Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sodikin
Abstrak :
Masalah ini dilatarbelakangi pada masyarakat Baduy sampai sekarang dikenal mempunyai otoritas penuh dalam mengatur lingkungan alam dan adat istiadatnya. Suku bangsa Baduy ini hidupnya terletak di sekitar pegunungan di antara rimbunan potion di tanah perbukitan dan lereng gunung selama berabad-abad Iamanya. Suku Baduy mendiami tanah dan hidup di dalam adat tanpa banyak terganggu oleh derasnya modernisasi. Alain yang damai dan kesederhanaan menjadi sahabat adalah cara hidup mereka. Para penghuninya menjaga dan melindungi dengan baik lingkungan alamnya, tidak saling menggusur. Semua yang dilakukan seperti menebang, mencabut dan memotong tanaman menggunakan aturan-aturan adat Baduy. Akrab seperti menyatu dengan lingkungannya, semua tumbuh dan berkembang menurut kodrat saling berdampingan. Hal-hat yang demikian merupakan salah satu kearifan lingkungan masyarakat Baduy yang diwujudkan dengan dipaharni, dikembangkan, dipedamani dan diwariskan secara turun temurun oleh komunitas masyarakatnya dalam bentuk karuhun (hukum adat) yang dipimpin oleh Kepala Adat Baduy (Puun). Sikap dan perilaku penyimpangan dalam kearifan lingkungan dianggap penyimpangan, tidak arif, merusak, mengganggu dan lain-lain, sehingga masyarakat yang tidak mematuhi ketentuan karuhun dianggap mengganggu kelestarian lingkungan alarn sekitarnya. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana kearifan lingkungan pads masyarakat Baduy akibat dengan adanya kontak dengan masyarakat luar Baduy selama ini. Faktor-faktor yang bagaimana terjadinya perubahan kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy selama ini, bagaimana kearifan Iingkungan pada masyarakat Baduy untuk masa yang akan datang. Tujuan yang diharapkan dalam penelitian tesis ini adalah untuk mengetahui kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy yang selama ini dipedomani dan diwariskan secara turun temurun dalam melestarikan fungsi lingkungan. Hal ini, dikarenakan menjadi tujuan penelitian disebabkan bahwa kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy pada saat ini telah terjadinya kontak dengan masyarakat luar Baduy, sehingga berpengaruh pada kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy untuk masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan, ada faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan kearifan lingkungan pada masyarakat Baduy. Manfaat penelitian adalah memberi masukan bagi Pemerintah baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi Banten, maupun Pemerintah Kabupaten Lebak dalam membantu masyarakat Baduy untuk tetap pads tradisinya dalam menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan sekitarnya sesuai dengan adat istiadat yang disebut dengan karuhun, sehingga tidak dirusak oleh masyarakat luar Baduy. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu lingkungan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan pada masyarakat yang mempunyai sistem sosial dan budaya sendiri. Dapat dijadikan pijakan empiris untuk melakukan penelitian lanjutan tentang ekologi manusia pada masyarakat yang mempunyai sistem sosial dan budaya sendiri. Penelitian dilaksanakan di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Pelaksanaan penelitiannya dimulai tanggal 12 Juli sampai dengan 10 Agustus 2005. Mulai tanggal 12 sampai 25 Juli 2005, penulis melakukan penelitian di lapangan yaitu di pedalaman wilayah Baduy desa Kanekes untuk mendapat data empirik secara langsung dari masyarakat Baduy. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif-analitik. Maksudnya adalah menggambarkan, menjelaskan dan menganalisis keadaan daerah penelitian sebagai obyek penelitian, dengan menganalisis secara kualitatif. Data yang sudah diolah, kemudian dianalisis secara cermat sesuai dengan tujuan penelitian ini. Analisis data diinterpretasikan dan membandingkan data yang satu dengan yang lain, untuk mengungkapkan dan memahami makna-makna yang muncul dibalik kegiatan yang sedang diteliti, kemudian untuk menjamin ketepatan dan peningkatan kualitas, maka temuan yang dihasilkan melalui penelitian ini dikonfirmasikan dengan pihak yang berkompeten dan bila perlu didiskusikan dengan konsultasi secara perorangan, balk dengan dosen pembimbing maupun dengan pihak yang terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat hukum adat Baduy yang mendiami tanah atas hak ulayat seluas 5.101,85 hektar merupakan wilayah adat yang sudah menyatu sejak dahulu kala sehingga pola kehidupan mereka menyatu dengan lingkungan alam sekitarnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ketentuan adat yang dikenal dengan karuhun. Masyarakat hukum adat Baduy hidup dengan bersandar pads hukum adat yang berlandaskan pads pola hidup sederhana dan seadanya (dalam arti tidak berlebihan), dengan meyakini amanat karuhun yang terwujud dalam hukum adat dapat menimbulkan kesadaran bagi warganya akan hak dan kewajibannya sehingga pada akhirnya mampu menciptakan suatu tertib hukum. Perubahan jugs telah terjadi, bahkan telah terjadinya tank menarik antara perubahan dan yang tetap mempertahankan adat istiadat. Perubahan sebagai akibat dari kontak dengan masyarakat luar Baduy, dan perubahan hanya terjadi pada masyarakat Baduy Luar saja, tidak pada masyarakat Baduy Dalam. Perubahan-perubahan itu misalnya perubahan fungsi daerah kampung Dangka, perubahan dalam penggunaan obat-obatan, perubahan dalam jangkauan wilayah adat, perubahan dalam sikap menggunakan peralatan modem, perubahan dalam cara berpakaian. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa menjaga keseimbangan antara manusia, lingkungan alam fisik dan lingkungan transendental hingga sekarang masih merupakan nilai falsafah hidup masyarakat Baduy yang paling hakiki. Nilai tersebut tidak lepas dari sumber acuan seluruh gerak dan langkah mereka dalam berbagai dimensi kehidupan, seperti sistem kepercayaan mereka yang bertumpu pada ajaran agama Sunda Wiwitan dengan karuhunnya yang diwariskan secara turun temurun. Salah satu faktor terjadinya perubahan kearifan lingkungan adalah kontak dengan budaya luar Baduy. Akan tetapi perubahan kearifan tersebut hanya berlaku pada masyarakat Baduy Luar saja, tidak pada masyarakat Baduy Dalam. Kearifan lingkungan masyarakat Baduy tersebut hingga sekarang masih dapat dipertahankan dan juga pada masa yang akan datang.
The issue presented here is based on the fact that the Baduy community up-to-date possessed full authority on the management of their natural environment as well as their traditional customs. The Baduy tribe has been living in a mountainous area amongst the forest on hills and mountain slopes for centuries. They lived here and occupied the land in traditional manners and customs without being disturbed by the advancements of modernization. The peace provided by the surrounding nature as well as their simplicity has become attached to their way of life. The inhabitants of this area take care and properly protected their natural environment, and they did not shift or moved one another to different places. All activities involving woodcut, pulling-out of as well as the cutting of plants were performed in accordance with Baduy customs. Environmentally friendly and fully united with nature, all grew and developed according to its destiny and was living side by side. Such was then one of the ecological wisdoms of the Baduy community which was implemented with full understanding, then developed, and further utilized as guidelines and inherited from generation to generation by the Baduy community in the form of what they called karuhun (traditional customary Iaws) that was guided and lead by the Baduy Traditional Chief (Puun). Any attitude and behaviour that diverted from these traditional ecological wisdom guidelines was regarded as erroneous, not wise, damaging, and disturbing and as such any person not complying with the stipulations as stipulated by the karuhun was regarded as disturbing the surrounding environment. Problems arose with these ecological wisdom guidelines of the Baduy community as a result of contacts established between this community with other members of communities outside the Baduy community. What factors influenced the changes in these ecological wisdom guidelines adhered to by the Baduys since olden days, and what will become of the Baduy ecological wisdom in the future. The purpose of this thesis research is to assess the ecological wisdom of the Baduy community that up-to-date has been utilized as guidelines and inherited from generation to generation to preserve the environment. This research purpose was taken, due to the fact that as a result of contacts being established with communities outside the Baduy region, the ecological wisdom of the Baduy tribe has been affected in the future. Again, certain factors exists that cause changes in the ecological wisdom of the Baduy community. The benefit of this research is to provide input to the Central Government, the Banten Provincial Government, as well as the Lebak District's Government regarding how to assist the Baduy community to maintain their traditions and to take care and preserve the functions of the surrounding environment in accordance with their traditional customs which they call karuhun, and to prevent this from being damaged by community members from outside the Baduy area. Enrich to the scientific horizons in particular environmental science related to the management and preservation of the environment in communities that possess their individual social and cultural system. And to utilize this as an empirical lever to perform further research on human ecology in communities possessing its own social and cultural system. The research was performed in the village of Kanekes, located in the Leuwidamar Sub district, District of Lebak, in the Banten Province. The implementation of this research started on 12 July and continued until 10 August 2005. From 12 July until 25 July 2005, the author performed field research in the interior Baduy area of the Kanekes village to obtain direct empirical data or primary data from the Baduy community. The research method utilized was the descriptive-analytical research method. The purpose of this was to provide a picture, to explain, and to perform quantitative analyses of the research area as a research object. The data that was then processed was then cautiously analysed in accordance with the objectives of this research. The analysed data interpreted and compared one against another, to expose and to comprehend the significance arising behind the activities being researched, and to further assure its accurateness and improve its quality, the findings of this research was then confirmed with other competent parties and if necessary discussed and consulted individually, with the academic mentor as well as with other parties related to the issue. Results of the study show that the Baduy traditional community inhabit land under the traditional customary law land rights, known as hak ulayat. This land, which has an area of 5,101.85 hectares, has been a holistic part of the Baduy community since olden days and as such the community's living patterns have been united to its natural environment and surroundings. This again, is proven by the various customary law stipulations known as karuhun. The traditional Baduy community living is based on this traditional law which principle is simplicity and acceptance in living patterns (meaning living not in profusion), and by trusting that the stipulations in the karuhun as accepted as the traditional law can instigate the awareness of the community regarding their rights and responsibilities and as such in the end creating a legal order. Changes have occurred, and even some arguing evolved between those that approve of change and those that want to adhere to and defend traditional customs. Such changes as a result of contact with outsiders only occur at the Outer Baduy community and not at the Inner Baduy community. These changes, for instance, include changes in the function of the Dangka village, changes in the use of medicine, changes in the reach of the customary law, changes in community's attitude towards the use of modem equipment, and changes in the way of clothing themselves. As a conclusion of this research, it could be said that taking care of the balance between humans, the physical environment and the transcendental environment are still up-to-date the essential life philosophy of the Baduy community. These values are attached to the reference source of the entire movement and as such the community steps in various living dimensions, such as their belief which is based on the Sunda Wiwitan traditional religion that include the karuhun, which has been inherited from one generation to the next generation. One factor causing change in the ecological wisdom is its contact with culture coming from outside the Baduy region. However, such changes in wisdom, only occur in the Outer Baduy community, and has not affected the Inner Baduy community. The ecological wisdom of these Inner Baduy community is up-to-date still being adhered to, and is still being maintained and is expected to sustain into the future.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zony Oktoriza
Abstrak :
Penelitian ini menguji pengaruh beberapa faktor psikologi dan kebudayaan untuk perilaku konsumsi produk ramah lingkungan pada konsumen di Jakarta. Konsep model telah diusulkan oleh penelitian sebelumnya dan menjadi acuan untuk melakukan verifikasi secara empiris. Dan hasil penelitian akan diperoleh alasan yang mendukung kebenaran model yang diajukan. Hasil survei dianalisis dan diuji secara statistik dengan menggunakan analisis faktor dan regresi untuk mengkonfirmasikan pengaruh subyek orientasi manusia dengan alam, tingkat kebersamaan, ecology affect, dan pengetahuan ekologi dalam sikapnya terhadap pembelian ramah lingkungan. Karena sikap terhadap pembelian produk ramah lingkungan, akan mempengaruhi perilaku pembelian produk ramah lingkungan via perantara intensi produk ramah lingkungan. Temuan hasil penelitian menyediakan pengertian yang baik tentang perilaku dan anteseden konsumsi dan pembelian produk ramah lingkungan yang signifikan. Tesis ini juga mengungkapkan dari temuan bagaimana para pemasar dan pihak yang berwenang untuk melaksanakan program pemasaran yang berwawasan lingkungan yang mengenai sasaran.
This thesis to examine the influence of various cultural and physiological factors on green purchase consumer?s behavior in Jakarta. This model has been proposed and subjected before and become reference to empirical verification. The investigation result obtained and reach reason to support the model. Survey data analysis using factor analysis and regression analysis with subject man nature orientation, collectivism, ecology affect and eralogy knowledge. Because attitude to green product will influence to behavior green product purchases via mediator intention. Result of thesis give explanation about consumer behavior and significant antecedent of green product consumption. This thesis gives how present finding may help green marketer and government to fine-tune their green marketing program in the right target market.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Nursetiawati
Abstrak :
Perubahan lingkungan menimbulkan tantangan baru yang harus ditanggapi oleh penduduk setempat dalam menyesuaikan diri secara aktif. Hubungan Manusia dan Alam (Man and Biosfer) merupakan hubungan timbal balik yang saling berinteraksi. Kehidupan manusia dalam sistem adat berinteraksi dengan perubahan lingkungan hidupnya, berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan alamnya melalui kemampuan adaptasi sosial (Social Adaptation). Dalam konteks sistem adat Minang, keberhasilan manusia berinteraksi dengan alamnya ditentukan oleh kemampuan dan strategi adaptasi masyarakat Mlnang itu sendiri dalam proses Homeostasisnya untuk mencapai Equilibrium. Kesimbangan lingkungan di ranah Minang merupakan hasil adaptasi interaksi yang harmonis antara lingkungan (fisik, social, ekonomi) dengan sistem budaya Minangkabau yang dipengaruhi oleh dinamika perubahan aspek kompetensi pengetahuan dan penerapan system matrilinial geneologis teritorial bertingkat yang mengandung prinsip Habluminailah, Habluminanas, Ukhuwah Persaudaraan, dan Mufakat. Dinamika budaya Minang dalam masyarakat Minangkabau berperan dalam menjaga keseimbangan lingkungannya. Sistem kekerabatan matrilinial, yang sesuai dengan konsep adatnya adalah : keturunan ditarik dari garis Ibu, Struktur masyarakat intinya terletak pada Kaum (extended family), adanya pemimpin adat mulai dari tingkat (paruik, kampung, koto sampai nagari) sebagai pengelola lingkungan hidup milik komunal, sedangkan kepemilikan harto pusakonya oleh kaum perempuan. Seluruh penerapan adatnya dapat dilihat dalam pemerintahan adatnya, dalam kehidupan sosialnya, badunsanak, mencari nafkah dalam bingkai syarak mangato adat mamakai (hidup seimbang, Ingat Sang Pencipta, Cari nafkah atas usaha sendiri, tawakal). Kondisi ambigu dalam masa perubahan pada masyarakat transisi dari tradisional ke modem, menjadi ljlik rawan terjadinya perubahan sosial ke arah dikotomi, disorieniasi dan disintegrasi yang dapat menumbuhkan konflik, perubahan gaya hidup yang bersifat hedonis, materialislis bahkan ke arah sekularis, telah menjadi kekhawatiran tersendiri di kalangan masyarakat ranah Minang yang bercita-cita ke arah Masyarakat Madaniah, terkait dengan segmentasi penerapan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabuilah, menyebabkan ketidak seimbangan sosial. Rumusan Masalah: Dapatkah Pranata adat dengan dinamika budaya Minangkabau berperan mengatur keseimbangan lingkungan dalam masyarakat yang beranjak ke EMO (Economic Market Oriented), yang menyebabkan degradasi Iahan pertanian dan sosial, ketidaksejahteraan masyarakat, khususnya petani? Hasil penghitungan menggunakan pendekatan metode Analytical Heirarchy Process (AHP) dengan faktor Inconsistensy Ratio < 0,1 menunjukan bahwa peringkat berpengaruh dari variabel bebas pada masalah ketidakseimbangan lingkungan Iahan pertanian terhadap gangguan penerapan adat berasal dari variabel Lingkungan sosial (19%), variabei Adat basandi syarak, syarak basandi kilabullah (18.1%), diikuti oleh variabel moratilas (15,6O %), variabel intenaksi sosial ?Syarak Mangato Adat mamakai (11,5 %), variabel lingkungan ekonomi (9,5 %), variabel struktur sosiai (8%), variabel supra struktur (5,4 %), variabel kekerabatan (8 %), variabel lingkungan (4.8 %), variabel infra struktur (3%). Pertanyaan Penelitian dalam menciptakan keseimbangan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan di CKL adalah : 1. Apakah pergeseran kebijakan pengelolaan pertanian dan lingkungan yang menyebabkan degradasi kualitas lahan dan produksi perbanian di Nagari Ganduang Kota Laweh (CKL) disebabkan oleh modernisasi yang berorientasi pada EMO?, 2. Apakah modernitas yang berorientasi pada EMO melemahkan peran pranata adat Minang sistem matrilinial dalam keseimbangan lingkungannya?, 3. Apakah revitalisasi peran pranata adat dalam sistem matrilinial melalui pemberdayaan masyarakat dapat menjaga keseimbangan lingkungan? Solusi lingkungan apa yang menjadi konsep baru dalam penelitian ini ? Tujuan Penelitian yang dirancang adalah Untuk mengungkap terjadinya pemudaran peran pranata adat dalam sistem matrilinial akibat modernisasi yang berdampak terhadap keseimbangan lingkungan: 1. Menemukenali pengaruh modernitas yang berorientasi pada EMO terhadap pergseran kebijakan pengelolaan lingkungan pertanian, degradasi kualitas Iahan dan produksi pertanian di Nagari Canduang Koto Laweh (CKL). 2. Untuk mengetahui pengaruh modernitas yang berorientasi pada EMO terhadap melemahnya peran pranata adat dalam sistem matrilinial dalam keseimbangan lingkungan (fisik, sosial, ekonomi). 3. Untuk mengetahui apakah revitalisasi peran pranata adat dalam sistem matriliniai melaiui pemberdayaan masyarakat dapat menjaga keseimbangan lingkungan (fisik, sosial, ekonomi). 4. Menghasilkan Konsep Baru Adaptasi Manusia Dinamis (Dynamic Soda/ Adaplahbn) melalui Achievement Individu with the multiple skill Competenies Approach untuk keseimbangan lingkungan CKL melaksanakan keberlanjutan pembangunan yang dapat diprediksi secara eksponensial (non Iinier). Jenis penelitian yang digunakan adalah mengeksplorasi dan mengembangkan teori/konsep yang sudah ada. Metode penelitian yang digunakan adalah gabungan metode kualitatif untuk ranah deskriptif makna, dan metode kuantitatif (untuk ranah fakta). Hipotesis kerja: ?Peran Dinamika Sistem Budaya Minangkabau Pada Keseimbangan Lingkungan Tercermin Dari Adaptasi Nilai-nilai Budaya Yang Dimilikinya. Penulis mengembangkan Konsep Adaptasi sosial (social Adaptation yang diambil dari Teori Adaptasi, Psikologi Lingkungan Paul Bell, Teori Intensl Psiko Sosial Izjer Baizjen bagi terbentuknya kompetensi multiple skill untuk Individual Achievement (yang dituntut sebesar 66.7% sesuai AHP untuk kontribusi Adat (masyarakat dan pemangku adat), dan 33.3% sesuai AHP untuk kontribusi Lingkungannya. Teori Ekologi (odum), Teori kebudayaan (Kuntjoroningrat, Meilalatoa), Teori Struktur sosial dan Kinship Murdock, Teori Ekologi Manusia, Teori Deep Ecology. Teori Sistem Ekoiogi (Odum), Teori Pembahan Sosial. Dengan menggunakan pendekatan 5 prinsip ekologi, yang berfokus pada bio-fisik, sosial (mutu modal manusia dalam masyarakat sistem mairilineal) dan kesejahteraan masyarakat, merupakan gabungan ekologi dan dinamika masyarakat matrilineal dengan menekankan peran individual achievement agar mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan, pada struktur dan fungsi lahan pertanian dalam rangka memperbaiki degradasi Iahan pertanian untuk dikembalikan ke kondisi tanpa polusi. Evolusi Adaptif Interaktif ASOIPAKDE Pemberdayaan Masyarakat diangkat untuk menghasilkan nilai kelentingan adat. Teori eksponensial (non Iinier) digunakan untuk memperoleh keseimbangan lingkungan dinamis dalam masyarakat yang dinamis untuk mengakomodir faktor tangible dan intangible. Perbaikan lingkungan berupa bioremediasi lahan dengan pertanian organik melibatkan partisipasi masyarakat untuk mengurangi polusi, meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen, dan kesejahteraan. Merupakan jenis penelitian eksplorasi teori/konsep yang sudah ada dengan cara pre-scriptif. Metode penelitian yang dipilih adalah gabungan antara metode kualitatif (gejala, kecenderungan, makna) dan kuantitatif (fakta). Instrumen penelitian AHP (Anayses hierachy Process) digunakan untuk membantu pengambilan keputusan/kebijakan dan Analisis Aspirasi Masyarakat. Setelah dilakukan uji coba demplot Quasi Experiment Action Research ternyata hipotesis terbukti benar. Daya dukung pada non intervensi pemberdayaan sebesar NKL=53,01. Daya dukung dengan intervensi pemberdayaan sebesar NKL 70,1. Signifikansi Uji beda Z non parametrik U Man Whitney sebesar 0,016. Validasi Cross Tabulasi Data dengan Statistik Regresi Multivariate SPSS 12 Dari Variabel Budaya Minang Sistem Matrilineal (X) dan Variabel Keseimbangan lingkungan (Y) berada pada tingkat probalilitas sebesar 0.03 < 0.05. Dari uji ANOVA, didapat F hitung sebesar 4.318 berada pada nilai R=0.684 dengan nilai R2 sebesar 0.486 atau 48 %. Pendekatan contextualisasi progressive pemberdayaan masyarakat diuji cobakan pada demplot, untuk diamati selama 24 bulan dengan responden yang berbeda. dengan menggunakan checklist kerjasama multi fihak dibantu oleh 3 juri yang memiliki kualitas yang sama dalam hal pengetahuan lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat, masalah adat, pengalaman politik, pengalaman usaha, bersifat lndipenden. Hasil pengamatan dari ketiga juri dihitung dengan statistic W Concordance sebesar 29,68> 27,59 (X hltung > X table), maka konsistensi juri dapat diterima. Hasil pencapaian pemberdayaan (daya terima masyarakat) diperoleh dari angket masyarakat non intervensi pemberdayaan, yaitu sebesar 53,01 dengan nilai r kelenturan adat sebesar 0.20 NKL yang dapat dicapai pada masyarakat yang diintervensi sebesar 70,1 berbentuk dari Adaptasi Keseimbangan Lingkungan Fisik = 20, Adaptasi Keseimbangan Lingkungan Sosial = 30, Adaptasi Keseimbangan lingkungan Ekonomi = 20,1. Terdapat perbedaan yang signifikan sebasar 0.046 sebagai uji beda Z dari U Mann Whitney SPSS 12. Terbukti bahwa intervensi pemberdayaan memiliki manfaat sebagai revitalisasi adat. NKL dan koelisien yang ada di setiap factor budaya pembentuk keseimbangan lingkungan dan nilai kelenlingan r untuk dihitung proyeksinya dalam rumus persamaan matematik exponensial (non Iinier) sebagai prediksi intervensi tahun 2005-2015, guna menghitung satuan rupiah yang dibutuhkan dalam rangka pembiayan pembangunan, termasuk pembiayaan untuk mengkompensasi degradasi lingkungan fisik (insentif pertanian), sosial dan fungsi-fungsi ekonomi lingkungan sebagai public goal. Pembuktian : Disertasi ini membuktikan adanya proses dan perubahan lingkungan sebagai model adaptasl dinamika Budaya Minangkabau Pada Keseimbangan lingkungan Tercermin dari nilai-nilai Budaya Yang berkelenturan adat untuk meningkatkan daya dukung lingkungan melalui lntervensi pemberdayaan masyarakat yang dapat diukur. Hal ini diekspresikan dengan persamaan matematik eksponensial berupa rumus baru penulis yaitu rumus keseimbangan lingkungan dinamis. Penelitian ini menghasilkan 9 asumsi yang dapat dijadikan pertimbangan untuk menyusun perencanaan daya dukung pengelolaan lingkungan konteks pembangunan berkelanjulan yaitu: 1. Kebijakan yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan terletak pada kesalahan teori clasarnya berupa perubahan pengelolaan lingkungan pertanian dari polikultur ke monokultur. 2. Suku Minang mempertahankan kemurnian garis ibu (matrilineal), terkait dengan kepemilkan lahan komunal, kepemimpinan oleh laki-laki di garis Ibu, kesinambungan ekonomi melalui harto pusako, kesinambungan kekerabatan yang menerapkan paruik dan keluarga inti. 3. Keseimbangan lingkungan untuk mengatasi keterbatasan daya dukung Iahan pertanian, Iedakan populasi dan over exploitation adalah Merantau 4. Pranata adat melemah dalam perannya mengatur lingkungan dinamis, 5. Intervensi pemberdayaan sebagai sarana transformasi sosial budaya dan ekonomi kerakyatan dapat menciptakan keseimbangan lingkungan secara signifikan sebesar 0,046 (<0,05). 6. Keterbaruan Ilmu Lingkungan, khususnya ekologi manusia adalah strategi adaptasi menghadapi modernitas berupa Proses Adaptasi Sosial Interaktif. Dilegkail dengan 7. kelenturan adat restlence ?r? dengan 10 komponen pemberdayaan sesuai kehutuhan modernitas (adat berbuhul sintak) untuk pengembangan kapasitas dalam proses coping adaptasi dan homeostasis. Dihitung dengan B. Model eksponensial Rumus Keseimbangan lingkungan Dinamis dapat mengukur dan memprediksi daya dukung lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan di Nagari Candung Koto Laweh atau wilayah lain. Persamaan matematik eksponensial dapat mewakili seluruh atribut variable Dinamika Budaya (X) dan Keseimbangan Lingkungan (Y), konstanta kelenturan adatnya (r=0.2O). 9. Mendukung revitalisasi kearifan ekologis yang mengandung nilai-nilai agama Islam dan Etika Moral budaya Minang ?Adat Basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah" dan ?Alam Takambang Jadi Guru" sebagai modal social yang mengacu pada Spirit profelik,cita-cita etik AI-Qur'an. Saran: 1. Diperlukan perangkat instrumen dan kelembagaan untuk memperkuat dibangunnya kebijakan pertanian agro ekologi partisipatif melalui model pembanguan berbasis masyarakat, berupa demplot. 2. Diperlukan manajemen perbanian untuk mempertahankan keseimbangan lingkungan dengan memperhatikan faktor :a. Kelayakan lingkungan (environmental sustainable), b. Keuntungan ekonomis (Economically provilable), c. Dapat diterima oleh masyarakat (Socially acceptable) d. Teknologi yang dapat dikelola (Technologically/Manageable).
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
D1891
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Muliati Harun
Abstrak :
Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) berjumlah 17.500 pulau dengan 555 suku bangsa dan spesifikasi pengetahuan tradisional penunjang kehidupannya, sehingga tercermin dalam keanekaragaman budayanya. Indonesia diapit oleh lempeng bumi Asia Australia dan Pasifik yang masih bergerak dinamis sehingga dikelilingi oleh cincin api. Indonesia juga diapit 2 samudera Lautan Hindia dan Lautan Pasifik serta 2 benua Asia dan Australia dan negeri ini terletak di khatulistiwa dengan dua musin hujan dan kemarau dan bermandi sinar matahari sepanjang tahun. Indonesia memiliki Iahan yang subur dari perut bumi dan Iautan tropis yang Iuas menghasilkan keanekaragaman ekosistem beserta sumberdaya alam yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Pengetahuan dan kebudayaannya merupakan hasil interaksi yang dlperoleh dalam kurun waktu yang sangat Iama diwariskan turun temurun sangat jarang terdokumentasi dalam bentuk tertufns. Kearifan lingkungan merupakan bagian dari kebudayaan yang merupakan perpaduan sumber daya alam dan kulturnya. Kulmr merupakan kesatuan sistem antara: norma - kelembagaan - artefak. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah kearifan lingkungan yang dimiliki masyarakat tradisional daerah Bali. Sikap dan perilaku masyarakat yang menerapkan kearifan lingkungan dalam bentuk rasa hormat pada alam dan penciptaNya telah mendorong terwujudnya keselarasan hubungan manusia dengan lingkungannya yang tercermin dalam Elsafatnya Tri Hita Karavia. Penelitian bertujuan untuk mengkaji keberlanjutan subak yang tetap bertahan sampai saat ini dan mengetahui kelenturan nilai-nilai kearifan lingkungan yang berkelanjutan. Kelenturan dalam pengertian adaptasi terhadap perubahan-perubahan kelembagaan subak karena pengaruh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi. Memperoleh konsep baru dalam menyusun sirategi pembangunan pertanian berkelanjutan masyarakat tradisional. Metode penelitian adalah kualitatif yaitu melalui pengamatan lapangan, penelaahan dokumen, wawancara dan diskusi kelompok. Metode bertujuan unmk memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau kelompok atas nilai-nilai kearifan lingkungan berupa subak dan pengaruh modernisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat memahami nilai-nilai kearifan lingkungan sistem subak dan tetap mempertahankannya sesuai dengan dinamika masyarakat. Masyarakat Bali telah memiliki nilai-nilai kearifan lingkungan yang menyatu dalam berbagai aspek kehidupan sehingga pemanfaatannya brsifat berkelanjutan. Pemerintah diharapkan mendukung keberlanjutan nilai-nilai tersebut melalui berbagai kebijakan melalui instansi terkait. ...... Indonesia is an archipelago of 17,500 islands and 555 ethnic groups with traditional knowledge to support their life reflecting diverse local cultures. Knowledge is transfer from generation to another, and is rarely recorded in the form of written documents. Traditional knowledge are immanent in maintaining livelihoods and adapting their flexibility to using eflicient simple technologies. The environmental wisdom of Bali's irrigation system of subak survive a millennium as it as based on the philosophy of life of Toi Hita Karana. For the past two decades the roles of subak has been degrading because of increasing shihs of land use and other causes. Understanding the environmental wisdom held by traditional communities is expected to enable us to formulate strategies for integrating natural, social and building environmenus One particular issues sturned in the research was the traditional community's environmental wisdom- attitude and behavior of peoples in applying the wisdom of protecting the environment by paying respect to the nature and Creator to promote a harmonized relation between human and the environment. The research aimed at studying the still existing subak and identifying its flexibility of sustainable environmental wisdom values. What it means by flexibility is the people s ability to adapt to subak institutional changes resulting from the rapid progress of science and technology, particularly those relating to information. It also aimed finding out a new concept of fomrulating traditional community s sustainable environmental wisdom Strategies. The research was conducted using qualitative method; i.e. through field observation, documents studies, interviews and group discussions in other to understand the attitude, insight, perception and behavior of individuals or groups. The research results indicated that the community understand the values of the environmental wisdom of subak, and maintain them to meet beyond going dynamics of urbanization. The community expected the govemment to play a role in sustaining the values by making a number of policies on related institutions.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
D861
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zoer`aini Djamal Irwan
Jakarta: Bumi Aksara, 1992
304.2 ZOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Carson, Rachel L.
Boston: Houghton Miffiln, 1962
304.2 CAR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zuliyanto Zakaria
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi batas-batas fauna pada tarsius di semenanjung utara Sulawesi serta mengukur dampak perubahan habitat khususnya aktivas perkebunan skala kecil dalam beberapa tahun terakhir terhadap keberlangsungan hidup tarsius. Studi dibagi menjadi tiga makalah yakni: 1) Analisis Kuantitatif Duet call Tarsius dari Survei Lapangan Mengungkap Bentuk Akustik Baru di Gorontalo (Indonesia); 2) Kerapatan Relatif Tarsius supriatnai pada Habitat Perkebunan dan Hutan Sekunder Bentang Alam Popayato-Paguat (Gorontalo, Indonesia); dan 3) Preferensi Habitat dan Site Fidelity Tarsius supriatnai di Area Perkebunan dan Hutan Sekunder Bentang Alam Popayato-Paguat (Gorontalo, Indonesia). Hasil analisis makalah pertama menemukan empat kelompok akustik yakni: Manado (Tarsius spectrumgurskyae), Gorontalo (T. supriatnai), Tinombo (T. wallacei) dan kelompok yang sebelumnya tidak diketahui tersebar di antara Manado dan Gorontalo, yang dinamakan Labanu. Hasil analisis menunjukkan batas fauna di sepanjang pantai selatan yakni Sungai Bone (antara bentuk akustik Manado dan Labanu), Sungai Paguyaman (antara bentuk Labanu dan Gorontalo), Sungai Palasa (antara bentuk Gorontalo dan Tinombo). Di sepanjang pantai utara ditemukan zona kontak melalui identifikasi kelompok sosial heterospesifik dalam satu spektogram. Hasil makalah kedua menunjukkan bahwa kerapatan relatif di habitat perkebunan adalah 0,38 kelompok/ha dan 0,70 kelompok/ha di hutan sekunder, kepadatan substrat pergerakan, NDSI dan ACI tertinggi ditemukan di hutan sekunder, sedangkan kelimpahan serangga paling banyak ditemukan di habitat perkebunan. Hasil makalah kedua menunjukkan bahwa Tarsius supriatnai dapat beradaptasi dengan habitat perkebunan dengan kepadatan yang jauh lebih rendah. Hasil makalah ketiga menunjukkan bahwa pada habitat perkebunan, tumbuhan dengan INP tertinggi bukan merupakan pohon sarang. Sementara pada hutan sekunder, tumbuhan dengan INP tertinggi pada tipe pertumbuhan pohon (Ficus virens) adalah pohon sarang. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa T. supriatnai sebagian besar menggunakan pohon sarang Bambusa vulgaris (26,32%) di areal perkebunan dan Schizostachyum lima dan Calamus zollingeri (28,57%) di hutan sekunder. Hasil survei juga menemukan bahwa 42,9% pohon sarang yang ditemukan pada tahun 2018 masih terus digunakan oleh T. supriatnai dalam lima tahun terakhir. ......This study aims to validate the boundaries of the tarsier fauna on the northern peninsula of Sulawesi and measure the impact of changes in habitat, especially small-scale plantation activities in recent years, on the survival of tarsiers. The study is divided into three papers, namely: 1) Quantitative Analysis of Tarsier Duet Calls from Field Surveys Reveals a New Acoustic Form in Gorontalo (Indonesia; 2) Relative Density of Tarsius supriatnai in Agricultural Habitat and Secondary Forest in the Popayato-Paguat Landscape (Gorontalo, Indonesia); and 3) Habitat Preference and Site Fidelity of Tarsius supriatnai in Agricultural Areas and Secondary Forest in the Popayato-Paguat Landscape (Gorontalo, Indonesia). The results of the analysis in the first paper found four acoustic groups, namely: Manado (Tarsius spectrumgurskyae), Gorontalo (T. supriatnai), Tinombo (T. wallacei) and a previously unknown group spread between Manado and Gorontalo, called Labanu. The results of the analysis show that the faunal boundaries along the south coast are the Bone River (between the Manado and Labanu acoustic forms), the Paguyaman River (between the Labanu and Gorontalo forms), the Palasa River (between the Gorontalo and Tinombo forms). Along the north coast, contact zones were found through the identification of heterospecific social groups in one spectrogram. The results of the second paper show that the relative density in agricultural habitat is 0.38 groups per ha and 0.70 groups per ha in secondary forest; the highest density of substrate movement, NDSI and ACI is found in secondary forest, while the abundance of insects is most commonly found in agricultural habitat. The results of the second paper show that Tarsius supriatnai can adapt to agricultural habitats with much lower densities. The results of the third paper show that in agricultaral habitats, plants with the highest IVI are not nest trees. Whereas in secondary forest, the plants with the highest IVI for tree growth species (Ficus virens) were nest trees. The results also showed that T. supriatnai mostly used bamboo nest trees (26.32%) in plantation areas and Schizostachyum lima and Calamus zollingeri (28.57%) in secondary forests. The survey results also found that 42.9% of the nest trees found in 2018 were still used by T. supriatnai in the last five years.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jackson, Andrew R.W.
Singapore: Longman, 1996
304 JAC e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Suprihadi Sastrosupeno
Jakarta: Proyek Penulisan dan Penerbitan Buku/Majalah. Pengetahuan Umum dan Profesi. Depdikbud, 1984
304.2 SAS m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Herendeen, Robert A
New York: John Wiley & Sons, 1998
304.2 HER e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>