Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizka Mardhiani
"Fenitoin merupakan obat antibangkitan yang digunakan dalam pengobatan kejang dalam bentuk monoterapi maupun kombinasi dengan obat antibangkitan lainnya. Namun, fenitoin memiliki rentang indeks terapi yang sempit yaitu 10 – 20 μg/mL, sehingga untuk mencapai efek terapi yang optimal perlu dilakukan pemantauan kadar obat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi preparasi sampel yang optimum untuk analisis fenitoin dalam VAMS, serta mendapatkan metode analisis tervalidasi untuk analisis fenitoin dalam VAMS dengan internal standard karbamazepin menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan mengaplikasikannya untuk pemantauan kadar fenitoin dalam darah pasien epilepsi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan rejimen dosis 2 x 100 mg dan 3 x 100 mg secara monoterapi maupun kombinasi. Kondisi optimasi preparasi sampel yang optimum diperoleh dengan menggunakan pelarut metanol, sonikasi selama 15 menit, dan vorteks selama 2 menit. Metode analisis yang dikembangkan dinyatakan valid sesuai dengan guideline dari FDA 2018 dengan nilai LLOQ yang didapatkan sebesar 0,1 μg/mL dengan rentang kurva kalibrasi 0,1 – 30,0 μg/mL dengan nilai r ≥ 0,9997. Aplikasi pemantauan kadar fenitoin dalam darah dilakukan terhadap 30 subyek pasien epilepsi diperoleh rentang kadar fenitoin dari 0,81 – 17,45 μg/mL, dimana hanya 9 subyek yang kadarnya berada dalam rentang terapi obat yang seharusnya.

Phenytoin is an anticonvulsant drug that is used for treatment of seizures as monotherapy or combination with other anticonvulsant drugs. However, phenytoin has a narrow therapeutic index range of 10 – 20 μg/mL, so to achieve an optimal therapeutic effect it is necessary to monitor drug levels. The purpose of this study was to obtain the optimum sample preparation conditions for the analysis of phenytoin in VAMS, as well as to obtain a validated analytical method for the analysis of phenytoin in VAMS with the internal standard of carbamazepine using high performance liquid chromatography (HPLC) and apply it for monitoring blood levels of phenytoin in epilepsy patients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo with a dosage regimen of 2 x 100 mg and 3 x 100 mg as monotherapy or in combination. Optimum conditions for sample preparation were obtained using methanol as solvent, sonicated for 15 minutes, and vortexed for 2 minutes. The analytical method developed was declared valid in accordance with the guidelines from the FDA 2018 with an LLOQ value of 0.1 μg/mL with a calibration curve range of 0.1 – 30.0 μg/mL with correlation coefficient r ≥ 0.9997. The application of monitoring blood levels of phenytoin was carried out on 30 subjects with epilepsy patients. The range of phenytoin levels was from 0.81 to 17.45 μg/mL, where only 9 subjects had levels within the range of proper drug therapy."
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Hulliyyatul Jannah
"Penggunaan Obat Anti-Epilepsi (OAE) jangka panjang merupakan strategi terapi yang optimal setelah diagnosis epilepsi. Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan salah satu masalah utama dalam keberhasilan terapi jangka panjang pada pasien epilepsi. Salah satu faktor yang berpotensi kuat mempengaruhi kepatuhan adalah adanya Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Epilepsi Lobus Temporal (ELT) merupakan tipe epilepsi fokal yang paling banyak; lebih dari 80% pasien ELT berpotensi resisten obat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat ROTD OAE pada pasien ELT dan hubungannya dengan kepatuhan pengobatan. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional study yang membandingkan ada/tidaknya ROTD menggunakan kuisioner Liverpool Advesre Event Profile (LAEP) dengan tingkat kepatuhan menggunakan kuisioner Morisky Adherence Questionaire (MAQ). Subyek penelitian adalah pasien ELT di Unit Rawat Jalan Departemen Neurologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Agustus-Oktober 2019.
Hasil penelitian menunjukkan dari 88 pasien, 78.40% mengalami kejadian ROTD dan sebanyak 47.73% pasien memiliki tingkat kepatuhan sedang-rendah. Terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian ROTD dan tingkat kepatuhan (p=0.039;OR 4.313). Hasil ini menunjukan pasien ELT yang mengalami kejadian ROTD memiliki kecenderungan untuk tidak patuh terhadap pengobatannya. Faktor lain yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan pengobatan pasien yaitu jenis OAE (p=0,011; OR 0,249)). Jenis OAE yang memperlihatkan hubungan yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan pengobatan adalah jenis OAE kombinasi (generasi lama dan generasi baru). Perlu dilakukan intervensi konseling secara berkala oleh farmasis untuk meningkatkan pemahaman mengenai ROTD yang terjadi selama penggunaan OAE dan edukasi terkait pentingnya kepatuhan pengobatan pasien.

The long-term use of Anti-Epileptic Drugs (AED) is an optimal therapeutic strategy after the diagnosis of epilepsy. Adherence to treatment is one of the main problems in the long-term success of therapy in epilepsy patients. One factor that has the potential to strongly influence adherence is the presence of Adverse Drug Reaction (ADR). Temporal Lobe Epilepsy (TLE) is the most common type of focal epilepsy; more than 80% of TLE patients are potentially drug resistant. This study aimed to explore the ADR of AED in TLE patients and its correlation with medication adherence. The research method used was a cross sectional study comparing the presence of ADR using the Liverpool Adverse Event Profile (LAEP) questionnaire with the level of compliance using the Morisky Adherence Questionaire (MAQ). The research subjects were TLE patients in the Outpatient Unit of the Department of Neurology, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, August-October 2019.
The results showed that of 88 patients, 78.40% experienced ADR and 47.73% of patients had moderate-low adherence. There is a significant correlation between the incidence of ADR and the level of compliance (p = 0.031;OR = 4.35). Another factor that significantly affected patient adherence was type of AED (p = 0.011; OR 0.249). The type of AED that shows a significant relationship to the level of medication adherence is combination of old and new generation AED. These findings indicate that patients who experience ADR have a tendency to disobey their treatment. Interventions programmed by pharmacists need to be done to increase the understanding of ADR that occurs during AED use and education related to the importance of medication adherence.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T55347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library