Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Nur Ma’rifati Umi Hani
"Dataran tinggi Ciwidey merupakan Kawasan Agropolitan yang terdapat perbedaan wilayah di antara kedua karakteristik kampung. Perbedaan tersebut dapat memengaruhi kondisi aset penghidupan rumah tangga petani. Rumah tangga petani yang terlibat dalam mata pencaharian tentunya memiliki keberagaman aset penghidupan dan tekanan yang mengancam mata pencahariannya. Adanya tekanan tersebut mengharuskan rumah tangga petani padi sawah malakukan strategi penghidupan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kepemilikan aset dan pilihan strategi penghidupan rumah tangga petani padi sawah, dengan menganalisis kondisi aset dan strategi penghidupan berdasarkan karakteristik rumah tangga pada karakteristik kampung yang berbeda. Penelitian ini dilakukan terhadap 162 responden untuk mengetahui kepemilikan aset dan strategi penghidupan rumah tangga. Analisis kepemilikan aset menggunakan pentagon aset pada Sustainable Livelihood Approach (SLA). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi kepemilikan aset berbeda di kampung terbuka dan kampung tertutup. Jumlah tenaga kerja dalam rumah tangga berperan dalam pengelolaan aset tersebut untuk kemudian berstrategi. Hal ini menjadikan tipologi rumah tangga ini akan mempengaruhi bagaimana besaran kondisi asetnya. Pilihan strategi yang lebih lengkap akan menguatkan pemahaman bahwa aset sosial dan manusia signifikan pada keragaman strategi penghidupan rumah tangganya.
Abstrak Berbahasa Inggris: The highlands of Ciwidey are an agropolitan area that has different areas between the two characteristics of the village. The Differences in the characteristics of the village can affect the condition of the livelihood assets of the farmers household. Farmers household involved in livelihoods certainly have a variety of livelihood assets and have pressures that threaten their livelihoods. The existence of these pressures requires a lowland rice farmers household to carry out livelihood strategies. This study aims to determine the condition of asset ownership and the choice of livelihood strategies for lowland rice farmers households, by analyzing asset conditions and livelihood strategies based on household characteristics in different areas of the village characteristics. This study was conducted on 162 respondents to determine livelihood assets and household livelihood strategies. Livelihood assets analysis uses the asset pentagon in the Sustainable Livelihood Approach (SLA). The results of this study indicate that the condition of livelihood assets is different in open villages and closed villages. The number of workers in the household plays a role in managing these assets for later strategies. This makes the household typology will affect how much the condition of livelihood assets. A more complete choice of strategies will strengthen the understanding that social and human assets are important in the diversity of household livelihood strategies."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Galih Wening
"Sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian SDGT merupakan elemen peting untuk pemenuhan kebutuhan pangan manusia. Oleh karena itu maka negara-negara sepakat untuk membuat perjanjian mengenai pengelolaan SDGT, yaitu International Treaty Plant Genetic Resources for Food and Agriculture ITPGRFA. ITPGRFA merupakan pengaturan utama bagi pengelolaan SDGT. Salah satu hal penting yang diatur terdapat dalam pasal 9 mengenai Hak Petani. Ada 4 poin terkait dengan hak petani, yaitu perlindungan pengetahuan tradisional terkait dengan SDGT, hak petani di dalam pembagian keuntungan yang adil terhadap pengelolaan SDGT, hak petani untuk ikut berpatisipasi di dalam pengambilan keputusan di tingkat nasional yang terkait dengan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dan hak petani untuk menyimpan, menggunakan, menukar dan menjual bibit.
Dalam banyak kasus seperti dalam kasus Beras Basmati, Jagung Kediri, Talas Hawai rsquo;i dan Industrialisasi Gandum di India, petani sangat dirugikan berkaitan dengan haknya untuk menggunakan kembali bibit karena terkendala dengan paten dan sertifikasi. Indonesia sudah seharusnya Indonesia mengiplementasikan hak petani di dalam hukum nasional karena telah melakukan ratifikasi ITPGFRA. Skripsi ini menganalisis mengenai kesenjangan yang terjadi antara pengaturan internasional dan pengaturan nasional Indonesia mengenai hak petani terkait dengan SDGT dan melihat apa yang dapat dilakukan untuk melindungi Hak petani. Analisis akan dilakukan dengan studi kepustakaan, membandingkan Instrumen Internasional dengan peraturan nasional terkait SDGT, serta wawancara. Hasil dari penelitian adalah bahwa Indonesia belum mengakomodir Hak Petani terkait SDGT.
Plant genetic resources for food and agriculture PGRFA is an important element for the fulfillment of human food needs. Therefore, many countries have agreed to endorse and enforce the agreement about PGRFAs management. The agreement is International Treaty Plant Genetic Resources for Food and Agriculture ITPGRFA. ITPGRFA is the main regulation for PGRFA, with one particular specified regulation is set forth in article 9 about Farmers'Rights. There are 4 points related to Farmers Right protecting relevant traditional knowledge, making provision for farmers to participate in benefits sharing derived from their use, ensuring the right of farmers to participate in national decision making processes related to the conservation and use of plant genetic resources, and rights of farmers to save, use, exchange and sell farm saved seeds and propagating materials. In many cases such as the cases of Basmati Rice, Kediri corn, Hawai'ian Taro, and industrialization of wheat in India, all of which were very disadvantageous for many farmers because of patents. Indonesia has ratified ITPGRFA, and therefore Indonesia should have already been implementing the Farmers Right in national law. This thesis discusses the gap of international's instrument and Indonesia national law related to Farmers Right for PGRFA, and suggests what can be done to protect Farmers Right, and written through literature studies, comparative study approach between international instrument and national law, and interviews. The result of the research, that Indonesia has not accommodated Farmers Right related to PGRFA."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jocelyn Aprilia
"Diawali dengan perkembangan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual terhadap varietas tanaman, kontribusi petani dalam pelestarian dan pengembangan varietas tanaman mulai diakui oleh komunitas internasional. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan hak petani dalam melakukan kegiatan pengembangan varietas tanaman. Diskusi-diskusi mulai dilakukan di forum-forum FAO sejak tahun 1986 hingga tahun 2001, ketika diadopsinya the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture, yang salah satu pasalnya mengatur mengenai aspek-aspek hak petani yang perlu dilindungi. Namun, selain dari sifat perlindungan hak petani yang berbeda dengan hak pemulia tanaman, pelaksanaan dari hak tersebut sepenuhnya bergantung kepada pemerintah nasional. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan untuk meneliti penerapan perlindungan hak petani, khususnya di Indonesia, India, dan Brazil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia dan Brazil belum memiliki peraturan nasional yang memadai untuk melindungi hak petani, padahal kedua negara tersebut telah membentuk peraturan yang komprehensif untuk perlindungan hak pemulia tanaman. Sedangkan India memiliki peraturan yang lebih komprehensif, dengan penggabungan peraturan perlindungan hak petani dan pemulia tanaman. Walaupun pelaksanaan tidak sepenuhnya bergantung kepada peraturan, namun peraturan yang komprehensif dalam melindungi hak petani dapat meningkatkan efektivitas implementasinya. Hal ini tergambar dari perbedaan penyelesaian kasus antara perusahaan-perusahaan besar dengan petani di India dan di Brazil.
Started with the development of Intellectual Property Rights on plant varieties, the contribution of farmers in preserving plant varieties began to be recognized by the international community. Therefore, it was deemed necessary to protect farmers’ rights in developing plant varieties. Discussions began to take place from 1986 to 2001, when the International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture was adopted, one of which regulates the aspects of farmers’ rights that need to be protected. However, apart from the different nature of farmers’ and plant breeders’ rights, the implementation of these rights is entirely dependent on the national government. The author uses a juridical-normative research method with literature studies to examine the implementation of farmers’ rights, particularly in Indonesia, India, and Brazil. This research concludes that even though Indonesia and Brazil have established comprehensive regulations on plant breeders’ rights, both countries have not created adequate regulations to protect farmers’ rights. India, on the other hand, has more adequate regulation to protect both farmers’ and breeders’ rights. Although the implementation of a certain regulation does not entirely dependent on the regulation, comprehensive regulations to protect farmers’ rights can increase the effectiveness of the implementation. This is illustrated by the different outcomes of cases between large companies and farmers in India and Brazil. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library