Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Arif
"
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan risk governance yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan Kemenkeu . Sebagai salah satu instansi pemerintah, Kemenkeu menjadi penggagas pelaksanaan manajemen risiko pada tahun 2008 dan mulai menerapkan enterprise risk management ERM pada tahun 2016. ERM sendiri merupakan kombinasi antara risk management traditional dan risk governance. Oleh karena itu, risk governance menjadi hal yang penting dalam implementasi ERM Kemenkeu. Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam dan kuesioner hasil modifikasi Financial Stability Board FSB Thematic Review dalam mereviu pelaksanaan risk governance pada 24 negara di tahun 2013. Hasil penelitian ini memberikan pemaparan bagaimana penerapan risk governance Kemenkeu. Kesimpulannya, rerata empat variabel tersebut sudah cukup sesuai dengan kriteria yang disampaikan oleh FSB. Namun, efektifitas pelaksanaan manajemen risiko dirasa belum optimal. Hal ini dikarenakan pengelolaannya belum terintegrasi dan selaras dalam pencapaian sasaran strategis. Selain itu, pengelolaan risiko dirasa membebani sebagai kewajiban administrasi. Hal ini dikarenakan pengelolaannya yang bersifat manual dan belum tersedianya aplikasi pendukung. Terakhir, peran dan tanggung jawab Pimpinan dan Komite Risiko sebagai salah satu peran sentral diharapkan dapat lebih baik dalam membangun budaya sadar risiko.
ABSTRACTThis study aimed to evaluate the implementation of risk governance conducted by the Ministry of Finance MoF . As one of the government agencies, the Ministry of Finance became the initiator of the implementation of risk management in 2008 and began to implement enterprise risk management ERM in 2016. The ERM itself is a combination of traditional risk management and risk governance. Therefore, risk governance becomes important in the implementation of ERM MoF. This study uses in depth interviews and questionnaires modified Thematic Review Financial Stability Board in reviewing the implementation of risk governance in 24 countries in 2013. The study provides an explanation of how the application of risk governance MOF. In conclusion, the mean of four variables is sufficient according to the criteria presented by the FSB. However, the effectiveness of risk management are still not optimal. This is because management has not been integrated and aligned in achieving strategic objectives. In addition, the risk management perceived as burdensome administrative obligations. This is due to manual management and the unavailability of supporting applications. Finally, the role and responsibilities of Chairman and Risk Committee as one of the central role is expected to be better in building a culture of risk awareness."
2017
S66299
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nabila Az-Zahra Djatnika
"Negara-negara yang bergantung dengan komoditas atau negara dengan export komoditasnya lebih dari 60% total export, terdiri dari lebih dari setengah negara-negara di dunia (102 dari 189) dan dua per tiga negara-negara berkembang adalah negara yang bergnatung dengan komoditas. Fokus dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah adanya efek dari penurunan harga komoditas, terhadap stabilutas finansial untuk negaranegara bergantung terhadap komoditas dan negara-negara exportir komoditas. Penelitian ini menggunakan dua sampel dari negara berkembang exportir komoditas dan negaranegara bergantung terhadap komoditas dari periode 2010-2018. Menggunakan model fixed-effects, penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan harga komoditas memiliki efek negatif terhadap indikator stabilitas finansial untuk kedua kategori negara. Penurunan harga komoditas memiliki efek negatif secara umum untuk neraca sistem finansial negara eksportir komoditas. Efek negatif ini menunjukkan seberapa besar kerentanan negara yang menjadi exportir komoditas dan yang bergantung terhadap komoditas terhadap penurunan harga komoditas. Berdasarkan hasil penelitian ini, bisa direkomendasikan untuk negara-negara fokus untuk menyangga kapital dan meningkatkan kualitas aset dari insititusi finansial karena kedua komponen tersebut dapat meredam efek kehilangan dari penurunan harga komoditas.
Commodity dependent countries, defined as countries of which commodities account for more than 60% of their total merchandise exports, made up more than half of the countries in the world (102 of 189). And two-thirds of developing countries worldwide are also dependent on commodities. This study, therefore, aims to determine whether commodity price downswing (a negative price shock) has an impact on the financial stability of the countries. This research uses two samples of emerging and developing countries and commodity dependence countries for 2010-2018 and employed a fixed-effects model in assessing the impact. The findings of this study indicate that negative commodity price shock has a negative effect on the financial stability composite index indicator for both sets of countries. Negative price shock negatively affects the financial system' balance sheet for commodity-exporting countries in general and has a significant negative effect on the financial stability indicator index. This adverse effect shows the extent of vulnerability for commodity-dependent countries and commodity-exporting countries to a commodity price downturn Based on the results, it is recommended that countries should focus on capital buffer and asset quality of financial institutions since those two components dampen the effect of loss after a commodity price downturn."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sihombing, Ariel Bhaskara Haposan
"Kebijakan makroprudensial telah digunakan secara signifikan di Indonesia. Namun, literatur terkait efektivitasnya dalam mengurangi risiko sistemik masih mengandung kesenjangan empiris yang signifikan. Penelitian ini menganalisis dampak pengetatan kebijakan makroprudensial terhadap dimensi cross-section dan time-series dari risiko sistemik di sektor perbankan Indonesia. Menggunakan model data panel dinamis, kami menganalisis 42 bank publik di Indonesia selama periode 2008:Q1 hingga 2023:Q4. Untuk menganalisis dampak terhdap dimensi cross-section, kami menggunakan ΔCoVaR sebagai proksi tingkat contagion antara bank dan sektor keuangan. Untuk dimensi time-series, kami mengukur dampak kebijakan makropendisal terhadap pertumbuhan leverage dan aset bank pada periode ekspansi dan kontraksi dari siklus kredit.
Terdapat tiga temuan utama. Pertama, pengetatan kebijakan makroprudensial menyebabkan penurunan signifikan pada ΔCoVaR bank, yang mengkonfirmasi efektivitasnya dalam menahan risiko sistemik pada dimensi cross-section. Kedua, terdapat hubungan yang asimetris: kebijakan makroprudensial efektif dalam menahan pertumbuhan leverage yang berlebihan pada fase ekspansi, tetapi tidak efektif dalam menstimulasi risk-taking pada fase kontraksi. Ketiga, terdapat heterogenitas yang signifikan antar instrumen, di mana beberapa instrument kebijakan makroprudensial meningkatkan risiko sistemik, bukan menurunkannya. Secara keseluruhan, temuan-temuan ini menyoroti dilema kebijakan yang krusial dan menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk menyempurnakan desain dan kalibrasi kerangka kerja makroprudensial Indonesia guna memastikan tercapainya tujuan yang diharapkan.
Despite the prominent use of macroprudential policies in Indonesia, literature regarding its effectiveness in containing systemic risk still present significant empirical gaps. This study analyzes the effects of macroprudential policy tightening on the cross-sectional and time-series dimensions of systemic risk within the Indonesian banking sector. Using a dynamic panel data model, we analyze 42 publicly listed banks in Indonesia over the period 2008:Q1-2023:Q4. To analyze the effects on the cross-sectional dimension, we use ΔCoVaR to proxy the level of contagion between a bank and the financial sector. For the time-series dimension, we measure the policy's impact on bank leverage and asset growth during periods of credit cycle expansion and contraction.We found three key findings. First, macroprudential policy tightening is associated with a reduction in banks' ΔCoVaR, confirming its effectiveness in containing the cross-sectional dimension of systemic risk. Second, there is an asymmetric relationship: it is effective in containing excessive leverage growth during expansionary phases but ineffective at stimulating risk-taking during contractions. Third, there is heterogeneity between instruments, with several policies increase, rather than decrease, systemic risk. These findings highlight a crucial policy dilemma and underscore the urgent need to refine the design and calibration of Indonesia's macroprudential framework to ensure its intended effects are achieved."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library