Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iwan Budiman
"ABSTRAK
Dunia seakan tidak berbatas karena adanya era globalisasi dimana banyak perusahaan perusahaan yang tidak lagi diam disatu negara tetapi mereka mulai membuka cabang cabang mereka dinegara lain. Maka tantangan bagi perusahaan penerbangan berjadwalpun akan dirasakan semakin berat, baik penerbangan domestik maupun internasional. Persaingan ini dipengaruhi dengan berkembangnya dan perubahan yang sangat cepat dalam bisnis penerbangan dan dihadapkan dengan issue-issue penting seperli deregulasi, liberalisasi, privatisasi, multiliteral agreement, dan strategi aliansi yang telah mendorong munculnya mega carrier yang berskala global.
Bagi PT. Garuda Indonesia, prospek usaha pada bisnis penerbangan yang dihadapi saat ini dan masa yang akan datang, mempunyai potensi yang besar untuk berkembang. Pasar yang ada di berbagai kawasan masih dapat ditumbuh kembangkan lebih lanjut, diperkirakan pasar Garuda Indonesia tumbuh sebesar kurang-lebih 5.7% pertahun. Hal tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat baik di dalam negri maupun di kawasan Asia Pasifik. Namun demikian, tanpa persiapan yang matang serta penerapan strategi korporasi yang terpadu secara menyeluruh, maka PT. Garuda Indonesia bisa jatuh justru ditengah maraknya industn penerbangan dalam masa recovery setelah masa perang teluk dewasa ini.
Meski proteksi pemerintah masih mungkin dapat dilakukan untuk melindungi airline Domestik, tetapi dimasa yang akan datang tampaknya hal itu harus dilepaskan. Mengingat adanya desakan open Sky? baik melalui multilateral agreement seperti GATT maupun Bilateral agreement yang semakin kuat, serta pertimbangan ekonomi bahwa sumbangan dunia bisnis penerbangan kurang Iebih hanya sebesar 7% dan perekonomian secara keseluruhan. Sebagal contoh telah dikeluarkan PP-20 yang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi swasta asìng(PMA) untuk mendirikan perusahaan di Indonesia, serta adanya kerja sama antara Pemenntah Indonesia dengan Pemerintah Singapura di bidang pariwisata, yang telah membuka jalur penerbangan Iangsung dari singapura ke beberapa kota di Indonesia , baik oleh Singapore Airline maupun carrer di Indonesia dan juga pemberian fifth freedom kepada Singapore Airline untuk penerbangan ke Austyralia.
Untuk menghadapi hal itu maka perlu bagi para eksekutif di PT. Garuda Indonesia mendapatkan peralatan yang cukup sehingga mereka dapat menghadapi persaingan ¡ni dengan Iebih baik. Para eksekutif itu harus dllengkapi dengan sebuah sistem informasi yang canggih sehingga mereka dapat mengetahui keadaan mereka. Jika mereka tidak diperlengkapi dengan informasi yang aktual maka mereka seakan mengendarai pesawat udara tanpa mempunyai sistem navigasi dan radar yang memadai. Tanpa informasi yang aktual para eksekutif akan merasa aman, yang seharusnya sudah harus dalam situasi gawat dawrat.
Kelemahan dari sistem informasi yang berada di PT. Garuda Indonesia adalah banyaknya personnel yang belum menyadari akan pentingnya data. Data bagi beberapa orang hanya merupakan sesuatu yang tidak berarti sama sekali. Tetapi mereka lupa bahwa para eksekutif memerlukan data yang balk untuk mengambil keputusan yang lebìh baik. Sering ditemui penginman data yang tidak lengkap dari perwakilan sehìngga sistem yang canggih dianggap tidak dapat menangani persoalari. Juga kemauan untuk belajar sesuatu yang baru, sehingga terkadang mereka menganggap komputer sebagal pesaing mereka dan perlu dimusuhi. Tidak jarang komputer yang ada akhimya dipergunakan hanya sebagai mesin ketik dan tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Juga dapat dilihat bahwa sistem informasi yang berada di PT. Garuda Indonesia sangat banyak jenisnya sehingga datapun agak sulit untuk dìhubungkan satu dengan yang lain sehingga untuk pengolahan data-data ¡tu untuk menjadikan sebagai informasi sangatlah sulit dan lama. Untuk itu perlu dicarikan jalan keluar supaya komputer-komputer yang ada dapat terintegrasi secara baik.
Sistem Informasi Eksekutif sangatlah berguna bagi para eksekutif kita karena selain dapat mengetahul keadaan dari perusahaan secara menyeluruh dari hari kesehari mereka juga dapat mendapatkan masukan mengenai keadaan pesaing. Maka dengan sistem informasi eksekutif yang dirancang secara baik maka akan diharapkan pula para eksekutif dapat bekerja secara maksimal sehingga dapat memajukan perusahaan.
Pada karya akhir ini diberikan gambaran mengenai Sistem Informasi Eksekutif yang sebaiknya di buat untuk para eksekutif PT. Garuda Indonesia. Pembuatan model dan Sistem Informasi Eksekutif ini dilakukan dengan menggunakan Commander prism dan pemasukan data dilakukan secara manual karena belum adanya sistem yang dapat merubah dari data yang ada kedalam program aplikasi ini secara Iangsung. Dengan memasukan data secara manual maka juga didapatkan bahwa banyak data yang sulit didapatkan karena sistem yang rumit dan sulit mengkonrfersikan data kedaLam bentuk ascii yang dapat di baca.
Sebagai saran penulis juga menjelaskan bagaimana sebaiknya mengintegrasikan komputer komputer yang ada di PT. Garuda Indonesia. Dengan sistem yang terintegrasi dìharapkan pemasukan data akan dapat dilakukan secara otomatis dan penyajian informasi kepada para eksekutif dapat dilakukan secara lebih baik dan menyeluruh."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Dewayanti Kusumastining
"[ABSTRAK
Wilayah udara yang berada di atas sebuah negara merupakan hak negara tersebut
secara penuh dan eksklusif. Namun, ketentuan itu tidak selalu dapat diikuti. Hal
ini ditunjukkan dengan adanya pengaturan wilayah penerbangan di atas negara ?
negara di dunia, Flight Information Region (FIR), yang tidak selalu mengikuti
garis batas negara. Kondisi tersebut dialami oleh Indonesia. Sebagian wilayah
udara di kawasan Kepulauan Riau dan Natuna didelegasikan kepada Singapura
karena ketidakmampuan Indonesia konon dalam mengelola navigasi penerbangan.
Melalui pendelegasian wilayah udara tersebut, terdapat berbagai kerugian yang
diderita oleh Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia tetap meneruskan kerja
sama pengelolaan wilayah udara tersebut walaupun perjanjian pendelegasian,
yang dibuat pada tahun 1995, telah berakhir masa berlakunya, dan kondisi
Indonesia telah memungkinkan untuk mengambil kembali kewenangannya. Hal
inilah yang menjadi anomali dari sikap negara berdaulat. Oleh sebab itu, tesis ini
menggunakan teori politik birokratik (bureaucratic politics theory) dalam
pembedahan isu untuk melihat proses pemutusan kebijakan politik luar negeri di
antara birokrasi ? birokrasi di dalam negeri. Pembedahan tesis dibagi sesuai
dengan variabel dalam teori ini, yaitu aktor/birokrasi yang terlibat, faktor yang
menentukan masing ? masing aktor, dan sikap aktor dalam menyatukan
pertimbangan untuk menghasilkan keputusan dan tindakan pemerintah. Setelah
mendapatkan ketiga variabel penelitian, langkah selanjutnya adalah memetakan
politik birokratik Indonesia terkait isu tersebut. Pada akhirnya, ditemukan adanya
masalah politik birokratik intranasional yang menyebabkan limitasi pilihan bagi
pemerintah dalam proses pemutusan kebijakan politik luar negeri menanggapi isu
pendelegasian wilayah udara nasional kepada Singapura. Masalah ini juga
merefleksikan persaingan antara Indonesia dan Singapura di beberapa aspek.

ABSTRACT
Air territory, located above a country, is exclusively and fully considered a right
owned by the subjacent state. However, this provision does not always succeed to
follow. This is indicated by the Flight Information Region (FIR) which most
unlikely follow the country demarcation line. That condition is experienced by
Indonesia with most of the air territories in Riau Islands and Natuna are delegated
to Singapore due to the country?s inability in managing air navigation. By
delegating the air territory, Indonesia suffers various losses. However, Indonesian
government still continues the air territory management cooperation although the
delegation agreement in 1995 has expired, and the condition of Indonesia has
made it possible to take back the authority. This is considered an anomaly of the
sovereign state?s attitude. Therefore, this thesis applies the bureaucratic politics
theory in dissecting issues to look at the foreign policy decision making process
among bureaucracies in the country. Thesis dissection is divided according to the
variables in this theory, the actor/bureaucracy involved, the factors that determine
each actor, and the attitude of each actor in aggregating to yield governmental
decisions and actions. After obtaining three variables of the study, Indonesian
bureaucratic politic, related to the issue, is mapped. In the end, the identified
problems of intra-national bureaucratic politics cause choices of limitation in the
governmental foreign policy decision making process in response to the issue of
national air territory delegation to Singapore. Furthermore, this issue also reflects
the competition between Indonesia and Singapore in several aspects.;Air territory, located above a country, is exclusively and fully considered a right
owned by the subjacent state. However, this provision does not always succeed to
follow. This is indicated by the Flight Information Region (FIR) which most
unlikely follow the country demarcation line. That condition is experienced by
Indonesia with most of the air territories in Riau Islands and Natuna are delegated
to Singapore due to the country?s inability in managing air navigation. By
delegating the air territory, Indonesia suffers various losses. However, Indonesian
government still continues the air territory management cooperation although the
delegation agreement in 1995 has expired, and the condition of Indonesia has
made it possible to take back the authority. This is considered an anomaly of the
sovereign state?s attitude. Therefore, this thesis applies the bureaucratic politics
theory in dissecting issues to look at the foreign policy decision making process
among bureaucracies in the country. Thesis dissection is divided according to the
variables in this theory, the actor/bureaucracy involved, the factors that determine
each actor, and the attitude of each actor in aggregating to yield governmental
decisions and actions. After obtaining three variables of the study, Indonesian
bureaucratic politic, related to the issue, is mapped. In the end, the identified
problems of intra-national bureaucratic politics cause choices of limitation in the
governmental foreign policy decision making process in response to the issue of
national air territory delegation to Singapore. Furthermore, this issue also reflects
the competition between Indonesia and Singapore in several aspects., Air territory, located above a country, is exclusively and fully considered a right
owned by the subjacent state. However, this provision does not always succeed to
follow. This is indicated by the Flight Information Region (FIR) which most
unlikely follow the country demarcation line. That condition is experienced by
Indonesia with most of the air territories in Riau Islands and Natuna are delegated
to Singapore due to the country’s inability in managing air navigation. By
delegating the air territory, Indonesia suffers various losses. However, Indonesian
government still continues the air territory management cooperation although the
delegation agreement in 1995 has expired, and the condition of Indonesia has
made it possible to take back the authority. This is considered an anomaly of the
sovereign state’s attitude. Therefore, this thesis applies the bureaucratic politics
theory in dissecting issues to look at the foreign policy decision making process
among bureaucracies in the country. Thesis dissection is divided according to the
variables in this theory, the actor/bureaucracy involved, the factors that determine
each actor, and the attitude of each actor in aggregating to yield governmental
decisions and actions. After obtaining three variables of the study, Indonesian
bureaucratic politic, related to the issue, is mapped. In the end, the identified
problems of intra-national bureaucratic politics cause choices of limitation in the
governmental foreign policy decision making process in response to the issue of
national air territory delegation to Singapore. Furthermore, this issue also reflects
the competition between Indonesia and Singapore in several aspects.]"
2015
T44604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library