Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisyah Rumaisyah
"ABSTRACT
Ruang transisi tidak hanya berfungsi sebagai ruang untuk bersikulasi. Akan tetapi, menurut teori Boettger 2014, ruang transisi juga dapat berperan sebagai ruang pameran. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini ingin melihat peran elemen ruang transisi sebagai sarana pameran. Pendekatan masalah pada skripsi ini menggunakan studi literatur mengenai ruang transisi dan ruang pameran dan mengaitkanya dengan studi kasus di Kampung Bekelir, Tangerang yang merupakan kampung wisata mural. Pada bagian akhir, skripsi ini menemukan bahwa elemen ruang transisi berperan dalam memfasilitasi berbagai aspek yang seharusnya terdapat pada ruang pameran.

ABSTRAK
The transitional space is not only serves as a space for circulation. However, according to Boettger 39 s theory 2014, the transitional space can also serves as an exhibition space. Therefore, this thesis would like to see the role of transitional space elements as a medium of exhibition. This thesis uses literature study about transitional space and exhibition space and relate it with case study in Kampung Bekelir, Tangerang which is mural tourism kampung. In the final section, this thesis finds that the elements of transitional space play a role in facilitating various aspects that should be in the exhibition space. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Tyas Awangsari Nastiti
"Glodok merupakan salah satu tempat yang ditetapkan oleh PT.MRT sebagai tempat pemberhentian stasiun MRT, selain itu, sebagai desa wisata.  Seiring dengan berjalannya waktu, Glodok semakin hilang nilai hostorisnya, seperti misalnya nanyian tradisional yang dibawakan oleh orang Tionghoa pada saat masyarakat berjalan melalui glodok, tanah lapang (tempat kuda), penamaan gang yang mulai hilang (gang madat, jalan cengkeh, jalan kopi, jalan pala). Secara daily culture panggilan nci-nci, asuk-asuk sudah mulai hilang secara perlahan dengan adanya perubahan dari dunia yang mulai modern. Faktor lain yang membuat hilangnya nilai sejarah Glodok adalah semakin sedikit penduduk asli glodok yang menetap di daerah Glodog, dan kurangnya pelestarian sejarah di lokasi tersebut. Padahal, budaya Tionghoa sendiri memberikan andil yang besar, seperti kaligrafi dan lukisan, sulaman, lentera, layangan dan keramik. Selain itu banyak akulturasi dari budaya Tionghoa-Betawi seperti, gambang kromong. Namun, hal ini kurang adanya pelestarian, seperti yang dikatakan oleh oleh Metta Setiandi bahwa, “We’re adapting but it’s changing all the time” yang membuat nilai sejarah Glodok hilang secara aktivitas dan kultur. Untuk mendukung pelestarian ini maka diperlukan sebuah wadah yaitu museum/exhibition center, serta memberikan wawasan kepada masyarakat sebagai perspektif baru dalam memandang etnis Tionghoa.

Glodok is one of the places determined by PT.MRT, as a stop for the MRT station. In addition, as a tourist village. Over time, glodok lost its historical value, such as the traditional songs sung by the Chinese when walking through glodok, the field (place for horses), the naming of alleys that began to disappear (alley madat, clove street, coffee street, nutmeg street). In the daily culture, calls are nci-nci, asuk-asuk which have started to disappear slowly with the changes in the world that is starting to be modern. Apart from that, other factors that make the historical value of Glodok disappear are the fewer native people who live in the Glodok area and the lack of historical preservation in that location. In fact, Chinese culture itself contributed greatly, such as calligraphy and painting, embroidery, lanterns, kites and ceramics. Apart from that, there is a lot of acculturation from the Chinese-Betawi culture, such as the Gambang Kromong. However, this lacks preservation. Therefore Metta Setiandi said that, "We're adapting but it's changing all the time" which makes the historical value of glodok lost in terms of activity and culture. To support this preservation, a forum is needed, namely a museum/exhibition center. As well as providing insight to the community as a new perspective in viewing the Chinese ethnicity."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alisha Putri Ramadhanti
"ABSTRACT
Pameran keliling harus dapat memamerkan informasi dengan cara yang sama di tempat yang berbeda-beda dan hal ini menjadi faktor utama yang mempengaruhi proses mendesain pameran keliling. Sehingga, keseimbangan antara kebutuhan representasi pameran yang spesifik dan kebutuhan untuk dapat berpindah-pindah sangat penting untuk diperhatikan. Strategi yang spesifik hadir untuk membentuk elemen arsitektural pameran keliling yang bersifat portabel dengan memanfaatkan material yang spesifik pula yakni plywood. Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, penulis melakukan analisis secara langsung di Pameran Pink Floyd: The Mortal Remains yang berlokasi di London; wawancara online dengan pihak penyelenggara pameran terkait dan menganalisis video konstruksi pameran terkait. Berdasarkan studi kasus yang telah dilakukan, sistem konstruksi modular yang bersifat repetitif serta berbentuk frame dan panel dan juga dipasang menggunakan metode dry-assembly menjadi strategi yang utama ketika membentuk elemen arsitektural pameran yang dapat berdiri sendiri dan bersifat independen dari konteksnya. Hal ini dilakukan agar modul-modul dapat dilepas pasang secara efisien dan dipindahkan ke lokasi selanjutnya secara flat-packed. Dampak dari penggunaan plywood yang sedemikian rupa adalah pameran dapat dibangun tepat waktu 2 minggu pameran berhasil dipindahkan ke lokasi selanjutnya secara efektif hal yang tidak dapat dihindari adalah perlunya penyesuaian dengan cara memproduksi ulang beberapa modul untuk disesuaikan dengan konteks yang baru.

ABSTRACT
A travelling exhibition is slightly different with a general one, because a travelling exhibition has to represent a story in a specific way and also focus on the portability function of the exhibition itself. In order to achieve those needs, a specific strategy has to be used to utilize a specific material in this case is plywood to build a portable architectural element of the travelling exhibition. An analysis of a travelling exhibition called Pink Floyd The Mortal Remains in London 2017 was done and it turns out, modular system and dry assembling method was used to create the exhibition. Framing and panel method and repetitive module method were also used to utilize the material. These module was turned into to be flat packed when being transported to the next exhibition location. In conclusion, those strategies helped the travelling exhibition to be assembled effectively in 2 weeks. Portable construction that was used to create the exhibition was also compatible with three Vitruviuss design aspect firmitas, utilitas, and venustas based on J. Postell view point. Apparently, some adjustment still has to be done by producing a custom module for the new context. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Aditya Santosa
"Skripsi ini membahas mengenai hubungan penyampaian narasi dalam film dan di dalam ruang pameran. Hal ini dikarenakan film dan arsitektur mempunyai banyak kesamaan. Narasi dan penataan ruang serta waktu yang merupakan karakteristik karya arsitektur tak terhindarkan juga ada di setiap ekspresi sinematik. Jika arsitektur memanifestasikan narasi dalam bentuk program dan ruang dalam wujud fisik, narasi dalam film disampaikan secara sequence melalui struktur montase dalam sebuah konsep ruang yang disebut surrogate space. Dalam ruang pameran, persepsi manusia akan elemen spasial dalam ruang membentuk yang namanya framing. Montase di dalam ruang terjadi ketika framing ini dialami secara sequential oleh pengunjung. Pemilihan dari framing didasarkan sifat visibilitas dan permeabilitas yang terbentuk dari persepsi elemen spasial jika dilihat dalam egocentric space. Secara lebih lanjut dalam skripsi ini mencoba memahami narasi melalui struktur montase dalam suatu ruang pameran.

This thesis discusses the relationship between narrative delivery in films and in exhibition space. This is because film and architecture have a lot in common. Narrative and the arrangement of space and time that are the characteristic of architectural works are unavoidable in every cinematic expression. If architecture manifests narrative in the form of programs and physical form, narrative in film is delivered in sequence through a montage structure. This montage is happening in a space concept called surrogate space. In exhibition space, human perception of spatial elements in the space forms what is called framing. Montage in an exhibition occurs when these framings are experienced sequentially by the visitor. The selection of framings is based on visibility and permeability properties which are formed from the perception of spatial elements when viewed in egocentric space. This thesis then tries to understand narrative in an exhibition space through the said montage structure."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lawson, Fred
Oxford: Architectural Press , 2000
725.91 LAW c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Uffelen, Chris van
""Corporate architecture plays an important role, not only in presenting the external face of a company, but also reflecting how a company's self-perception. Such architecture can be part of an overall corporate design and is an extremely important part of corporate identity. Companies want a building that identifies them; this can be either a landmark or an advertisement, but ideally a building that symbolizes that values and virtues of the specific company"--Preface."
Salenstein, Switzerland: Braun, 2014
725.2 UFF c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library