Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anggoro Prasetyo
"Artikel ini menitikberatkan kekritisan Oom Pasikom sebagai tokoh maskot buatan Kompas dalam menanggapi praktik korupsi yang menjangkiti Pertamina dalam rezim Orde Baru melalui visualisasi kartun editorial yang terinterpretasi dengan seksama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah yang bertumpu pada pelbagai sumber, seperti koran, penerbitan sumber, majalah, buku, hingga artikel jurnal yang dikonkretkan melalui pendekatan semiotika komunikasi sebagai alat bantu penulis dalam memahami makna yang tersirat dalam kartun editorial. Akhir kata, temuan dalam penelitian ini dapat menjawab beberapa hal. Kompas mempunyai strategi yang unik setelah insiden yang berdarah- darah pada Januari 1974 dengan melihat dan mempertahankan karakter yang dapat mengkritik sasaran dengan halus. Dalam hal ini, Oom Pasikom kerap menyindir pemerintah, tetapi dengan menggunakan gaya bahasa yang dalam artian dapat memahami problema berdasarkan konteks peristiwa. Alhasil, Oom Pasikom menjadi sosok figur yang semestinya representatif serta efektif. Biarpun demikian, Oom tetap dapat mempertahankan ketajamannya dalam menyindir pemerintah sebagaimana Indonesia Raya. Namun, kekritisan Oom ini pula yang menyebabkan Kompas harus menerima sanksi dengan konsekuen biarpun tidak bertahan lama.

This article will emphasize the power of storytelling and the criticality of Oom Pasikom as the mascot figure created by Kompas in responding to the corrupt practices that plagued Pertamina in the New Order regime through carefully interpreted editorial cartoon visualizations. The method used in this research is a historical research method that relies on various sources, such as newspapers, source publications, magazines, books, and journal articles which are concretized through a communication semiotics approach as a tool to help writers understand the meaning implied in editorial cartoons. Finally, the findings of this research can answer several things. Kompas had a unique strategy after the bloody incident in January 1974 by looking for and retaining characters who could gently criticize their targets. In this case, Oom Pasikom often satirizes the government but uses a language style that means he can understand the problem based on the context of the event. As a result, Oom Pasikom has become a figure who should be representative and effective and Oom can still maintain his sharpness in satirizing the government like Indonesia Raya. However, Oom 's criticality is also what causes Kompas to accept sanctions with consequences even though they don't last long."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library