Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
Fiorentika Lasty
"Dalam sinema horor, gagasan tentang monster membangkitkan rasa takut dan/atau jijik yang diproyeksikan kepada sesosok figur monster yang dibentuk oleh narasi, yang seringkali adalah seorang ibu. Skripsi ini menjelaskan akar dari kecenderungan tersebut melalui kajian terhadap representasi ibu dalam film Perempuan Tanah Jahanam (2019) oleh Joko Anwar sebagai proyek Estetika Kriminologis. Melalui kerangka sistematis feminist Stylistics yang dirumuskan oleh Sara Mills (1995), perspektif Feminisme Matrisentris digunakan untuk menafsirkan visual film dengan sensitivitas terhadap peran keibuan, sementara implikasi mendalam dibaliknya dibedah melalui teori Spectatorship untuk memahami bagaimana film ini mengonstruksikan pandangan penonton terhadap karakter-karakter ibu. Temuan penelitian ini menyoroti kompleksitas film horror dalam menavigasikan dan mempertahankan prasangka masyarakat terhadap sosok ibu, dan pada akhirnya ditemukan bahwa representasi ibu dalam film berfungsi untuk meredakan kecemasan penonton terhadap gagasan ‘ibu’ sekaligus mengabaikan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh ibu untuk memproses kecemasan mereka.
Within the horror cinema, the notion of the monstrous arouses fear and/or disgust projected onto a designated monster figure, often a mother. This thesis aims to explain the root of that tendency by examining the representations of mothers in the film Perempuan Tanah Jahanam (2019) by Joko Anwar as a project of Criminological Aesthetics. Through the systematic framework of Feminist Stylistics formulated by Sara Mills (1995), the immediately discernible images are assessed through Matricentric Feminist perspective so as to form a sensible perception of the maternal roles, while the deeper implication behind it is dissected by uncovering the relationship between the image and the audience through the theory of Spectatorship. The findings of this research shed light on the intricate patterns in which maternal horror film navigates and reinstates societal preconceptions of motherhood and concluded that the representation of mothers in films ultimately functions to diffuse the spectator’s anxiety about the idea of mothering while abandoning what actual mothers need to dissolve theirs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ryan Fajar Febrianto
"Melalui studi kasus kepada Gerakan Aliansi Laki-Laki Baru, tujuan penelitian ini adalah menganalisis posisi gerakan laki-laki pro-feminis dalam konstelasi gerakan perempuan. Pendekatan penelitian kualitatif dilakukan melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan analisis data sekunder. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa aktivisme laki-laki yang tergabung dalam ALLB mengalami perdebatan karena dianggap berpotensi mendominasi agenda dan pesaing bagi gerakan perempuan. Strategi yang dibangun oleh ALLB, dengan mengalihkan tawaran pendanaan program kepada organisasi perempuan hingga menjadi forum komunikasi organisasi perempuan menunjukkan bentuk ALLB sebagai sistem pendukung. Politik refleksi atas maskulinitas hegemonik dilakukan untuk membangun citra baru laki-laki dan mengubah perilaku dan perspektif laki-laki.
Throughout case study on Aliansi Laki-Laki Baru Movement, the purpose of this study is to analyze pro-feminist movement's position in accordance to women's movement. The qualitative approach is applied through a detailed data collection which is in-depth interviewing and analyzing secondary data. This research shows that men's activism through ALLB is facing a deliberative situation where pro-feminism movement has been potentially seen as a threat to women's movement domination and as opposition of women's organization's funding. Certain strategies through diverting program funding offers to women's organizations until it becomes a communication forum for women's movements indicate ALLB's form as a supporting system. The politics of reflection of hegemonic masculinity is developed to build new images for men and changing men's attitude and perspective. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55601
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Afira Cahya Madina
"Pada masa Soviet, perempuan berada dalam posisi inferioritas, yang tergambar di dalam karya-karya sastra Rusia. Kaum perempuan Rusia sebagian besar memiliki peran sebagai pekerja dan ibu rumah tangga. Masa Soviet menyimpan banyak kenangan termasuk bagi sebagian kaum perempuan yang pernah hidup pada masa tersebut. Elena Chizhova membagikan pengalamannya ketika ia hidup di masa Soviet melalui novelnya Время Женщин (Vremia Zhenshchin) ‘Waktu Tentang Perempuan’. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana citra perempuan pada masa Soviet digambarkan melalui tokoh perempuan dalam novel Время Женщин (Vremia Zhenshchin). Penelitian kualitatif ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan intrinsik dan ekstrinsik. Teori yang digunakan yaitu sosiologi sastra dan kritik sastra feminis.
During soviet regime, women were put in a very inferior position, where it had been portrayed in several Russian literatures. Women mainly only had two roles, factory workers and housewives. Soviet era stored so many memories especially for women who lived throughout the era. Elena Chizhova shared her experience as a fellow woman who lived in that time through her novel Время Женщин (Vremia Zhenshchin) ‘“Time of Women”. The main problem of this research is how women image during Uni Soviet era is defined through women characters in Время Женщин (Vremia Zhenshchin). This qualitative research used descriptive method as well as intrinsic aproach and extrinsic approach. The theory applied here is sociology theory and critic of feminist literature."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
El-Saadawi, Nawal
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006
910.41 ELS p
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
John Tondowidjojo, 1934-
Surabaya: Yayasan Sanggar Bina Tama, 1994
920.72 JOH m
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Yusnan Hadi Mochtar
"Perempuan ulama dapat disebut sebagai aktor non negara dalam kajian Hubungan Internasional. Secara lebih spesifik, mereka termasuk dalam kaum feminis Islam karena adanya prinsip keadilan gender yang dijunjung dalam mengadvokasi hak perempuan. Tesis ini menganalisis dua hal yakni mekanisme advokasi oleh perempuan ulama progresif dan tantangan yang dihadapi mereka untuk konteks Indonesia. Dalam menganalisis mekanisme advokasi yang dilakukannya, peneliti menggunakan kerangka konseptual jaringan feminis transnasional berupa politik informasi, simbolik politik, leverage politic, dan akuntabilitas politik. Pada konteks politik informasi, peneliti menemukan penggunaan teknologi komunikasi dan informasi seperti internet sebagai alat dalam mengedukasi nilai-nilai hak perempuan. Pada level simbolik politik, tokoh perempuan Muslim salah satunya seperti Aisyah digunakan oleh perempuan ulama Indonesia untuk mengadvokasi nilai kesetaraan perempuan dalam dunia politik. Selain politik informasi dan simbolik politik, para aktivis juga menggunakan strategi leverage dan akuntabilitas politik sebagai bentuk penggalangan dukungan dari organisasi internasional maupun forum dunia dalam upaya advokasi hak perempuan. Meskipun dukungan hadir dari berbagai pihak, tantangan tetap dihadapi oleh perempuan ulama. Peneliti menemukan tiga tantangan yakni adanya peningkatan kekuatan kelompok Muslim konservatif yang cenderung menolak prinsip keadilan gender, ketidakmampuan pemerintah dalam membuat kebijakan pro perempuan, serta adanya stereotipe buruk dari sebagian kalangan mengenai nilai kesetaraan perempuan. Sebagai aktor non negara, perempuan ulama progresif menjadi menarik untuk diteliti. Adapun beberapa alasannya adalah sebagai kritik terhadap kajian HI yang cenderung state centric dan abai terhadap perempuan dan isu moralitas, serta untuk mengisi kekosongan literatur pada isu jaringan advokasi transnasional yang cenderung sekular.
Women ulama is one of non-state actor in International Relations. For more specific, women ulama could be categorized as Islamic feminist because upholds gender equality value within Islam as a strategy to advocate womens rights. This research analyses two things. First, on how they advocate womens rights in Indonesia through transnational advocacy networks perspective. Information politics, symbolic politics, leverage politics, and accountability politics are used by them to pursue their goal. In term of information politics, the role of technology such as internet is significant to disseminate gender equality value. Symbolic politics refers to how women ulama use some women figures in politics to narrate that they have equal capability in leadership and public sphere. Meanwhile leverage and accountability politics refers to transnational networking between women ulama Indonesia some international organizations and world forum to gain more power and support. Even though they gain support, we could not negate the challenges. First, the emerging of conservative Islamic populism in any part of the world that affects Indonesia. It does not only threaten democracy but also the value of gender equality. Second, the lack of political will coming from Indonesian government to promotes womens rights. Third, the presence of bad stereotype about gender equality becomes another issues for women Ulama. As one of non-state actors, women ulama is significant to discuss. Their presence has three critical points for International Relations subject. First, the significant of women Ulama as non-state actors in global politics. Second, the matter of morality that tends to be neglected by IR. Three, the matter of religious dimension in transnational advocacy networks"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53086
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Inasya Nur Qamarani
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh politik etis dan feminisme Belanda terhadap Kartini, selaku seorang perempuan di negara koloni pada zaman kolonialisme Belanda. Pembahasan dalam tulisan ini mencakup relasi negara Belanda dan Hindia Belanda, aktor-aktor politik etis dan feminis, dan media-media Belanda yang mempengaruhi tumbuhnya kesadaran emansipasi Kartini. Untuk mempertajam pembahasan, penulis menggunakan teori feminisme pascakolonial dalam Hubungan Internasional, serta melakukan analisis mendalam pada surat-surat yang ditulis oleh Kartini kepada korespondensi surat-suratnya, hubungan Kartini dengan para pejabat kolonial, literatur Belanda, dan media Belanda pada 1899-1904 . Hasil analisis pada tulisan ini dapat membuktikan bahwa kebijakan politik etis dan feminisme Belanda telah mempengaruhi kesadaran emansipasi Kartini. Dalam pembahasan ini, dipergunakan kritik feminisme pascakolonial dan Hubungan Internasional guna menunjukkan adanya relasi kuasa Belanda kepada negara koloninya. Namun, dalam relasi kuasa kolonial itu ditemukan aktor-aktor penggerak politik etis dan feminis dari Negeri Belanda yang menularkan kesadaran emansipasi kepada Kartini di Hindia Belanda. Dalam penelitian penulis, ditemukan hal baru yang tidak dilihat oleh kritik feminisme pascakolonial dalam HI, bahwa meskipun dalam relasi kuasa kolonial, tetapi gagasan politik etis dan feminisme justru membuka kesadaran baru bagi Kartini mengenai emansipasi perempuan.
This thesis aims to analyze the influence of ethical politics and Dutch feminism on the Indonesian heroine; Kartini -as a woman in a colonial country during the Dutch colonial era. The discussion of this paper covers the relationship between the Netherlands and Dutch East Indies, Dutchfeminist actors, and the Dutch media that influenced the emergence of Kartini's ideas. To sharpen the discussion, the author uses postcolonial feminism in International Relations theory, and conducts an in-depth analysis of letters written by Kartini to her correspondence, her relationship with colonial officials, Dutch literature, and the Dutch media in 1899-1904 (i.e. feminist newspapers and magazines). The results of the analysis prove that ethical political policies and Dutch feminism certainly influenced Kartini's mindset and encouraged her to fight for the education of Javanese and Indonesian women up until now. In the discussion, the author uses postcolonial feminism in International Relations critics because there is obvious evidence that in Kartini’s case, there is also power relations between two state, which is the Netherland and Dutch East Indies as its colony. However, in the relations of colonial power between those two states, the authors also found that the actors who run ethical politics and Dutch feminist are the ones that influenced Kartini, and awaken her strugglein Dutch East Indies. Other than that, in discussing Kartini’s case, there is also prove that critics of post-colonial feminism in IR fails to see, that even though she is in colonial power relations, ethical political ideas and feminism actually open a new awareness for Kartini regarding Javanese women's emancipation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Siti Soemandari Soeroto
Franeker: Wever, 1980
920.71 SIT k
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Matuli-Walanda, A.P.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989
920.72 MAT w
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Jaquet, Frederic George Peter
Jakarta: Djambatan, 1992
808.86 JAQ k
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library