Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sholehien
Abstrak :
Tahun 2002 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 210 juta orang. Pertambahan penduduk ini berdampak pada dua hal, yaitu bertambahnya permintaan pangan, dan meningkamya tekanan terhadap sumberdaya alam. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan penduduk pemerintah selama ini melaksanakan upaya swasembada beras dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Kekurangan produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dipenuhi dengan mengimpor. Usaha-usaha peningkatan ketahanan pangan nasional telah banyak dilakukan namun masalah kekurangan pangan masih menjadi masalah utama. Di sisi lain, sangat rentan jika ketahanan pangan dilakukan dengan mengimpor beras dari pasar internasional, karena negara-negara predusen beras umumnya dihadapkan pada masalah yang sama, yaitu tidak stabilnya produksi. Teknik budidaya sebagian besar masyarakat di Indonesia pada dasarnya lebih mengarah pada teknik budidaya monokultur, yang berlawanan dengan ekosistem kodrati aslinya Usaha penyederhanaan spesies dalam komunitas akan menghadapi perlawanan alam yang mengakibatkan besarnya biaya lingkungan yang harus dibayar untuk mempertahankan ekosistem buatan. Kecenderungan praktek pertanian yang bersifat monokultur mengancam keanekaragaman hayati, yang kemudian akan menimbulkan masalah ekologi maupun ekonomi. Jenis pangan seperti ketela pohon, sagu, sukun adalah jenis pangan yang selama ini dianggap kurang bernilai sehingga belum dikembangkan atau mulai menghilang. Banyaknya lahan yang tidak dimanfaatkan, misalnya lahan marjinal yang tersebar di seluruh tanah air, sebenarnya dapat menghasilkan pangan yang bermutu dan bergizi dengan biaya dasar yang rendah karena menggunakan tanaman khas tropis dan tidak bertentangan dengan kaidah ekologi seperti sagu. Sementara Indonesia yang memiliki potensi sagu sekitar satu juta hektar dan tersebar di Sumatera, Sulawesi, Maluku serta Irian Jaya Bagian timur Propinsi Sumatera Selatan yang mencakup dua kabupaten yaitu Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Ogan Komering Ilir, memiliki lahan rawa seluas 705.547 Ha dan 524.477 Ha yang sebagian besar belum termanfaatkan. Diversifikasi pangan non beras sudah lama di kenal sebagian masyarakat Indonesia. Di Sumatera Selatan, makanan-makanan khas Palembang seperti empek-empek, laksan, burgo, celimpungan dan lain-lain, dibuat dari bahan baku tepung sagu dan ikan. Pemenuhan kebutuhan sagu sementara ini di pasok dari Riau dan Lampung. Rumusan permasalahan pangan dimasa depan adalah: Belum optimalnya penggunaan lahan rawa untuk tanaman pangan akibat tidak optimalnya pemanfaatan sumberdaya pangan non betas. Pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah pemanfaatan lahan rawa untuk menggantikan konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian di Jawa dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional (beras) dimasa depan? 2. Apakah tanaman pangan sagu menguntungkan dibudidayakan di lahan rawa? 3. Apakah penggunaan lahan rawa untuk tanaman sagu dengan sistem hutan dapat menjadi cadangan pangan yang berkelanjutan? Penelitian ini bertujuan antara lain sebagai berikut: 1. Memprediksi kebutuhan dan produksi pangan nasional (beras) dimasa depan dari pemanfaatan lahan rawa. 2. Mengetahui budidaya tanaman pangan sagu di lahan rawa menguntungkan secara ekologi, ekonomi, dan sosial. 3. Mengetahui penggunaan lahan rawa dengan tanaman sagu sistem hutan dapat menjadi cadangan pangan yang berkelanjutan. Penelitian dilaksanakan mulai Bulan Maret sampai dengan Agustus 2002. Lokasi penelitian adalah daerah lahan rawa di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Data penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui serangkaian pengumpulan data tercatat dari instansi pemerintah, dan sumber-sumber lain yang dipercaya (literatur). Data primer diperoleh antara lain melalui wawancara dengan pendekatan kelompok atau individu masyarakat, mengenai kondisi lingkungan fisik dan kimia, hayati dan sosekbud, pengamatan, pengukuran, serta pengambilan contoh untuk beberapa komponen lingkungan fisika-kimia-biologi. Data yang dihasilkan dianalisis dengan sistem diskriptif analisis dan analisis sistem dinamis. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pangan dan lahan, sedangkan varibel bebasnya adalah penduduk, produksi, produktivitas, kebutuhan pangan, jenis vegetasi dan iklim. Hasil simulasi menggambarkan angka pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami penurunan, namun secara absolut pertambahan penduduk terus bertambah dan akan konstan (mendekati nol) pada tahun 2085, berjumlah sekitar 350 juta orang. Kebutuhan beras selalu lebih tinggi dari beras hasil pertanian, yang berakibat kebergantungan pada beras impor akan selalu kita hadapi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa masyarakat di lokasi penelitian sebagian besar bermatapencaharian sebagai pembalok, buruh perkebunan dan nelayan, pekerjaan usahatani padi sawah hanya 5 persen, usahatani padi tidak dilaksanakan karena terlalu banyak hama (babi dan tikus), rendahnya produksi dan sering mengalami puso. Kemampuan panen untuk tanaman padi di wilayah penelitian sangat rendah yaitu 1,5 sampai 2 ton per ha. Hasil simulasi memperlihatkan kenyataan bahwa kebutuhan tanam dan kebutuhan lahan tidak dapat dipenuhi oleh kemampuan panen dan kemampuan lahan. Hasil simulasi memperlihatkan keterbatasan lahan yang kita miliki tidak dapat memenuhi kebutuhan produksi. Hal ini berakibat pada pemenuhan kebutuhan pangan kita semakin besar bergantung pada impor dari negara lain. Proyeksi penduduk pada tahun 2044 berjumlah lebih dari 306 juta orang. Untuk memenuhi kebutuhan pangan (beras) bagi penduduk Indonesia, maka proyeksi kebutuhan beras pada tahun yang sama sekitar 57 juta ton. Berdasarkan proyeksi tersebut, maka dibutuhkan produksi padi sebanyak 91,8 juta ton, untuk itu dibutuhkan lahan seluas 20,1 juta hektar. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa impor kita semakin tinggi. Hal ini terjadi karena selisih kebutuhan beras penduduk dengan beras hasil pertanian yang semakin besar. Hasil padi yang diperoleh di lahan pasang surut selama ini sangat rendah, yaitu 0,5 sampai 1,5 ton per hektar. Produktivitas rata-rata lahan di Indonesia cenderung semakin menurun. Untuk meningkatkan produktivitas sebanyak 2 kali lipat, dibutuhkan masukan energi 4 kali lebih besar. Hasil perhitungan curah hujan pada tingkat peluang 75% memperlihatkan bahwa bulan kering di wilayah ini dapat terjadi pada bulan Juni sampai September. Lama penyinaran matahari rata-rata 66,9% bervariasi antara 52,4% pada bulan Januari dan 80,0% pada bulan Juli. Temperatur udara maksimum adalah 32,6°C dan suhu minimum 22,4°C. kelembaban udara rata-rata tahunan 83,2% dengan kisaran 80,0% (September) dan 85,3% (Desember). Kecepatan angin bervariasi antara 1,6 lon/jam (Nopember) dan 2,7 km/jam (Januari) dengan rata-rata 2,1 km/jam, dan menurut skala Baufort, kecepatan angin tergolong dalam "angin lemah-sedang". Diproyekslkan kemungkinan terjadi defisit air yaitu pads bulan Juni, Juli, Agustus dan September. Berdasarkan hasil analisa kesesuaian iklim memperlihatkan bahwa wilayah penelitian tergolong sangat sesuai (SI) untuk pengembangan tanaman sagu. Hasil penelitian melalui observasi, ditemukan tumbuhan sagu di beberapa lokasi yang berbeda Kenyataan ini semakin menguatkan bahwa daerah penelitian sesuai untuk ditanami pohon sagu. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa telah terjadi kekeruhan air di bagian hilir sungai akibat erosi yang terjadi di hulu sungai. Air di areal penelitian umumnya sangat masam berkisar 5,30-5,87. Keadaan flora dan fauna cukup beragam, terutama adanya hewan-hewan yang dilindungi. Pemanfaatan daerah rawa ini harus juga menjaga kelestarian sumberdaya hayati yang ada. Kemampuan memproduksi sagu (aci kering) 170 juta ton ini dihasilkan dari 833 juta batang panen dari 1.388 juta pohon. Dengan luas tanam sagu 100 pohon/ha berarti dibutuhkan 14 juta hektar lahan. Di sisi lain, tersedianya lahan yang ada sebanyak 20 juta hektar, sehingga masih dapat terus dikembangkan di masa depan. Kebijakan mengurangi kebergantungan konsumsi pada beras sudah mendesak, hasil simulasi dengan kebijakan pengurangan konsumsi sebesar 10 persen dan konsumsi pertahunnya menghemat penggunaan lahan, sampai tahun 2065. Dari hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pemanfaatan lahan rawa dengan tanaman padi untuk menggantikan lahan padi yang dikonversi ke lahan non pertanian di Jawa tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional dimasa depan. 2. Sagu tanaman pangan berwawasan lingkungan di lahan rawa. 3. Pemanfaatan lahan rawa dengan tanaman sagu sistem hutan dapat menjadi cadangan pangan yang lestari di mesa depan. Saran yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Lebih memasyarakatkan sumberdaya pangan non beras, dengan upaya pengadaan yang ditunjang dengan dikembangkannya industri-industri pangan yang berbahan baku pangan domestik. 2. Pengembangan industri-industri pangan yang berbahan baku sagu, 3. Kebijakan pemanfaatan lahan rawa untuk tanaman padi cara monokultur untuk masa depan perlu ditinjau ulang. 4. Untuk dilakukan penelitian tentang mengubah sagu menjadi bahan pangan yang cepat diterima masyarakat dengan teknologi, misalnya dibuat beras dari sagu. ......Wet Land For Environment Friendly of Food Crops CultivationBy the year 2085 the population of Indonesia is estimated to reach 339 million. This increase affects two issues i.e. increases of demand for food and pressure on the natural resources. To solve the people's demand for food, the government is so far been implementing a program to reach self sufficiency through agricultural intensification and extensification. Shortage of nice has been fulfilled by imports. Quite a number of efforts to increase national food resistance has been conducted while inspite of all, food shortage remains a mayor issue up to present. Many believe that importing rice to narrow the gap between national demand and national production of rice will place nation unenerable to danger since rice producing countries them selves face the same problem i.e. instability of production. Method of application to cultivate rice by a large part of Indonesians is basically leading toward monoculture cultivation, which is contradictory to the natural ecological principles. Species simplification within a community will have to face natural forces that will result in the higher ecological cost to maintain th artificial ecosystem. Tendency shown by monoculture practies in agriculture will pose a challenge to the biological diversity such as destined by nature, that in turn will produce ecological and economical problems. Food crops such as cassava, sogoo, and breadfruit are commodities which up to present undervalued as such that they remain undeveloped and begin to disappear. Wide area of unutilized land such as swampy marginal lands seattered all over the country actually could be cultivated to produce quality and nutritive food staff by low production costs using specific tropical plant adapted o local environment without conflicting ecological principles such as the sogoo plants. Indonesia has at least 1 million hectares of sagoo forest scattered all over Indonesia in Sumatera, Sulawesi., Maluku, and Irian Jaya The eastern part of South Sumatera covering two regecies, the regencies of Musi Banyuasin and Ogan Komering Ilu, has areas of swampy land of 705.545 ha and 524.477 ha each, which largely unutilized. Indonesian have long known diverse non rice food in South Sumatera, specific food such as empek-empek, laksan, burgo, cilimpungan and other prepared from sagoo starch and fish. Sagoo needed has been supplied from Riau and Lampung. Problems related to food in the future could be defined as non optimal use of swampy land for food crop cultivation due to non optimal utilization of non rice resources. Reseach question to be answered are: The Research questions are: 1. Can the usage of wet land in replacing the conservation land of agriculture into the non agriculture land in java can fill the needs of national food in the future? 2. Can the sagoo plantation give benefit when it is planted on the wet land? 3. Can the usage of wet land for planting sago by using the forest system will become for reservation continuously? The objectives of this research are: 1. To product the needs and production of national food in the future by using wet land 2. To determine that sago plantation in wet land give benefit ecologically, economically and socially 3. To determine that the usage of wet land with sago plantation by using the forest system can become the food reservation continously This research was started on March until August 2002. The research area was wet field in Musi Banyuasin Regency in South Sumatera Province. The data in this research is Primer and Secondary data Secondary data gained through collecting printed data from Government's instantion, and other trusted sources (literature). Primer data gained, trough interview individual or grove approach about physic and chemical environment, and social, economy and culture, and observation, measurement, and sampling for several physical-chemical biological environment. The data are analyzed by using the descriptive analysis and dynamical analysis system. The associated variable in this research are food and land, while the free variable are in habitants, production, productivity, food needs, the variety of vegetation and weather. The simulation result describe that the developing of Indonesian is decreasing, however, absolutely the number of people will keep increasing and will constant (approaching zero) by the year of 2085 around 350 million people. The result of research shows that most of the community around the area of research are block makers, labor at plantation area, and fisherman. Only 5% who works at paddy (rice) field as farmers. They do not interest in because there are too much diseases (rats and pigs), low product and puso are often happened. The harvest level for rice plantation in research area are very low around 1,5-2 tons per acre. The result of simulation shows that the needs of plantation and field cannot be filled by the capability of harvest and field. The result of simulation shows that the limitation of field we own cannot fill the need of production. This gives effect to the our capability, that we become more relied on import from other countries. The number people prediction by 2044 will be more than 306 million people. To fill the need of food (rice) for Indonesian people, predictable the need of food by the same year around 57 million ton. Based on the prediction, 91,8 million ton product of rice are needed, That 20,1 million acre of land are needed. The result of simulation shows that our import is increasing, because the needs of rice and the agriculture product has bigger gap. Rice product in high-low land in Indonesia tends to decrease to double the production, four times in put of energy are need. The result of measurement at the chance level 70%. Shows that dry season in this area occurs in July-September. The duration of sun-ray maximum temperature is 32,6°C and minimum is 22,4°C. the annually average moist is 83,2% around 80,0% (September) and 85,3% (December). The air speeds various between 1,6km/hour (November) and 2,7 km/hour (January) with average 2,1 km/hour and according to Baufort scale, the wind speeds is included in "Rather-slow wind". Based on the result of weather adjusment shows that the research areas is very suitable (sl) for developing sago plantation. The result of research through observation, sago plantation are found in several different location. This reality ensures that the areas of research is suitable to be planted with sago. The result of research show that the water has been changing in downstream part river because of erotion in the upstream part of river. The research area generally very acid, around 5,30-5,87. The result of research show that flora and fauna in area of research is diverse, especially the rare fauna. The usage of the swamps have to keep the existence of biodiversity resources. Capability to product of 170 million ton dry aci was produced of 833 million harvested tree of 1.388 million tree. The sago was planted by 100 tress/acre are needs 14 million acre. In out sider, destined 20 million acre, that still able to develop in the future. The policy to decrease the consumption of rice is must be done, the result of simulation with policy of decreasing the consumption of rice, is 10% from the annual consumption and save the usage of land, till the year of 2065. From result and discussion, this research has conclusion as follows: 1. The use of wet land with paddy (rice) plantation to replace the rice land that have been conversed into non agriculture land cannot fill the needs of national food in the future. 2. Sago is environmental food plantation in wet land. 3. The usage of wet land with sago plantation by using forest system will be become food reservation in the future. Suggestion 1. More socialize the non-rice food resources, with the support of the development of food industry which use domestic food. 2. The development of food industry from sago as base material. 3. The policy of the usage of wet land for paddy (rice) plantation monoculturaly for future need to be reobserve. 4. To do a research about changing the sago into acceptable food material by using technology, as turn sago into rice made of sago.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victorius Manek
Abstrak :
Bagi sebagian masyarakat NTT khususnya Pulau Timor terjadi sistem ladang berpindah di masa lalu. Tatkala itu sistem perladangan berpindah merupakan suatu bagian budaya dalam kehidupan komunitas masyarakat di Desa Litamali, Sisi, dan Rainawe. Perladangan dapat diartikan sebagai cara bercocok tanam di atas suatu hamparan areal lahan tertentu terutama di daerah hutan rimba tropik, daerah-daerah sabana tropik dan subtropik. Sistem ladang berpindah adalah sistem perladangan dalam makna usaha yang dilakukan oleh manusia secara berpindah. Sistem perladangan berpindah merupakan akumulasi dari berbagai pengalaman melalui babak perjalanan waktu yang panjang, sebagai hasil penyaringan internal terhadap dinamika perubahan lingkungan. Semua jenis makhluk hidup, besar atau kecil, buas atau jinak, aktif atau tidak, menghadapi masalah pokok yang sama yakni masalah untuk bertahan hidup. Persoalan bertahan hidup menuntut suatu proses penyesuaian diri dari makhluk hidup terhadap lingkungan tempat hidupnya. Penyesuaian diri itu secara umum disebut adaptasi. Dalam konteks petani ladang, perubahan sistem perladangan berpindah membutuhkan adaptasi dari komunitas petani. Tuntutan adaptasi berkaitan dengan pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kebutuhan akan pangan serta peningkatan produktivitas lahan pada luas lahan yang sama. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi baru pertanian yang sekali lagi menuntut adaptasi petani juga. Contoh adaptasi masyarakat tradisional berburu dan meramu dapat dilihat dalam kehidupan suku Pygme, Bushmen, dan Negrito. Dalam kehidupan sehari-hari, suku Pygme, Bushmen, dan Negrito memperoleh pangan dengan meramu tanaman dan buah-buahan, madu dan hewan kecil. Konsekuensinya: a) gerak tinggal suku ini tidak pernah menetap, selalu mengikuti sumber-sumber persediaan pangan, b) pengetahuan dan teknologi yang dibuat lebih difokuskan pada upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan c) perpindahan terjadi ketika persediaan pangan di suatu wilayah tidak mencukupi kebutuhan lagi, sehingga perlu berpindah ke lokasi baru. Perilaku ini juga dimaknai sebagai awal mula adanya upaya adaptasi suatu komunitas masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan pangannya mengikuti siklus alam sehingga perlu berpindah-pindah. Tuntutan adaptasi terhadap ladang menetap menyebabkan adaptasi dari berbagai komponen kebiasaan sosial, seperti perubahan sistem perladangan berpindah menjadi menetap, interaksi sosial, interaksi dengan alam, pola kegiatan ekonomi lokal dan teknologi tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepadatan penduduk dan potensi lahan serta pengaruh teknologi baru pertanian terhadap adaptasi petani di Desa Litamali, Sisi, dan Rainawe Kabupaten Belu. Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi penduduk ketiga desa tersebut dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dari lima iingkungan untuk pengembangan pertanian bagi penduduk setempat. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode survai. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner dan wawancara. Penelitian dilakukan sejak bulan Maret - Juni 2003 di tiga (3) desa yaitu Desa Litamali, Sisi, dan Rainawe. Alasan memilih ke-3 desa tersebut secara purposive adalah, a) sistem perladangan berpindah dan ladang menetap masih dilaksanakan secara bersamaan; b) adanya perbedaan topografi yang nyata antar ketiga desa; (1) Desa Litamali terletak di dataran rendah; (2) Desa Sisi terletak di pegunungan; (3) Desa Rainawe terletak di pesisir pantai; dan c) ketiga desa ini mengalami perbedaan tekanan pertambahan penduduk akibat pertumbuhan alamiah dan migrasi masuk penduduk asal Timor Leste. Populasi dalam penelitian ini yakni Kepala Keluarga atau Rumah Tangga (RT) dalam wilayah Desa Litamali, Desa Sisi dan Desa Rainawe. Pengambilan sampel sebesar 10% atau sebanyak 91 KK dengan teknik acak sederhana. Data hasil penelitian, ditabulasi dan dianalisis untuk mengetahui pengaruh kepadatan penduduk terhadap potensi lahan dan pengaruh teknologi pertanian baru terhadap kemampuan petani. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: a) Petani di Desa Litamali mulai melaksanakan sistem perladangan menetap (86%), diikuti petani di Desa Rainawe (64%) sedangkan petani di Desa Sisi (63%) masih menerapkan sistem perladangan berpindah. b) Pengaruh teknologi baru pertanian terhadap adaptasi petani sebesar, 58% di Desa Litamali, 44% di Desa Sisi dan 50% di Rainawe. Konsekuensinya, terjadi perubahan komponen perladangan seperti, interaksi sosial, hubungan dengan alam, pola ekonomi lokal dan teknologi tradisional pertanian. Kesimpulan penelitiannya adalah, (1) sistem perladangan berpindah di Desa Litamali dan Rainawe mulai berubah menuju ladang menetap sedangkan desa Sisi walaupun menunjukkan adanya perubahan, namun petani masih melakukan sistem perladangan berpindah; (2) teknologi baru pertanian mulai digunakan petani dalam kegiatan berladang. ...... The Subsistence Farmers Adaptation toward Change of Shifting Cultivation System. (A Case Study on the Effects of Modernization on Traditional Agricultural in the Villages of Litamali, Sisi, and Rainawe, in Belu Residence)For some NTT people especially the Timorese, shifting cultivation was past of the culture particularly at the Litamali, Sisi and Rainawe villages. This Cultivation as a fanning mode was practiced in particular areas e.g., in tropical areas, savanas and subtropical areas. The shifting cultivation system is an agricultural effort no a resuet of accumulated experiences through a long journey of time being a human decision after internal selection to the dynamics of environmental changes. All creatures living in large or small groups, wild or tame, active or non-active, face an the same problems, after for survival. This demands for the ability of adaptation process to each habitat. The adaptation is an in born and continuous process. In the uninigated agricultural farmers context, the change of shifting cultivation into system a caused an adaptation on the farmers side an of causes of change was the population growth, which increased demand an food needed and this demanding increased land productivity of the same land area. Therefore, the into an intervention agricultural of new technologies needed the farmers adaptation. The example of traditional community adaptation started at the hunting and collecting could system such as be seen in the Pygme, Bushmen, and Negrito tribes. Daily, the Pygme, Bushmen and Negrito tribes obtained their food by collecting plants and fruits, honey and tiny animals. Consequently, a) the dwelling-movement of these tribes continued, always following the food supply sources; b) the knowledge and technology was therefor more focused on fulfilling their food needs and; c) the movement occured when the food supply in a region was short which therefore caused them to move to the other area. This behavior was also explained as the initial presence of adaptation effort of a local community to meet their food demand, by following the cycle of nature which kept them moving. The uninigated agricultural adaptation cause a change to the shifting custom thus changing some social habit components to the related shifting cultivation technique; such as the change in social relations, interaction with nature, local economic activities and the change from traditional to modem technology. This study aims at to analyzing the effects of population growth to the potentialities of the land and the impact of new agricultural technology y intervention as adaptation to the shifting cultivation habits in the Litamali, Sisi, and Rainawe villages, Belu district. his study hopes to be access of benefit to the local population by using knowledge on Environmental Sciences for agricultural purposes. This is a descriptive study using survey methods and instruments. As technique of data collection was used questionnaires, interviews and the use of some related secondary data. The study was executed between July 2002 and June 2003 in the three (3) villages being Litamali, Sisi and Rainawe. The reason selecting there three villages in Belu were: a) both in the unirrigated agricultural land, two cultivation system the sedentary and shifting cultivation systems; b) each are still being used e.q. village have different in topographic characteristics - (1) Litamali is located on the low lands, (2) Sisi is located on the mountain slope, (3) Rainawe is on the shores - and c) each village has their different population density caused natural population growth, in migration from Timor Leste. In this study, population means households represented by family head of the villages Litamali, Sisi village, and Rainawe. The chosen sample 10% from population or 91 households, decided by using the simple random sampling method. Moreover, data of this study were tabulated and analyzed by cross tabulation population growth and their potential land and also correlation between the use of the new agricultural technology to the farmers ability as replected by the change process shifting to sedentary cultivation. The study result showed that:
a) 86% of the Litamali respondents and 64% of the Rainawe respondents, concluded that they starting to go for permanent cultivation, although, 63% the farmers of the Sisi village prefer to go on the shifting cultivation system.
b) The conclution between of new agricultural technology to the fanner adaptation change was 58% respondents an the Litamali village, 44% an the Sisi and 50% the Rainawe village. Consequently, the some changes in cultivation components have in fluence social interaction, correlated to local custom, the local economic pattern and the traditional agricultural technology. Conclusions of this study are (1) the shifting cultivation system in Litamali, and Rainawe at the moment is beginning to changed settled cultivation system; cartrang farmers the Sisi village are still using the shifting cultivation system (2) the new agricultural technology is used by farmers in cultivation activity.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11867
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Marihot H.
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan di PT.Perkebunan Nusantara XI, Surabaya, Jawa Timur,dengan menggunakan metode deskriptif analisis, studi kasus. Pengambilan sample dilakukan dengan metode pemilihan sample (berdasarkan kebutuhan). Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur, dokumen, dan kuisioner. Untuk menentukan variable yang mempengaruhi produktivitas pertanian tebu, dilakukan penelitian terhadap empat faktor yang mempengaruhi produktivitas pertanian tebu yaitu : rendemen, produktivitas tebu, luas lahan, dan kebijakan pemerintah. Keempat faktor ini diuji melalui metode uji AHP. Hasil menunjukkan, bahwa dominan dalam mempengaruhi produktivitas pertanian tebu di PT. Perkebunan Nusantara XI adalah faktor kebijakan pemerintah (46,2 %), faktor luas lahan 0 9,6 %), faktor rendemen (17,8 %) dan produktivitas tebu (16,4 %). Hasil synthesis from goal pengolahan Expert Choice menunjukkan bahwa 61,3% menyatakan pabrik dipertahankan, dan 38,7 % memandang perlunya realokasi pabrik, dengan inconsistency ratio 6%. Dari perspektif ketahanan nasional peran pertanian tebu sangat strategis, dimana terdapat 12,5 juta kk yang menggantungkan hidupnya dari industri gula, sumbangan yang diberikan komoditas ini bagi PDB mencapai Rp. 5,7 trilyun produksi nasional hanya 1,7 juta ton sedangkan tingkat kebutuhan adalah 3 juta ton. Oleh karena itu pemerintah perlu mengkaji strategi pengembangannya.
The research was performed at PT Perkebunan Nusantara XI, Surabaya, East Java. By using the analysis descriptive case study method. Samples were taken by using the method of selective sampling (according to the needs). The technical of data were obtained from detailed examination of literatures, documents and questionnaires. To determine the variables that influence the productivity of sugar cane agriculture 4 factors have been used, namely the sugar cane productivity, the land area and government policy. These 4 factors were examined by Al-IP menthol. The dominant factors that influence productivity of the sugar cane agriculture after the examination in PT. Perkebunan Nusantara XI are as follows government policy 46,2%, land area 19,6%, sucrose content of sugar cane 17,8% and sugar cane productivity 16,4%. The result of the synthesis from goal of expert choice shows that of the respondents suggests the factory not to be would and 38,7% suggests the reallocations of the factory with the inconsistency ratio of 6%. From the national resilience perspective, sugar cane agriculture plays a strategic role 12,5 million families defends their source of living on the industry. The contributions of this commodity to SDB has reached Rp. 5,7 trilyun; national production is 1,7 ton while domestic demand is 3 million tons. Since the government needs to study its development strategy.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11874
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malik Ibrochim
Abstrak :
Telah dilakukan analisis tekno-ekonomi desain konfigurasi ladang angin (wind farm) dan perhitungan feed in tariff (FiT) di Indonesia dengan metoda simulasi menggunakan software WAsP. Pada penelitian ini, data iklim angin yang digunakan adalah hasil pengamatan langsung selama 1 tahun yaitu dari 2006 sampai 2007 pada ketinggian 50 meter. Penentuan luas wind farm berdasarkan penilaian potensi energi angin skala mikro berupa peta potensi energi angin. Analisis teknis dilakukan terhadap 15 turbin angin kapasitas 500 kW, 600 kW dan 750 kW dengan spesifikasi berbeda yang memiliki nilai CF 20%-40%. Konfigurasi wind farm dikombinasikan berdasarkan jarak spasi antar turbin angin vertikal 3D×5D dan horisontal 4D×9D. Analisis ekonomis dilakukan terhadap perhitungan biaya dan finansial menggunakan 2 metoda discount rate berbeda termasuk perhitungan Feed in Tariff (FiT) dan desain FiT untuk energi angin sesuai potensinya di beberapa lokasi berbeda di Indonesia. Konfigurasi wind farm yang terbaik adalah 4D×9D menggunakan turbin angin kapasitas 750 kW sejumlah 92 unit dengan nilai CF 26% dan harga jual energi listrik dengan menggunakan 2 metoda discount rate yaitu masing-masing sebesar 0,19998 $/kWh dan 0,14550 $/kWh. Metoda perhitungan biaya dan finansial menggunakan metoda AWCCreal sebagai discount rate menghasilkan harga jual yang lebih murah namun metoda AWCCnominal menawarkan waktu kembali modal yang lebih cepat. Berdasarkan asumsi-asumsi yang digunakan, nilai FiT untuk wind farm adalah berkisar antara 0,08967 $/kWh - 0,09293 $/kWh (AWCCnominal) dan 0,04968 $/kWh - 0,05148 $/kWh (AWCCreal). Sedangkan nilai FiT untuk PLTB di Indonesia berkisar antara 0,045 $/kWh - 0,430 $/kWh dengan nilai CF berkisar antara 10,64% - 37,9% untuk range kapasitas 500 kW hingga diatas 2 MW. ...... Techno-economic analysis of wind farm configuration design and Feed in Tariff (FiT) calculation in Indonesia using WAsP simulation software has done. The wind data that being used is observed during 2006 to 2007 at 50 meters height. Wind farm area is determined based on wind resources assessment in the form of wind potential map. The technical analysis performed on 15 units wind turbine capacity of 500 kW, 600 kW and 750 kW with different specifications that have a CF value of 20% - 40%. Wind farm configuration is combined based on 3D ×5D for vertical axis and 4D ×9D for horizontal axis. The economic analysis is also conducted on the calculation of costs and financial using 2 different discount rate methods including feed in tariff calculation and the design of FiT for wind energy according to the potential of wind energy in several different locations in Indonesia. The best wind farm configuration is 4D ×9D using 92 units wind turbine with 750 kW capacities that has 26% CF value and the sales energy prices using 2 discount rate methods are 0.19998 $/kWh and 0.14550 $/kWh. The method of cost and financial wind farm calculation are using AWCCreal as discount rate results the cheapest selling price but AWCCnominal method offering a faster payback period. Based on the assumptions those used to FiT calculation, the values obtained for the wind farm is in the range between 0.08967 $/kWh ? 0.09293 $/kWh (AWCCnominal) and 0.04968 $/kWh ? 0.05148 $/kWh (AWCCreal). While the FiT value wind turbine (wind power plant) in Indonesia is in the range between $ 0.045 / kWh - $ 0.430 / kWh with CF values ranged between 10.64% - 37.9% for the range of capacity 500 kW to above of 2 MW.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30377
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suwati Kartiwa
Abstrak :
Maksud dan tujuan penelitian. Maksud dan tujuan penulis membuat suatu ichtisar yang analisis sosiologis mengenai perkembangan hubungan diantara kaum buruh dan majikan diperkebunan. Dalam karya tulis ini, penulis akan menund jukkn bah_wa hubungan ditindjau garis besarnja telah berubah dari hubungan yang asimetris kearah hubungan yang simetris atau dari hubungan yang dishamonis kearah hubungan yang lebih harmonis. Untuk mewudjudkn tudjuan tersebut penulis akan mengana1isa hubungan kerdja pada umum, perkebunan teh Kertasari, Pengalengaa, Bandung-Selatan, D jawa-Barat, baik set j ara sindhronie maupruu diachronic diruulai dart achir abed 19 sampai pada waktu Metodo nenelitian. Peuelitian perkembangaa hubungan kerdja ma-ea lacapau pada umu mj a di P. Dj awa, diperoleh dart data-data tertulia sed j arch dengan nelakukan research perpustekaan dan untuk meneliti perkecnbangan. aampai mass kini diperoleh dengan menggunakan metode interplu terpimpin kepada tokoh-tokoh pimp& nan organisasi buruh dilingkumgan perkebunan dan orang-orang petting dilingkungan Departemen Tenaga Kerdja. Selain itu dju_ga didalam meneliti aalah satu ged j ala dalam hubungan. kerdja
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1971
S12904
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kay, Ronald D.
New York: McGraw-Hill, 1994
630.68 KAY f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: McGraw-Hill, 1957
636 BRE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yang, W.Y.
Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations , 1968
631.1 YAN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kay, Ronald D.
Singapore : McGraw-Hill, 2012
630 KAY f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Agus Murtidjo
Yogjakarta: Kanisius, 1995
R 636.003 BAM k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>