Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afra Nabila
"Epinephelus fuscoguttatus-lanceolatus atau kerapu cantang merupakan salah satu jenis kerapu hibrida yang dibudidayakan oleh nelayan di Pulau Panjang. Sementara Siganus guttatus atau ikan baronang totol merupakan ikan yang banyak ditemukan pada padang lamun di sekitar Pulau Panjang. Pulau Panjang merupakan salah satu pulau terbesar di Teluk Banten yang paling padat penduduk. Kepadatan penduduk Pulau Panjang yang terus meningkat setiap tahunnya berdampak pada peningkatan jumlah limbah rumah tangga terutama sampah plastik. Plastik di lautan dapat terdegradasi menjadi bentuk yang lebih kecil yang disebut mikroplastik. Mikroplastik di lingkungan laut dapat mengontaminasi berbagai biota yang hidup di dalamnya, termasuk ikan. Hasil penelitian menunjukkan, insang serta saluran pencernaan dari ikan kerapu cantang dan baronang totol 100% mengandung mikroplastik. Rata-rata jumlah mikroplastik dari keseluruhan sampel insang kerapu cantang adalah 2594,67±60,43 partikel, sementara dari keseluruhan sampel saluran pencernaan kerapu cantang adalah 4196,33±103,94 partikel mikroplastik. Rata-rata jumlah mikroplastik dari keseluruhan sampel insang baronang totol adalah 4488±142,20 partikel, sementara dari keseluruhan sampel saluran pencernaan baronang totol adalah 4286,67±82,92 partikel mikroplastik. Selain pada saluran pencernaan dan insang ikan, perairan di pelabuhan Kampung Peres dan padang lamun di Pulau Panjang juga 100% mengandung mikroplastik. Rata-rata keseluruhan jumlah partikel mikroplastik yang ditemukan dalam sampel air dari pelabuhan Kampung Peres adalah sebanyak 384,67±92,81 partikel, sementara pada sampel air dari padang lamun adalah sebanyak 382±103,79 partikel mikroplastik.
......Epinephelus fuscoguttatus-lanceolatus or usually known as cantang grouper is one of the grouper hybrid species that is cultivated by the fisherman in Pulau Panjang. Meanwhile, Siganus guttatus or known as dotted baronang is a herbivorous fish that are commonly found in seagrass bed in Pulau Panjang. Pulau Panjang is one of the biggest and most densely populated island in Teluk Banten. Population density that is increasing every year in Pulau Panjang have an impact on increasing the amount of household waste, including the plastic waste. Plastic in the ocean can be degraded into smaller particles called microplastics. The presence of microplastics in the environment can be harmful to the ocean biotas, including fishes. Results of this study showed 100% of gastrointestinal tract and gills samples from cantang grouper and dotted baronang are contaminated by microplastics. Total average of microplastics particles found in cantang grouper’s gills were 2594.67±60.43 particles, and 4196.33±103.94 particles inside cantang grouper’s gastrointestinal tracts. Meanwhile, in dotted baronang the total average of microplastics found in its gills were 4488±142.20 particles, and 4286.67±82.92 particles inside the gastrointestinal tracts. Water samples from floating cage near Kampung Peres Port and seagrass bed near Pulau Panjang are also contaminated by microplastics particles. Total average of microplastics particles found in water samples from floating cage near Kampung Peres Port were 384,67±92,81 particles, meanwhile microplastics particles found in water samples from seagrass bed near Pulau Panjang were 382±103,79 particles.
"
DEpok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Putri Pratiwi
"Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi gliserol 6% dengan beberapa konsentrasi kuning telur terhadap kualitas spermatozoa ikan kerapu kertang Epinephelus lanceolatus (Bloch, 1970) pascakriopreservasi. Semen ikan kerapu kertang didapatkan dengan metode pengurutan. Larutan pengencer terdiri atas marine fish ringer, gliserol 6%, dan berbagai konsentrasi kuning telur (0%; 5%; 10%; 15%; 20%; dan 25%). Ekuilibrasi dilakukan selama 10 menit pada suhu 4 ºC. Pembekuan dalam freezer (-20 ºC) selama 48 jam. Pencairan pada suhu 45 ºC selama 30-60 detik. Evaluasi semen dilakukan secara makroskopis (warna, volume, dan pH) dan secara mikroskopis (motilitas, viabilitas, dan abnormalitas) serta kemampuan fertilisasinya terhadap telur ikan kerapu macan. Berdasarkan hasil uji ANAVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey, terdapat perbedaan nyata (P>0,05) terhadap motilitas, viabilitas, dan kemampuan fertilisasi spermatozoa ikan kerapu kertang pascakriopreservasi, akan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap abnormalitas spermatozoa pascakriopreservasi (P>0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kuning telur 15% merupakan konsentrasi optimum karena menghasilkan nilai persentase rata-rata motilitas, viabilitas, dan kemampuan fertilisasi tertinggi masing-masing sebesar 83,64 ± 1,72%, 81,44 ± 2,06%, dan 77,31 ± 1,90%. Nilai rata-rata terendah pada persentase abnormalitas sebesar 21,50 ± 1,20%.

Research on the effect of combination 6% glycerol and eggyolk as cryoprotectant of giant grouper Epinephelus lanceolatus (Bloch, 1970) spermatozoa quality postcryopreservation. Giant grouper cement is obtained by sorting method. The diluent solution used consist of marine fish ringer, 6% glycerol, and varian egg yolk concentrations (0%; 5%; 10%; 15%; 20%; dan 25%). Equilibration is carried out for 10 minutes at 4ºC. Freezing in the freezer (-20 ºC) for 48 hours. Thawing at 45 ºC for 30-60 seconds. Cement evaluation is carried out macroscopically (color, volume, and pH) and microscopically (motility, viability, and abnormality) and also the ability to fertilize the egg of tigger grouper. Based on the ANAVA statistical test followed by Tukey, there were significant differences effect on motility, viability, and fertilization ability of spermatozoa of giant grouper postcryopreservation (P> 0.05), but abnormality was significantly affected (P <0.05). (P> 0.05). The optimum concentration of egg yolk is 15% because it produces the highest percentage value of motility, viability, and fertilization ability of 83.64 ± 1.72%, 81.44 ± 2.06% and 77.31 ± 1.90% respectively. The lowest average value of abnormalitiy percentage is 21.50 ± 1.20%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T51801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qonita Hanifa Khairunnisa
"Kemiripan karakter morfologi dan genetik antara Epinephelus chlorostigma dan E. areolatus sering menyebabkan kekeliruan antara kedua spesies. Hibiridisasi alami antara spesies kerapu tidak jarang terjadi dan dapat diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi dan genetik. Penelitian dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi E. chlorostigma dan E. areolatus dengan marka mitokondria Sitokrom C oksidase subunit I (COI) dan menganalisis peristiwa hibrisasi antara kedua spesies dengan marka inti Recombination activating gene 1 (RAG1). Total 19 sampel yang telah diidentifikasi berdasarkan morfologi sebagai E. chlorostigma dan E. areolatus diperoleh dari Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Aceh. Sekuens COI sepanjang 656 bp berhasil mengidentifikasi spesies dengan kemiripan yang tinggi (98-100%) berdasarkan database NCBI dan BOLD walaupun beberapa sampel E. areolatus menunjukkan kemiripan yang tinggi terhadap sekuens E. chlorostigma dari kedua database. Jarak genetik inter-spesies berdasarkan sekuens COI teramati sebesar 0,071, cukup untuk delimitasi spesies. Rekonstruksi filogenetik COI, RAG1kedua marka berhasil memisahkan klade kedua spesies dengan konsisten dan tidak mengindikasikan terjadinya peristiwa hibridisasi. Satu posisi basa polimorfik, posisi 1120 bp, di elektroferogram menunjukkan puncak ganda pada sekuens RAG1 epanjang 1492 bp. Sekuens RAG1 E. areolatus menunjukkan variasi nukleotida sementara sekuens E. chlorostigma teramati monomorfik. Namun, peristiwa hibridisasi tidak dapat disimpulkan akibat rendahnya jumlah sampel. 
......Morphological and genetic similarities between Epinephelus chlorostigma and Epinephelus areolatus often cause confusion between the two species. Natural hybrids among grouper species are a common occurrence and may be identified by morphological and genetic characteristics. This study aims to identify E. chlorostigma and E. areolatus samples using the mitochondrial marker Cytochrome C oxidase subunit I (COI) gene and analyze hybridization events using the nuclear marker Recombination activating gene 1 (RAG1) gene.  A total of 19 samples morphologically identified as E. chlorostigma and E. areolatus, originating from North Maluku, West Nusa Tenggara, and Aceh, were analyzed. The COI sequence of 656 bp length successfully identified all samples as respective putative species with high similarities (98–100%) based on NCBI and BOLD databases, although several E. areolatus samples showed high similarity results with E. chlorostigma sequences from both databases. The interspecific genetic distance of the COI sequence was observed to be 0,071, enough to discriminate the two species. Phylogenetic reconstruction of COIand RAG1 genes consistently divided putative species into distinct clades. Phylogenetic tree of AG1 was recovered with low bootstrap value thus hybrid assumption cannot be proven. One polymorphic base site at 1120 bp with double peaks on the electropherograms was observed out of 1,492 bp of the RAG1 gene. E. areolatus sequences showed varying nucleotides between populations, while E. chlorostigma sequences showed monomorphic nucleotides. However, due to the small sample size, hybridization events cannot be inferred."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan derajat infestasi ektoparasit penyebab kematian benih ikan kerapu lumpur (Epinephelus suilus) yang dipelihara dalam tangki bervolume 3 m3. Dua puluh ekor ikan dengan bobot badan berkisar 1,2 – 3,9 g dan panjang total berkisar 4,1 – 7,0 cm diambil sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Diplectarum sp. Dan Trichodina sp. ditemukan pada semua pada semua spesimen dengan kandungan parasit masing-masing sebanyak 324,15 dan 84,8 per ekor ikan."
MPARIN 8 (1-2) 1995
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Komara Sudrajat
"Penelitian kriopreservasi spermatozoa ikan kerapu kertang memiliki tujuan mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi susu skim (0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%) yang dikombinasikan dengan gliserol 6% terhadap motilitas, viabilitas, dan abnormalitas serta kemampuan fertilisasi spermatozoa ikan kerapu kertang pascakriopreservasi terhadap sel telur ikan kerapu macan. Larutan pengencer yang digunakan dalam penelitian adalah larutan marine fish Ringer, gliserol 6%, susu skim berbagai konsentrasi. Rasio pengenceran yang digunakan adalah 1:9. Kriopreservasi dilakukan dalam freezer pada suhu -20°C, dengan lama penyimpanan selama 48 jam. Spermatozoa hasil kriopreservasi selama 48 jam digunakan untuk membuahi sel telur ikan kerapu macan. Hasil fertilisasi digunakan untuk mengukur parameter kualitas spermatozoa yang baik. Hasil uji ANAVA satu arah menunjukkan pemberian berbagai konsentrasi susu skim memiliki nilai rata-rata persentase motilitas, viabilitas, dan abnormalitas spermatozoa ikan kerapu kertang 48 jam pascakriopreservasi yang berbeda nyata (P˃0,05). Hasil terbaik ditunjukkan pada konsentrasi susu skim 20% dengan nilai persentase motilitas, viabilitas, dan abnormalitas secara berurutan sebesar 80,51 ± 3,46%; 81,24 ± 2,34%; dan 25,35 ± 2,04 %. Hasil analisis pada fertilisasi spermatozoa pascakriopreservasi menyatakan bahwa nilai rata-rata persentase fertilisasi tidak berbeda nyata antar perlakuan, namun pada konsentrasi susu skim 20% memberikan kemampuan fertilisasi yang baik yaitu 68 ± 1,70%.

The objective of this study was to discover the effect of various concentration skim milk from (0%, 5%, 10%, 15%, 20%, and 25%) and combined with glycerol 6% which give the best effect towards motility, viability, abnormality and fertilization for Ephinephelus fuscogutattus (Forsskal 1775) capability of Ephinephelus lanceolatus (Bloch 1970) spermatozoa 48 hour after freezing. We used marine fish Ringer, glycerol 6%, and various concentration skim milk. Dilute the spermatozoa at 1 : 9 ratio. Cryopreservation is carried out in a freezer with a temperature of -20°C with a storage time of 48 hours. Cryopreservation spermatozoa for 48 hours is used to fertilize the egg Ephinephelus fuscogutattus (Forsskal 1775). Fertilization results are used to measure the quality parameter of spermatozoa Ephinephelus lanceolatus (Bloch 1970). Based on the ANAVA analysis, the treatment groups showed significant difference in average motility, viability and spermatozoa abnormality percentage with the control (P˃0.05). ANAVA analysis showed best result are obtained from 20% skim milk with average motility (80.51 ± 3.46%), sperm viability (81.24 ± 2.34%), and sperm abnormality (25.35 ± 2.04%). The results of analysis on fertilization with sperm post- cryopreservation stated that the average value of the percentage of fertilization was not significantly different between treatments, but at the concentration of skim milk 20% give a best ability of fertilization which was 68 ± 1.70%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T51948
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian tentang pengobatan infestasi beberapa ektoparasit pada Epinephelus suilus (ikan kerapu lumpur) dilakukan di laboratorium. Benih ikan telah terinfeksi parasit Trichodina, Broklynella, dan Diplectanum diberi perlakuan dengan formalin teknis 200 ppm, hijau malakit 0,5 ppm, metilin biru 0,1 ppm, air tawar 100% dan kontrol tanpa obat dalam rancangan acak lengkap. Pengobatan dikerjakan dengan cara merendam benih ikan itu selama satu jam dalam larutan dengan tiga kali ulangan berturut-turut selama 3 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas setiap jenis parasit tidak ada perbedaan nyata, tetapi perbedaan yang sangat nyata terlihat terhadap prevalensi setiap jenis parasit. Semua perlakuan pengobatan di dalam penelitian ini tidak mampu memberantas ketiga jenis parasit yang menginfestasi, tetapi hanya dapat mengurangi intensitas dan prevalensinya saja. "
MPARIN 9 (1-2) 1996
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library