Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Regina Putri Apriza
"Epilepsi merupakan penyakit kronik dengan gejala yang cukup khas yaitu adanya bangkitan kejang tanpa pemicu. Angka prevalensi epilepsi tergolong tinggi di Indonesia dan hal ini merupakan masalah yang harus segera diatasi. Selain itu, epilepsi pada anak dapat menyebabkan berbagai gangguan perkembangan. Salah satu pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis klasifikasi epilepsi yang tersedia saat ini adalah EEG yang memberikan gambaran pola gelombang spesifik tertentu. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dianalisis hubungan antara epilepsi pada anak dengan gambaran EEG serta perkembangan anak. Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan menggunakan data sekunder rekam medik dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 1995-2010. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 115 anak (61,5%) dengan klasifikasi epilepsi simtomatik, 105 anak (56,1%) dengan gambaran EEG abnormal, dan 96 anak (51,3%) dengan perkembangan terlambat. Dari hasil analisis hubungan antar variabel menggunakan Chi-Square, terdapat hubungan bermakna antara perkembangan anak dengan klasifikasi epilepsi (p<0,001) disertai dengan hubungan bermakna antara aspek perkembangan yaitu motorik kasar (p<0,001), sosial personal (p=0,024), dan bahasa (p<0,001) tetapi tidak ada hubungan bermakna antara aspek motorik halus terhadap klasifikasi epilepsi.Tidak ada hubungan bermakna antara gambaran EEG secara umum dengan klasifikasi epilepsi tetapi terdapat hubungan bermakna antara adanya gambaran epileptiform multifokal (p=0,018) dan nonspesifik (p=0,015) terhadap klasifikasi epilepsi.
......
Epilepsy is a chronic disease with typical symptom, seizure without provocation. The prevalence of epilepsy in Indonesia can be classified as high which creates another health problem to overcome. Furthermore, epilepsy in children may cause variety of development impairment. EEG is one of the current available examination to diagnose the classification of epilepsy through specific wave pattern findings. Therefore, this study is determined to analyze the association between epilepsy in children with EEG recording and child development. This study is a cross-sectional study using secondary data from Child Health Department of RSUPN Cipto Mangunkusumo medical records from 1995-2010.The result of the study shows that 115 subjects (61,5%) has symptomatic epilepsy, 105 subjects (56,1%) with abnormal EEG finding, and 96 subjects (51,3%) with delayed development. After performing Chi-Square test, there is a significant association between child development and epilepsy classification (p<0,001)followed by significant association between gross motoric (p<0,001), social personal (p=0,024), and language (p<0,001), however there were no association between gross motoric and epilepsy classification.There were no association between EEG recording with epilepsy classification,however there were a significant association between multifocal epileptiform finding (p=0,018) and nonspecific wave finding (p=0,015) to classify epilepsy"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Aurora
"Pemberian terapi yang sesuai, khususnya obat antiepilepsi (OAE) sebagai terapi utama dapat menyembuhkan pasien penyandang epilepsi.Seringkali faktor yang berkaitan erat dengan pemberian OAE kurang diperhatikan.Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan penulis membahas bagaimana hubungan antara faktorfaktor yang memengaruhi respons terapi pada anak penyandang epilepsi.Penelitian dilakukan dengan metode cross-sectional, yaitu dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis epilepsy registry pada pasien anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan tanggal kunjungan 1995-2010. Dari penelitian, ditemukan bahwa dari 174 subyek penelitian, 76,4% mengalami bangkitan umum dan 23,6% mengalami bangkitan fokal. Terdapat 62,1% subyek yang mengalami epilepsi simtomatik dan 37,9% epilepsi idiopatik. Sembilan puluh enam koma enam persen subyek mendapatkan regimen yang sesuai dengan lini pertama, 63,8% mendapatkan OAE dengan dosis sesuai, 77,0% subyek mendapatkan terapi tunggal (monoterapi), dan 70,3% tidak mengalami perubahan regimen selama terapi. Dari analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square maupun Fisher's, tidak ditemukan hubungan yang signifikan baik untuk faktor kesesuaian regimen, dosis OAE, kombinasi OAE, maupun perubahan regimen selama terapi (seluruhnya memiliki nilai p > 0,05). Namun, nilai OR masing-masing faktor menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori sehingga dapat disimpulkan bahwa secara klinis respons bebas kejang akan didapatkan pada pasien yang mendapatkan regimen sesuai, dosis sesuai, monoterapi, dan tidak ada pergantian regimen. Adapun bila dikaitkan dengan klasifikasi epilepsi yang dialami, pasien dengan epilepsi idiopatik memiliki kecenderungan mendapatkan respons bebas kejang (OR=1,407 95%CI 0,732-2,705). Analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik menunjukkan monoterapi menjadi faktor yang terkuat dalam pencapaian respons terapi epilepsi walaupun hasil pada penelitian ini tidak signifikan.
......
Appropiate therapy admission, especially antiepileptic drugs (AED) as the main therapy for epileptic patients, might help the patients to achieve its maximum recovery. Health care providers don?t pay much attention to factors related to AED admission. Therefore, this research was determined to analyze the association between several factors affecting treatment response in children with epilepsy. This research is a cross-sectional study, using secondary data from epilepsy registry medical record in pediatric patient at Pediatric Health Department of RSUPN Cipto Mangunkusumo during 1995-2010. This study showed that among 174 subjects, 76.4% subjects had general seizure and 23.6% subjects had focal seizure. It is also found that 62.1% subjects had symptomatic epilepsy and 37.9% subjects had idiophatic epilepsy. Ninety six point six percent subjects had appropriate regiment with first-line drugs, 63.8% subjects had appropriate AED dose, 77.0% subjects received monotherapy, and 70.3% did not receive any regiment modification during therapy. Through bivariate analysis using Chi-Square and Fisher?s test: there were no significant association between regiment compatibility, AED dose, AED combination, and regiment modification during therapy (p > 0.05). However, the odds ratio (OR) of each factors showed corresponding result with the theory. In conclusion, seizure-free response will be achieved by patients who had appropriate regiment, appropriate dose, monotherapy, and no regiment modification. Analysis about association between epilepsy classification and therapy response showed that patient with idiophatic epilepsy tended to be easier to be seizure-free. Multivariate analysis using logistic regression showed that monotherapy was the strongest factor affecting therapy response, even though in this study it was not statistically significant."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library