Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tanjung, M. F. Conny
Abstrak :
Hingga saat ini kejang demam masih merupakan tipe kejang yang paling sering ditemukan pada masa kanak-kanak Dua sampai 5% anak pernah mengalami suatu serangan kejang demam sebelum usia 5 tahun. Meskipun serangan kejang tersebut biasanya hanya berlangsung beberapa menit namun serangan tersebut amat menakutkan dan mengkhawatirkan orangtua. Setelah kejang dapat teratasi akan timbul pertanyaan apakah kejang dapat berulang, apakah akan terjadi epilepsi di kemudian hari, bagaimana dengan perkembangan dan kecerdasan anak tersebut? Tidaklah mengherankan kejang demam merupakan fokus penelitian yang intensif. Secara umum kejang demam diklasifikasikan dalam dua kelompok yakni kejang demam sederhana (KDS) dan kejang demam kompleks (KDK). Kejang demam diklasifikasikan sebagai KDK bila kejang demam berakhir lebih dari 15 menit atau bersifat fokal atau terjadi kembali dalam 24 jam. Di luar kriteria tersebut, ia diklasifikasikan dalam KDS. Data-data dari penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa KDS, bentuk terbanyak dari kejang demam, umummya mempunyai perjalanan alamiah yang benign sehingga tampaknya tidak dibutuhkan usaha-usaha preventif untuk mencegah dampak jangka panjangnya. Hal yang serupa tidak berlaku untuk KDK yang memiliki insidens sebesar 27 - 37% dari seluruh kejang demam. Dari berbagai penelitian diketahui bahwa KDK mempunyai hubungan erat dengan berulangnya kejang demam dan timbulnya epilepsi. Pengobatan profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang demam dan epilepsi pasca-KDK juga masih menjadi kontroversi hingga saat ini, meskipun profilaksis harian jangka panjang tidak lagi direkomendasikan untuk diguna kan secara rutin. Mengingat kedua implikasi tersebut, penting bagi kita untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor prognosis yang mempengaruhi berulangnya kejang. Sepanjang pengetahuan kami, hingga kini belum didapatkan penelitian terpublikasi yang membahas tentang faktor-faktor prognosis untuk berulangnya kejang demam setelah kejang demam kompleks pertama. Penelitian yang ada saat ini menggabungkan faktor-faktor prognosis untuk berulangnya kejang demam pasca-KDS dan KDK. Untuk memperoleh data yang disebutkan di atas diperlukan pengamatan terhadap sejumlah besar subyek dalam waktu yang lama. Sebagai langkah awal, penelitian ini akan mengumpulkan berbagai karakteristik pasien KDK serta faktor-faktor prognosis untuk berulangnya kejang demam atau timbulnya epilepsi pasca-KDK. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: a) Bagaimanakah karakteristik demografis (usia, jenis kelamin) dan klinis (jenis kejang, lama kejang, frekuensi kejang, riwayat kejang demam dalam keluarga, riwayat epilepsi dalam keluarga, durasi antara demam hingga timbulnya kejang, suhu saat KDK I, adanya gangguan perkembangan atau kelainan neurologis sebelum kejang) dari pasien KDK pertama di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) ? b) Berapakah angka kejadian berulangnya kejang demam setelah KDK pertama dalam penelitian ini? c) Berapakah angka kejadian epilepsi setelah KDK pertama dalam penelitian ini? d) Apa sajakah yang menjadi faktor prognosis untuk berulangnya kejang demam berdasarkan karakteristik yang tersebut dalam butir a) tersebut? Pasien KDK pertama yang memiliki gangguan perkembangan, usia awitan sebelum dua tahun, suhu yang rendah saat KDK pertama, riwayat kejang demam dalam keluarga, riwayat epilepsi dalam keluarga, dan durasi yang singkat antara demam hingga timbulnya KDK pertama mempunyai kemungkinan berulangnya kejang demam yang lebih besar dibandingkan dengan pasien KDK pertama yang tidak memiliki faktor prognosis tersebut di atas. Tujuan umum penelitian untuk mengetahui faktor-faktor prognosis untuk berulangnya kejang demam pasca-KDK. Tujuan khusus penelitian mendapatkan karakteristik demografis dan klinis dari pasien yang mengalami KDK pertama yang berobat di R.SCM, mendapatkan angka kejadian berulangnya kejang demam setelah KDK pertama, mendapatkan angka kejadian epilepsi setelah KDK pertama, mengetahui faktor-faktor prognosis untuk berulangnya kejang demam.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djap Hadi Susanto
Abstrak :
Insidens kejang demam pada anak-anak cukup tinggi yaitu antara 2,2%-9,8% dan sekitar 3% anak-anak sebelum umur 5 tahun akan mengalami paling sedikit satu kali serangan kejang demam. Penyebab pasti terjadinya kejang demam pada anak sampai saat ini belum diketahui. Kejang demam pada anak dapat menimbulkan komplikasi antara lain paralisis, penurunan kecerdasan maupun kerusakan sel-sel neuron otak yang permanen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya masalah kejang demam dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam pada anak umur 1-72 bulan di RS Husada periode Januari Desember 1999. Melalui studi potong lintang (cross sectional) didapatkan sebanyak 418 orang pasien yang berumur 1 bulan s/d 72 bulan yang mempunyai gejala demam (suhu rektal ≥38°C). Hasil studi memperlihatkan faktor jenis kelamin dengan OR= 1, 7946 (95% CI; 1,0011-3,2170) dan riwayat kejang dalam keluarga dengan OR=3,6509 (95% CI; 1,9438-6,8575) berhubungan secara bermakna. Faktor-faktor yang tidak bermakna adalah umur, berat badan lahir, umur kehamilan (prematuritas) dan cara persalinan. Dengan pertimbangan epidemiologis faktor umur kehamilan dimasukkan pada model akhir karena faktor ini sangat penting dalam memprediksi terjadinya kejang demam pada anak-anak. Disarankan kepada para orang tua pasien yang anaknya mempunyai faktor risiko yaitu jenis kelamin laki-laki, lahir prematur serta mempunyai riwayat kejang dalam keluarga agar melakukan konsultasi dengan dokter untuk mencegah terjadinya kejang demam di kemudian hari. Kepada para peneliti agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tingginya angka kejadian kejang demam dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian kejang demam dengan disain lain dan jumlah sampel yang lebih besar. Kepada pemerintah disarankan agar jenis kelamin anak, prematuritas dan riwayat kejang keluarga dapat dijadikan sebagai indikator dalam program screening terhadap penyakit kejang demam.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivaldo
Abstrak :
Latar Belakang: Kejang demam adalah jenis kejang tersering pada anak-anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merumuskan Rekomendasi Tata Laksana Kejang Demam pada tahun 2016 demi tercapainya tata laksana yang adekuat. Tujuan:Mengevaluasi implementasi Rekomendasi Tata Laksana Kejang Demam IDAI 2016 dan variabilitas tata laksana kejang demam oleh dokter spesialis anak di Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan instrumen kuesioner secara daring selama September-Oktober 2020. Responden penelitian ini adalah dokter spesialis anak anggota IDAI. Jawaban terkait kejang demam sesuai dengan rekomendasi diberikan nilai 1 dan jawaban tidak sesuai diberikan nilai 0 dengan rentang nilai yang mungkin 0-34,00. Hasil : Didapatkan 181 responden dengan rerata skor 22,6 ± 7,12 dengan median 21,00 dan rentang 7,00-34,00. Komparatif median skor kelompok usia <60 tahun adalah 22,00 dan >60 tahun adalah 17,50 (p=0,007), kelompok yang lulus ≤10 adalah 22,00 dan >10 tahun adalah 20,00 (p=0,078), lokasi praktik RS adalah 21,00 dan klinik/praktik pribadi adalah 19,00 (p=0,250), jumlah pasien kejang demam perbulan 0-5 (20,00), 6-10 (22,00), >10 (23,00) (p=0,187), pernah kuliah/sosialisasi rekomendasi adalah 22,00 dan tidak pernah adalah 20,00 (p=0,109), dan lokasi kerja kabupaten adalah 22,00 dan kotamadya 21,00 (p=0,853). Simpulan: Terdapat perbedaan tatalaksana yang signifikan antara responden kelompok usia <60 tahun dan >60 tahun, tetapi tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok lainnya. ......Background: Febrile seizure is the most common type of seizure in children. The Indonesian Pediatric Association (IDAI) formulated Recommendations for Fever Seizure Management in 2016 in order to achieve adequate management. Objective: To evaluate the implementation of the 2016 IDAI Fever Seizure Management Recommendations and the variability in the management of febrile seizures by pediatricians in Indonesia and the factors that influence it. Methods: This study was a cross-sectional study using an online questionnaire instrument during September-October 2020. The respondents of this study were IDAI member pediatricians. Answers regarding management of febrile seizsures in accordance with the recommendations are given a value of 1 and inappropriate answers are given a value of 0 with a possible value range of 0-34.00. Results: There were 181 respondents with a mean score of 22.6 ± 7.12 with a median of 21.00 and a range of 7.00-34.00. The comparative median score for the age group <60 years was 22.00 and> 60 years was 17.50 (p = 0.007), the group passing ≤10 was 22.00 and> 10 years was 20.00 (p = 0.078), location Hospital practice is 21.00 and clinic / private practice is 19.00 (p = 0.250), the number of patients with febrile seizures per month is 0-5 (20.00), 6-10 (22.00),> 10 (23.00). ) (p = 0.187), the time to study / socialization of recommendations was 22.00 and never was 20.00 (p = 0.109), and the regency work location was 22.00 and the municipality was 21.00 (p = 0.853). Conclusion: There are significant differences in treatment between respondents in the age group <60 years and> 60 years, but there is no significant difference between other groups.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library