Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Athena Hastomo
Abstrak :
Berbatasan langsung dengan laut, muara Cengkareng Drain merupakan sebuah lokasi yang kompleks dan rawan untuk mengalami 3 jenis banjir. Tiga jenis banjir ini yaitu banjir fluvial, banjir pluvial, dan banjir pesisir. Kondisi ekstrem seperti pasang dan tingginya curah hujan merupakan beberapa hal penting yang perlu  diperhatikan dalam upaya penanganan banjir di kawasan ini. Penelitian ini berfokus pada upaya penanganan struktural berupa tanggul sungai dalam upaya pengendalian banjir di kawasan muara akibat pasang atau backwater dan luapan sungai. Penelitian ini menggunakan fitur yang terdapat di dalam HEC-RAS 6.1. untuk menghasilkan model hidrodinamika 1D dan 2D. Pemilihan kondisi batas berupa HWL (high water level) yang tercatat pada Stasiun Pasang Surut Sunda Kelapa, tinggi muka air aliran dasar Pintu Air Cengkareng Drain, dan debit banjir dengan beberapa kala ulang diharapkan dapat merepresentasikan kondisi ekstrem yang dapat terjadi pada muara Cengkareng Drain. Pendekatan 1D dan 2D memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai genangan pada kawasan urban. Hasil menunjukkan bahwa genangan pada kawasan pesisir didominasi oleh aktivitas pasang. Terjadi peningkatan luas genangan sebesar lebih dari 8 km2 dengan hanya  aktivitas pasang. Meski begitu, debit banjir dengan beberapa kala ulang juga memberikan dampak meningkatnya luas genangan sebesar 0.3-0.5 km2. Sebagai upaya penanggulangan banjir pada lokasi studi, direkomendasikan tanggul dengan elevasi puncak +3.00 mdpl yang mampu menampung air sungai dari meluap akibat aktivitas pasang dan kenaikan debit. ...... Directly adjacent to the sea, the Cengkareng Drain estuary is a complex location and is prone to experience 3 types of flooding. The three types of floods are fluvial flood, pluvial flood, and coastal flood. Extreme conditions such as high tides and high precipitation are some of the important things that need to be considered for managing flood in this area. This study focuses on structural measures in the form of river embankments to manage flood in estuary area due to tides or backwater and river overflow. This study uses the features contained in HEC-RAS 6.1. to generate 1D and 2D hydrodynamic models. The selection of boundary conditions in the form of HWL (high water level) recorded at the Sunda Kelapa Tidal Station, the baseflow water level on Cengkareng Drain Watergate, and flood discharge with several return period is expected to represent extreme conditions that may occur at the Cengkareng Drain estuary. 1D and 2D approaches provide a detailed representation of inundation in urban areas. The results show that inundation in coastal areas is dominated by tidal activity. There was an increase in inundation area of 8 km2 with only tidal activity alone. Even so, the flood discharge with several return period also has the impact of increasing the inundation area by 0.3-0.5 km2. For the flood management at the study site, it is recommended to build a dike with a top elevation of +3.00 masl to accommodate river from overflowing due to tidal activity and increasing discharge.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dian Kurnia
Abstrak :
Salah satu bentuk pengelolaan limpasan permukaan secara off stream adalah pendekatan Low Impact Development (LID). Di daerah hulu LID umumnya diterapkan secara off stream. Penerapan LID ini dapat menimbulkan ketidakadilan. Masyarakat hulu seakan dipojokkan untuk mengeluarkan biaya (cost), agar masyarakat hilir yang mendapatkan manfaat (benefit) dalam bentuk tidak kebanjiran. Untuk menghindari hal ini, wajar bila masyarakat hulu mendapat kompensasi sedemikian rupa, dimana sumber dana kompensasi berasal dari daerah hilir, sehingga terjadi subsidi silang. Karakteristik dari pemilihan kompensasi tergantung dari skala penerapan LID. Skala ini dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu rumah tangga, komunal dan wilayah. Penentuan bentuk kompensasi selain sumur resapan untuk rumah tangga belum ada penelitiannya. Tingkat kesediaan masyarakat dan bentuk kompensasi ditinjau berdasarkan kesediaan masyarakat berpartisipasi baik individu maupun komunal, dan bentuk kompensasi yang diinginkan masyarakat. Kesediaan masyarakat secara individu dibagi dalam tiga kategori berdasarkan luas lahan yang dimiliki. Penentuan lokasi didasarkan atas dua faktor, pertama : berdasarkan konsep regional groundwater, daerah resapan untuk kota Jakarta mulai dari Kota Depok sampai Puncak dan Cianjur. Faktor kedua : UU No. 15 Tahun 1999 (Depok menjadi daerah TK II) menetapkan Depok sebagai daerah penyangga Jakarta dengan fungsi sebagai daerah resapan dan konservasi. Dengan demikian penelitian ini dilakukan di Kota Depok, Kecamatan Sukmajaya (Kelurahan Sukmajaya, Abadijaya, Mekarjaya). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tingkat kesediaan masyarakat berpartisipasi secara individu dalam bentuk penyediaan lahan dan dana pada setiap kategori tidak sama, karena kesediaan berpatisipasi secara individu sangat tergantung kepada faktor lahan dan dana yang dimiliki. Sementara tingkat kesediaan partisipasi secara komunal cukup tinggi, karena responden menganggap pelaksanaan secara komunal efektif. Bentuk kompensasi yang diinginkan masyarakat secara individu adalah konsekuensi teknis, sementara secara komunal adalah reward. Disimpulkan bahwa masyarakat sudah menyadari bahwa pelaksanaan penanggulangan banjir tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga masyarakat. Bentuk tanggung jawab responden dapat dilihat dari kesediaan responden berpartisipasi dalam penanggulangan banjir, walaupun manfaat utama tidak dinikmati. Diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi masukan bagi pembuat kebijakan (decision maker) dalam membuat kebijakan pelaksanaan penanggulangan banjir yang mengikutsertakan peran masyarakat.
This study aimed to determine whether The most recent concept in managing surface runoff is Low Impact Development (LID). On the upstream area of watershed LID is commonly manifestated as an off stream measure in which it?s intensely use residential land or resources. The upstream resident is forced to pay the cost, for the save of downstream resident benefit such as flood free neighborhood. To avoid this unjust situation, it seems pretty fair if the upstream resident received compensation subsidized by downstream resident. It is found that the member of study that adress this issue is still rarely limited. In this study the willingness to participate is analysed based on the individually and as a member of it is communal, classified based on the size their land. Selection of study area is based on 2 factors. The first : the regional groundwater concept, dictate that recharging zone of Jakarta, is starts from Depok City to Puncak and Cianjur Region. The second : UU No.15 1999 stipulate that Depok as recharging zone and conservation area. As such the survey is conducted on Depok City, Kecamatan Sukmajaya (Kelurahan Sukmajaya, Abadijaya, Mekarjaya) The result shows that willingness to participate individually by providing space in their yard and budget, in every category, is depend on the land size and their social welfare level. Communal participation rate is a high since the believed it is more effective. The compensations are expected by individuals in the form of technical necessities, while communal the group expects rewards. It is concluded that the society is already aware that flood prevention actions is not the government?s responsibility only but also theirs.The participant eagerness to take responsible is shown by their enthusiasm to participate even they do not get the benefit directly.This finding expected to be considered by the decision-makers in developing flooding prevention regulations.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T24625
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Furi Listiani
Abstrak :
ABSTRAK
Indonesia merupakan negeri rawan bencana dengan jumlah kejadian tertinggi yaitu bencana hidrometeorologi banjir. Sistem penanggulangan bencana yang kurang baik dapat mengakibatkan keterlambatan, tidak meratanya pendistribusian bantuan dan biaya yang tinggi. Lamanya pengambilan keputusan dalam mengalokasikan bantuan dan tidak tepatnya memperkirakan biaya yang diperlukan dalam masa darurat menjadi kendala dalam kecepatan pemenuhan kebutuhan bagi korban. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang sebuah model optimasi untuk memperkirakan biaya yang harus disiapkan untuk pengadaan barang bantuan dan biaya pengerahan personil. Model dibagi menjadi tiga yaitu Model 1, Model 2 dan Model 3. Model 1 menghasilkan variabel keputusan instansi yang dibutuhkan untuk memberikan barang bantuan, jumlah barang yang dikirim dari instansi ke posko pendistribusian, jumlah barang yang dikirim dari posko pendistribusian ke posko pengungsian dan kendaraan yang dikerahkan untuk menyalurkan bantuan. Model 2 menghasilkan variabel keputusan instansi yang dibutuhkan untuk memberikan barang bantuan dan jumlah personil yang dibutuhkan untuk setiap posko. Model 3 menghasilkan total biaya dari Model 1 dan Model 2. Studi kasus banjir bandang Bima dipelajari dan digunakan untuk mengumpulkan data. Hasil dari perancangan model adalah biaya yang optimum dan untuk memenuhi kebutuhan pada masa darurat bencana. Metode yang digunakan adalah perancangan model matematika dengan multi-objective optimization dengan mixed integer linear programming dengan bantuan pengolahan menggunakan Lingo 11.0.
ABSTRACT
Indonesia is a disaster prone country with the highest number of incidents of flood hydrometeorology disaster. The lack of design in the disaster management system can lead to delays, uneven distribution and high costs. The length of decision making in allocating aid and inappropriately estimating the cost required in the emergency period becomes an obstacle in the speed of meeting the needs of the victims. The purpose of this study was to design an optimization model to estimate the amount of costs to be prepared for procurement of relief goods and personnel deployment costs. The model is divided into three namely Model 1, Model 2 and Model 3. Model 1 produces the decision variable which agency is needed to deliver the relief goods, the quantity of goods sent from the agency to the distribution post, the quantity of goods sent from the distribution post to the evacuation post and the vehicle which are deployed to distribute aid. Model 2 produces the agency decision variables needed to deliver the relief items, the number of personnel needed for each post. Model 3 generates the total cost of Model 1 and Model 2. Bima flood case studies were studied and used to collect data. The result of model design is the optimum cost and to meet the needs during the emergency period. The method used is the design of mathematical model with multi objective optimization with mixed integer linear programming with the help of processing using Lingo 11.0.
2017
S67958
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library