Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kaban, Risma Kerina
"ABSTRAK
Resusitasi dengan konsentrasi oksigen yang tinggi (100%) pada bayi cukup bulan
meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas. Hiperoksia dapat meningkatkan stres
oksidatif pada bayi prematur oleh karena kadar anti oksidannya yang rendah. Peningkatan
stres oksidatif akan mengakibatkan inflamasi dan berhubungan dengan terjadinya displasia
bronkopulmonal dan gangguan integritas usus. Pemberian oksigen yang tinggi juga akan
memengaruhi mikrobiota aerob dan anaerob dalam usus oleh karena oksigen akan berdifusi
dari mukosa usus ke dalam lumen usus. Belum diketahui berapa kadar FiO2 awal yang tepat
pada resusitasi bayi prematur.
Penelitian ini bertujuan menelaah dampak perbedaan pajanan konsentrasi oksigen awal pada
resusitasi bayi prematur terhadap displasia bronkopulmonal, integritas mukosa, dan
mikrobiota usus.
Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak terkontrol tidak tersamar di Ilmu
Kesehatan Anak, FKUI-RSCM dan RS Bunda Menteng pada bayi prematur (usia gestasi 25?
32 minggu) yang mengalami distres pernapasan yang dirandomisasi untuk diberikan
resusitasi dengan FiO2 awal 30% atau 50%. Kadar FiO2 disesuaikan untuk mencapai target
saturasi oksigen (SpO2) 88?92% pada menit ke-10 dengan menggunakan pulse oxymetry.
Luaran primer berupa angka kejadian DBP dan luaran sekunder berupa penanda stres
oksidatif (rasio GSH/GSSG dan MDA darah tali pusat dan hari ke-3), penanda gangguan
integritas usus (alpha-1 antitrypsin), dan mikrobiota usus (polymerase chain reaction) pada
feses hari 1?3 dan hari ke-7.
Selama periode Januari?September 2015, terdapat 84 bayi yang direkrut (masing-masing 42
bayi pada kelompok 30% dan 50%). Tidak ada perbedaan bermakna angka kejadian DBP
pada kelompok FiO2 30% vs. 50%, yaitu 42,8% vs. 40,5% (intention to treat analysis) dan
25% vs. 19,4% (per protocol analysis). Juga tidak ada perbedaan bermakna penanda stres
oksidatif (rasio GSH/GSSG dan kadar MDA), kadar AAT, dan mikrobiota usus pada kedua
kelompok. Mikrobiota anaerob fakultatif lebih tinggi dibandingkan dengan mikrobiota
anaerob pada hari ke-7 pada kedua kelompok.
Pada bayi prematur dengan usia gestasi 25?32 minggu yang diresusitasi dengan FiO2 awal
30% vs. 50% tidak dijumpai perbedaan yang bermakna angka kejadian DBP, penanda stres
oksidatif, gangguan integritas mukosa usus (AAT), dan mikrobiota usus. Oleh karena itu,
pemberian FiO2 awal 30% hingga 50% selama resusitasi sama amannya untuk bayi prematur

ABSTRACT
Resuscitation with high oxygen levels (100%) in term infants increases mortality and
morbidity rates. Hyperoxia can increase oxidative stress in premature infants due to its low
antioxidant level. The increased oxidative stress will cause inflammation and it is associated
with the development of bronchopulmonary dysplasia (BPD) as well as intestinal
dysintegrity. The administration of high oxygen levels will also affect aerobic and anaerobic
intestinal microbiota as the oxygen will diffuse from intestinal mucosa into the lumen. The
appropriate initial FiO2 level during the resuscitation of premature infants has not been
known.
This study aims to analyze an impact on the difference of exposure to initial oxygen
concentration in resuscitation of premature infants against bronchopulmonary dysplasia,
mucosal integrity, and intestinal mucosa.
The study was an unblinded randomized controlled clinical trial, in Child Health Department
University of Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital, and Menteng Bunda Hospital in
Jakarta, which was conducted in premature infants (25?32 weeks of gestational age) who
experienced respiratory distress and were randomized for receiving resuscitation using 30%
or 50% initial FiO2. The FiO2 levels were adjusted to achieve target oxygen saturation (SpO2)
of 88?92% on the 10th minute using pulse oximetry. The primary outcome was incidence of
BPD; while the secondary outcome was markers of oxidative stress (ratio of GSH/GSSG and
MDA in umbilical cord blood and on the 3rd day), intestinal dysintegrity (AAT) and
intestinal microbiota (using PCR) found in fecal examination on day 1?3 and on the 7th day.
During the period between January and September 2015, there were 84 infants recruited
(there were 42 infants in each group of the 30% and 50% FiO2). There was no significant
difference on BPD incidence between 30% and 50% FiO2 groups, i.e. 42.8% vs. 40.5%
(intention to treat analysis) and 25% vs. 19.4% (per protocol analysis). There was also no
significant difference on oxidative stress markers (ratio of GSH/GSSG and MDA levels),
AAT levels, and changes of facultative anaerobic and anaerobic microbiota in both groups.
However, there was a higher level of facultative anaerobic microbiota compared to anaerobic
microbiota on the 7th day in both groups.
In premature infants with 25?32 weeks of gestational age who were resuscitated using 30%
vs. 50% initial FiO2 level, significant differences were found in terms of BPD incidence,
oxidative stress markers (ratio of GSH/GSSG and MDA), AAT (intestinal mucosa integrity)
and intestinal microbiota. Therefore, it is concluded that the administration of 30% to 50%
initial FiO2 are both equally safe for premature infants during resuscitation."
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Traya Niti Nalendra
"Penanganan Developmental Dysplasia of the Hip di Indonesia mayoritas tidak dilakukan secara dini sehingga membutuhkan operasi bedah. Operasi bedah yang sering dilkakukan adalah Total Hip Arthroplasty dimana sendi pinggul diganti secara menyeluruh menggunakan implan prostetik. Pada pelaksanaannya, cup dari prostetik dipasangkan menggunakan sekrup medis. Oleh karenanya penelitian mengenai tekanan yang diperoleh oleh sekrup perlu diteliti untuk menjamin keamanan dari pasien. Sebuah model CAD dari tulang pinggul yang memiliki defek containment sekitar 40% dibuat dipasangkan dengan suatu model implan prostetik diamankan oleh sebuah block graft dan dipasangkan sekrup berdiameter 2,7mm dan 3,5mm. Modeling dilakukan dengan menggunakan spline pada fitur 3D sketch sebagai batasan untuk pembuatan surface. Surface kemudian di-stitch untuk menutup celah dan memungkinkan penebalan surface menjadi solid dan pembuatan model solid dari batasan surface. Model kemudian disimulasikan menggunakan perangkat lunak SOLIDWORKS dengan pembebanan sebesar 400 N dengan arah vertikal kebawah pada spinal column. Pengaturan mesh pada mesh quality diatur dengan pengaturan ukuran maksimum mesh 29,6014mm dan minimal 1,48007mm, minimum jumlah elemen dalam sebuah lingkaran sebanyak 8, dan rasio pertumbuhan ukuran elemen sebesar 1,4. Mesh refinement juga dilakukan pada block graft dengan mengatur ukuran mesh maksimal sebesar 8,63177mm. Penulis mendapatkan bahwa konfigurasi pemasangan paling optimal dalam kasus ini adalah sekrup 3,5mm dengan konfigurasi horizontal dikarenakan lebih kecilnya perpindahan dan tegangan von mises yang dialami block graft dibandingkan dengan konfigurasi lainnya.

The majority of Developmental Dysplasia of the Hip treatments in Indonesia are not performed early enough to require surgery. The most common surgical operation is Total Hip Arthroplasty where the hip joint is completely replaced using a prosthetic implant. In practice, the cup of the prosthetic is attached using medical screws. Therefore, research on the stress obtained by the screw needs to be investigated to ensure the safety of the patient. A CAD model of a hip bone with a containment defect of approximately 40% was created paired with a prosthetic implant model secured by a block graft and attached with 2.7mm and 3.5mm diameter screws. Modeling was performed using the spline in the 3D sketch feature as a boundary for surface creation. The surface was then stitched to close the gap and allow thickening of the surface into a solid and creation of a solid model from the surface boundaries. The model was then simulated using SOLIDWORKS software with a loading of 400 N in a vertical downward direction on the spinal column. Mesh settings on mesh quality are set with a maximum mesh size of 29.6014mm and a minimum of 1.48007mm, a minimum number of elements in a circle of 8, and an element size growth ratio of 1.4. Mesh refinement was also performed on the block graft by setting a maximum mesh size of 8.63177mm. The authors found that the most optimal configuration in this case was a 3.5mm screw with a horizontal configuration due to the smaller displacement and von mises stress experienced by the block graft compared to other configurations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library