan diksi untuk menggambarkan pelaku dan tindakan. Data diperoleh dari situs Delpher.nl menggunakan kata kunci Geruchten in Depok (“Desas-desus di Depok”). Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang dikombinasikan dengan pendekatan Discourse-Historical Approach (DHA). Hasil penelitian menunjukkan penggunaan konsisten diksi bermakna kriminal dan politis, seperti plunderaars (penjarah), moordenaars (pembunuh), dan fanatici (fanatik) yang membingkai aktor Indonesia secara negatif. Pilihan diksi ini membangun narasi yang memperkuat ideologi kolonial dengan menampilkan para pejuang pribumi sebagai ancaman berbahaya dan inferior secara moral. Pembingkaian ini selaras dengan wacana kolonial yang bertujuan untuk membenarkan intervensi eksternal. Penelitian ini menegaskan peran penting bahasa media dalam membentuk narasi sejarah dan opini publik, terutama pada masa konflik. Dengan mengintegrasikan analisis linguistik dan historis, penelitian ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana peristiwa Gedoran Depok direpresentasikan kepada audiens Belanda. Selain itu, penelitian ini menyoroti implikasi lebih luas dari pembingkaian media dalam membangun identitas dan memori pasca-kolonial.

The Gedoran Depok event (7–13 October 1945) reflects the complex dynamics of social and political chaos during the Bersiap period, following Indonesia's Declaration of Independence. This study analyses the representation of the event in ten Dutch newspapers from October 1945, focusing on the use of diction to depict the actors and actions involved. Data was sourced from the Delpher.nl website using the keyword "Geruchten in Depok" (“Rumours in Depok”). The research employs a historical method combined with the Discourse-Historical Approach (DHA). The findings reveal a consistent use of criminal and political terms, such as plunderaars (plunderers), moordenaars (murderers), and fanatici (fanatics), which frame the Indonesian actors in a negative light. This choice of diction constructs a narrative that reinforces colonial ideology by portraying indigenous fighters as both a dangerous threat and morally inferior. Such framing aligns with colonial discourse aimed at justifying external intervention. This study underscores the crucial role of media language in shaping historical narratives and public opinion, particularly during times of conflict. By integrating linguistic and historical analysis, the research provides a profound understanding of how the Gedoran Depok event was represented to the Dutch audience. Furthermore, it highlights the broader implications of media framing in the construction of post-colonial identity and memory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Munif Yusuf
"Bangsa Belanda adalah bangsa yang terbuka dan toleran. Hal itu terbukti dari banyak pengungsi yang datang ke Belanda. Secara historis para pengungsi itu berasal dari Belgia, Prancis, dan Portugal. Belakangan ini pengungsi yang datang berasal dari negara-negara konflik seperti Afganistan, Eritrea, dan Suriah. Surat kabar daring memberitakan kehadiran mereka, termasuk Trouw dan De Volkskrant. Dalam menuliskan berita, surat kabar kadang menggunakan metafora. Penelitian ini menelisik metafora yang digunakan kedua surat kabar itu dari sudut pandang metafora konseptual. Dengan demikian pertanyaan penelitian disertasi ini adalah komponen makna jenis apa saja dari ranah sumber metafora yang dialihkan ke ranah sasaran dan bagaimana cara pandang masyarakat Belanda terhadap pengungsi dilihat dari pengalihan makna dari ranah sumber ke ranah sasaran. Penelitian ini menggunakan pendapat Elisabetta Ježek (2016) untuk mengamati komponen makna jenis apa yang dialihkan. Temuan pada pertanyaan pertama adalah bahwa ada komponen makna bersifat core digunakan berdasarkan kenyataan dan pengetahuan umum dan komponen makna bersifat non core berdasarkan pengalaman. Temuan pertanyaan kedua menunjukkan bahwa dalam surat kabar De Volkskrant terdapat 16 metafora bermakna positif dan 15 negatif, sedangkan dalam Trouw terdapat 33 positif dan 64 negatif. Dengan demikian, menurut berita yang disampaikan dalam kedua surat kabar itu keberadaan pengungsi bersifat negatif. Mereka dianggap sebagai pencuri lapangan kerja dan dianggap sebagai hewan. Dengan demikian, ditemukan pandangannegatif terhadap penungsi dari kedua surat kabar itu. Walaupun demikian, kita tidak dapat sepenuhnya setuju dengan pendapat bahwa pengungsi dianggap negatif oleh masyarakat Belanda secara umum. Anggapan negatif ini hanya berdasarkan dua surat kabar yang diteliti, masih diperlukan data yang lebih besar untuk sampai kepada pendapat di atas.

Dutch people are open and tolerant. This is evident from the many refugees who came to the Netherlands. Refugees historically came from Belgium, France and Portugal. Recently, refugees who have come from conflict countries such as Afghanistan, Eritrea, and Syria. Online newspapers have written over their presence, including Trouw and De Volkskrant. Newspapers use conceptual metaphors in writing news. Thus, the research questions of this dissertation are what kinds of meaning components from the source domain of metaphor are transferred to the target domain and how the Dutch community views refugees as seen from the transfer of meaning from the source domain to the target domain. This study used the opinion of Elisabetta Ježek (2016) to observe what kind of meaning component is transferred. The finding in the first question is that the core meaning component is used based on reality and general knowledge and the non-core meaning component is based on experience. The findings of the second question show that in De Volkskrant newspaper there are 16 positive and 15 negative metaphors, while in Trouw there are 33 positive and 64 negative. Thus, according to the news conveyed by the Dutch, represented by the newspapers, they thought that refugees were negative. They are seen as job thieves and are seen as animals."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library