Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chrisanty Budi Santoso
Abstrak :
TFlavonoid yang tersebar luas dalarn tumbuh-tumbuhan ma- kin banyak inendapat perhatian karena berrnacain-macain khasiat- nya.Beberapa jenis flavonoid dalam berbagai tumbuhan belurn dapat diidentifikasi.

Penelitian ml bertujuan untuk mendapatkan suatu cara iden- tifikasi flavonoid dalain tanaman termasuk isolasi pendahulu- annya ,dengan mengembangkan cara-cara identifikasi flavonoid yang sudah dikenal diantaranya kroznatografi dan spektroskopi u.v. Untuk tujuan tersebut digunakan 3 jenis tumbuhan obat Eclipta alba Rassk,Artemisia vulgaris Linn dan Gynura cf pseudochina DC , dari familiaAsteraceae.

Penelitian jul menghasilkan suatu metode isolasi untuk- identifikasi flavonoid yaitu dengan cara inengelusi dengan pe- larut yang sesuai,raksi yang didapat dielusi lagi dengan pe- larut lain ,demikian Iseterusnya sampal didapat hail yang su- dah cukup murni untuk pengukuran spektrum u,v.nya. Flavonoid dapatdiidentifikasi secara sederhana yaitu dengan raenggabungkan reaksi warna,kromatografi dan .spektroskopi u.v. Data yang di.dapat kemudian dibandinkan dengan data senyawa Yang sudah dikenal.

Daun Eclipta alba paling sedikit mengandung 3 senyavia flavo- noid dengan salah satunya diduga Luteolin 7-0-glukosida. Dal-am daun Artemisia vulgaris dapat dltuniikkan adanya 2 se-. nyawa flavonoid,sedangkan Gynura cf pseudochina tidak - Yaitu mengandung uiavonoid.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S31785
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Shabira Anjani
Abstrak :
Candida spp. Adalah spesies jamur patogen oportunistik pada manusia yang dapat menyebabkan infeksi superfisial maupun sistemik. Dari seluruh spesies Candida spp., Candida albicans merupakan isolat yang paling sering ditemukan dan bertanggung jawab terhadap 70% infeksi jamur dunia. Sedangkan, Candida krusei memiliki resiko infeksi tinggi pada pasien dengan imunodefisiensi. Terapi lini pertama bagi infeksi kandidiasis adalah flukonazol, akan tetapi pemakaian jangka panjang dapat menimbulkan resistensi. Agen standar lain dalam penanganan kandidasis adalah amfoterisin B, namun memiliki efek samping terhadap fungsi ginjal. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mencari tanaman yang memiliki aktivitas antijamur sehingga dapat dimanfaatkan untuk menangangani infeksi C. albicans dan C.krusei. Tanaman ketepeng cina (Senna alata L.) sudah banyak dimanfaatkan sejak dahulu sebagai pengobatan antijamur tradisional. Akan tetapi, penelitian terhadap aktivitas antijamur bagian bunga dan bijinya belum banyak dieskplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antijamur ekstrak etanol 70% bunga dan biji ketepeng cina (Senna alata L.) terhadap jamur Candida albicans dan Candida krusei, dan untuk memperoleh kadan fenol dan flavonoid total ekstrak. Ekstraksi dilakukan dengan metode ultrasound-assissted extraction (UAE). Uji antijamur dilakukan dengan metode difusi sumuran agar dan mikrodilusi. Penetapan kadar dilakukan dengan spektofotometri UV-VIS dimana penetapan kadar fenol total menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu dan penetapan kadar flavonoid total menggunakan pereaksi AlCl3. Hasil uji antijamur menunjukkan bahwa pada konsentrasi 6.250 μg/mL - 100.000 μg/mL ekstral etanol 70% bunga dan biji ketepeng cina (Senna alata L.) tidak menunjukkan adanya aktivitas antijamur terhadap C. albicans dan C. krusei. Hasil penetapan kadar fenol total pada ekstrak etanol 70% bunga ketepeng cina sebesar 80,09 ± 0,088 mgEAG/gr sedangkan pada biji sebesar 8,99 ± 0,099 mgEAG/gr. Hasil penetapan kadar flavonoid total ekstrak etanol 70% bunga ketepeng cina sebesar 27,95 ± 0,26 mgEK/gr sedangkan pada biji sebesar 1,93 ± 0,02 mgEK/gr. ......Candida spp. is an opportunistic pathogen fungi species that can cause supercial or systemic infections. From all Candida spp. species, Candida albicans is the most common isolate and is responsible for 70% of the world's fungal infections. On the other hand, Candida krusei posses a high infection rate for patient with immunodeficiency. The first-line therapy for candidiasis infection is fluconazole, but long-term use can cause resistance. Another standard agent that is used in the treatment of candidiasis is amphotericin B, but it has side effects on kidney function. Therefore, it is necessary to conduct research in order to find plants that have antifungal activity so that they can be used to treat C. albicans and C. krusei infections. Candle bush (Senna alata L.) has been used for a long time as a traditional antifungal treatment. However, research on the antifungal activity of flowers and seeds part of candle bush has not been widely explored. This study aimed to determine the antifungal activity of the 70% ethanolic extract of flowers and seeds of candle bush (Senna alata L.) against Candida albicans and Candida krusei, and also to obtain the total phenol and flavonoid content of the extract. Extraction was carried out using the ultrasound-assisted extraction (UAE) method. The antifungal test was conducted by agar-well diffusion and microdilution methods. The assay was carried out by UV-VIS spectrophotometry in which the determination of the total phenol content uses the Folin-Ciocalteu reagent and the determination of the total flavonoid content uses the AlCl3 reagent. The antifungal test results showed that at a concentration of 6.250 g/mL - 100.000 g/mL 70% ethanol extract of candle bush (Senna alata L.) flowers and seeds did not show any antifungal activity against C. albicans and C. krusei. The results of the determination of total phenol content in the 70% ethanol extract of candle bush flowers were 80.09 ± 0.088 mgEAG/gr, while the seeds were 8.99 ± 0.099 mgEAG/gr. The results of the determination of total flavonoid content of the 70% ethanol extract of candle bush flower were 27.95 ± 0.26 mgEK/gr while in the seeds it was 1.93 ± 0.02 mgEK/gr.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Azizah Hana Rosa
Abstrak :
Pencitraan hiperspektral dapat diaplikasikan pada berbagai bidang. Salah satunya adalah pengukuran kadar suatu zat yang terkandung dalam suatu objek. Namun, pencitraan berbasis kamera hipespektral mempunyai kelemahan, yaitu mahal, besar, memerlukan perangkat keras tambahan yang kompleks, dan ukuran data citranya yang besar. Sebaliknya citra RGB memiliki perangkat yang jauh lebih sederhana, harga kamera yang lebih murah, dan ukuran data yang lebih kecil. Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan sistem prediksi kadar flavonoid dalam daun Bisbul (Diospyros discolor Willd.) menggunakan citra RGB yang direkonstruksi menjadi citra hiperspektral. Arsitektur model rekonstruksi yang diusulkan pada penelitian ini adalah U-ResNet, penggabungan arsitektur U-Net dengan Res-Net. Penelitian ini mencari arsiktektur rekonstruksi dan ukuran target yang optimal untuk melakukan rekonstruksi citra hiperspektral dan prediksi kadar. Setelah didapatkan arsitektur yang optimal, prediksi kadar flavonoid dilakukan menggunakan algoritma XGBoost dengan memvariasikan ukuran input sesuai hasil rekonstruksi. Hasil penelitian menunjukkan jumlah band sebanyak 224 dan rentang panjang gelombang 400-1000nm merupakan target rekontruksi yang optimal untuk sistem prediksi kadar flavonoid berbasis citra RGB. Sistem yang disarankan memiliki performa rekonstruksi RMSE sebesar 0,0961 dan MRAE sebesar 0,1955, serta performa prediksi kadar RMSE sebesar 29,818 dan MRAE sebesar 0,1080. Kesimpulannya, pengukuran kadar flavonoid dapat dilakukan menggunakan citra hiperspektral hasil rekonstruksi untuk menggantikan kamera hiperspektral. ......Hyperspectral imaging can be applied in various fields. One of them is the content measurement of a substance contained in an object. However, hyperspectral camera-based imaging has disadvantages, namely expensive, large, requires complex additional hardware, and large image data size. In contrast, RGB images have much simpler tools, cheaper cameras, and smaller data sizes. Therefore, this study proposes a prediction system for flavonoid content in Bisbul (Diospyros discolor Willd.) leaves using an RGB image reconstructed into a hyperspectral image. The architecture of the reconstruction model proposed in this research is U-ResNet, combining U-Net architecture with Res-Net. This research is looking for optimal reconstruction architecture and target size for hyperspectral image reconstruction and flavonoid content prediction. After obtaining the optimal architecture, the prediction of flavonoid content was carried out using the XGBoost algorithm by varying the input size according to the reconstruction results. The results showed that reconstruction target with 224 bands within of 400-1000nm wavelength range was the optimal reconstruction target for the RGB image-based flavonoid content prediction system. The recommended system has an RMSE reconstruction performance of 0.0961 and an MRAE of 0.1955, and an RMSE content prediction performance of 29.818 and an MRAE of 0.180. In conclusion, measurement of flavonoid content can be carried out using reconstructed hyperspectral images to replace hyperspectral cameras.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Rizqi Nursyifa
Abstrak :
Litsea glutinosa merupakan tanaman bermarga lauraceae yang tumbuh di Indonesia, dan diketahui telah digunakan dalam pengobatan tradisional sejak 600 tahun sebelum masehi. Tanaman ini dilaporkan memiliki kandungan metabolit sekunder yang tinggi yaitu alkaloid dan flavonoid, namun belum ada penelitian mengenai kadar flavonoid total, aktivitas antitirosinase, dan ekstraksi menggunkan perbandingan metode ekstraksi modern. Simplisia kulit batang L. glutinosa diekstraksi dengan menggunakan metode Ultrasound-assisted Extraction (UAE), dan Microwave-assisted Extraction (MAE). Penetapan Kadar Flavonoid Total dilakukan menggunakan metode kolorimetri AlCl3 dengan standar pembanding yaitu kuersetin. Uji aktivitas antitirosinase dilakukan dengan menggunakan L-DOPA (3,4-Dihidroksi-L-fenilalanin) sebagai substrat dan asam kojat sebagai kontrol positif. Total Kadar Flavonoid yang diperoleh dari ekstrak etanol kulit batang L.glutinosa dengan metode ekstraksi UAE dan MAE berturut-turut ialah sebesar sebesar 3,57 ± 0,0269 dan 3,06 ± 0,0269 mg EK/g ekstrak. Pada uji antitirosinase, ekstrak etanol kulit batang L. glutinosa dengan metode MAE memiliki nilai IC50 sebesar 1.707, 2 µg/mL dimana asam kojat sebagai kontrol positif memiliki nilai IC50 sebesar 5,75 µg/mL. ......Litsea glutinosa is a plant surnamed Lauraceae that grows in Indonesia, and is known to have been used in traditional medicine since 600 BC. This plant is reported to have a high content of secondary metabolites, namely alkaloids and flavonoids, but there has been no research on total flavonoid content, antityrosinase activity, and extraction using comparisons of modern extraction methods. The stem bark simplicia of L. glutinosa was extracted using Ultrasound-assisted Extraction (UAE) and Microwave-assisted Extraction (MAE) methods. Determination of total flavonoid content was carried out using the AlCl3 colorimetric method with a standard of comparison, namely quercetin. Antityrosinase activity test was carried out using L-DOPA (3,4-Dihydroxy-L-phenylalanine) as a substrate and kojic acid as a positive control. The total flavonoid content obtained from the ethanolic extract of the stem bark of L.glutinosa by the UAE and MAE extraction methods was 3.57 ± 0.0269 and 3.06 ± 0.0269 mg EK/g extract, respectively. In the antityrosinase test, the ethanolic extract of the stem bark of L. glutinosa using the MAE method had an IC50 value of 1,707, 2 µg/mL where as kojic acid as a positive control had an IC50 value of 5.75 µg/mL.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rahmi
Abstrak :
ABSTRAK
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi.
ABSTRACT
Proses standardisasi dan kontrol sangat diperlukan untuk menjaga kualitas suatu obat herbal, khususnya analisis kandungan dan pengujian toksisitas dari bahan alam tersebut. Selain itu, kualitas ekstrak juga dapat dipengaruhi faktor lain, seperti waktu ekstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh waktu ekstraksi terhadap besar kandungan total flavonoid dan sifat toksisitas ekstrak air daun belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Pada metode uji I (AlCl3 tanpa penambahan NaNO2), didapatkan kandungan total flavonoid dari variasi waktu ekstraksi 30,45,60,75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 0,1638%, 0,1716%, 0,1681%, 0,1642%, dan 0,1784%. Sedangkan, pada metode uji II (AlCl3 dengan penambahan NaNO2), didapatkan sebesar 0,1856%, 0,2113%, 0,2296%, 0,2097%, dan 0,2042%. Pada pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), didapatkan nilai LC50 dari variasi waktu ekstraksi 30, 45, 60, 75, dan 90 menit secara berurutan sebesar 8232,46 μg/ml, 4175,42 μg/ml, 4885,27 μg/ml, 1056,99 μg/ml, dan 9908,32 μg/ml. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak air daun belimbing manis bersifat relatif konstan dan mengalami perubahan yang tidak signifikan seiring bertambahnya waktu ekstraksi. Selain itu, nilai LC50 bersifat fluktuatif dan tidak memiliki aktivitas biologi sebagai toksik seiring bertambahnya waktu ekstraksi.
2016
S64277
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rhea Fatma Azelia
Abstrak :
Latar belakang: Kanker paru merupakan salah satu jenis kanker yang sering diderita dan menyebabkan kematian pertama di Indonesia. Modalitas umum untuk tatalaksana kanker paru seperti bedah, radioterapi, dan kemoterapi tergolong mahal dan menyebabkan efek samping. Teripang (Holothuria scabra) merupakan bahan alam Indonesia yang diketahui mengandung berbagai metabolit sekunder sebagai antikanker, namun masih terbatas penelitian yang dilakukan terhadap kanker paru di Indonesia. Metode: Holothuria scabra dibuat menjadi ekstrak menggunakan pelarut etil asetat, n-heksana, dan etanol dengan metode maserasi. Dilanjutkan dengan uji fenol dan flavonoid total untuk mengetahui kadar fenol dan flavonoid total ekstrak Holothuria scabra. Kemudian dilakukan uji MTT untuk mengetahui aktivitas sitotoksik ekstrak Holothuria scabra terhadap sel kanker paru A549 dibandingkan dengan doxorubicin. Hasil: Holothuria scabra memiliki kadar fenol total secara berturut-turut pada ekstrak etil asetat, n-heksana, dan etanol sebesar 41,310 ± 0,975; 29,684 ± 0,977; dan 12,408 ± 0,990 mgGAE/g namun tidak memiliki kadar flavonoid total. Holothuria scabra memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker paru A549 dengan nilai IC50 pada ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksana secara berturut-turut sebesar 8,094 ± 5,079 μg/ml (aktif); 30,918 ± 8,455 μg/ml (sedang); dan 142,033 ± 30,180 μg/ml (sedang). Nilai IC50 doxorubicin sebesar 2,560 ± 3,239 μg/ml. Kesimpulan: Holothuria scabra mengandung fenol sebagai senyawa antioksidan dan antikanker, tidak mengandung senyawa flavonoid, dan memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker paru. Ekstrak n-heksana memiliki perbedaan kemampuan yang signifikan terhadap doxorubicin, sementara ekstrak etil asetat dan etanol tidak memiliki perbedaan kemampuan yang signifikan terhadap doxorubicin. .....Introduction: Lung cancer is the first cause of cancer-related death in Indonesia. Common modalities for lung cancer treatment, such as surgery are relatively expensive and cause side effects. Sea cucumber (Holothuria scabra) is Indonesia’s natural ingredient which is known to contain various secondary metabolites as anticancer, however research conducted on lung cancer in Indonesia is still limited. Method: Holothuria scabra was made into extract using ethyl acetate, n-hexane, and ethanol solvent by maceration method. Followed by the total phenolic and flavonoid test to determine the total phenolic and flavonoid content of Holothuria scabra. Then the MTT test was performed to determine the cytotoxic activity of Holothuria scabra extract against A549 lung cancer cells. Result: Holothuria scabra had total phenol content in ethyl acetate, n-hexane, and ethanol extracts of 41,310 ± 0,975; 29,684 ± 0,977; and 12,408 ± 0,990 mgGAE/g, respectively, but did not have total flavonoid content. Holothuria scabra had cytotoxic activity against A549 cells with IC50 in ethanol, ethyl acetate, and n- hexane extracts of 8,094 ± 5,079 μg/ml; 30,918 ± 8,455 μg/; and 142,033 ± 30,180 μg/ml, respectively. IC50 of doxorubicin was 2,560 ± 3,239 μg/ml. Conclusion: Holothuria scabra contains phenolic as antioxidants and anticancer compounds, does not contain flavonoid compounds, and has cytotoxic activity against lung cancer cells. N-hexane extract has a significant difference in the ability to doxorubicin, while ethyl acetate and ethanol extracts does not have significant difference in their ability to doxorubicin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library